1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masa anak bawah lima tahun (balita) merupakan masa golden period,
suatu
periode
dalam
proses
pertumbuhan
dan
perkembangan
anak
(Moersintowarti, 2005). Anak merupakan kelompok penduduk yang paling rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi karena status imunitas, diet, dan psikologi anak belum matang atau masih dalam taraf perkembangan. Kelangsungan serta kualitas hidup anak pun sangat tergantung pada pola asuh makan orang dewasa terutama ibu atau orang tuanya (Soekirman, 2006). Pola asuh makan adalah bimbingan dan pengawasan terhadap aktivitas makan anak sehari-hari melalui interaksi antara pengasuh dan anak yang berlangsung secara rutin sehingga membentuk suatu pola (Mahlia, 2009). Pola asuh makan balita banyak berhubungan dengan berbagai kebiasaan kaum wanita (ibu). Wanita berperan sebagai seorang istri yang sekaligus merangkap sebagai seorang ibu yang memiliki ikatan dengan anak-anaknya. Mengenai pembentukan pola asuh makan balita ini terdapat tiga faktor yang mempengaruhi yaitu: pengetahuan ibu, pendidikan ibu, dan status pekerjaan ibu (Suharjo, 2003). Pada masyarakat pedesaan yang biasanya masih berpegangan pada tradisi, dimana seorang ibu hanya boleh bekerja di rumah saja, sebagian besar waktunya dicurahkan untuk mengasuh anak-anaknya. Namun belakangan ini emansipasi
1
2
wanita menyebabkan wanita itu sendiri banyak bekerja di berbagai bidang yang menjadikan wanita tidak terikat hanya di rumah saja. Emansipasi wanita banyak merubah adat istiadat atau kebiasaan-kebiasaan tersebut. Peranan wanita semakin banyak dibicarakan baik secara nasional maupun internasional (Soekirman, 2006). Status pekerjaan ibu pada ibu pekerja akan sulit untuk memberikan pengasuhan pada anaknya (Purwati, 2012). Balita pada umumnya mendapat makanannya secara dijatah oleh ibunya dan tidak memilih serta mengambil sendiri makanan yang disukainya. Dalam kondisi bekerja, ibu seringkali melibatkan orang lain untuk mengasuh anaknya (Handayani, 2008). Dari hasil penelitian Purwati (2012), anak bawah dua tahun (baduta) yang diasuh oleh orang lain selain orang tuanya seringkali mengalami masalah, yang salah satunya adalah pertumbuhan yang tidak normal. Seringkali orang lain kurang peduli mengenai pemberian makan anak yang menyebabkan kebutuhan gizinya kurang memadai. Akibatnya status gizinya menjadi tidak baik. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Linda (2011), bahwa pola asuh makan anak bawah tiga tahun (batita) dan kesehatan dengan status gizi batita memiliki hubungan yang cukup bermakna terhadap status gizi batita. Status gizi adalah keadaan keseimbangan sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaannya. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan lebih. Tiap orang memiliki status gizi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya (Almatsier, 2004). Status gizi balita dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam merupakan faktor-faktor yang ada di dalam diri anak itu sendiri, baik faktor bawaan maupun faktor yang diperoleh,
3
seperti hal-hal yang diturunkan oleh orang tua atau generasi sebelumnya, unsur berfikir dan kemampuan intelektual. Sedangkan faktor luar terdiri atas pola pengasuhan, konsumsi makanan, dan lingkungan bergaul (Citrawati, 2003). Jumlah penderita gizi kurang di dunia mencapai 104 juta anak, dan keadaan kurang gizi menjadi penyebab sepertiga dari seluruh penyebab kematian anak di seluruh dunia (WHO, 2013). Dari data United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF), Asia Selatan merupakan daerah yang memiliki prevalensi kurang gizi terbesar di dunia, yaitu sebesar 46%, disusul subSahara Afrika 28%, Amerika Latin/Caribbean 7%, dan yang paling rendah terdapat di Eropa Tengah, Timur, dan Commonwealth of Independent States (CEE/CIS) sebesar 5% (UNICEF, 2006). Keadaan kurang gizi pada anak balita juga dapat dijumpai di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi gizi kurang di Indonesia pada balita (BB/U<‒2SD) memberikan gambaran ada penurunan dari 18,4% (tahun 2007) menurun menjadi 17,9% (tahun 2010) kemudian menurun menjadi 13,9% (tahun 2013) dari sekitar 20 juta balita di Indonesia. Kabupaten Gianyar memiliki jumlah balita sebanyak 28.839 jiwa. Pada tahun 2013 sebanyak 2,5% balita menderita gizi kurang dan 0,98% mengalami gizi lebih (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2013). Jumlah kejadian gizi kurang terbanyak ada di wilayah kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesehatan Masyarakat Sukawati II (Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar, 2013). Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesehatan Masyarakat Sukawati II, memiliki enam desa sebagai wilayah kerjanya yakni, Desa Singapadu Kaler, Desa Singapadu Tengah,
4
Desa Singapadu, Desa Batubulan, Desa Batubulan Kangin dan Desa Celuk dengan jumlah balita sebanyak 1.749 jiwa. Prevalensi tertinggi balita dengan ibu pekerja di Desa Batubulan Kecamatan Sukawati sebanyak 269 jiwa (UPT Kesehatan Masyarakat Sukawati II, 2013). Berdasarkan dari hasil studi pendahuluan di Desa Batubulan Kecamatan Sukawati, banyak terdapat ibu pekerja yang mempunyai anak balita. Ibu pekerja tersebut setiap hari kerja meninggalkan anak di rumah. Ada yang ditinggalkan dari pagi hari (± 06.30 wita) sampai siang hari (± 14.00 wita) dan ada pula ditinggalkan dari pagi hari sampai sore hari (± 17.00 wita). Oleh karena itu penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian tentang hubungan pola asuh makan balita dengan ibu pekerja terhadap status gizi balita di Desa Batubulan Kecamatan Sukawati.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah
penelitian sebagai berikut: “Apakah ada hubungan antara pola asuh makan balita dengan ibu pekerja terhadap status gizi balita di Desa Batubulan Kecamatan Sukawati?”
5
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengidentifikasi pola asuh makan dengan status gizi balita dengan ibu pekerja di Desa Batubulan Kecamatan Sukawati.
1.3.2 Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan: a. Mengidentifikasi pola asuh makan balita dengan ibu pekerja. b. Mengidentifikasi status gizi balita. c. Menganalisis hubungan pola asuh makan balita dengan ibu pekerja terhadap status gizi balita di Desa Batubulan Kecamatan Sukawati.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis a.
Bagi peneliti Hasil
penelitian
ini
dapat
digunakan
peneliti
untuk
menambah
pembendaharaan ilmu pengetahuan berkaitan dengan pemberian pola asuh makan balita dengan ibu pekerja terhadap status gizi balita. b.
Bagi perawat Hasil penelitian ini dapat digunakan perawat untuk mengembangkan ilmu di
bidang keperawatan anak khususnya mengenai pertumbuhan, perkembangan dan status gizi balita.
6
c.
Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian dapat digunakan sebagai data dasar dan bahan masukan
bagi peneliti selanjutnya khususnya mengenai faktor lain yang mempengaruhi status gizi pada balita.
1.4.2 Manfaat Praktis a.
Bagi masyarakat Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada keluarga dan
masyarakat tentang pola asuh makan balita dengan ibu pekerja dalam hubungannya dengan status gizi balita. b.
Bagi puskesmas Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada UPT Kesmas
Sukawati II yang membawahi Desa Batubulan dalam wilayah kerjanya untuk lebih aktif dalam memberikan penyuluhan dan pendidikan kesehatan khususnya tentang status gizi balita. c.
Bagi petugas kesehatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman bagi petugas puskesmas dan
penyelenggara kesehatan lain dalam meningkatkan pelayanan kesehatan khusunya mengenai pertumbuhan dan perkembangan balita.