1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Melihat kompleknya permasalahan yang terjadi dalam era global saat ini di mana persaingan semakin sedemikian ketat membuat setiap orang harus berjuang segenap kemampuan agar bertahan hidup, untuk memenangkan persaingan tersebut maka siswa yang merupakan bagian dari sistem pendidikan membutuhkan bimbingan yang intensif untuk pengembangan potensi dan keterampilanya. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, pemerintah terus berupaya melakukan berbagai reformasi dalam bidang pendidikan, diantaranya adalah dengan diluncurkannya Peraturan Mendiknas No. 22 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Mendiknas No. 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Untuk mengatur pelaksanaan peraturan tersebut pemerintah mengeluarkan pula Peraturan Mendiknas No 24 tahun 2006. Ketiga peraturan tersebut memuat beberapa hal penting di antaranya bahwa satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan menetapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang kemudian dipopulerkan dengan istilah KTSP. Di dalam KTSP, struktur
2
kurikulum yang dikembangkan mencakup tiga komponen yaitu: (1) Mata Pelajaran; (2) Muatan Lokal dan (3) Pengembangan Diri.1 Penggunaan istilah pengembangan diri dalam kebijakan kurikulum memang relatif baru. Jika menelaah literatur tentang teori-teori pendidikan, khususnya psikologi pendidikan, istilah pengembangan diri di sini tampaknya dapat disepadankan dengan istilah pengembangan kepribadian, yang sudah lazim digunakan dan banyak dikenal. Meski sebetulnya istilah diri (self) tidak sepenuhnya identik dengan kepribadian (personality). Istilah diri dalam bahasa psikologi disebut pula sebagai aku, ego atau self yang merupakan salah satu aspek sekaligus inti dari kepribadian, yang di dalamnya meliputi segala kepercayaan, sikap, perasaan, dan cita-cita, baik yang disadari atau pun yang tidak disadari. Aku yang disadari oleh individu biasa disebut self picture atau gambaran diri, sedangkan aku yang tidak disadari disebut unconscious aspect of the self atau aku tak sadar.2 Ego atau diri merupakan eksekutif kepribadian untuk mengontrol tindakan (perilaku) dengan mengikuti prinsip kenyataan atau rasional, untuk membedakan antara hal-hal terdapat dalam batin seseorang dengan hal-hal yang terdapat dalam dunia luar. Jadi perkataan the self berarti meliputi semua penghayatan, anggapan, sikap, dan perasaan – perasaan, baik
1
Akhmad Sudrajad. Pengembangan Diri Dalam KTSP, (online) http://akhmad sudrajat.wordpress.com/2008/02/27/ pengembangan-diri-dalam-ktsp/, diakses 27 april 2008. 2 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005 ),139.
3
disadari maupun tidak disadari, yang ada pada seseorang tentang dirinya sendiri.3 Setiap orang memiliki kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-cita akan dirinya, ada yang realistis atau justru tidak realistis. Sejauh mana individu dapat memiliki kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-citanya akan berpengaruh terhadap perkembangan kepribadiannya, terutama kesehatan mentalnya. Kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-cita seseorang akan dirinya secara tepat dan realistis, memungkinkan untuk memiliki kepribadian yang sehat. Namun, sebaliknya jika tidak tepat dan tidak realistis boleh jadi akan menimbulkan pribadi yang bermasalah. Kepercayaan seseorang akan dirinya yang berlebihan (over confidence) menyebabkan seseorang dapat bertindak kurang memperhatikan lingkungannya dan cenderung melabrak norma dan etika standar yang berlaku, serta memandang sepele orang lain. Selain itu, orang yang memiliki over confidence sering memiliki sikap dan pemikiran yang over estimate terhadap sesuatu. Sebaliknya kepercayaan diri yang kurang, dapat menyebabkan seseorang cenderung bertindak ragu-ragu, rasa rendah diri dan tidak memiliki keberanian. Kepercayaan diri yang berlebihan maupun kurang dapat menimbulkan kerugian tidak hanya bagi dirinya namun juga bagi lingkungan sosialnya. Begitu pula, setiap orang memiliki sikap dan perasaan tertentu terhadap dirinya. Sikap akan diwujudkan dalam bentuk penerimaan atau penolakan akan dirinya, sedangkan perasaan dinyatakan dalam bentuk rasa senang atau tidak 3
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005), 122.
4
senang akan keadaan dirinya. Sikap terhadap dirinya berkaitan erat dengan pembentukan harga diri (penilaian diri). Sikap mencintai diri sendiri secara berlebihan merupakan gejala ketidaksehatan mental, biasa disebut narcisisme. Sebaliknya, orang yang membenci dirinya sendiri secara berlebihan dapat menimbulkan masochisme. Di samping itu, setiap orang pun memiliki cita-cita akan dirinya. Cita-cita yang tidak realistis dan berlebihan, serta sangat sulit untuk dicapai mungkin hanya akan berakhir dengan kegagalan yang pada akhirnya dapat menimbulkan frustrasi, yang diwujudkan dalam bentuk perilaku salah-suai (maladjusted). Sebaliknya, orang yang kurang memiliki cita-cita tidak akan mendorong ke arah kemajuan. Maka dari itu pengembangan diri adalah suatu hal yang sangat diperlukan dalam menghadapi tantangan kehidupan saat ini, dan merupakan kewajiban dari setiap manusia. Dalam surat An – Nahl ayat 78 disebutkan :
∩∠∇∪...
ً-/ْ0َ1 َُ ْن2َ3ْ4َ5 َ6 ْ$ ُ%ِ5-ُْ "ُ!ُ ْن ِأ#ِ ْ$ُ%َ'َ(ْ)َوَا*ُ أ
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun......”4 Dari ayat tersebut kita mengetahui bahwa seseorang dilahirkan dengan tidak mengetahui sesuatu apapun maka dari itu seorang anak memerlukan bimbingan pengembangan diri dari orang dewasa. Islam mengajarkan bahwa
4
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 413.
5
anak itu membawa berbagai potensi apabila potensi tersebut dididik dan dikembangkan ia akan menjadi manusia yang memadai secara fisik dan psikis.5 Dengan memperhatikan dasar teoritik di atas, kita bisa melihat arah dan hasil yang diharapkan dari kegiatan pengembangan diri di sekolah yaitu terbentuknya keyakinan, sikap, perasaan dan cita-cita para peserta didik yang realistis, sehingga peserta didik dapat memiliki kepribadian yang sehat dan utuh. Pengembangan diri di sekolah juga harus memperhatikan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik. Kegiatan pengembangan diri akan melibatkan banyak kegiatan sekaligus juga banyak melibatkan orang, oleh karena itu diperlukan pengelolaan dan pengorganisasian yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi nyata di sekolah.6 Oleh karena itu dalam pelaksanaan KTSP, sekolah berkewajiban memberikan program pengembangan diri melalui kegiatan ektra kurikuler maupun bimbingan kepada peserta didiknya yang menyangkut pribadi, sosial, belajar dan karier sesuai dengan kemampuan dan kondisi nyata di sekolah. Sekolah tidak hanya berfungsi memberikan pengetahuan kegiatan belajar mengajar di kelas, tetapi juga dapat mengembangkan keseluruhan dari kepribadian anak.7
5
Hamdani Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2007),115. Akhmad Sudrajad. Pengembangan Diri Dalam KTSP, (online) http://akhmad sudrajat.wordpress.com/2008/02/27/ pengembangan-diri-dalam-ktsp/, diakses 27 april 2008. 6
7
Soectjipto dan Raflis Kasasi, Profesi Keguruan (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 60.
6
Tujuan pendidikan pada umumnya adalah menyediakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuanya secara optimal, sehingga dapat mewujudkan jati dirinya dan berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat.8 Di dalam sebuah lembaga sekolah tentunya akan banyak sekali siswasiswi yang memiliki potensi, minat, bakat dan kreatifitas yang berbeda, begitu juga halnya di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar ada siswa yang berminat dalam musik, melukis dan olahraga, untuk mengembangkan minat, bakat dan kemampuan
yang beragam tersebut tentu saja
diperlukan kegiatan
pengembangan diri yang berbeda bagi para siswa dalam rangka meningkatkan potensi yang ada dalam diri mereka. Untuk mencapai tujuan tersebut Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar mengambil langkah kegiatan pengembangan diri yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan ekstra kurikuler, kegiatan tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri siswa sesuai dengan minat dan bakat mereka sehingga potensi siswa dapat berkembang secara optimal9. Berawal dari pernyataan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang bagaimana bentuk - bentuk kegiatan pengembangan diri serta faktor pendukung dan penghambat kegiatan pengembangan diri. Maka dari itu peneliti mengadakan penelitian yang berjudul “Kegiatan Pengembangan Diri di Tarbiyatul Mu’allimin Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Tahun Pelajaran 2008-2009”. 8
Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat ( Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1999), 6. 9 Hasil observasi pada hari kamis tanggal 24 april 2008
7
B. Fokus Penelitian. Dalam penelitian ini difokuskan pada bagaimana kegiatan pengembangan diri di Tarbiyatul Mu’allimin, dikhususkan pada kegiatan pengembangan diri yang dilaksanakan melalui kegiatan ekstra kurikuler yang ada di Pondok Pesantren Wali Songo pada jenjang pendidikan Tarbiyatul Mu`allimin (setara SMP dan SMA) pada kelas 1-5.
C. Rumusan Masalah Bertolak dari uraian pada latar belakang masalah di atas maka masalah yang berkaitan dengan kegiatan pengembangan diri di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo Tahun Pelajaran 2008-2009 dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk pelaksanaan kegiatan pengembangan diri di Tarbiyatul Mu’allimin Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Tahun Pelajaran 20082009? 2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan diri di Tarbiyatul Mu’allimin Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Tahun Pelajaran 2008-2009?
8
D. Tujuan Penelitian Terkait dengan rumusan masalah di atas penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang : 1. Bentuk Pelaksanaan kegiatan pengembangan diri di Tarbiyatul Mu’allimin Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar. 2. Faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan pengembangan diri di Tarbiyatul Mu’allimin Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar.
E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a. Untuk menambah khazanah keilmuan di bidang pendidikan khususnya tentang kegiatan pengembangan diri. b. Sebagai sumbangan pemikiran bagi sekolah untuk lebih meningkatkan kegiatan pengembangan diri. 2. Manfaat Praktis a. Untuk mengetahui
permasalahan dalam kegiatan pengembangan diri
dalam pendidikan. b. Sebagai
masukan
lembaga
untuk
lebih
meningkatkan
kegiatan
pengembangan diri. c. Untuk
mengetahui
tentang
bagaimana
pelaksanaan kegiatan pengembangan diri
petunjuk
teknis
tentang
9
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku dapat diamati.10 Dengan metode analisa induktif, yang mana metode ini bertitik tolak dari hal-hal yang khusus untuk kemudian menarik kesimpulan umum atas dasar aspek-aspek yang sama pada hal-hal yang khusus tersebut. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif, di mana penulis mendapatkan data-data berupa katakata, gambar, perilaku yang tidak dapat dituangkan dalam bentuk bilangan atau angka statistik. Melainkan tetap dalam bentuk kualitatif yang memiliki arti lebih kaya dari sekedar angka atau frekuensi.11 2. Kehadiran Peneliti Kehadiran peneliti sangat dipentingkan dan bertindak sebagai instrumen kunci pengumpul data, sedangkan instrumen lain hanya sebagai pendukung, ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan serta, sebab peranan penelitilah yang menentukan keseluruhan skenarionya. Pengamatan berperan serta adalah sebagai penelitian yang bercirikan interaksi sosial yang menamakan waktu cukup lama antara
10 Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), 3. 11 S.Margono, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), 3.
10
peneliti dengan subjek dalam lingkungan subjek dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan berlaku tanpa gangguan.12 3. Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian ini adalah di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo, berdiri tanggal 4 April 1961 yang berada di Desa Ngabar Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo. 4. Sumber Data Sumber data utama dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan (hasil wawancara maupun pengamatan langsung di lapangan), selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lainya.13 Adapun sumber data utama adalah hasil wawancara dengan Siswa/Santri Tarbiyatul Mu’allimin Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo. Majelis Pembimbing Santri (MPS) Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar, Pengurus Organisasi santri Wali Songo (OSWAS). Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah dokumentasi di antaranya sumber data tertulis, foto, inventaris serta lainnya yang diperlukan. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah meliputi wawancara, observasi dan dokumentasi. Sebab bagi peneliti kualitatif fenomena dapat dimengerti maknanya secara baik apabila dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam dan observasi pada 12
Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2005), 164. 13 Lexy Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif,112.
11
latar, di mana fenomena tersebut berlangsung dan di samping itu untuk melengkapi data diperlukan dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh atau tentang subjek). a. Teknik Wawancara Wawancara adalah komunikasi dua orang melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.14 Sedangkan dalam penelitian ini, teknik wawancara yang digunakan adalah : wawancara mendalam artinya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan
secara
mendalam
yang
berhubungan
dengan
fokus
permasalahan yaitu tentang bentuk pelaksanaan kegiatan pengembangan diri serta faktor pendukung dan penghambat kegiatan pengembangan diri sehingga dengan wawancara ini data-data dapat terkumpul semaksimal mungkin. Dalam penelitian ini orang-orang yang diwawancarai adalah : 1) Siswa / santri Tarbiyatul Mu’allimin Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar. 2) Majlis pembimbing santri (MPS) selaku pengawas pelaksanaan kegiatan 3) Pengurus OSWAS (organisasi santri Wali Songo) selaku pembimbing kegiatan.
14
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), 180.
12
b. Observasi Observasi sebagai alat pengumpul data banyak digunakan untuk mengamati tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan.15 Dalam penelitian ini digunakan teknik observasi di mana pengamat bertindak sebagai partisipan. Peneliti mengamati aktivitas kegiatan pengembangan diri, bentuk-bentuk kegiatannya kemudian hasil obsevasi dicatat dalam catatan lapangan (CL) yang bersifat deskriptif yaitu menggambarkan tentang kegiatan pengembangan diri dan segala sesuatu yang dapat melengkapi fokus penelitian seperti keadaan fisik, dialog yang diungkapkan selama pengamatan berlangsung. c. Teknik Dokumentasi Dokumentasi
merupakan
cara
mengumpulkan
data
melalui
peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.16 Teknik dokumentasi digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dari non insani, sumber ini terdiri dari dokumen yang dikumpulkan peneliti sebagai data adalah dokumentasi tertulis yang disusun oleh lembaga yang digunakan untuk penelitian yaitu Pondok Pesantren Wali Songo, dokumen tersebut diambil dari profil Pondok Pesantren Wali 15
Nana Sudjana & Ibrahum, Penelitian & Penilaian Pendidikan (Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2001), 109. 16 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 181.
13
Songo lalu hasil pengumpulan data melalui cara dokumentasi ini, dicatat dalam format transkrip dokumentasi. 6. Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahanbahan
lain,
diinformasikan
sehingga
dapat
mudah
pada orang lain.
difahami
Analisis data
temuannya,
seperti
dilakukan
dengan
mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain. Analisis data dalam kasus ini menggunakan analisis data kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles dan Huberman. Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualiatatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas dan datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data meliputi data reduction, data display dan conclusion17, langkah-langkah analisis ditujukan pada gambar berikut.
17
Miles Mathew B & A Michel Huberman, Analis Data Kualitatif. Terjemah Tjetjep Rohidi (Jakarta : U.I Press, 1922), 16.
14
Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data Kesimpulankesimpulan penarikan/ verivikasi
Mereduksi data dalam konteks penelitian yang dimaksud adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, membuat kategori dengan demikian data yang direduksi memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data. Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah bentuk uraian singkat, bagan, grafik, matrik, network, data chart. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut sudah menjadi pola yang baku yang selanjutnya akan didisplaykan pada laporan akhir penelitian. Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. 7. Pengecekan Keabsahan Data Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbarui dari konsep keaslian (validitas) dan keandalan (reliabilitas) derajat kepercayaan
15
keabsahan data (kredibilitas data) dapat diadakan pengecekan dengan teknik pengamatan yang tekun dan triangulasi. a. Ketekunan pengamatan adalah menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atu isu yang sedang dicari. Ketekunan ini dilaksanakan peneliti dengan cara : 1) Mengadakan
pengamatan
dengan
teliti
dan
rinci
secara
berkesinambungan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan pengembangan diri di Pondok Pesantren Wali Songo. 2) Menelaah secara rinci pada suatu titik, sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh hal tentang kegiatan pengembangan diri di Pondok Pesantren Wali Songo sudah dipahami secara biasa. b. Teknik triangulasi, adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu ada empat macam triangulasi sebagai teknik yang memanfaatkan penggunaan: sumber, metode, penyidik dan teori.18 Dalam penelitian ini digunakan teknik triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai peneliti dengan jalan:
18
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 171.
16
1) Membandingkan hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. 2) Membandingkan apa yang dikatakan oleh guru, dengan apa yang dikatakan Pengurus Organisasi Santri (OSWAS) dan juga santri. 3) Membandingkan isi wawancara dengan isi suatu dokumen. 8. Tahap-tahap Penelitian Tahapan-tahapan penelitian dalam penelitian ini ada tiga tahapan dan ditambah dengan tahap terakhir dari penelitian yaitu tahap penulisan laporan hasil penelitian. Tahap-tahap penelitian tersebut adalah : a. Tahap pra lapangan yang meliputi : menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajagi dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan
perlengkapan
penelitian
dan
yang
menyangkut
persoalan etika penelitian. b. Tahap
pekerjaan
lapangan
yang
meliputi:
memahami
latar
penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data. c. Tahap analisis data yang meliputi: analisis selama dan setelah pengumpulan data. d. Tahap penulisan hasil laporan penelitian.
G. Sistematika Pembahasan Pada skripsi ini dibagi menjadi 5 bab, dengan uraian sebagai berikut:
17
Bab
I
: Pendahuluan, yang berfungsi sebagai pola dasar pemikiran dari isi keseluruhan penelitian yang terdiri dari : latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian,
metode
penelitian
dan
sistematika
pembahasan. Bab II
: Landasan Teoritik
mengenai pengembangan diri , meliputi
pengertian pengembangan diri, tujuan pengembangan diri ,ruang lingkup pengembangan diri bentuk – bentuk pelaksanaan pengembangan
diri,
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengembangan diri. Bab III
: Temuan penelitian,
yang terdiri atas gambaran lokasi
penelitian yang ada kaitannya dengan lokasi penelitian dan deskripsi data yang mendeskripsikan data hasil temuan tentang bentuk pelaksanaan kegiatan pengembangan diri di Tarbiyatul Mu’allimin Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar dan data tentang faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan diri di Tarbiyatul Mu’allimin Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Bab IV
: Pembahasan, analisa tentang tentang kegiatan pengembangan diri di Tarbiyatul Mu’allimin Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar berfungsi menafsirkan dan menjelaskan data hasil temuan berisi tentang analisa bentuk pelaksanaan kegiatan pengembangan diri di Tarbiyatul Mu’allimin Pondok Pesantren
18
Wali Songo Ngabar, dan data hasil analisa faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan diri di Tarbiyatul Mu’allimin Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo. Bab V
: Penutup, Merupakan akhir dari penulisan skripsi yang berisi tentang kesimpulan dan saran-saran yang terkait dengan hasil penelitian.
19
BAB II PENGEMBANGAN DIRI A. Pengembangan Diri 1. Pengertian Pengembangan Diri. Untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, pemerintah terus berupaya melakukan berbagai reformasi dalam bidang pendidikan, diantaranya adalah dengan diluncurkannya Peraturan Mendiknas No. 22 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Mendiknas No. 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Untuk mengatur pelaksanaan peraturan tersebut pemerintah mengeluarkan pula Peraturan Mendiknas No 24 tahun 2006. Dari ketiga peraturan tersebut memuat beberapa hal penting diantaranya
bahwa
satuan
pendidikan
dasar
dan
menengah
mengembangkan dan menetapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang kemudian dipopulerkan dengan istilah KTSP. Di dalam KTSP, struktur kurikulum yang dikembangkan mencakup tiga komponen yaitu: (1) Mata Pelajaran; (2) Muatan Lokal dan (3) Pengembangan
Diri.
Komponen
Pengembangan
Diri
merupakan
komponen yang relatif baru dari pengembangan-pengembangan kurikulum sebelumnya dan berlaku untuk dikembangkan pada semua jenjang pendidikan. Sebagai sesuatu yang dianggap baru, kehadirannya menarik untuk didiskusikan.
20
Kegiatan Pengembangan diri adalah merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri tersebut merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan ekstra kurikuler serta pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir. Di samping itu, untuk satuan pendidikan kejuruan, kegiatan pengembangan diri, khususnya pelayanan konseling ditujukan guna pengembangan kreativitas dan karir. Untuk satuan pendidikan khusus, pelayanan konseling menekankan peningkatan kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik19. 2. Tujuan kegiatan Pengembangan diri a. Tujuan umum Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan peserta didik, dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah. b. Tujuan khusus Pengembangan diri bertujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam mengembangkan20: 1) Bakat Bakat atau aptitude merupakan kecakapan potensial yang 19
Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, Model Pengembangan Diri ( Jakarta: 2006),6 20 Ibid., 7.
21
bersifat khusus yaitu khusus dalam sesuatu bidang atau kemampuan tertentu. Contoh, seseorang lebih berbakat dalam bidang bahasa, sedang yang lain dalam seni, yang lain lagi lebih menunjukkan bakatnya dalam bidang olahraga, dan sebagainya21. 2) Minat Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan suatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat22. Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai hal dari pada hal lainnya, dapat pula diwujudkan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap subyek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan dibawa kemudian. Minat terhadap sesuatu dipelajari dan mempengaruhi belajar selanjutnya serta mempengaruhi minat-minat baru. Jadi minat terhadap sesuatu merupakan hasil belajar dan menyokong belajar selanjutnya.
21
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan psikologi, 101. Slmeto, Belajar Dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995), 180. 22
22
3) Kreativitas Kreatifitas merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menciptakan sesuatu hal baru, cara-cara baru, model baru yang berguna bagi dirinya dan masyarakat. Hal baru tersebut tidak perlu sesuatu yang sama sekali tidak pernah ada sebelumnya, unsurunsurnya
mungkin
telah
ada
sebelumnya,
tetapi
individu
menemukan kombinasi baru, hubungan baru, konstruk baru yang memiliki kualitas yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Jadi hal baru itu yang sifatnya inovatif.23 4) Kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan. Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaankebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada, tujuanya agar siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaankebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan positif.24 Seperti belajar tepat waktu, berbahasa yang baik, menjaga kebersihan dan lain-lain. 5) Kemampuan kehidupan keagamaan. 6) Kemampuan sosial Belajar sosial pada dasarnya adalah memahami masalahmasalah dan teknik-teknik untuk memecahkan masalah, yang bertujuan untuk mengatur dorongan nafsu pribadi demi kepentingan
23 24
128.
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan psikologi, 104. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003),
23
bersama dan memberi peluang kepada orang lain atau kelompok lain untuk memenuhi kebutuhanya secara berimbang.25 7) Kemampuan belajar 8) Wawasan dan perencanaan karir 9) Kemampuan pemecahan masalah. Pemecahan masalah yaitu adanya suatu kesukaran yang harus dihilangkan terlebih dahulu apabila ingin mencapai suatu tujuan. Kesukaran itu di sebut problem atau masalah. Prosedur mengatasi kesukaran itu di sebut pemecahan problem atau masalah. Prosedur dalam mengatasi masalah tersebut tergantung dari kesukaran problem dan kecakapan orang yang belajar itu.26 10) Kemandirian. Kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari sendiri atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan tahapan perkembangan dan kapasitasnya. Kemandirian dan tanggung jawab adalah perilaku yang menentukan bagaimana kita bereaksi terhadap situasi yang kita hadapai setiap hari, yang semua itu memerlukan kemampuan kita dalam membuat keputusan yang dilandasi moral.27
25 26
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar,126. Mustaqim, Abdul Wahid, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta,2003),
91. 27
Ayi Setia Budi, Pentingkah Kemandirian Bagi Anak ,(online), http://id.shvoong. com/tags/pentingkah-kemandirian-bagi-anak?/, diakses 20 Desember 2008
24
3. Ruang Lingkup Pengembangan Diri Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegiatan tidak terprogram dilaksanakan secara lansung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua peserta didik. Kegiatan
terprogram
tersebut
terdiri
atas
dua
komponen
diantaranya28: a. Ekstra kurikuler, meliputi kegiatan: 1) Kepramukaan 2) Latihan kepemimpinan, ilmiah remaja, palang merah remaja 3) Seni, olahraga, cinta alam, jurnalistik, teater, keagamaan b. Pelayanan konseling, meliputi pengembangan: 1) Kehidupan pribadi 2) Kemampuan sosial 3) Kemampuan belajar 4) Wawasan dan perencanaan karir B. Bentuk-Bentuk Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Diri 1. Kegiatan
pengembangan
diri
secara
terprogram
yaitu
kegiatan
pengembangan diri dilaksanakan dengan perencanaan khusus dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan peserta didik secara individual, 28
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi, 8.
25
kelompok atau klasikal. Kegiatan pengembangan diri secara terpogram ini dapat dilaksanakan melalui penyelenggaraan kegiatan ekstra kurikuler serta layanan dan kegiatan pendukung konseling.29 a. Kegiatan Ekstra Kurikuler. 1) Pengertian kegiatan ekstra kurikuler Kegiatan ekstra kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata
pelajaran
dan
pelayanan
konseling
untuk
membantu
pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah. 2) Visi dan Misi kegiatan ekstra kurikuler a) Visi Visi kegiatan ekstra kurikuler adalah berkembangnya potensi, bakat dan minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat. b) Misi (a) Menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka.
29
Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, Model Pengembangan Diri ( Jakarta: 2006),8.
26
(b) Menyelenggarakan kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik mengespresikan
diri secara bebas melalui
kegiatan mandiri dan atau kelompok. 3) Fungsi kegiatan ekstra kurikuler a) Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan
ekstra kurikuler untuk
mengembangkan kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka. b) Sosial,
yaitu
fungsi
kegiatan
ekstra
kurikuler
untuk
mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik. c) Rekreatif,
yaitu
mengembangkan
fungsi
kegiatan
suasana
ekstra
rileks,
menyenangkan bagi peserta didik
kurikuler
untuk
mengembirakan
dan
yang menunjang proses
perkembangan. d) Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan
ekstra kurikuler untuk
mengembangkan kesiapan karir peserta didik. 4) Prinsip kegiatan ekstra kurikuler a) Individual, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang sesuai dengan potensi, bakat dan minat peserta didik masing-masing. b) Pilihan, yaitu prinsip kegiatan ekstra
kurikuler yang sesuai
dengan keinginan dan diikuti secara sukarela peserta didik. c) Keterlibatan aktif, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang menuntut keikutsertaan peserta didik secara penuh.
27
d) Menyenangkan, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler dalam suasana yang disukai dan mengembirakan peserta didik. e) Etos kerja, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang membangun semangat peserta didik untuk bekerja dengan baik dan berhasil. f) Kemanfaatan sosial, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat. 5) Jenis Kegiatan Ekstra Kurikuler a) Krida, meliputi Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA). b) Karya Ilmiah, meliputi Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik, penelitian. c) Latihan/lomba keberbakatan/prestasi, meliputi pengembangan bakat olah raga, seni dan budaya, cinta alam, jurnaistik, teater, keagamaan. d) Seminar, lokakarya, dan pameran/bazar, dengan substansi antara lain
karir,
pendidikan,
kesehatan,
perlindungan
HAM,
keagamaan, seni budaya. 6) Hambatan Dan Dukungan Kegiatan Esktra Kurikuler Tentunya
kegiatan
ekstra
kurikuler
tidak
boleh
dikesampingkan. Karena banyak manfaatnya, justru harus didukung semua pihak, baik dari siswa itu sendiri, orang tua,
28
sekolah maupun
masyarakat.
Lebih-lebih
untuk
mencapai
prestasi yang maksimal, tentu tidak akan semudah kita merencanakan. Karena dalam pelaksanaan kegiatan ekstra kurikuler
di
sekolahpun
ada
hambatan-hambatan
yang
dijumpai, baik dari masalah sarana prasarana dan sumber dana yang kurang, atau SDM-nya yang belum mampu merencanakan, melaksanakan, mengendalikan dan mengembangkan kegiatan ekstra kurikuler. Atau bahkan peran dan kepedulian orang tua dan masyarakat yang kurang, baik karena kesibukan dan ketidakpahaman terhadap kegiatan ekstra kurikuler, sehingga kegiatan ekstra kurikuler juga tidak berkembang. Keaktifan
siswa
menjadi
prioritas
utama
sebagai
pendukung kegiatan. Selain perlunya program kegiatan yang jelas, memilih pembina professional yang mampu memotivasi semangat siswa untuk mengikuti program ekstra kurikuler. Metode pembinaan yang berkesinambugan dan tidak kalah pentingnya adalah sarana prasarana yang memadai serta dukungan orang tua untuk ikut memberikan bimbingan di luar sekolah atau lingkungan keluarga. Sedangkan masyarakat melalui tokoh-tokoh masyarakatnya berperan baik karena kewibawaan
maupun
kemampuan
keterampilan
memang
diperlukan, selain pemberian rasa aman dan nyaman terhadap pelaksanaan kegiatan di sekolah. Pada akhirnya kegiatan ekstra
29
kurikuler di sekolah dapat berkembang dengan baik dan maksimal harus ada kerjasama yang kuat dan peningkatan kesepahaman dari semua stakeholder yang ada. Pendanaan dan pelaksanaan evaluasi secara rutin terhadap kegiatan ekstra kurikuler
sangat
perencanaan program
diperlukan
untuk
menyempurnakan
dan pelaksanaan program. Dengan
kegiatan ekstra kurikuler yang baik dan terprogram akan mampu mengendalikan siswa untuk berperilaku baik dan mencerminkan nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi. Hal ini akan mengurangi perilaku menyimpang, karena waktu luangnya
digunakan
untuk
kegiatan
yang
positif
dan
terpantau 30. b. Layanan Dan Kegiatan Pendukung Konseling. 1) Pengertian Konseling. Konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang
pengembangan
kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karir, melalui berbagai jenis layanan
dan kegiatan
pendukung, berdasarkan norma- norma yang berlaku.
30
Basuki Gunarto. Pembentukan pribadi melalui ekstra kurikuler. (online), http://www.radarsemarang.com/community/artikel-untukmu-guruku /1237-pembentukanpribadi-melalui-ekstra kurikuler-.html , diakses 28 juli 2008
30
2) Paradigma, Visi, dan Misi a) Paradigma Paradigma konseling adalah pelayanan bantuan psikopendidikan dalam bingkai budaya. Artinya, pelayanan konseling berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi pendidikan serta psikologi yang dikemas dalam kaji-terapan pelayanan konseling yang diwarnai oleh budaya lingkungan peserta didik. b) Visi Visi pelayanan konseling adalah terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan
dalam
pemberian
dukungan
perkembangan
dan
pengentasan masalah agar peserta didik berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia. c) Misi (1) Misi pendidikan, yaitu memfasilitasi pengembangan peserta didik melalui pembentukan perilaku efektif-normatif dalam kehidupan keseharian dan masa depan. (2) Misi pengembangan, yaitu memfasilitasi pengembangan potensi dan kompetensi peserta didik di dalam lingkungan sekolah/ madrasah, keluarga dan masyarakat. (3) Misi pengentasan masalah, yaitu memfasilitasi pengentasan masalah peserta didik mengacu pada kehidupan efektif sehari-hari.
31
3) Bidang Pelayanan Konseling a) Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik. b) Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas. c) Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri. d) Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir. 4) Fungsi Konseling31 a) Pemahaman, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memahami diri dan lingkungannya.
31
Priyatno Dan Ermananti, Dasar – Dasar Bimbingan Dan Konseling (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1999),197.
32
b) Pencegahan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mampu mencegah atau menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya. c) Pengentasan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mengatasi masalah yang dialaminya. d) Pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memelihara dan menumbuh-kembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang dimilikinya. e) Advokasi,
yaitu
fungsi
untuk
membantu
peserta
didik
memperoleh pembelaan atas hak dan atau kepentingannya yang kurang mendapat perhatian. 5) Prinsip dan Asas Konseling a) Prinsip-prinsip konseling berkenaan dengan sasaran layanan, permasalahan yang dialami peserta didik, program pelayanan, serta tujuan dan pelaksanaan pelayanan32. b) Asas-asas konseling meliputi asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kegiatan, kemandirian, kekinian, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih tangan kasus, dan tut wuri handayani33. 6) Jenis Layanan Konseling34 a) Orientasi, yaitu layanan yang membantu peserta memahami 32 33 34
lingkungan
baru,
terutama
didik
lingkungan
Priyatno Dan Ermananti, Dasar – Dasar Bimbingan Dan Konseling, 219. Hallen A, Bimbingan Dan Konseling (Jakarta:Ciputat Pers, 2002), 66. Ibid., 81-89.
33
sekolah/madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru. b) Informasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan. c) Penempatan dan Penyaluran, yaitu layanan yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler. d) Penguasaan Konten, yaitu layanan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terutama kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga, dan masyarakat. e) Konseling Perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya. f) Bimbingan Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial,
kegiatan
belajar,
karir/jabatan,
dan
pengambilan
keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.
34
g) Konseling Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok. h) Konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan caracara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik. i) Mediasi,
yaitu
layanan
yang
membantu
peserta
didik
menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antarmereka. 7) Kegiatan Pendukung35 a) Aplikasi Instrumentasi, yaitu kegiatan mengumpulkan data tentang diri peserta didik dan lingkungannya, melalui aplikasi berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes. b) Himpunan Data, yaitu kegiatan menghimpun data yang relevan denganpengembangan peserta didik, yang diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu, dan bersifat rahasia. c) Konferensi Kasus, yaitu kegiatan membahas permasalahan peserta didik dalam pertemuan khusus yang dihadiri oleh pihakpihak yang dapat memberikan data, kemudahan dan komitmen
35
Hallen A, Bimbingan Dan Konseling, 89.
35
bagi terentaskannya masalah peserta didik, yang bersifat terbatas dan tertutup. d) Kunjungan
Rumah,
yaitu
kegiatan
memperoleh
data,
kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik melalui pertemuan dengan orang tua dan atau keluarganya. e) Tampilan Kepustakaan, yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar, dan karir/jabatan. f) Alih Tangan Kasus, yaitu kegiatan untuk memindahkan penanganan masalah peserta didik ke pihak lain sesuai keahlian dan kewenangannya. 8) Format Kegiatan a) Individual, yaitu format kegiatan konseling yang melayani peserta didik secara perorangan. b) Kelompok, yaitu format kegiatan konseling yang melayani sejumlah peserta didik melalui suasana dinamika kelompok. c) Klasikal, yaitu format kegiatan konseling yang melayani sejumlah peserta didik dalam satu kelas. d) Lapangan, yaitu format kegiatan konseling yang melayani seorang atau sejumlah peserta didik melalui kegiatan di luar kelas atau lapangan.
36
e) Pendekatan Khusus, yaitu format kegiatan konseling yang melayani kepentingan peserta didik melalui pendekatan kepada pihak-pihak yang dapat memberikan kemudahan. 9) Program Pelayanan a) Jenis Program (1) Program Tahunan, yaitu program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu tahun untuk masingmasing kelas di sekolah/madrasah. (2) Program Semesteran, yaitu program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu semester yang merupakan jabaran program tahunan. (3) Program Bulanan, yaitu program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu bulan yang merupakan jabaran program semesteran. (4) Program Mingguan, yaitu program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu minggu yang merupakan jabaran program bulanan. (5) Program Harian, yaitu program pelayanan konseling yang dilaksanakan pada hari-hari tertentu dalam satu minggu. Program harian merupakan jabaran dari program mingguan dalam bentuk satuan layanan (SATLAN) dan atau satuan kegiatan pendukung (SATKUNG) konseling.
37
b) Penyusunan Program (1) Program
pelayanan
konseling
disusun
berdasarkan
kebutuhan peserta didik (need assessment) yang diperoleh melalui aplikasi instrumentasi. (2) Substansi program pelayanan konseling meliputi keempat bidang, jenis layanan dan kegiatan pendukung, format kegiatan, sasaran pelayanan, dan volume/beban tugas konselor. 2. Kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram dapat dilaksanakan sebagai berikut36. a. Rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan terjadwal, seperti: upacara bendera, senam, ibadah khusus keagamaan bersama, keberaturan, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri. b. Spontan, adalah kegiatan tidak terjadwal dalam kejadian khusus seperti: pembentukan perilaku member salam, membuang sampah pada tempatnya, antri, mengatasi silang pendapat (pertengkaran). c. Keteladanan, adalah kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari seperti: berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca memuji kebaikan dan atau keberhasilan orang lain, datang tepat waktu. Sedangkan materi pengembangan diri dapat didiskusikan oleh kepala sekolah, guru, konselor, dan tenaga kependidikan lain di sekolah yang sesuai dengan keperluan dan kebutuhan peserta didik.37 36
Tim Pustaka Yustisia, Panduan Lengkap KTSP,(Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2007), 208.
38
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Diri. Dalam keseluruhan proses belajar mengajar terjadilah interaksi antara beberapa komponen. Masing-masing komponen akan saling mempengaruhi hingga dapat mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran. Salah satu komponen yang utama adalah siswa, ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Maka dari itu siswa haruslah
banyak
belajar
karena
belajar
adalah
suatu cara
dalam
pengembangan diri siswa tersebut, tetapi dalam belajar tentu saja ada hambatan-hambatan atau kendala-kendala yang mempengaruhinya, seperti pendapat yang dikatakan Ngalim Purwanto bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yaitu38: 1. Faktor yang ada dalam diri organism itu sendiri yang disebut faktor individual seperti: faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi. 2. Faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial, seperti: faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang digunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial.
37
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 285. 38 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, 102.
39
Dalam hal tersebut Slameto juga berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan golongkan menjadi dua yaitu faktor intern dan ekstern39. 1. Faktor intern yaitu faktor yang ada dalam diri individu tersebut, Dalam faktor intern ini akan dibagi menjadi tiga faktor yaitu faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan. a. Faktor jasmaniah contohnya yaitu: kesehatan, cacat tubuh. b. Faktor psikologis contohnya yaitu: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan. c. Faktor kelelahan: faktor kelelahan ini dapat dilihat dengan lemah lunglainya tubuh dan juga dengan adanya kelesusan maupun kebosanan sehingga minat untuk mengerjakan sesuatu menjadi hilang. 2. Faktor ekstern yaitu faktor dari luar individu tersebut. Dalam faktor ekstern ini juga dibagi menjadi tiga faktor yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Dari kedua pendapat di atas dapatlah dimengerti dengan jelas bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapatlah digolongkan menjadi dua yaitu faktor dari dalam diri individu dan dari luar individu, dengan mengetahui faktor-faktor tersebut tentunya akan lebih mudah dalam mecapai tujuan pendidikan terutama dalam mengembangkan potensi yang ada pada diri peserta didik.
39
Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya,54.
40
BAB III TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Wali Songo. Pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, penyiaran agama Islam pada umumnya mengalami hambatan dan kesulitan. Demikian halnya di Desa Ngabar yang keadaannya masih sangat mundur, baik di bidang ekonomi, pendidikan maupun sosial budaya, terutama di bidang pengamalan agama Islam. Berjudi, minum candu dan minum-minumam keras adalah di antara perbuatan munkar yang biasa dilakukan. KH. Mohammad Thoyyib salah seorang penduduk Desa Ngabar yang alumnus Pondok Pesantren Salafiyah, bercita-cita dan berkemauan keras untuk menunjukkan masyarakatnya ke jalan lurus, jalan yang mestinya mereka lalui, yakni jalan Allah SWT Untuk mewujudkan cita-citanya yang luhur itu, halangan demi halangan, kesulitan demi kesulitan beliau singkirkan dengan perjuangan yang sangat gigih. Beliau berpendapat bahwa jalan pendidikan adalah jalan yang paling tepat untuk melaksanakan tujuan mulianya itu. Dengan kesadaran ini, beliau memasukkan putra-putranya di Pondok-Pondok Pesantren Salafiyah yang berada di Ponorogo, seperti Pondok Pesantren Joresan dan Pondok Pesantren Tegalsari. Kemudian untuk penyempurnaan pembinaan kader-kader ini dimasukkanlah putra-putranya ke Pondok
41
Modern Darussalam Gontor. Diajak pula kawan seperjuangannya untuk turut serta mengkaderkan putranya ke pondok-pondok tersebut. Langkah berikutnya, pada tahun 1946 didirikan Madrasah Diniyah yang ditangani oleh: Ahmad Thoyyib, Ibrohim Thoyyib, Imam Badri dan kawan-kawan yang lain. Madrasah Diniyah yang masuk sore hari ini, kemudian diubah menjadi Madrasah Ibtidaiyah dan masuk pada pagi hari. Sebagai kelanjutannya pada tahun 1958 didirikan Madrasah tingkat Tsanawiyah dan Aliyah. Setelah Madrasah ini berjalan 3 (tiga) tahun (1961) diselenggarakan sistem pendidikan Pondok Pesantren yang diberi nama Wali Songo. Pondok Pesantren Wali Songo ini didirikan oleh KH Mohammad Thoyyib, yang dibantu oleh para putera dan sahabatsahabatnya, pada hari Selasa tanggal 18 Syawal 1380 H, bertepatan dengan 4 April 1961 M. Pondok Pesantren ini diberi nama: “Pondok Pesantren Wali Songo” karena: 1. Santrinya yang pertama kali mondok berjumlah sembilan orang yang datang dari Jawa dan dari luar Jawa. 2. Optimisme
agar
para
santri
setelah
selesai
mondok
dapat
mengembangkan Dakwah Islamiyah sebagaimana para da’i terdahulu yang dikenal dengan sebutan Wali Songo. Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar ini adalah lembaga pendidikan Islam tempat menggembleng pemuda dan pemudi Islam dengan berbagai pendidikan dan pengajaran, termasuk ilmu-ilmu agama maupun umum. Semenjak awal berdirinya sampai sekarang dan
42
seterusnya, bebas dari afiliasi dengan partai-partai politik dan golongangolongan. Pondok Pesantren Wali Songo ini terletak di Desa Ngabar, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo Propinsi Jawa Timur, pada kilometer tujuh arah selatan Kota Ponorogo.40
2. Letak Geografis Pondok Pesantren Wali Songo Pondok Pesantren “Wali Songo” terletak di Desa Ngabar, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo, kode pos 63471. Kurang lebih 7 Km arah selatan kota Ponorogo.41
3. Visi dan Misi a. Visi Menjadi pesantren bertaraf Internasional yang bertumpu kepada kemandirian, akuntabilitas dan jaminan mutu.42 b. Misi 1) Membentuk kader umat berkualitas, dengan menanamkan jiwa keiklasan, kesederhanaan, berdikari, ukhuwah Islamiyah dan kebebasan.
40
Lihat transkip dokumentasi nomor : 01/D/3.IX/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 41 Lihat transkip dokumentasi nomor : 03/D/3.IX/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 42 Lihat transkip dokumentasi nomor : 02/D/3.IX/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
43
2) Menghasilkan insan bertaqwa, beramal shalih, berbudi luhur, berbadan sehat, berpengetahuan luas, berfikiran bebas, berjiwa wiraswasta. 3) Menjalankan manajemen pesantren yang profesional. Efektif, dan konsisten sebagai upaya peningkatan kinerja lembaga. 4) Meningkatkan
kualitas
pendidikan
dan
pengajaran
melalui
pembaharuan metodologi, bimbingan terarah dan pelatihan. 5) Mengupayakan pemberdayaan ekonomi dengan unit–unit usaha dan peningkatan jaringan kerja (network)
4. Keadaan Guru dan Siswa a. Keadaan guru. Berdasarkan dari data dokumentasi yang telah penulis peroleh Tenaga edukatif di Tarbiyatul Mu’allimin sebanyak 120 orang. Secara lengkap data guru Tarbiyatul Mu’allimin dapat dilihat dalam lampiran dokumentasi43: b. Keadaan siswa. Jumlah siswa Tarbiyatul Mu’allimin tahun pelajaran 2008-2009 sebanyak 367 siswa yang terbagi menjadi 19 kelas. Untuk lebih jelasnya penulis uraikan dalam tabel mengenai kelas dan jumlah sebagai berikut44:
43 44
Lampiran 8 Lampiran 9
44
Table 3.1 Jumlah Siswa Tarbiyatul Mu’allimin Tahun pelajaran 2008-2009
No
Kelas
Jumlah kelas
Jumlah
1
I
3 kelas
65
2
I Int
1 kelas
16
3
II
3 kelas
51
4
III
2 kelas
49
5
III Int
1 kelas
26
6
IV
2 kelas
30
7
V
3 kelas
67
8
VI
4 kelas
72
19 kelas
376
Jumlah
c. Sarana dan prasarana di Tarbiyatul Mu’allimin. Dalam kegiatan belajar mengajar akan dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Tarbiyatul Mu’allimin dapat dilihat pada lampiran dokumentasi45
45
Lampiran 10
45
d. Struktur organisasi Tarbiyatul Mu’allimin Sturuktur organisasi merupakan suatu bagan tatanan dalam suatu lembaga/perkumpulan tertentu dalam menjalankan roda organisasi. Demikian halnya dalam bentuk program kerja di Tarbiyatul Mu’allimin Ngabar, yang dijalankan sekolah berdasarkan programprogram yang telah mereka susun dalam struktur organisasi madrasah. Stuktur organisasi ini dibuat dengan harapan tugas yang telah dibebankan sesuai dengan jabatan dan tanggung jawabnya masingmasing dapat dilaksanakan dengan baik dengan adanya koordinasi dan kerja sama dalam pelaksanaanya. Seningga madrasah tidak tumpang tindih untuk mewujudkan tujuan pendidikan di sekolah berdasarkan program-program yang disusun dalam struktur organisasi madrasah, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam lampiran.46
B. Deskripsi Data 1. Data Tentang Bentuk Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Diri Di Tarbiyatul Mu’allimin Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar. Secara umum dengan adanya pemilihan bentuk pelaksanaan kegiatan pengembangan diri pada lembaga pendidikan pondok pesantren dapat memacu semangat kompetitif antar pesantren yang ada. Bentuk – bentuk pelaksanaan kegiatan yang dipilih adalah untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi, minat dan bakat mereka. 46
Lampiran 11
46
Dalam kegiatan pengembangan diri di Tarbiyatul Mu’allimin seluruhnya berjalan di bawah koordinasi dari Majlis Pembimbing santri (MPS) yakni para asatidz yang bertugas membimbing dan mengendalikan setiap aktifitas dari para santri. Pola kerja yang dikembangkan Majlis Pembimbing Santri (MPS) di Pondok Pesantren Wali Songo dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan diri dan dalam merealisasikan tiap-tiap program kegiatan pada dasarnya adalah pendampingan dan pengawalan, di mana wewenang ini diturunkan atau diberikan kepada Organisasi Santri Wali Songo ( OSWAS). Masingmasing ustadz pembimbing bekerja sesuai dengan tugasnya masing-masing, demikian pula pengurus Organisasi Santri Wali Songo (OSWAS) bekerja sesuai bagiannya dengan tidak mengesampingkan koordinasi antara sesama Pengurus, Majlis Pembimbing Santri, dan Pimpinan Pondok Pesantren. Kegiatan- kegiatan yang ada di Tarbiyatul Mu’allimin diselenggarakan oleh organisasi santri (OSWAS) yang dikelola secara mandiri oleh santri dengan bimbingan langsung dari Ustadz di lembaga pengasuhan santri (MPS) Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh ustadz Muhammad Thohir: “Mengenai pelaksanaan seluruh kegiatan yang ada di sini semuanya dikelola oleh OSWAS sedangkan kami selaku pengasuh hanya mengawasi dan memfasilitasinya”.47 Keterangan tersebut juga diperkuat oleh Feri Setiawan selaku pengurus OSWAS: “Pelaksanaan kegiatan hampir semua rata-rata di luar 47
Lihat transkip wawancara nomor: 03/2-W/F-1/23-IX/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
47
pelajaran kemudian itu nanti hampir seratus persen dikendalikan oleh pelajar yang di sini disebut OSWAS, Organisasi Santri Wali Songo”48 Dari hasil wawancara dengan Ustadz M. Zaki S, dapat penulis paparkan tentang bentuk–bentuk serta pelaksanaan kegiatan yang ada di lingkungan Tarbiyatul Mu’allimin sebagai berikut 49: a. Olahraga Gerak adalah ciri kehidupan. Tiada hidup tanpa gerak. Apa guna hidup
bila
tak
mempertahankan
mampu hidup,
bergerak.
meningkatkan
Memelihara kemampuan
gerak
adalah
gerak
adalah
meningkatkan kualitas hidup, sehingga tidaklah heran bila ada istilah yang mengatakan: Bergeraklah untuk lebih hidup, jangan hanya bergerak karena masih hidup. Olahraga adalah merupakan serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak (mempertahankan hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas hidup). Seperti halnya makan, Olahraga merupakan kebutuhan hidup yang sifatnya periodik artinya Olahraga sebagai alat untuk memelihara dan membina kesehatan, tidak dapat ditinggalkan. Olahraga merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani. Di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar khususnya di Tarbiyatul Mu’allimin olahraga merupakan salah satu aktivitas santri yang merupakan 48
Lihat transkip wawancara nomor: 05/2-W/F-1/28-IX/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 49 Lihat transkip wawancara nomor: 01/1-W/F-1/13-IX/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
48
sarana penyaluran bakat dan minat mereka yang beraneka ragam. Dan jenis-jenis olahraga yang ada adalah bola volley, basket, tenis meja, bulu tangkis, sepak takraw dan sepak bola. Kegiatan olahraga di Tarbiyatul Mu’allimin pada dasarnya merupakan upaya penyaluran minat dan bakat santri, untuk pembinaan kegiatan ini yang wajib untuk latihan dilaksanakan setiap hari sabtu dan minggu setelah santri melakukan sholat ashar atau sekitar pukul 15.3016.30 WIB. Ada beberapa klub olahraga yang berada di bawah naungan OSWAS ini antara lain: ASWS (klub sepak bola), MB2 (klub basket), Dragon sky (klub volley).50 b. Kepramukaan Pramuka adalah singkatan dari Praja Muda Karana artinya rakyat muda yang berkarya serta berjiwa dan bersemangat seorang patriot. Kegiatan kepramukaan di Tarbiyatul Mu’allimin ini bertujuan untuk mendidik anak agar menjadi manusia yang berkepribadian dan berwatak luhur, tinggi mental dan moral, budi pekerti, kuat keyakinan beragamanya, tinggi kecerdasan dan keterampilan, serta kuat dan sehat fisiknya. Di Pondok Pesantren Wali Songo khususnya Tarbiyatul Mu’allimin, kegiatan kepramukaan ini diwajibkan bagi seluruh santri dan dilaksanakan setiap hari kamis sekitar pukul 13.30-16.30 WIB. Di dalam melaksanakan kegiatan kepramukaan ini bagian koordinator kepramukaan yang ada akan 50
Lihat transkip wawancara nomor: 08/6-W/F-1/28-IX/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
49
mengkoordinir setiap Pembina yang akan memberikan materi, bagian ini hanya bertugas menyusun jadwal dan materi yang akan diberikan kepada peserta didik, sedangkan untuk penyampaiannya dilaksanakan langsung oleh Pembinanya masing-masing.51 c. Kesenian Dalam mengembangkan kreatifitas dan potensi santri di bidang kesenian, di Tarbiyatul Mu’allimin melakukan berbagai macam kegiatan untuk mengembangkan kreatifitas tersebut. Bentuk kegiatan tersebut adalah kaligrafi dan melukis yang tergabung dalam kelompok yang bernama Painting, kelompok tersebut berkecimpung dalam hal lukis-melukis. Selain Painting, juga ada kelompok yang bernama Teater Citra, kelompok ini berkecimpung dalam hal seni peran dan tidak jarang menampilkan berbagai aksinya di atas panggung, mulai dari drama, tari dan lain sebagainya. Kegiatan kesenian yang ada di Tarbiyatul Mu’allimin ini dilaksanakan di bawah koordinasi OSWAS yang dalam hal ini adalah bagian kesenian dan keterampilan. Mengenai waktu pelaksanaan kegiatan pembinaan ataupun latihan diatur sedemikian rupa sehingga satu dengan lainnya tidak saling bertabrakan atau tumpang tindih. Untuk kaligrafi dilaksanakan seminggu sekali yakni setiap hari senin, sedangkan karikatur dilaksanakan setiap hari jumat dan untuk teater dilaksanakan setiap hari rabu.52
51 Lihat transkip wawancara nomor: 10/8-W/F-1/28-IX/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 52 Lihat transkip wawancara nomor: 09/7-W/F-1/28-IX/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
50
d. Keterampilan. Dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan dan pengembangan keterampilan, serta agar para siswa tidak ketinggalan di bidang IPTEK maka Tarbiyatul Mu’allimin sebagai suatu lembaga yang berorientasi pada kekinian juga memberikan pendidikan keterampilan bagi para siswanya, yakni keterampilan komputer dan elektronika. Kegiatan keterampilan tersebut pada pelaksanaannya dimasukkan dalam jadwal kegiatan belajar mengajar (KBM) di pagi hari. Masing-masing kelas mendapatkan materi seminggu sekali secara bergantian. Pada keterampilan elektronika materi yang diberikan adalah seputar dasar-dasar ilmu elektronika, sedangkan untuk keterampilan komputer materi yang diberikan adalah Microsoft Word dan Microsoft Excel. Selain itu, untuk mengembangkan keterampilan para siswa dalam berdakwah dan melatih mentalnya, di Tarbiyatul Mu’allimin juga diadakan kegiatan muhadhoroh (latihan berpidato). Kegiatan ini dilaksanakan tiga kali dalam satu minggunya, yaitu; pada setiap hari minggu dan kamis malam sekitar pukul 19.30-21.00 WIB. dan kamis siang sekitar pukul 11.0012.00 WIB.53 e. Bahasa. Bahasa merupakan sarana yang sangat vital sebagai alat komunikasi, memperluas pengetahuan, pergaulan dan cara pemahaman terhadap berbagai macam ilmu dan teknologi. Terutama bahasa Arab dan bahasa Inggris 53
Lihat transkip wawancara nomor: 07/4-W/F-1/28-IX/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
51
sebagai bahasa yang lazim digunakan dalam dunia IPTEK di kancah Internasional. Disiplin berbahasa di pondok pesantren merupakan hal yang paling penting yang mewarnai bentuk dan karakter pondok itu sendiri atau dapat dikatakan bahwa salah satu keunggulan yang dimiliki oleh lembaga pendidikan pondok pesantren adalah disiplin berbahasanya. Dalam keseharianya para santri dituntut untuk berkomunikasi dengan bahasa asing yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris karena dengan begitu diharapkan para santri dapat dengan baik menggunakan bahasa asing tersebut sehingga mampu mengikuti perkembangan zaman. Oleh karena itulah, untuk mengoptimalkan kemampuan bahasa santrinya, di Tarbiyatul Mu’allimin dilaksanakan kegiatan meliputi: pemberian kosa kata setiap harinya, dan juga mewajibkan semua santri untuk menggunakan bahasa kapanpun dan di manapun selama masih di lingkungan pondok pesantren.54 Bentuk-bentuk kegiatan di atas sebagaimana dikatakan oleh Ustadz M. Zaki S: Kegiatan–kegiatan yang ada di sini semuanya terangkum dalam kegiatan ektrakurikuler yang dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. Untuk kelompok kegiatan olah raga ada: sepak bola volley, basket, tenis meja, bulu tangkis, dan Takraw. Kelompok kesenian : ada kaligrafi, melukis dan teater. Untuk keterampilan ada komputer dan elektro serta muhadhoroh. Untuk bahasa ada bahasa Arab dan 55 Inggris. Dan ada juga kegiatan lain yaitu kepramukaan.
54 Lihat transkip wawancara nomor: 07/5-W/F-1/28-IX/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 55 Lihat transkip wawancara nomor: 01/2-W/F-1/13-IX/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
52
Hal yang samapun diutarakan oleh Shaleh, salah seorang santri kelas III Tarbiyatul Mu’allimin Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar: Di pondok itu kegiatan-kegiatan ekstra kurikulernya ya seperti olah raga, pramuka, dan keterampilan-keterampilan. Olah raganya seperti sepak bola, footsal, bola voley, keterampilanya itu ya seperti latihan melukis, bulu tangkis, basket dan lain-lain. Kalau kaligrafi, komputer, elektronika dan juga ada latihan teater dan muhadlorohnya. Kalau 56 pramukanya itu diadakan setiap hari kamis sore setiap minggunya.
2. Data Tentang Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat Dalam Kegiatan Pengembangan Diri Di Tarbiyatul Mu’allimin Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo. Tentunya kegiatan pengembangan diri di sekolah tidak boleh dikesampingkankan karena banyak sekali manfaatnya, bahkan justru harus didukung oleh semua pihak, baik dari siswa itu sendiri, orang tua, sekolah maupun masyarakat. Lebih-lebih untuk mencapai prestasi yang maksimal, tentu tidak akan semudah merencanakannya. Karena dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan diri di sekolahpun tentunya terdapat kendala-kendala yang akan dijumpai di samping juga tentu terdapat hal-hal yang mendukung pula. Sebagai contoh kendala yang dihadapi yaitu sarana prasarana yang kurang memadai, sumber dana yang minim, atau SDM-nya yang belum memiliki kemampuan untuk merencanakan, melaksanakan, mengendalikan dan mengembangkan kegiatan-kegiatan pengembangan diri dengan baik. Tarbiyatul Mu’allimin yang merupakan suatu lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan pondok pesantren dalam beberapa segi memiliki 56
Lihat transkip wawancara nomor: 11/9-W/F-1/2-XII/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
53
nilai lebih dibanding dengan lembaga-lembaga pendidikan lain yang berada jauh dari nilai-nilai kepesantrenan, Maka tentunya dengan kondisi yang sedemikian ini Tarbiyatul Mu’allimin dalam setiap kegiatan-kegiatannya baik intra maupun ekstra memiliki berbagai macam hal yang menjadi faktor pendukung maupun penghambat dari kegiatan-kegiatannya tersebut. Beberapa faktor pendukung kegiatan pengembangan diri yang dapat penulis paparkan di Tarbiyatul Mu’allimin adalah sebagai berikut: 1. Faktor lingkungan yang kondusif, yakni para siswa/santri berada dalam asrama pesantren sehingga tidak terlalu banyak terkontaminasi atau terpengaruh dengan dunia luar. 2. Faktor ketaatan dan kepatuhan yang luar biasa yang dimiliki oleh para siswa/santri terhadap ustadz dan pengurusnya. 3. Semangat yang besar yang dimiliki para siswa/santri dalam rangka untuk meningkatkan kualitas dirinya, sehingga dapat memperlancar setiap kegiatan. Hal ini seperti apa yang disampaikan oleh Ust. Muhammad Thohir, sebagai berikut: Menurut saya salah satu faktor pendukung yang dominan dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan diri di Tarbiyatul Mu’allimin adalah lingkungannya, sebab para siswa akan tinggal dalam asrama sehingga tidak terlalu terpengaruh dunia luar. Kemudian selain itu juga sifat ta’at dan patuh yang tertanam dalam diri siswa kepada para ustadz dan pengurus, serta yang tidak kalah menunjangnya adalah rasa semangat yang dimiliki siswa dalam rangka untuk meningkatkan kualitas dirinya meskipun dengan segala 57 keterbatasan yang ada.
57
Lihat transkip wawancara nomor: 04/2-W/F-2/25-IX/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
54
Sedangkan faktor-faktor penghambat atau yang menjadi kendala pada pelaksanaan kegiatan pengembangan diri di Tarbiyatul Mu’allimin adalah sebagai berikut: 1. Sarana dan prasarana yang minim atau kurang memadai. 2. Tidak adanya staf ahli atau pelatih yang mumpuni dalam bidangnya. 3. Padatnya kegiatan yang menyebabkan siswa lelah dalam melaksanakan kegiatan-kegiatanya, kelelahan ini terutama sangat tampak ketika melaksanakan kegiatan Muhadloroh setelah mengerjakan sekian banyak kegiatan-kegiatan lain. Uraian di atas sesuai dengan apa yang dikatakan oleh ustadz Zaki, sebagai berikut: “Kendala yang dihadapi dalam kegiatan di sini adalah kurang adanya sarana yang memadai, dan tidak adanya staf ahli dalam bidangnya.” 58 Shaleh Hiola seorang santri kelas III Tarbiyatul Mu’allimin mengatakan yang sama dalam hal ini:“Kendala yang kami rasakan selama ini adalah kurangnya sarana atau kurangnya fasilitas yang memadai dalam pelaksanaan kegiatan kami, dan juga tidak ada pembimbing yang benar-benar handal yang membimbing kegiatan kami tersebut.”59 Abdul Aziz salah seorang santri kelas IV juga mengatakan:”biasanya saya merasa risih apabila pengurus tidak mendidik dengan serius dan kadangkadang merasa bosan dengan kegiatan-kegiatan yang terlalu ketat”.60
58
Lihat transkip wawancara nomor: 02/1-W/F-2/13-IX/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 59 Lihat transkip wawancara nomor: 11/9-W/F-1/2-XII/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 60 Lihat transkip wawancara nomor: 17/14-W/F-2-VII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
55
Hal ini juga diperkuat lagi dengan penjelasan yang dikemukakan oleh Ust. Muhammad Thohir selaku salah satu staf majlis pembimbing santri, sebagai berikut: Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan di sini adalah kami di sini tidak mempunyai pelatih atau tenaga pendidik yang ahli, dari segi sarana prasarana seperti peralatan-peralatan yang ada, saya kira juga masih kurang, di sisi lain karena padatnya aktivitas, kadang membuat santri berkurang semangatnya dalam mengikuti kegiatankegiatan tersebut.61
61
Lihat transkip wawancara nomor: 04/2-W/F-2/25-IX/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
56
BAB IV PEMBAHASAN
A. Analisa Bentuk Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Diri Di Tarbiyatul Mu’allimin Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar. Pondok Pesantren Wali Songo sesuai dengan Visi dan Misinya adalah merupakan tempat penggemblengan para santri agar memiliki kesiapan dalam memasuki era globalisasi saat ini, tidak hanya membuat mereka menguasai keilmuan agama saja, akan tetapi juga menjadikan santrinya sebagai sosok yang terampil, terlatih, ulet dan mandiri dalam kehidupannya di masa mendatang. Kegiatan-kegiatan pengembangan diri di Pondok Pesantren Wali Songo khususnya di Tarbiyatul Mu’allimin adalah sebagai bukti keseriusan lembaga pendidikan ini dalam rangka menciptakan generasi yang siap pakai, di mana kegiatan-kegiatan itu didasarkan pada bakat dan minat dari para santri itu sendiri, dari hasil wawancara dapat di ketahui berbagai ragam
kegiatan
pengembangan diri, hal ini seperti yang disampaikan oleh Ustadz Zaki: Kegiatan – kegiatan yang ada di sini semuanya terangkum dalam kegiatan ektrakurikuler yang di kelompokkan mejadi beberapa kelompok untuk kelompok kegiatan olah raga ada: sepak bola volley, basket, tenis meja, bulu tangkis, dan Takraw. Kelompok kesenian: ada kaligrafi, melukis dan teater. Untuk keterampilan ada komputer dan elektro dan muhadhoroh. Untuk bahasa ada 62 bahasa Arab dan Inggris. Dan ada juga kegiatan lain yaitu kepramukaan .
Dengan adanya beragam kegiatan tersebut tentunya akan memudahkan setiap santri dalam memilih kegiatan yang sesuai dengan bakat dan minatnya, 62
Lihat transkip wawancara nomor: 01/2-W/F-1/13-IX/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
57
Bagi santri yang mempunyai bakat dan minat pada bidang olah raga, maka mereka dapat memilih jenis kegiatan olah raga seperti sepak bola, tenis meja maupun bola voli. Sedangkan bagi santri yang berbakat dan berminat dalam bidang teknologi, maka mereka dapat memilih kegiatan keterampilan seperti keterampilan elektronika ataupun komputer. Hal ini jelas menunjukkan adanya kebebasan bagi para santri dalam menentukan arah perkembangan yang sesuai dengan dirinya. Selain itu kegiatan seperti kepramukaan, muhadhoroh dan bahasa yang sifatnya menyeluruh yakni dilaksanakan oleh semua santri berfungsi mendidik mental, sikap dan perilaku mereka, ditambah lagi perilaku disiplin yang senantiasa ditekankan dalam setiap aktifitas para santri menjadikan mereka benar-benar menjadi generasi yang siap pakai. Kegiatan-kegiatan tersebut dirancang sedemikian rupa baik dari segi jadual maupun bentuk pelaksanaannya, sehingga semuanya dapat berjalan dengan sinergi tanpa ada bentrok antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya. Dan dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut terdapat target hasil yang harus dicapai oleh para santri dalam kurun waktu tertentu sebagai bentuk keberhasilan dari kegiatan tersebut. Sebagaimana yang telah penulis paparkan pada bab II bahwa kegiatan pengembangan diri terbagi menjadi dua; Pertama, kegiatan pengembangan diri secara terprogram yang dilaksanakan dengan perencanaan khusus dalam kurun waktu tertentu, untuk memenuhi kebutuhan peserta didik secara individual,
kelompok,
atau klasikal melalui penyelenggaraan kegiatan
58
ekstra kurikuler atau lainnya. Kedua yaitu kegiatan pengembangan diri tidak terprogram yang dilaksanakan sebagai sesuatu yang rutin (rutinitas), spontan, atau hanya berupa suatu bentuk keteladanan63. Melihat hal ini tentunya dapat diketahui bahwa bentuk kegiatan pengembangan diri yang ada di Tarbiyatul Mu’allimin adalah merupakan bentuk kegiatan terprogram melalui penyelenggaraan kegiatan ekstra kurikuler, sebab sebelum kegiatan tersebut dilaksanakan telah ada rancangan yang dibuat sedemikian rupa agar kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik dan benar-benar menjadi bekal bagi para santri pada masanya nanti.
B. Analisa Faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Diri di Tarbiyatul Mu’allimin Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo. Banyak sekali manfa’at yang didapat dari kegiatan pengembangan diri pada suatu lembaga pendidikan, baik bagi anak didiknya maupun bagi lembaganya.
Bagi
peserta
didik
misalnya,
selain
sebagai
sarana
mengembangkan potensi dirinya, kegiatan pengembangan diri juga merupakan sarana untuk belajar, karena belajar adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku dan atau kecakapan. oleh karena itulah hal ini tidak boleh dikesampingkan atau dipandang sebelah mata saja melainkan justru harus
63
Pusat kurikulum balitbang Depdiknas, Model Pengembangan Diri,8.
59
didukung oleh semua pihak, baik dari elemen lembaga pendidikan itu sendiri, orang tua, maupun masyarakat sekitarnya. Namun demikian untuk mencapai suatu prestasi yang maksimal, tentunya juga tidak akan semudah ketika merencanakannya atau tidak seperti membalik telapak tangan. Sebab dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan diri di suatu lembaga pendidikan, selain di sana terdapat faktor pendukungngnya pasti juga akan ada kendala-kendala yang dijumpai baik dari dalam maupun dari luar lembaga itu sendiri. Pada uraian bab sebelumnya
telah
diketahui
faktor-faktor
pendukung
kegiatan
pengembangan diri seperti yang disampaikan ustadz M. Thohir: Menurut saya salah satu faktor pendukung yang dominan dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan diri di Tarbiyatul Mu’allimin adalah lingkungannya, sebab para santri akan tinggal dalam asrama sehingga tidak terlalu terpengaruh dunia luar. Kemudian selain itu juga sifat taat dan patuh yang tertanam dalam diri siswa kepada para ustadz dan pengurus, serta yang tidak kalah menunjangnya adalah rasa semangat yang dimiliki siswa dalam rangka untuk 64 meningkatkan kualitas dirinya meskipun dengan segala keterbatasan yang ada .
Dari pernyataan di atas dapat dimengerti bahwa Lingkungan Pesantren yang kondusif, terkontrol dan terkendali menjadi faktor utama pendukung kegiatan pengembangan diri di Tarbiyatul Mu’allimin sebagai suatu lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Pondok Pesantren, sebab perwatakan atau kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh lingkungan tempat ia hidup dan tinggal dalam setiap harinya. Selain itu terdapat jiwa ketaatan dan kepatuhan yang luar biasa yang tertanam dalam diri para santri terhadap para asatidz dan
64
Lihat transkip wawancara nomor: 04/2-W/F-2/25-IX/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
60
pengurusnya, sehingga apapun yang telah direncanakan oleh asatidz dan pengurus bagi para santri, mereka senantiasa ta’at dan patuh mengikutinya. Ditambah lagi adanya semangat yang besar yang dimiliki santri dalam rangka meningkatkan kualitas dirinya dengan berbagai kondisi
yang
dihadapi.
Hal
inilah
yang
semakin
menunjang
terlaksananya kegiatan pengembangan diri di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar khususnya Tarbiyatul Mu’allimin sebagai suatu lembaga formal yang ada di dalamnya. Sedangkan sebagaimana yang penulis paparkan pada Bab III, bahwa kendala yang dapat dijumpai dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan diri di Pondok Pesantren Wali Songo khususnya Tarbiyatul Mu’allimin adalah tidak adanya tenaga pendidik yang professional (ahli dalam bidangnya) serta sarana dan prasarana yang kurang memadai65, di mana keduanya adalah merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan demi
terciptanya suatu
proses pendidikan yang baik. Selain itu karena terlalu padatnya aktivitas santri menyebabkan berkurangnya semangat mereka dalam mengikuti kegiatan pengembangan diri66, hal ini mungkin terjadi disebabkan banyaknya serangkaian aktivitas yang telah menguras banyak tenaga dan fikiran mereka. Kendala-kendala tersebut di atas sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ngalim Purwanto dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pendidikan, bahwa
65 Lihat transkip wawancara nomor: 04/2-W/F-2/25-IX/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 66 Lihat transkip wawancara nomor: 04/2-W/F-2/25-IX/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
61
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat di golongkan menjadi dua golongan:67 1. Faktor yang ada dalam diri organism itu sendiri yang disebut faktor individual seperti: faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi. 2. Faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial, seperti: faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang digunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial. Berdasarkan pendapat di atas diketahui bahwa kendala kegiatan pengembangan diri yang ada di Tarbiyatul Mu’allimin dapat dikategorikan ke dalam faktor sosial yang saling berkaitan satu dengan lainnya yaitu: faktor guru dan cara mengajarnya serta faktor alat-alat pembelajaran. Seorang guru dalam suatu proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat penting. Mulai dari bagaimana sikapnya, seberapa jauh tingkat keilmuan yang dimilikinya, serta bagaimana cara mengajar anak didiknya, semua itu turut menentukan hasil yang dapat dicapai dari proses belajar mengajar yang dilakukan. Akan tetapi keefektifan guru dalam mengajar akan berkurang manakala tidak ada sarana atau alat-alat pembelajaran yang diperlukan dalam proses pembelajaran tersebut, meskipun guru tersebut memiliki tingkat keilmuan yang memadai. Sehingga untuk mempermudah dan mempercepat suatu proses pembelajaran, selain kecakapan seorang guru
67
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, 102.
62
dalam mengajar serta dalam bidang keilmuan yang diajarkannya hendaknya disertai dengan sarana atau alat-alat pembelajaran yang memadai. Kendala lain yang ada di Tarbiyatul Mu’allimin adalah berkurangnya semangat pada diri siswa dalam mengukuti kegiatan dikarenakan padatnya aktivitas68, padatnya suatu aktivitas tanpa diselingi istirahat yang cukup akan menyebabkan terkurasnya tenaga dan fikiran mereka sehingga siswa menjadi malas dalam mengikuti segala kegiatan. Kendala tersebut menurut Slameto disebabkan oleh faktor kelelahan, faktor kelelahan ini dibagi menjadi dua macam yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (psikis)69. Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan cenderung untuk membaringkan tubuh, sedangkan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk melakukan sesuatu menjadi hilang. Dari pendapat di atas dapat di mengerti bahwa berkurangnya semangat pada diri siswa dalam mengikuti kegiatan disebabkan adanya kelelahan secara jasmani maupun rohani.
68
Lihat transkip wawancara nomor: 04/2-W/F-2/25-IX/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 69 Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, 59.
63
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN 1. Kegiatan pengembangan diri di Tarbiyatul Mu’allimin pondok pesantren Wali Songo dilaksanakan secara terprogram dalam bentuk kegiatan ekstra kurikuler yang berprinsip pilihan serta keterlibatan aktif meliputi: olahraga, kesenian, keterampilan, kepramukaan dan bahasa. 2. Faktor pendukung kegiatan pengembangan diri di Tarbiyatul Mu’allimin Pondok Pesantren Wali Songo yaitu; lingkungan yang kondusif, ketaatan dan kepatuhan siswa/santri terhadap asatidz dan pengurusnya, dan Semangat para siswa/santri dalam rangka untuk meningkatkan kualitas dirinya. Sedangkan faktor penghambatnya adalah kurangnya tenaga pendidik yang ahli, sarana prasarana yang kurang memadai, dan faktor kelelahan. B. SARAN. 1. Hendaknya di Tarbiyatul Mu’allimin tetap memperhatikan existensi kegiatan pengembangan diri sebagai kebutuhan santri untuk dijadikan bekal kelak dalam mengoptimalkan ilmunya di masyarakat. 2. Hendaknya pihak lembaga menyediakan fasilitas yang lebih memadai demi lancarnya pelaksanaan kegiatan pengembangan diri. Di mana hal ini dimaksudkan agar tujuan pendidikan itu sendiri mencapai hasil yang sesuai dengan harapan.
64
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998. , Suharsimi. Manajemen penelitian. Jakarta : PT Rineka Cipta, 2000. Departeman Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Gema Risalah, 1993. Depdiknas, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta : Depdiknas. 2006. Gunarto, Basuki. Pembentukan pribadi melalui ekstra kurikuler. (online), http://www.radarsemarang.com/community/artikel-untukmu - guruku /1237-pembentukan-pribadi-melalui-ekstrakurikuler-.html , diakses 28 juli 2008. Hallen A. Bimbingan Dan Konseling Jakarta:Ciputat Pers, 2002. Ihsan, Hamdani. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka setia, 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989. Mathew B, Miles & A Michel Huberman. Analis Data Kualitatif. Terjemah Tjetjep Rohidi Jakarta : U.I Press, 1922. Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta, 2004. Mulyasa, Enco. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007 . Mulyana, Dedy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004. Moloeng, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2003. Mustaqim, Abdul Wahid. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003. Munandar, Utami. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta : PT. rineka cipta, 1999.
65
S. Bahruddin, Zaki. Profil Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar. Secretariat pondok pesantren wali songo ngabar, 2008. Syaodih Sukmadinata, Nana. Landasan Psikologi Proses Pendidikan Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005. Priyatno dan Ermananti. Dasar – Dasar Bimbingan Dan Konseling Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1999. Purwanto, Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005. Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. Model Pengembangan Diri, Jakarta : 2006. Setia Budi, Ayi. Pentingkah Kemandirian Bagi Anak ,(online), http://id. shvoong.com/tags/pentingkah-kemandirian-bagi-anak?/, diakses 20 desember 2008. Slameto. Belajar Dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995. Soectjipto dan Raflis Kasasi. Profesi Keguruan Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Sobur, Alex. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia, 2003. Sudjana,Nana dan Ibrahim. Penelitian & Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2001. Sudrajad, Akhmad. Pengembangan Diri dalam KTSP, (online) http://akhmad sudrajat.wordpress.com/2008/02/27/pengembangan diri-dalam-ktsp/, diakses 27 april 2008. Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar 2003.
Jakarta: PT. Raja Grafindo persada,
Tim Pustaka Yustisia. Panduan Lengkap KTSP.Yogyakarta: pustaka Yustisia, 2007. Tim Penerbit Warta. Warta Tahunan PPWS. Ponorogo: Wali Songo Offest 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Cemerlang, 2003.