BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan
masyarakat
diupayakan
untuk
membangun
dan
memperkuat struktur masyarakat agar menjadi suatu kelompok yang mampu menyelenggarakan kehidupannya dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Program pengembangan masyarakat dilakukan dengan berbasis pada (1) masyarakat sebagai pelaku utama, yaitu masyarakat sebagai subyek perencanaan dan pelaksanaan utama, (2) pemanfaatan sumberdaya setempat,
yaitu penciptaan
kegiatan dengan melihat potensi sumberdaya setempat, dan (3) pembangunan berkelanjutan yaitu program berfungsi sebagai penggerak awal pembangunan yang berkelanjutan (Suharto, 2009). Fokus pengembangan masyarakat ditekankan pada upaya pemenuhan kebutuhan oleh, dari, dan untuk masyarakat sendiri. Hal ini berarti, peran serta masyarakat
untuk
terlibat
langsung
menyumbangkan
sumberdaya
yang
dimilikinya sangat dibutuhkan. Melalui pendayagunaan sumberdaya tersebut maka pengembangan masyarakat akan bertumpu pada kekuatan masyarakat. Pengembangan masyarakat yang memanfaatkan potensi sumberdaya akan menciptakan proses kemandirian masyarakat untuk senantiasa berupaya memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahannya sendiri, tanpa harus bergantung pada pihak yang berkuasa.
Kemandirian masyarakat akan
memberikan landasan yang kuat untuk kelanjutan berbagai program pembangunan pengembangan masyarakat.
1
2
Sumberdaya masyarakat tercermin melalui nilai-nilai, norma-norma, tata aturan, dan pranata-pranata sosial budaya yang melekat dalam kehidupan bermasyarakat.
Secara khusus untuk sumberdaya sosial masyarakat tercipta
melalui hubungan sosial yang harmonis, tingkah laku berdasarkan norma yang kuat, dan interaksi sosial. Sumberdaya sosial masyarakat merupakan sejumlah potensi yang tersimpan dalam masyarakat dan bila didayagunakan secara baik akan memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan (Kartasasminta, 1997). Badaruddin (2006) mempertegas bahwa, sumberdaya sosial masyarakat dikenal sebagai modal sosial yang dimiliki masyarakat dalam upaya untuk dapat memberdayakan masyarakat secara sosial dan ekonomi.
Pernyataaan ini
didukung pula oleh Soetomo (2012) bahwa, memanfaatkan modal sosial secara internal dapat membangun dan memperkuat kohesi sosial, solidaritas sosial, serta secara eksternal dapat membangun jaringan sosial yang lebih luas sehingga kesejahteraan masyarakat dapat meningkat.
Oleh sebab itu, penggalian dan
pemanfaatan modal sosial sebagai potensi sumberdaya sosial masyarakat sangat penting dalam pengembangan masyarakat. Salah satu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran pengembangan masyarakat adalah Suku Marind sebagai penduduk asli Papua pemilik hak ulayat di Kabupaten Merauke Provinsi Papua. Latar belakang kehidupan Suku Marind sangat bergantung pada sumberdaya alam, dengan mengambil dan memanfaatkan ketersediaan sumberdaya alam tanpa bercocok tanam.
Boelaars (1986)
menyatakan bahwa, Suku Marind merupakan “kaum peramu” yang melakukan
3
pengambilan sumberdaya alam dari hasil hutan seperti sagu, kasuari, babi hutan dan hasil sungai seperti berbagai jenis ikan dan udang. Pada saat ini, beberapa anggota Suku Marind telah bercocok tanam padi sawah di areal persawahan. Padi sawah merupakan inovasi yang masuk ke dalam sistim sosial budaya Suku Marind dan diperkirakan ada sejak tahun 1914 pada saat pemerintahan Nederlands Nieuw Guinea memerintah di tanah Papua. Masuknya inovasi padi sawah diperkenalkan oleh migran Jawa yang didatangkan ke Kabupaten Merauke. Sejak tahun 1985, beberapa anggota Suku Marind pernah mencoba bercocok tanam padi sawah namun mengalami kegagalan dan terhenti. Selanjutnya, tahun 2007 Suku Marind mulai tertarik kembali untuk bercocok tanam padi sawah. Ketertarikan pengusahaan tersebut, dirangsang oleh adanya perhatian khusus pemerintah daerah melalui program Merauke Intergrated Food Estate
(MIFE)
kepada
Suku
Marind
sebagai
pemegang
hak
ulayat.
Koentjaraningrat (1970) mengemukakan bahwa, Suku Marind pada umumnya masih hidup dalam tradisi masyarakat berburu dan meramu sejak 110 abad SM. Sementara itu, bercocok tanam padi sawah baru dikenal pada abad 14. Dengan kata lain, terdapat rentang waktu sekitar 125 abad lamanya antara kedua kegiatan tersebut (koentjaraningrat, 1970). Sudarsono dan Makarim (2008) melaporkan bahwa, jumlah kelompok tani padi sawah di Kabupaten Merauke berjumlah 851 kelompok dengan rincian 660 kelompok transmigrasi dan 191 kelompok Papua termasuk Suku Marind. Selanjutnya, jumlah petani sebanyak 18.957 orang dengan rincian 14.604 petani transmigrasi dan 4.353 petani Papua termasuk Suku Marind sebagai anggota
4
kelompok. Selanjutnya, luas areal padi sawah yang diusahakan Suku Marind di Urumb, Matara, dan Maninggap Nanggo berkisar antara 0.5 s/d 3.0 ha (Payung, “t.t”). Kondisi ini menunjukkan bahwa, Suku Marind telah mendengar informasi padi sawah dan dibina melalui kelompok tani. Suku Marind dalam bercocok tanam padi sawah telah melakukan hubungan sosial dengan berbagai fasilitator sumber informasi padi sawah baik dalam maupun luar komunitas Suku Marind.
Hubungan sosial tersebut
diharapkan dapat berlangsung timbal balik, saling rasa percaya, dan terikat dalam suatu jaringan sosial yang kuat untuk mencapai pengembangan padi sawah. Kuatnya hubungan sosial sangat berkaitan dengan modal sosial yang dimanfaatkan, sehingga memungkinkan individu yang berinteraksi akan menciptakan nilai-nilai baru (Coleman, 1988).
Di samping itu, modal sosial
berupa kearifan lokal pada kebudayaan di tanah Papua merupakan akar rumput yang perlu diidentifikasi dan dikaji untuk menggerakkan pembangunan di tanah Papua (Mansoben, 2010).
Sejalan dengan pendapat Widjono (2007) bahwa,
melalui modal sosial akan memungkinkan program pengembangan padi sawah selaras dengan aspirasi masyarakat adat Suku Marind dan menjauhkan masalahmasalah yang tidak perlu. 1.2
Rumusan Masalah Bertitik tolak dari modal sosial sebagai kekuatan yang dapat menciptakan
hubungan sosial yang kuat diantara Suku Marind dan fasilitator, serta kekuatan utama yang berasal dalam masyarakat untuk mengerakkan pembangunan maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut.
5
1.
Modal sosial apa saja yang dimiliki Suku Marind dalam menjalin hubungan sosial dengan fasilitator sumber informasi bercocok tanam padi sawah ?
2.
Bagaimana pengaruh komponen modal sosial Suku Marind terhadap pengetahuan, sikap,
tindakan Suku Marind dalam bercocok tanam padi
sawah, dan pengembangan padi sawah ? 3.
Bagaimana model pengembangan padi sawah bagi Suku Marind ?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut. 1. Mendiskripsikan modal sosial Suku Marind dalam menjalin hubungan sosial dengan fasilitator sumber informasi bercocok tanam padi sawah. 2. Menganalisis pengaruh komponen modal sosial Suku Marind terhadap pengetahuan, sikap, tindakan Suku Marind dalam bercocok tanam padi sawah, dan pengembangan padi sawah. 3. Menyusun model pengembangan padi sawah bagi Suku Marind. 1.4
Manfaat Penelitian Kegiatan penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat keilmuan dan
manfaat praktis. Manfaat keilmuan yang dapat disumbangkan yaitu (1) sebagai informasi pengembangan masyarakat yang berlandaskan pada kekuatan modal sosial dan (2) sebagai informasi bagi berbagai fasilitator dalam memberikan pendampingan untuk pengembangan masyarakat.
6
Sedangkan manfaat praktis yang dapat disumbangkan yaitu (1) sebagai masukan bagi pihak perencana pemerintahan daerah di Kabupaten Merauke untuk memanfaatkan kekuatan modal sosial Suku Marind dalam pengembangan padi sawah dan (2) sebagai masukan bagi berbagai fasilitator untuk membina Suku Marind bercocok tanam padi sawah.