BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah anak autis baik di dunia maupun di Indonesia memerlukan perhatian yang serius dalam penanganannya. Autis dapat sembuh bila dilakukan intervensi secara dini, salah satunya adalah dengan memperhatikan pemberian makan pada anak autis. Hal ini tidak terlepas dari perilaku ibu dalam hal pemberian makan pada anak autis. Anak dengan kebutuhan khusus seperti autis cenderung memiliki alergi terhadap makanan. Perhatian orangtua terhadap pola makan
sangat diperlukan.
Pasalnya, asupan makanan akan mempengaruhi tingkah laku anak. Prevalensi atau peluang timbulnya penyakit autis semakin tinggi dari tahun ke tahun. Menurut Autism Research Institute, jumlah individu autis pada tahun 1987 diperkirakan 1:5000 anak. Pada tahun 1988 terdapat sekitar 1 dari 10.000 anak terkena autis. Pada tahun 2003, 1 dari 1.000 anak, tahun 2007 1 dari 166 anak dan saat ini 1 dari 150 anak atau setiap tahunnya timbul sekitar 9.000 anak autis baru (Winarno dan Agustina, 2008). Di Indonesia belum ada data yang akurat karena belum ada pusat registrasi untuk autis, namun diperkirakan angka di indonesia sudah mendekati angka di atas. Autis lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita, dengan perbandingan
4:1.
Banyaknya
jumlah
penderita
autis
tersebut
sangat
mengkhawatirkan, mengingat sampai saat ini penyebab autis masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan kedokteran di dunia.
Universitas Sumatera Utara
Ahli gizi telah mengatakan bahwa autis diduga berhubungan dengan lingkungan, gen dan makanan. Untuk menyediakan gizi seimbang dan nutrisi yang baik bagi perkembangan otak, anak autis perlu banyak memakan makanan yang mengandung omega3 dan mineral. Beberapa ahli gizi menganjurkan untuk berpantang dari makanan yang mengandung gluten dan kasein. Sebenarnya belum ada penelitian yang jelas mengenai dampak pola makan ini terhadap gejala autis. Namun banyak orangtua yang mengklaim pola makan ini efektif mengurangi gejala autis pada anaknya. Suatu penelitian telah dilakukan oleh Nugraheni pada 160 anak autis di Semarang dan Sola dengan menganjurkan diet ketat pada makanan yang mengandung kasein dan gluten. Selain itu, dilakukan juga pengamatan dan konseling pada setiap orang tua untuk memantau pelaksanaan diet bebas gluten dan kasein secara rutin, ternyata setelah 3 bulan terjadi perkembangan yang cukup baik pada penyandang autis, terutama dalam perubahan perilaku yang positif. Berdasarkan Perilaku Ibu Tentang Pemberian Makan dan Status Gizi Anak Autisme di Kota Binjai Tahun 2011 (E.M Koka, 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dalam pemberian makan pada anak autis berada dalam kategori cukup yaitu 68,8% untuk pengetahuan, 59,4% untuk sikap, dan 43,8% untuk tindakan. Adanya hubungan antara gejala autis dengan makanan yang dikonsumsi telah diketahui beberapa dekade yang lalu, akan tetapi selama bertahun-tahun penjelasan ilmiah di balik hubungan ini belum ditemukan. Dan dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, memang ditemukan bahwa autis pada sebagian anak-anak dan orang
Universitas Sumatera Utara
dewasa dipicu oleh faktor makanan dan non makanan tertentu yang berbahaya bagi perkembangan otak sehingga menyebabkan timbulnya perilaku autis. Pola pemberian makan pada anak autis haruslah tepat, jika pola makan yang diberikan tidak tepat maka akan berdampak buruk bagi nutrisinya yang dapat menyebabkan gejala-gejala seperti diare, sembelit, sakit pada bagian perut, gas, dan kembung (Emilia, 2006). Hal ini juga dikemukakan oleh Meginnis (2002), yang mengatakan bahwa 69% dari anak-anak autis menderita esofagitis (radang tenggorokan), 42% menderita gastritis (radang lambung), 67% menderita duodenitis (radang usus duabelas jari), dan 88% menderita kolitis (radang usus besar). Gangguan pencernaan ini dialami dalam waktu yang cukup lama, jika pola makan yang tidak baik pada anak autis tidak segera diatasi maka akan berakibar buruk bagi status gizinya. Jika pada anak-anak normal boleh mengonsumsi semua jenis makanan, pada anak autis ada larangan makanan-makanan tertentu yang tidak boleh dikonsumsi seperti makanan yang mengandung protein susu (kasein), protein tepung (gluten), permen, sirup, yeast, makanan siap saji yang mengandung pengawet, serta bahan tambahan makanan. Karena pada bahan makanan tersebut jika dikonsumsi anak autis, maka akan terjadi gangguan pencernaan sehingga dapat mempengaruhi status gizinya yakni gizi kurang (Syarief, 2008). Secara umum, anak yang mengalami autis akan mengalami efek pada sistem pencernaan, syaraf, dan kekebalan tubuh. Efek enzim dipeptil transferase yang berlebih dalam tubuh anak autis menyebabkan anak tersebut tidak bisa mencerna kasein (protein dari susu) dan gluten (protein dari gandum). Pada anak autis, kedua
Universitas Sumatera Utara
zat ini sulit dicerna dan diterjemahkan otak sebagai morfin. Jika tetap mengonsumsi makanan tersebut, dapat dipastikan kadar morfin di otak yang berasal dari zat – zat tersebut meningkat, yang dapat menyebabkan anak menjadi lebih aktif bahkan terkesan berperilaku seperti morfinis atau ketagihan obat (Fadhli, 2010). Penyandang autis yang semakin meningkat jumlahnya di Indonesia dari berbagai daerah tentu saja menjadi perhatian bagi pemerintah, khususnya di kecamatan Lubuk Pakam kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan hasil pengamatan sementara di SDLBN 107708 di Kabupaten Lubuk Pakam, didapatkan hasil survei awal yang telah dilakukan oleh peneliti dengan melakukan pengamatan secara fisik bahwa hampir 60% siswa/i yang bersekolah di SDLBN 107708 Lubuk Pakam mempunyai tubuh yang gemuk (61 dari 116 siswa). Di SDLBN 107708 ini ditemukan jumlah anak autis sebanyak 31 orang Menurut Ratnadewi (2008), Ibu memiliki peran yang cukup besar dalam memenuhi kebutuhan gizi bagi anak autis, seorang ibu sangat dituntut untuk memiliki pengetahuan yang baik, melakukan pengawasan yang ketat pada pola makan anak dan mengetahui jenis-jenis makanan yang dapat menyebabkan alergi pada anak. Berdasarkan uraian diatas penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian di sekolah luar biasa di Lubuk Pakam dengan judul “Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Gizi Seimbang dan Pola Makan Anak Autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam Tahun 2012”.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah penelitian adalah “Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Gizi Seimbang dan Pola Makan Anak Autis di SDLBN 107708 di Kabupaten Lubuk Pakam Tahun 2012”. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap ibu tentang gizi seimbang dan pola makan anak autis di SDLBN 107708 Lubuk Pakam tahun 2012. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui keadaan status gizi anak autis. 2. Untuk mengetahui kecukupan energi anak autis. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberikan masukan dan informasi kepada pihak sekolah agar dapat meningkatkan pengetahuan ibu dan anak autis tentang pola makan yang baik untuk anak autis kepada orangtua 2. Sebagai bahan masukan bagi para ibu yang memiliki anak yang berkebutuhan khusus yang mana mempunyai peranan yang sangat besar terhadap pemenuhan gizi seimbang.
Universitas Sumatera Utara