BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemerintah adalah entitas masyarakat dalam suatu negara yang diberi kewenangan untuk menjalalankan pemerintahan. Pelaksanaan pemerintahan hanya dapat dilaksanakan dengan adanya beberapa unsur pendukung, salah satunya adalah tersedianya dana yang memadai. Sebab tanpa dukungan dana, semua program pemerintah tidak akan dapat dilaksanakan dan itu berarti fungsi pemerintah dalam suatu negara tidak dapat berjalan secara optimal. Dana yang diperoleh negara merupakan penerimaan yang digunakan untuk menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Anggaran tersebut merupakan uraian pembiayaan yang dipergunakan penyelenggarakan pemerintahan dan keperluan pembangunan. Agar pendanaan penyelenggaraan pemerintah terlaksana secara efektif dan efesien serta untuk mencegah tumpang tindih ataupun tidak tersedianya pendanaan pada suatu bidang pemerintahan diatur pendanaan penyelenggaraan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dibiayai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan kewenangan pemerintah yang menjadi tanggung jawab pemerintah dibiayai dari APBN, baik kewenangan pusat yang dikonsentrasikan kepada gubernur atau ditugaskan kepada pemerintah daerah dan / atau dalam rangka tugas pembantuan. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai dengan ditetapkannya undangundang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah daerah dan Undang-Undang Nomor 25
Universitas Sumatera Utara
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. undang-undang ini merupakan perwujudan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional diwujudkan dalam bentuk pembagian, pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta adanya perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah timbul hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang, sehingga perlu dikalola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Percepatan pelaksaanaan otonomi daerah sebagai implementasi Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah bergulir di daerah. Banyak harapan yang dimungkinkan dari penerapan otonomi daerah, seiring dengan itu tidak sedikit pula masalah, tantangan, dan kendala yang dihadapi oleh daerah. Melalui otonomi diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya dan pemerintah pusat diharapkan tidak terlalu aktif mengatur daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu memainkan peranannya dalam membuka peluang
Universitas Sumatera Utara
memajukan daerah dengan melakukan identifikasi potensi sumber-sumber pendapatannya dan mampu menetapkan belanja daerah secara ekonomi yang wajar, efektif, efesien, termasuk kemampuan perangkat daerah meningkatkan kinerja, mempertanggungjawabkan kepada pemerintah atasnya maupun kepada publik / masyarakat. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. otonomi daerah juga merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Pemerintah Daerah diberikan wewenang dan tanggung jawab untuk mengatur rumah tangga sendiri melalui sistem otonomi daerah. Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom ataupun berotonom yaitu yang terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan
untuk
menggali
sumber-sumber
keuangan
sendiri,
mengolah
dan
menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah, sehingga Pendapatan asli Daerah (PAD) khususnya pajak dan retribusi daerah harus menjadi bagian sumber keuangan yang terbesar. Berdasarkan data lima tahun sebelumnya yaitu tahun 2001-2005 maka dapat diuraikan perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kota Medan secara rata-rata maupun keadaan secara khusus tahun 2005. Jumlah rata-rata penerimaan pendapatan daerah 2001-
Universitas Sumatera Utara
2005 adalah sebesar Rp 951.730.755.464,69 sedangkan periode terakhir sebelum tahun 2005 jumlah pendapatan daerah kota Medan sebesar Rp 1.228.649.091.079,96. Rincian per jenis pendapatan ditinjau dari rata-rata lima tahun sebelumnya maupun kondisi khusus tahun 2005 adalah sebagai berikut : Tabel I.1 : Pendapatan Asli Daerah Kota Medan Tahun 2001-2005 Uraian
Rata-rata 2001-2005 (Dalam Rupiah)
2005 (Dalam Rupiah)
A
Bagian Pendapatan Asli Daerah
B
I Pajak Daerah 118.901.889.046,70 178.113.363.793,22 II Retribusi Daerah 80.024.052.673,66 112.271.802.676,09 III Bagian Laba Perusahaan Milik 990.834.356,40 800.000.000,00 Daerah IV Lain-lain PAD Yang Sah 6.153.801.032,79 12.197.905.844,65 206.070.577.109,55 303.383.072.313,96 Bagian Dana Perimbangan I
Bagi Hasil Pajak
144.481.297.399,46
193.859.767.471,00
Bagi Hasil Bukan Pajak dari 1.472.385.181,68 SDA III Bagi Hasil Pajak dari PEMPROP 162.584.173.888,00
481.521.960,00 259.204.645.662,00
IV DAU dan DAK
421.030.990.000,00
430.572.000.000,00
729.568.846.469,14
884.117.935.093.00
16.091.331.886,00
41.148.083.673,00
II
C
Lain-lain Pendapatan Yang Sah
Total
951.730.755.464,69
1.228.649.091.079,96
Sumber Data : Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan 2005
Pajak daerah dan pajak nasional merupakan suatu sistem perpajakan Indonesia yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijakan dalam perpajakan tersebut dapat memelihara beban yang adil.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu sumber PAD berasal dari pajak daerah. Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan guna pembiayaan daerah sebagai badan hukum publik yang diatur dalam UU No. 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Dimana pajak daerah terbagi menjadi dua jenis, yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten / kota. Pajak provinsi terdiri dari : pajak kendaraan dan kendaraan di atas air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas aire, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, dan pajak pengambilan dan pemanafaatan air bawah tanah dan air permukaan. Sedangkan pajak kabupaten/ kota terdiri dari : pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambi9lan dan pengolahan bahan galian golongan C, dan pajak parkir. Pajak hiburan adalah salah satu penerimaan daerah yang memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan asli daerah ( PAD ), sehinggga diharapkan pajak hiburan dapat dijadikan sebagai sumber pendanaan pemerintah unutuk mendukung peningkatan potensi daerah. Pajak hiburan sangat potensial dalam peningkatan penerimaan daerah, maka dalam menyelenggarakan pajak hiburan tersebut pemerintah Daerah Kota melalui Dinas Pendapatan daerah Kota Medan harus mengawasi proses pelaksanaan pajak hiburan ini sesuai dengan Peraturan Penerintah dan Peraturan Daerah yang telah ditetapkan Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Daerah Kota Medan. Berbicara masalah pembiayaan, idealnya pembiayaan daerah harus bertumpu pada Pendapatan Asli Daerah terutama dalam pembiayaan pelayanan dasar pada masyarakat umum. Pajak daerah kabupaten Kota yang memberikan kontribusi persentase yang paling besar adalah pajak hiburan sebesar 35 %. Pajak daerah termasuk salah satunya pajak
Universitas Sumatera Utara
hiburan menjalankan salah satu sumber pendapatan daerah yang paling guna membiayai penyelenggaaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan dalam rangka mencapai otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Untuk mengetahui kontribusi yang dihasilkan dari pajak hiburan sebagai salah satu sumber pendapatan dan pembangunan daerah. Berikut ini disajikan data target dan realisasi dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 yang ditetapkan dan dapat dicapai dari hasil pajak hiburan. Tabel I. 2 : Target dan Realisasi Pajak HiburanTahun Anggaran 2005- 2009 No
Tahun
1 2 3 4 5
2005 2006 2007 2008 2009
Target APBD / Tahun Rp 7.250.641.215 Rp 7.975.705.000 Rp 8.354.000.000 Rp 8.921.700.000 Rp. 9.556.580.000
Target APBD /Bulan Rp 604.220.101,22 Rp 674.631.666,67 Rp 706.447.083,33 Rp 743.475.000,00 Rp 796.381.666,67
Realisasi
%
Rp 7.257.170.956,92 Rp 7.998.696.250,60 Rp 8.382.957.036,24 Rp 9.394.720.639,23 Rp 8.993.349.705,22
100.09 100,29 100,35 105,30 94,11
Sumber Data : Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan Tahun 2005-2009
Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa realisasi penerimaan pajak hiburan terus meningkat, kecuali pada tahun 2009 mengalami penurunan. Hal ini dapat kita lihat dalam terget realisasi penerimaan pajak hiburan dari tiap sektor yang dicapai pada tahun anggaran 2005-2008 mengalami peningkatan dan pada tahun 2009 mengalami penurunan. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh peneliti, bisnis hiburan memang patut diperhitungkan sebagai kontributor Pendapatan Asli Daerah di kota Medan. Apalagi kota Medan termasuk lima besar kota terbesar di Indonesia, tentunya mobilitas
Universitas Sumatera Utara
perekonomian cukup berjalan tinggi. Di mana dengan banyaknya tersedia hiburan akan mendatangkan penerimaan yang banyak bagi Pendapatan Asli Daerah. Berarti semakin banyak hiburan akan semakin banyak pula penerimaan yang diperoleh. Sampai saat ini kontribusi terbesar dari bisnis hiburan diperoleh lewat pajak hiburan. Pendapatan Asli Daerah diperoleh dari pajak hiburan berasal dari pengunjung yang mendatangi tempattempat hiburan. Adapun jenis hiburan yang dikenakan dan dipungut pajak hiburanya adalah bioskop sebanyak tiga belas, diskotik sebanyak empat, karaoke sebanyak tiga belas, billiard sebanyak delapan puluh tujuh, ketangkasan sebanyak dua puluh delapan, panti pijat sebanyak Sembilan belas, mandi uap/ Spa sebanyak dua belas, salon sebanyak 149, internet sebanyak tujuh puluh satu, dan keramaian umum/ kolam renang sebanyak lima belas. Adapun realisasi penerimaan dari pajak hiburan tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel I.3 : Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan Tahun Anggaran 2009 No 1
2
3 4 5
Uraian Tontonan Film/ Bioskop Pangelaran Seni Musik/ Tari / Busana Diskotik Karaoke Sirkus/ Akrobat/ Sulap
Target APBD / Tahun Rp 2.644.000.000
Target APBD /Bulan Rp 220.333.333,33
Rp 2.947.260.000
111,47
Rp
Rp 24.711.083,33
Rp 168.315.500
56,76
Rp 7.500.000 Rp 43.250.000 Rp 3.500.000
Rp 111.021.899,60 Rp 972.979.495,41 ---
123,36 187,44 ---
296.533.000
Rp 90.000.000 Rp 519.000.000 Rp 42.000.000
Realisasi
%
Universitas Sumatera Utara
6 7 8 9 10 11
12 13
Permainan Bilyard Permaianan Ketangkasan Panti Pijat/ Refleksi Mandi Uap/ SPA Pertandingan Olah Raga Salon Kecantikan/ Wisma Pangkas Permainan Internet Kolam Renang/ Taman Rekreasi TOTAL
Rp 329.832.000
Rp 27.486.000
Rp 197.628.000
59,92
Rp 3.348.000.000
Rp 279.000.000
Rp 2.600.194.700,01
77,66
Rp 878.000.000
Rp 73.166.666,67
Rp 566.956.159,20
64,57
Rp 196.015.000
Rp 16.334.583,33
Rp 317.736.951
162,10
Rp 12.000.000
Rp 1.000.000
Rp 16.200.000
135,00
Rp 723.723.000
Rp 60.311.000
Rp 585.494.000
80,90
Rp 147.480.000
Rp 12.290.000
Rp 124.740.000
84,58
Rp 329.988.000
Rp 27.499.000
Rp 385.005.000
116,67
Rp 9.556.580.000
Rp 796.318.666,67
Rp 8.993.349.705,22
94,11
Sumber Data : Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan 2009 Kontribusi pajak hiburan yang selama ini dipungut tentunya akan menambah Pendapatan Asli Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah akan bermanfaat bagi proses pembiayaan pembangunan dan juga digunakan untuk berbagai pelayanan umum yang berguna untuk pembangunan kota Medan. Oleh karena itu, hiburan diharapkan dapat menambah pemasukan ke kas daerah dari sisi penerimaan pajak hiburan. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “ Kebijakan Penetapan Tarif dan Pengelolaan Pajak Hiburan sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Medan”. I.2 Rumusan Masalah
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Kebijakan Perpajakan Daerah Dalam Pengelolaan Pajak Hiburan sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Kota Medan“. I.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat dan menggambarkan Kebijakan Perpajakan Daerah Dalam Pengelolan Pajak Hiburan sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan. I.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : a. Melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan informasi kepada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan tentang Kebijakan Penetapan Tarif dan Pengelolaan Pajak Hiburan guna membantu manajemen dalam pengambilan keputusan. c. Sebagai referensi bagi mahasiswa yang tertarik dalam topik Kebijakan Penetapan Tarif dan Pengelolaan pajak Hiburan. I.5 Kerangka Teori
Universitas Sumatera Utara
Kerangka teori merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefenisikan sebagai masalah yang penting. Teori adalah konsep – konsep dan generalisasi – generalisasi hasil penelitian yang dapat di jadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian. ( Sugiono, 2005 : 55 ) Dalam suatu studi penelitian perlu adanya kejelasan titik tolak atau landasan berpikir untuk memecahkan dan membahas masalah.
Untuk itu perlu disusun suatu
kerangka teori sebagai pedoman yang menggambarkan dari mana sudut masalah tersebut disorot ( Nawawi, 1992 : 149 ). Berdasarkan rumusan di atas, penulis akan mengemukakan beberapa teori, pendapat ataupun gagasan yang akan dijadikan sebagai landasan berpikir dalam penelitian ini. A . Pengertian Kebijakan Perpajakan Frederich dalam Winarno ( 2002 : 16 ) mendefenisikan kebijakan sebagai “ suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran ataupun maksud tertentu. Anderson ( Nurcholis, 2007 : 263 ) memandang kebijakan sebagai “ suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang dilakukan seseorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu masalah. Anderson mengklasifikasikan kebijakan menjadi dua : kebijakan subtantif dan kebijakan prosedural. Kebijakan subtantif yaitu apa yang harus
Universitas Sumatera Utara
dikerjakan oleh pemerintah, sedangkan kebijakan prosedural yaitu siapa dan bagaimana kebijakan tersebut diselenggarakan. Menurut PBB yang dikutip dalam ( Wahab, 1991 : 12 ) kebijakan diartikan sebagai “ pedoman untuk bertindak “. Pedoman itu boleh jadi sangat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau bersifat khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kuantitatif atau kualitatif, publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya seperti ini mungkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana. Pengertian berikutnya dikemukakan oleh Raksasataya ( Islamy, 2001 : 17 ) yang memberikan defenisi kebijakan sebagai suatu taktik atau strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan, oleh karena itu tujuan kebijakan memuat tiga elemen, yaitu : 1. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai. 2. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 3. Penyediaan berbagai masukan untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi. Jones menjelaskan bahwa kata kebijakan sering dipertukarkan maknanya dengan tujuan, program, keputusan, hukum, proposal, patokan maupun maksud-maksud lain. (Charles, 1999 : 8) Untuk menetahui lebih dalam lagi maksud kebijakan pemerintah penulis mengambil beberapa defenisi mengenai kebijakan pemerintah menurut pendapat beberapa ahli.
Universitas Sumatera Utara
Thomas R. Dye mendefenisikan kebijakan pemerintah sebagai “ is whatever gevernments choose to do or not to do “ ( apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan ) Dye mengatakan bahwa bila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu, maka harus ada tujuannya ( objektifnya ) dan kebijakan pemerintah itu harus meliputi semua tindakan pemerintah, bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja. George. C. Edward III dan Ira sharkansky ( Islami, 1991 : 17 ) mengartikan kebijakan pemerintah sebagai “ is what government say and do, or not too do. It is the goals or purposes of government program ( adalah apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan pemerintah berupa sasaran atau tujuan program-program pemerintah). Edward dan sharksky kemudian mengatakan bahwa kebijakan pemerintah itu dapat ditetapkan secara jelas dalam peraturan-peraturan perundang-undangan atau dalam pidatopidato pejabat teras pemerintah ataupun berupa program-program dan tindakan-tindakan pemerintah. James E. Anderson ( Islami, 1991 : 19 ) mengatakan public policies are those policies developed by gevernmental bodies and official ( kebijakan pemerintah adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat pemerintah ). Menurut Anderson, implikasi dari pengertian kebijakan pemerintah tersebut adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Bahwa kebutuhan pemerintah itu selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang terorientasi pada tujuan. 2. Bahwa kebutuhan pemerintah itu selalu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat pemerintah. 3. Bahwa kebutuhan pemerintah adalah merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah. 4. Bahwa kebutuhan pemerintah itu bersifat positif dalam arti merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat negatif, dalam arti merupakan keputusan ppemerintah untuk tidak melakukan sesuatu. 5. Bahwa kebutuhan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti positif didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat memaksa. Kebijakan perpajakan ( Tax policy ) adalah kebijakan mengenai perubahan sistem perpajakan yang sesuai dengan perkembangan, tujuan ekonomi, politik dan sosial pemerintah. Dengan adanya kebijakan perpajakan ini pemerintah mengharapkan terjadi peningkatan penerimaan daerah dari sektor pajak, dalam rangka untuk mencapai kemandirian pembiayaan dan pembangunan. ( Prakosa, 2003 : 64 ). Dalam kebijakan perpajakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 2 ayat ( 4 ) dimungkinkan bagi kabupaten/ kota menetapkan jenis pajak daerah, tetapi harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a) harus bersifat pajak bukan retribusi; b) objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/ kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah
Universitas Sumatera Utara
kabupaten/ kota yang bersangkutan,; c) objek dan dasar pemungutan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum; d) objek pajak bukan merupakan objek pajak propinsi atau objek pajak pusat; e) potensi memadai; f) tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif; g) memperhatikan damapak ekonomi yang negatif; h) memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat. ( Mustaqim, 2008 : 216 ). B. Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang – undang ( yang dapat dipaksakan ) dengan tidak mendapatkan jasa imbalan ( kontrafrestasi ) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. ( Mardiasmo, 2006 : 1 ) Djajaningrat mengemukakan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan perbuatan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara tidak langsung, untuk memelihara kesejahtraan umum. ( Siti Resmi, 2008 : 1 ) Jadi, dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa
adalah Pajak dipungut
berdasarkan atau dengan kekuatan undang – undang serta aturan pelaksanaannya. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran – pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya terdapat surplus, digunakan untuk membiayai pengeluaran publik ( publik Investasi )
Universitas Sumatera Utara
C. Pengertian Pajak Daerah Pajak daerah adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Sesuai dengan pasal 1 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan ke pada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksaakan berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Pajak daerah adalah pajak yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah daerah (propinsi, kota madya,kabupaten ) dan digunakan untuk membiayai keperluan rumah tangga daerah APBD. Contohnya pajak hiburan, pajak hotel, pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C , dll. ( Prakosa, 2006 : 6) Devas menyebutkan bahwa untuk menilai berbagai pajak daerah yang ada sekarang, digunakan serangkaian ukuran ( Dasril Munir, dkk, 2004 : 1447 145 ). a. Hasil ( Yierd ), memadai tidaknya hasil pajak daerah dengan kaitan dalam berbagai layanan yang dibayarnya, stabilitas dan mudah tidaknya memperkirakan besar tidaknya hasil itu, dan elastisitas hasil pajak terhadap inflasi, pertumbuhan penduduk dan sebagainya, juga perbandingan hasil pajak dengan biaya pungut. b. Keadilan ( equity ) dasar pajak dan kewajiban harus dan tidak sewenang – wenang, pajak bersangkutan harus adil secara horisontal, artinya beban pajak harus sama benar antara berbagai kelompok yang berbeda beda tetapi dengan kedudukan ekonomi yang
Universitas Sumatera Utara
sama, haruslah adil secara vertikal, artinya kelompok yang memiliki sumber daya ekonomi yang lebih besar dan memberikan sumbangan ekonomi yang lebih besar dari pada kelompok yang tidak banyak mamiliki sumber daya ekonomi, dan perbedaan – perbedaan yang besar dan sewenang – wenang dalam beban pajak dari suatu daerah ke daerah lain, kecuali jika perbedaan ini mencerminkan perbedaan dalam menyediakan layanan masyarakat. c. Daya guna ekonomi ( economic efciency ), pajak hendaknya mendorong ( atau setidaktidaknya tidak menghambat ) penggunaan sumber daya secara berdaya guna dalam kehidupan ekonomi, mencegah agar pilihan konsumen dan pilihan produsen menjadi salah satu arah atau orang menjadi segan bekerja atau menabung dan memperkecil beban lebih pajak. d. Kemampuan melaksanakan ( ability to implement ) suatu pajak haruslah dapat dilaksanakan dari sudut keamanan politik dan kemauan tata usaha. e. Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah ( suitability as a local revenue source ), ini baerarti haruslah jelas kepada daerah mana pajak harus dibayar dan tempat-tempat akhir beban pajak, pajak tidak mungkin dihindari dengan cara memindahkan objek pajak dari suatu daerah ke daerah lain. Pajak daerah hendaknya jangan mempertajam perbedaan – perbedaan antara daerah dari segi potensi daerah masing – masing, dan pajak hendaknya tidak menimbulkan beban yang lebih besar dari kemampuan tata usaha pajak. D. Pengertian Pajak Hiburan
Universitas Sumatera Utara
Pajak hiburan adalah objek atas penyelenggaraan hiburan. Selain itu pajak hiburan dapat diartikan sebagai pungutan daerah atas penyelenggaraan hiburan. Pengenaan pajak hiburan berkaitan dengan kewenangan pemerintah kabupaten/ kota. Untuk dapat diterapkan maka suatu daerah atau kabupaten / kota pemerintah daerah setempat harus mengeluarkan peraturan daerah tentang pajak hiburan yang menjadi landasan hukum operasinal dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pungutan pajak hiburan di daerah kabupaten atau daerah yang bersangkutan. ( Marihot Siahaan, 2005: 297 ) Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dapat dinikmati setiap orang dengan dipungut bayaran tidak termasuk pungutan fasilitas untuk berolah raga. ( Prakosa, 2003 : 119 ). E.
Objek Pajak Hiburan Menurut undang-undang No. 12 tahun 2003 tentang Pajak Daerah Kota Medan,
Objek pajak hiburan adalah penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran seperti hiburan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat dan kegiatan keagamaan. (Prakosa, 2003 : 120) Adapun objek pajak hiburan antara lain sebagai berikut ( Marihot Siahaan, 2003 : 300 ) : Pertunjukan film, Pertunjukan kesenian, Pertunjukan pegelaran, Penyelenggaraan diskotik, musik hidup, karaoke, klab malam, ruang musik, ( music room ), klub exsekutif (axsecutif club ) dan sejenisnya, Permainan billiar dan sejenisnya, Permainan ketangkasan, termasuk mesin keping dan sejenisnya, Panti pijat dan mandi uap, Pertandingan olah raga,
Universitas Sumatera Utara
Penyelenggaraan tempat-tempat wisata, tamaan rekreasi, seluncur ( ice skate),
kolam
pemancingan, pasar malam, sirklus, komedi putar yang di gerakkan dengan peralaatan elektronik, kereta pesiar dan sejenisnya, pertunjukan dan keramaian dan sejenisnya. Penyelenggaraan hiburan yang dikenakan pajak adalah penyelenggaraan hiburan yang memungut bayaran. Setiap penyelenggaraan hiburan harus mendapat izin tertulis dari bupati / walikota. Pengajuaan izin harus diajukan secara tertulis sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh kepala daerah. Izin-izin tersebut tidak dapat dipindah tangankan, kecuali atas seizin kepala daerah. Hal ini terkait dengan kewajiban perpajakan, yaitu penyelenggaraan hiburan tersebut merupakan wajib pajak yang harus memenuhi kewajiban perpajakan di bidang pajak hiburan. F. Subjek Pajak Hiburan Sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999 tentang Sistem dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan penerimaan Pendapatan Lain-lain subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak daerah yang menyelenggarakan hiburan. G. Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Hiburan Dasar pengenaan pajak hiburan adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan. Pengertian yang seharusnya di bayar termasuk pemberian potongan harga dan tiket cuma-cuma ( Marihot Siahaan, 2005 : 302 ). Sedangkan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
Universitas Sumatera Utara
Bab VIII pasal 50 dasar pengenaan pajak hiburan adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan/atau menikmati hiburan. Tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar tiga 35% dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Hal ini dimaksudkan untuk memberi keleluasaan kepada pemerintahan kabupaten / kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten / kota. Dengan demikian setiap daerah kota / kabupaten diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kota/ kabupeten lainnya, asalkan tidak lebih dari 35%. Untuk mendukung pengembangan kesenian tradisional, hiburan berupa kesenian tradisional umumnya dikenakan tarif pajak yang lebih rendah dari hiburan lainnya. Oleh karena objek pajak hiburan meliputi berbagai jenis hiburan, pemerintah kabupaten/kota juga harus menetapkan tarif pajak untuk masing-masing jenis hiburan, yang biasanya berbeda antar jenis hiburan. Perhitungan pajak hiburan tiap jenis hiburan sebagaimana berikut ini : a. Tarif pajak untuk pertunjukan film di bioskop ditetapkan : No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Golongan A II Utama AI B II Utama B II BI C D Keliling
Tarif ( % ) 15 % dari HTM 12,5 % dari HTM 12,5 % dari HTM 10 % dari HTM 10 % dari HTM 7,5 % dari HTM 7,5 % dari HTM 5 % dari HTM
b. Tarif pajak untuk pertunjukan kesenian antara lain kesenian tradisional, pameran seni, pameran busana, kontes kecantikan ditetapkan sebesar 10%. c. Tarif pajak untuk pertujukan /pagelaran musik dan tari ditetapkan sebesar 25%.
Universitas Sumatera Utara
d. Tarif pajak untuk diskotik, bar, dan pub ditetapkan sebesar 30%. e. Tarif pajak untuk karaoke, musik hidup,ruang musik,dan sejenisnya ditetapkan sebesar 10%. f. Tarif pajak untuk klub malam ditetapkan sebesar 30% g. Tarif pajak untuk permainan biliar ditetapkan sebesar 10 % h. Tarif pajak untuk permainan ketangkasan dan sejenusnya untuk dewasa ditetapkan sebesar 25% dan untuk anak-anak ditetapkan sebesar 10%. i.
Tarif pajak untuk panti pijat ditetapkan sebesar 25%.
j.
Tarif pajak untuk mandi uap dan sejenisnya ditetapkan sebesar 25%.
k. Tarif pajak untuk pertandingan olah raga ditetapkan sebesar 12,5%. l.
Tarif pajak untruk permainan boweings ditetapkan sebesar 15%.
m. Tarif pajak untuk tempat pariwisata, rekreasi termasuk di dalamnya kolam renang, kolam pancingan, pasar malam, pertunjukan sirkus, komedi putar, kereta pesiar, dan sejenisnya, ditetapkan sebesar 10%. n. Tarif pajak untuk penyelenggaraan hiburan insidental ditetapkan sebesar 15%. o. Tarif pajak untuk penyelenggaraan hiburan yang seharusnya menggunakan tanda masuk, tetapi tidak menggunakan tanda masuk atau tidak mencantumkan harga tanda masuk ditetapkan sebesar 15%. Adapun cara perhitungan pajak hiburan besarnya pokok pajak hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengkalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan pajak hiburan adalah dengan menggunakan rumus :
Pajak Terutang
= Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran untuk Menikmati Hiburan
Universitas Sumatera Utara
Contoh : PT. Asindo Entertainment menyelenggarakan pergelaran musik The corrs di Lapangan Merdeka, Medan. Saat itu tiket yang terjual untuk VVIP dengan harga Rp700.000,00 sebanyak 100 lembar, VIP dengan harga Rp 500.000,00 sebanyak 200 lembar, untuk kelas I dengan harga RP 300.000,00 sebanyak 200 lembar, untuk kelas II dengan harga Rp 200.000,00 sebanyak 300 lembar. Hitung berapa pajak hiburan yang harus dibayar PT. Asindo Entertainment, jika tarif pajak hiburan di kota Medan ditetapkan 20 % ? Jawab : Penghasilan PT. Asindo Entertainment : = ( 100 x Rp 700.000,00 ) + ( 200 x Rp 500.000,00 ) + ( 200 x Rp 300.000,00) (300 x Rp 200.000,00 ) =
Rp
70.000.000,00
+
Rp
100.000.000,00
+
Rp
60.000.000,00
Rp60.000.000,00 = Rp 290.000.000,00
Universitas Sumatera Utara
+
Maka pajak hiburannya adalah : = 20% x Rp 290.000.000,00 = Rp 58.000.000,00
H. Pengelolaan Pemungutan Pajak Hiburan Pengelolaan dapat diartikan sebagai proses, cara, perbuatan mengelola; proses melakukan kegiatan tertentu dengan mengerakkan tenaga orang lain; proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi; proses yang memberikan pengawasan dan pencapaian tujuan sebagai perangkat unsur yang secara teratur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas, susunan yang teratur. Dengan demikian pengelolaan pajak hiburan dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut : ( Marihot Siahaan, 2005 : 317 -319 ) 1) Pemungutan Pemungutan pajak adalah suatu rangkaian mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak kepada wajib pajak serta pengawasan penyetorannya. ( Prakosa, 2003 : 79 ). Pemungutan pajak hiburan tidak dapat diserahkan kepada pihak yang ketiga, walaupu demikian dimungkinkan adanya kerjasama dengan pihak yang ketiga dalam proses pemungutan pajak antara lain pencetakan formulir perpajakan, pengiriman surat kepada wajib pajak. Kegiatan yang tidak dapat
Universitas Sumatera Utara
dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya pajak terutang, pengawasan penyetoran pajak dan penagihan pajak. Pemungutan pajak daerah termasuk salah satunya pajak hiburan dilaksanakan dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipergunakan. Adapun dasar pemungutan pajak daerah adalah : a) Surat ketetapan pajak daerah kurang bayar; b) Surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan; c) Surat tagihan pajak daerah; d) Surat keputusan pembetulan; e) Surat keputusan keberatan; f) Putusan banding. Dalam pengelolaan pajak hiburan fungsi dari masing-masing seksi yang berkaitan dengan pengelolaan dan pemungutan pajak hiburan dapat dilihat pada bagan berikut : Gambar 1 : Seksi-seksi yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemungutan pajak hiburan ( Phi )
Seksi pendataan dan pemeriksaan - Pendataan dan pemeriksaan - Pemantauan dan perkembangan
Seksi penagihan -penatausahaan piutang , pembayaran dan tunggakan pajak - penagihan pasif
Seksi penetapan
Penyelenggaraan
- Nota perhitungan
Pemungutan
- Penatausahaan
Pajak hiburan
- Penetapan pajak hiburan
-penerbitan pelunasan
Universitas Sumatera Utara
Seksi penatausahaan dan pendapatan daerah Pembuatan daftar subjek dan objek pajak Pembuatan perhitungan hasil penetapan Proses usul pengukuhan wajib pajak baru
Sumber : Azhari Samudra, 2005 : 152 2) Pembukuan Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi keadaan harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang dan jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan rugi laba pada setiap tahun pajak berakhir. Pembukuan atau pencatatan diselenggarakan dengan sebaik-baiknya yang mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya. Pembukuan yang berhubungan dengan usaha atau perusahaan wajib pajak harus disimpan selama lima tahun. Tata cara pencatatan ditetapkan oleh bupati/ walikota atau pejabat yang ditunjuk. 3) Pemeriksaan Pajak Hiburan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan peraturan darah tentang pajak hiburan. Pelaksanaan pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh bupati/ walikota atau pejabat yang berwenang I. Pendapatan Asli Daerah
Universitas Sumatera Utara
1) Pengertian Pendapatan Asli Daerah Pemerintahan daerah yang berotonom diharapkan mampu mengatur dan mengurus sendiri urusan-urusan pemerintahan yang menjadi urusan pada setiap pemerintahan lokal (local government) yang menjalankannya. Setiap pemerintahan daerah yang berotonomi harus mampu menggali sumber keuangan daerahnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh The Liang Gie : “ Pada prinsipnya daerah otonom harus dapat membiayai sendiri semua kebutuhan sehari-hari yang rutin. Apabila untuk kebutuhan itu daerah masih mengandalkan bantuan keuangan dari pusat, maka sesungguhnya daerah itu tidak otonom lagi. Otonomi yang diselenggarakannya tidak ada artinya karena umumnya akan mengikuti irama datangnya dan banyaknya bantuan dari pusat, serta syarat-ayarat yang dikaitkan pada bantuan itu. Dengan demikian daerah itu tidak dapat dikatakan mempunyai kehidupan sendiri “.
Diantara berbagai jenis penerimaan daerah yang menjadi sumber daya sepenuhnya dapat dikelola oleh daerah adalah Pendapatan Asli Daerah ( PAD ), maka untuk itu upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah
perlu mendapat perhatian yang serius dari
pemerintah daerah baik secara intensifikasi maupun secara ekstensifikasi dengan maksud agar daerah tidak terlalu mengandalkan atau mengantungkan harapan pada pemerintah tingkat pusat, tetapi harus mampu secara mendiri dalam menggali dan mencari sumbersumber penerimaan daerah sesuai dengan cita-cita otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Koswara ( 2000 : 50 ) menyatakan bahwa cirri utama yang menunjukkan suatu daerah otonomi mampu berotonom terletak pada kemampuan keuangan daerah. Maksudnya adalah daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-
Universitas Sumatera Utara
sumber keuangan sendiri. Mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan kepada pemerintah pusat harus diusahakan seminimal mungkin, sehingga Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung dengan kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan daerah. Pendapatan Asli daerah merupakan salah satu komponen sumber penerimaan keuangan daerah, disamping penerimaan lain berupa dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah, dan juga sisa anggaran tahun sebelumnya dapat ditambahkan sebagai sumber pendanaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Keseluruhan bagian penerimaan tersebut setiap tahun tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD ). Meskipun Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) tidak seluruhnya dapat membiayai APBD, tetapi proporsi PAD terhadap total penerimaan tetap merupakan indikasi “derajat kemandirian” keuangan suatu pemerintah daerah (Santoso, 1995 : 20 ) Menurut Insukindro, dkk ( 1994 : 2 ) dalam kaitannya dengan pemberian otonomi kepada daerah dalam merencanakan, menggali, mengelola dan menggunakan keuangan daerah sesuai dengan kondisi daerah Pendapatan Asli Daerah dapat dipandang sebagai salah satu indikator atau kriteria untuk mengurangi ketergantungan suatu daerah kepada pusat. Pada prinsipnya, semakin besar Pendapatan Asli daerah kepada APBD akan menunjukkan semakin kecil ketrgantungan daerah kepada pusat. 2) Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
Universitas Sumatera Utara
Pendapatan Asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan pendapatan lain asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. ( Ahmad Yani, 2002 : 51 ) Sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari : 1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah 3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) daerah dilarang menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan dilarang menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah dan kegiatan ekpor / impor. Yang dimaksud dengan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan biaya tinggi adalah peraturan daerah yang mengatur pengenaan pajak dan retribusi oleh daerah terhadap objek-objek yang telah dikenakan pajak oleh pusat dan provinsi sehingga menyebakan menurunnya daya saing daerah. Pungutan yang dapat menghambat kelancaran mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaeran dan kegiatan ekspor / impor misalnya
Universitas Sumatera Utara
retribusi izin masuk kota dan pajak / retribusi atas pengeluaran / pengiriman barang dari satu daerah ke daerah lain. ( Ahmad Yani, 2002 : 52 ) I.6 Defenisi Konsep Defenisi konsep merupakan unsur penelitian yang penting untuk menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak diteliti ( Singarimbun, 1993 : 33 ). Selain itu tujuan adanya konsep adalah untuk mendapatkan pembatasan yang jelas dari setiap konsep yang diteliti. Maka untuk mendapatkan batasan yang jelas, penulis menggunakan defenisi konsep dalam penelitian ini adalah : 1. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan pendapatan lain asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. 2. Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksaakan berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. 3. Pajak Hiburan adalah Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dapat
Universitas Sumatera Utara
dinikmati setiap orang dengan dipungut bayaran tidak termasuk pungutan fasilitas untuk berolah raga. 4. Kebijakan perpajakan daerah adalah kebijakan mengenai perubahan sistem perpajakan yang sesuai dengan perkembangan, tujuan ekonomi, politik dan sosial pemerintah dalam rangka peningkatan penerimaan daerah dari sektor pajak, untuk mencapai kemandirian pembiayaan dan pembangunan. 5. Pengelolaan Pajak Hiburan adalah proses pengelolaan pajak hiburan yang dilakukan dengan kegiatan pengelolaan, yang pertama pemungutan, yaitu suatu rangkaian mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak kepada wajib pajak serta pengawasan penyetorannya. Kedua pembukuan, yaitu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan. Ketiga pemeriksaan pajak hiburan, yaitu menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan peraturan daerah tentang pajak hiburan. I.7 Defenisi Operasional Dalam penelitian lapangan, konsep yang relevan dan berkedudukan sentral dalam penelitian terlebih dahuli harus dibuat operasionalnya. Jadi, tidak cukup kiranya jika konsep itu hanya sekedar didefenisikan secara eksplisit ( Suyanto, 2005 : 50 ). Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian ini adalah : 1. Pajak daerah yang dimaksud adalah pajak daerah kota Medan, yaitu pajak hiburan yang ditetapkan dan diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Daerah Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
Untuk menilai pajak daerah digunakan serangkaian ukuran : a. Hasil ( Yierd ), memadai tidaknya hasil pajak daerah dengan kaitan dalam berbagai layanan yang dibayarnya, stabilitas, juga perbandingan hasil pajak dengan biaya pungut. b. Keadilan ( equity ) dasar pajak dan kewajiban harus dan tidak sewenang – wenang, pajak bersangkutan harus adil secara horisontal, artinya beban pajak harus sama benar antara berbagai kelompok yang berbeda beda tetapi dengan kedudukan ekonomi yang sama. c. Daya guna ekonomi ( economic efciency ), pajak hendaknya mendorong ( atau setidak- tidaknya tidak menghambat ) penggunaan sumber daya secara berdaya guna dalam kehidupan ekonomi d. Kemampuan melaksanakan ( ability to implement ) suatu pajak haruslah dapat dilaksanakan dari sudut keamanan politik dan kemauan tata usaha. e. Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah ( suitability as a local revenue source ), ini baerarti haruslah jelas kepada daerah mana pajak harus dibayar dan tempat-tempat akhir beban pajak. 2. Kebijakan Perpajakan Daerah dalam pengelolaan pajak hiburan yang dimaksud adalah kebijakan pemerintah yang ditetapkan berupa peraturan yaitu peraturan daerah dan Keptusan Menteri Dalam Negeri yang dalam hal ini terkait dengan kebijakan pengelolaan pajak hiburan.
Universitas Sumatera Utara