BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Globalisasi berdampak pada semua segi kehidupan. Isu ini mengakibatkan negara berkembang harus mengejar ketertinggalan dan terkadang memaksakan diri untuk menyesuaikan dengan aturan yang berlaku secara internasional. Menjadi sebuah persoalan apabila ternyata secara sosiologis, filosofis dan yuridis terjadi ketidaksiapan, maka yang terjadi adalah munculnya aturan-aturan yang kurang sempurna dan pelaksanaan dari aturan itu sendiri yang belum dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Pengaruh globalisasi dalam kaitannya dengan keikutsertaan bangsa Indonesia terhadap konvensi internasional yang ada,
salah satunya dinyatakan
pemerintah secara terbuka dalam sidang paripurna DPR pada saat membicarakan RUU tentang Perubahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, yaitu bahwa Indonesia ingin menundukkan diri sebagai masyarakat dunia yang terhormat dan bertanggungjawab dalam mewujudkan tatanan kehidupan dunia dengan ikut serta dalam konvensi internasional baik untuk kepentingan nasional maupun memelihara hubungan antar bangsa. 1 Partisipasi Indonesia dalam World Trade Organization (WTO) yang diikuti dengan penandatanganan Perjanjian Multilateral GATT Putaran 1
Taryana Soenandar, Perlindungan HAKI (Hak Milik Intelektual) di Negara-negara ASEAN, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 3.
1
2
Uruguay 1994 serta meratifikasinya dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 berdampak pada keharusan untuk memperbaiki hukum nasional sesuai dengan ketentuan dalam Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak atas Kekayaaan Intelektual (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs)). Dengan dihasilkannya Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak atas Kekayaan Intelektual atau HAKI (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs)), Indonesia terjebak dalam dilema sebagai negara berkembang. Secara global Indonesia terikat untuk menghasilkan perbaikan hukum terkait dengan peraturan perundangan mengenai HAKI, tetapi di sisi lain dengan mengakomodasi sistem HAKI akan mengakibatkan ekonomi biaya tinggi pada invensi maupun ciptaan yang baru. Sebagaimana dikatakan A. Samuel Oddie, bahwa perlindungan HAKI di bawah perjanjian TRIPs adalah sebagai sebuah bentuk penjajahan yang sopan (a polite form of economic imperialism). 2 Penyempurnaan peraturan mengenai HAKI yang dilakukan setelah ratifikasi Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 adalah UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1997 dan diubah terakhir kalinya dengan UU Nomor 19 Tahun 2002. UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten diubah dengan UU Nomor 13 Tahun 1997 dan terakhir dengan UU Nomor 14 Tahun 2001. UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek diubah dengan UU Nomor 14 Tahun 1997 dan terakhir diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2001 yang selanjutnya disebut sebagai Undang-undang Merek. Indonesia juga mengundangkan UU Nomor 2
Tim Lindsey, et all, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, PT. Alumni, Bandung, 2006, hal.74.
3
30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri dan UU Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. 3 Paten sebagai sebuah bentuk perlindungan bagi peneliti merupakan sesuatu hal yang sudah semestinya. Hal ini sesuai dengan isi ketentuan Pasal 27 ayat (2) Deklarasi Hak Asasi Manusia se-Dunia yang menyatakan bahwa: setiap orang memiliki hak untuk mendapat perlindungan (untuk kepentingan moral dan materi) yang diperoleh dari ciptaan ilmiah, kesusastraan atau artistik dalam hal orang tersebut sebagai pencipta. Data menunjukkan bahwa pada bulan Agustus 2007 pendaftaran paten ke luar negeri oleh orang Indonesia di USPTO (United States Patent and Trademark Office) baru berjumlah 297 paten, masih kalah dengan Filipina (468 paten), Thailand (623 paten), Malaysia (1235 paten), Singapura (4827 paten), India (4273 paten), Cina (7734 paten) dan Jepang (665118 paten) 4. Paten sejumlah 297 paten tersebut hanya 119 paten (40%) yang dimiliki oleh pihak Indonesia, sisanya milik pihak asing. Dari 119 paten tersebut yang dimiliki oleh universitas hanya 1 (Fakultas Farmasi UGM), selebihnya milik swasta dan tidak satupun yang dimiliki oleh Lembaga Penelitian Non Departemen (LPND). 5 Merupakan sesuatu yang menarik untuk mengetahui pemanfaatan paten terutama bagi peneliti di lembaga-lembaga/instansi-instansi yang menitikberatkan 3
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri di Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas, Grasindo, Jakarta, 2004, hal. 2. 4 Muhammad Ahkam Subroto dan Suprapedi, Pengenalan HKI (Hak Kekayaan Intelektual) Konsep Dasar Kekayaan Intelektual untuk Penumbuhan Inovasi, PT. Indeks, Jakarta, 2008, hal. 4. 5 idem
4
pada fungsi penelitian (research). Salah satu di antaranya adalah di Badan Tenaga Nuklir Nasional. Lembaga ini didirikan pada tanggal 5 Desember 1958 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 1958 dalam bentuk Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (LTA) yang kemudian disempurnakan menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga Atom. UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2005, menetapkan BATAN sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen, berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. BATAN dipimpin oleh seorang Kepala dan dikoordinasikan oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi. Tugas pokok BATAN adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir sesuai ketentuan Peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. BATAN menyelenggarakan fungsi sebagai berikut 6: 1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang penelitian, pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir; 2. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BATAN; 3. Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang penelitian, pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir; dan
6
Lihat Profil BATAN, http://www.batan.go.id/organisasi/profil.php, diakses 8 Januari 2008.
5
4. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan
umum,
ketatausahaan,
organisasi
dan
tata
laksana,
kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga. Visi BATAN adalah terwujudnya iptek nuklir berkeselamatan handal sebagai pemicu dan pemacu kesejahteraan, dan misinya adalah: 1. Melaksanakan litbangyasa iptek nuklir untuk bidang energi dan non energi. 2. Melakukan diseminasi hasil litbangyasa iptek nuklir. 3. Melaksanakan kegiatan demi kepuasan pemangku kepentingan. 7 Fungsi penelitian, pengembangan dan litbangyasa yang dilakukan para peneliti BATAN antara lain: 1. Aplikasi teknik nuklir di bidang kedokteran, misalnya pemanfaatan teknologi pengawetan, teknik diagnosis dan terapi serta teknik sterilisasi alat kedokteran menggunakan sumber radiasi. 2. Aplikasi teknik nuklir di bidang industri, misalnya: a. Pemanfaatan teknik radiografi untuk pengecekan pipa minyak pada sektor pertambangan, mengetahui ada tidaknya kebocoran/retak pada badan pesawat; b. Pemanfaatan teknik logging di bidang pengeboran mineral/minyak bumi yang digunakan untuk mengetahui kondisi kerak bumi; dan
7
idem.
6
c. Pemanfaatan teknik polimerisasi untuk memperkuat suatu permukaan misalnya karet dan kayu. 3. Aplikasi teknik nuklir di bidang pertanian misalnya: a. Digunakan dalam pemuliaan tanaman dalam rangka memperoleh varietas
unggul
terutama
penggunaan
bioteknologi
(rekayasa
genetika); b. Pengendalian hama tanaman dengan meradiasi serangga/hama tanaman; dan c. Pemupukan dan nutrisi tanaman dengan memanfaatkan teknik isotop untuk melihat efisiensi pemberian pupuk. 8 Aplikasi teknik nuklir seperti di atas menggambarkan banyak hal yang dapat diajukan menjadi paten sebagai wujud karya intelektual peneliti BATAN. Kekayaan intelektual para peneliti menjadi aset besar bagi BATAN, disamping itu jumlah pengajuan permohonan hak paten juga dapat dijadikan indikator produktivitas peneliti, sekaligus tolak ukur kesadaran para peneliti untuk mengajukan permohonan hak paten. Kondisi pengajuan permohonan paten ke Ditjen HAKI oleh peneliti BATAN sebagai berikut ; tahun 2000 (3 pengajuan), tahun 2001 (5 pengajuan), tahun 2002 (2 pengajuan), tahun 2003 (6 pengajuan), tahun 2004 (7 pengajuan), tahun 2005 (4 pengajuan), tahun 2006 (3 pengajuan), tahun 2007 (4 pengajuan), tahun 2008 (2
8
Tri Murni, Makalah pelatihan Introduksi Nuklir Bagi Pegawai Non Teknis, Pusdiklat BATAN, Jakarta, Mei 2007.
7
pengajuan), tahun 2009 (5 pengajuan), tahun 2010 (16 pengajuan), tahun 2011 (14 pengajuan). 9 Pengajuan tersebut meliputi 2 jenis paten yaitu paten dan paten sederhana. Kesimpulan sementara adalah permohonan Paten di BATAN relatif masih sangat sedikit, apalagi mengingat bahwa penelitian merupakan tugas pokok dan fungsi lembaga yang merupakan kegiatan sehari-hari. Berdasarkan kenyataan di atas, penulis berpendapat bahwa mengetahui persoalan yang dihadapi oleh BATAN dalam hal pengajuan permohonan paten baik persoalan secara institusional maupun personal para peneliti di dalamnya merupakan suatu hal yang perlu dilakukan untuk menemukan inti persoalan rendahnya tingkat pengajuan permohonan hak paten sekaligus merumuskan langkah strategis pemecahannya. Tesis ini diharapkan dapat menghasilkan hal-hal tersebut. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Hambatan apakah yang dihadapi BATAN dalam pengajuan permohonan Paten bagi para penelitinya? 2. Hambatan apakah yang dihadapi para peneliti BATAN dalam pengajuan permohonan Paten? 3. Bagaimanakah tingkat kesadaran hukum para peneliti dalam pengajuan permohonan paten?
9
BATAN, Daftar Paten BATAN, http://www.batan.go.id/bkhh/BagianHukum/daftar_paten.htm, diakses tanggal 31 Agustus 2014.
8
1. C. Keaslian Penelitian Penulis telah berusaha untuk mencari dan menelusuri karya-karya ilmiah yang membicarakan mengenai paten di antaranya: 1. Peranan Lisensi Paten Luar Negeri dalam Pelaksanaan Alih Teknologi, karya Endang Purwaningsih (1998) 2. Peranan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten dalam Membantu Pengembangan Teknologi, karya Hasranita (1998) 3. Pelaksanaan Pendaftaran Hak Paten di Sulawesi Selatan, karya Kamariah Karim (2005) 4. Penyelesaian Sengketa Pembuatan Paten Sederhana, karya Ahmad Ali Muddin (2006) 5. Tinjauan Yuridis tentang Penerapan Biaya Paten sebagai Syarat Perlindungan Paten dan Implikasinya terhadap Pendaftaran Paten di Indonesia, karya Nanang Taufik Adi Pramudya (2004) 6. Pembatalan Kebaruan dalam Paten Sederhana setelah Pemeriksaan Substantif, karya Zham Zhamy (2006) 7. Perlindungan Hukum terhadap Paten Asing menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, karya Ita Rahmawaty (2006) 8. Upaya Penegakan Hukum sebagai Perlindungan Hukum bagi Pemegang Paten di Surabaya, karya Rahmat Zuliana (2006)
9
Berdasarkan hal tersebut penulis menyimpulkan bahwa karya tulis ini belum pernah diteliti oleh orang lain. Meskipun membahas tema yang sama tetapi permasalahan yang diangkat oleh penulis dimaksudkan untuk mengetahui secara langsung hambatan yang dihadapi oleh lembaga penelitian termasuk para penelitinya. Jadi, tesis ini bertujuan untuk melengkapi dan menyempurnakan penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya.