BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh manusia. Pendidikan dapat menjadi bekal bagi individu dalam menentukan arah hidup yang lebih baik. Undang-undang (UU) No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengamanatkan dilaksanakannya pendidikan kepada seluruh rakyat Indonesia sejak usia dini, yakni sejak anak dilahirkan. Pendidikan di Indonesia memiliki beranekaragam pengajaran tersendir 1i meskipun memiliki konsep dan metode yang berbeda dalam sistem pengajarannya. Tetapi setiap sekolah memiliki budaya dalam sistem mengajari anak didik dalam penyampaiannya dengan tepat sasaran dan mudah dimengerti anak didik sehingga menghasilkan anak didik yang terampil. Menurut Suparlan Suhartono dalam Burhanuddin (2011:226), bahwa pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan. Pendidikan berlangsung disegala jenis, bentuk dan tingkat lingkungan hidup yang kemudian mendorong pertumbuhan segala potensi yang ada didalam diri individu. Dengan kegiatan pembelajaran seperti itu, individu mampu mengubah dan mengembangkan diri menjadi semakin dewasa,
1
Secara umum pendididkan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik indidvidu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
1 Universitas Sumatera Utara
cerdas, dan matang. Sehingga pendidikan merupakan sistem proses perubahan menuju pendewasaan, pencerdasan dan pematangan diri. Setiap individu memiliki perbedaan karakter sehingga besarnya peran pendidikan dalam membentuk karakter seseorang menjadi lebih baik lagi. Beda karakter maka beda pula pola pengajaran yang diberikan seorang pendidik atau pengajar terhadap anak didiknya. Pendidikan memiliki target yang berbeda dalam pengajarannya. Pendidikan orang normal berbeda dengan pendidikan orang yang berkebutuhan khusus terutama terhadap anak autis. Sistem pengajaran anak autis memiliki budaya tersendiri dalam pengajarannya. Metode dan konsep dari setiap materi mungkin memiliki cara yang sama pada setiap sekolah, akan tetapi memiliki cara yang berbeda dalam sistem penyampaian dan pola dalam mengajarkan anak autis tersebut. Hal ini yang menjadi budaya mengajar tersendiri terhadap sekolah tersebut. 2 Pendidikan anak autis termasuk dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus. Pendidikan anak autis yang termasuk dalam anak berkebutuhan khusus juga masuk dalam peraturan perundang-undangan, dimana keputusan Menteri pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 011/U/2002 tentang Penghapusan Evalusi Belajar Tahap Akhir Nasional Sekolah Dasar Luar Biasa (PEBTANSDLB), yaitu: Sekolah Luar Biasa Tingkat Dasar(SLBTD) dan Madrasah Ibtidaiyah(MI). Disini anak 2
autis
menjadi
pengecualian
dalam
memperoleh
pendidikan
dengan
.2005.Undang-Undang Sistem Pendidikan.Jakarta:Pustaka Pelajar.
Pengecualian dalam memperoleh pendididkan terhadap anak autis untuk menciptakan keadilan dalam mendapat pendididkan yang layak bagi seluruh umat manusia (Danauatmaja 2003:2).
2 Universitas Sumatera Utara
sistempengajaran yang berbeda terhadap pengajaran orang normal dengan penghapusan evaluasi dalam pendidikannya. Istilah autisme berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme yang berarti paham
sehingga autisme adalah gangguan perkembangan saraf yang
kompleks dan ditandai dengan kesulitan dalam interaksi sosial, komunikasi, perilaku yang berulang-ulang dan perilaku yang terbatas. Sehingga anak autis merupakan kategori ketidakmampuan anak yang ditandai dengan adanya gangguan dalam komunikasi, interaksi sosial, gangguan indrawi, pola bermain dan perilaku emosi. Hal ini yang menjadi pengecualian seorang anak autisme yang mendapat perolehan dan perhatian khusus dalam mendapatkan pendidikan yang layak(dalam Danauatmaja 2003:2-3). Berdasarkan data dari Badan Penelitian Statistik (BPS) sejak 2010 dengan perkiraan hingga 2016, terdapat sekitar 140 ribu anak di bawah usia 17 tahun menyandang autisme. Perkembangan autismedi Indonesia semakin tahun semakin meningkat. Kalau di awal 2000-an prevalensinya sekitar 1:1000 kelahiran, penelitian pada 2008 menunjukkan peningkatan hingga 1,68:1000 kelahiran. Jumlah tersebut kurang lebih tidak jauh berbeda dengan yang diperkirakan oleh badan penelitian dan konsulting, SPIRE. Dari data pemetaan anak berkebutuhan khusus di Indonesia, diperkirakan terdapat 139.000 penyandang autisme dari 400.000 anak berkebutuhan khusus (ABK). Penyebaran paling banyak terdapat pada daerah dengan rasiokepadatan penduduk paling tinggi. Sebagai contoh, daerah dengan perkiraan jumlah
3 Universitas Sumatera Utara
kasus autisme tertinggi ada di Provinsi Jawa Barat, dengan total mencapai 25 ribu anak. 3 Melihat angka statistik peningkatan anak autisme ini menunjukan perlunya perhatian dan pendidikan khusus terhadap mereka yang menyandang autis. Hal ini disebabakan Negara Indonesia adalah yang mendukung Hak Asasi Manusia (HAM), Hal ini di sebabkan penyandang autis juga berhak mendapatkan hak asasinya dalam memperoleh keadilan terutama dipendidikan. Selanjutnya, Perhatian yang penting terhadap pembangunan sekolah autis perlu ditingkatkan, adanya sekolah-sekolah autis dapat membantu mereka untuk memperoleh pendidikan yang layak. Maka dari pada itu perlu adanya pola pengajaran yang berbeda terhadap anak autis agar konsep pembelajaran dapat diterima dengan baik dan pembentukan karakter yang baik pula. Sekolah-sekolah autis yang ada di Medan memberikan warna tersendiri dalam mengajarkan anak autis tersebut. Pengajaran tersendiri ini yang menjadi budaya mengajar dari sekolah tersebut mulai dari sistem pengajaran hingga sistem perilaku guru yang mengajar. Keberhasilan suatu lembaga pendidikan yaitu sekolah memiliki visi dan misi dalam mewujudkan budaya pendidikan ditanah air. Dizaman sekarang ini sekolah melakukan berbagai macam program untuk meningkatkan pendidikan. Usaha-usaha
3
Autisme di Indonesia Terus Meningkat - 1128312 ... - Okezone lifestyle.okezone.com/read/2015/.../autisme-di-indonesia-terus-meningka...
4 Universitas Sumatera Utara
dari pemikiran manusia inilah yang menjadi suatu perencanaan dalam pembentukan suatu karakter individu manusia melalui pendidikan. Terutama dikaum pengajaran anak autis. Sistem pengajaran ataupun pengolahan pengajaran harus sesuai dengan karakter setiap anak didik yang diajarkan. Guru-guru harus memiliki pendekatanpendekatan tersendiri dalam mengajarkan anak autis. Jelas berbeda ketika mengajar anak autis dengan anak yang normal. Pendekatan pembelajaran secara langsung yang merupakan pendekatan yang terstruktur dan berpusat pada guru yang digolongkan berdasarkan arahan dan kontrol dari guru yang merupakan suatu pola pengajaran yang sangat membangun karakter anak didik. Setiap guru harus memiliki harapan tinggi dalam kemajuan anak didiknya yang berkarakter seperti apapun baik normal maupun tidak normal agar setiap anak didik merasa dihargai dan memiliki arah dari pendidikannya yang dapat memicu semangat dari anak yang diajarkan (Sjarkawi 2006). Memahami jalan perkembangan dan kemajuan sangatlah penting untuk mengajar dalam cara yang optimal untuk setiap anak yang dalam keadaan seperti apapun (dalam Santrock 2009:15). Hal ini menunjukan peran seorang guru dalam merubah sesuatu dari yang kurang baik menjadi lebih baik dan dari yang tidak bisa menjadi bisa. Sehingga membuat para guru dapat membentuk pola mengajar yang baik agar anak didik bisa menjadi lebih baik. Hal ini serupa halnya dengan mengajarkan seorang anak autis yang memiliki pemikiran dan karakter yang tidak normal. Seorang guru harus mampu memiliki pola pengajaran untuk membentuk pemikiran dan karakter yang lebih baik.
5 Universitas Sumatera Utara
Menurut Hardiono S. Pusponegoro(2003:1-5), pendidikan anak autis memiliki perbedaan tersendiri dengan anak-anak normal lainnya. Anak autis memiliki fakta pengajaran yang unik. Pengajaran anak autis yang baikpun adalah dengan cara satu guru mengajarkan satu murid. Hal ini dikarenakan anak autis memiliki kelainan mental yang disebabkan sindrom, sehingga menyebabkan interaksi anak tidak dapat berjalan dengan baik. Perilakunya yang menyendiri dan sikapnya yang sensitif terhadap orang banyak membuat seorang anak autis memerlukan pengajaran secara pribadi. 4 Budaya mengajar merupakan suatu sistem yang harus dibangun oleh lembaga pendidikan yang salah satunya sekolah. Karena pola-pola pengajaran tersendiri inilah menjadi suatu identitas sekolah yang membuat sekolah tersebut berbeda dengan sekolah lainnya. Budaya mengajar salah satu sistem penerapan pola-pola mengajar anak agar anak dapat mengikuti sistem dan terikat dalam sistem tersebut.Banyak sekolah-sekolah menjadi favorit, karena membangun budaya mengajar disekolah dengan baik. Serta penerapannya yang ketat dan terus-menerus diterapkan terhadap anak didik sehingga menjadi suatu kebiasaan baik yang berujung pada nilai-nilai yang positif. Kebiasaan-kebiasan yang baik inilah yang menjadi budaya sekolah yang dibentuk dari pola-pola mengajar disekolah. Banyak cara yang dapat digunakan untuk melakukan budaya mengajar dengan baik. Misalnya, dengan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan
4
Menurut Hardiono S. Pusponegoro (2003:4), pendidikan anak autis memiliki sistem pengajaran tersendiri serta perlu perhatian dan emosional yang khusus dalam mengajarkannya
6 Universitas Sumatera Utara
materi yang disampaikan dan disesuaikan kondisi siswa termasuk seperti kondisi anak autis. Dengan adanya ketetapan dalam memilih sebuah metode pembelajaran maka akan dengan mudah mencapai tujuan dari budaya mengajar yaitu pembelajaran. Keberhasilan suatu pembelajaran dapat diukur dari sejauh mana peserta didik mengalami perubahan yang lebih baik . Kalau dalam mengajar orang normal dapat dilihat dari bagaimana sianak dapat menguasai materi. Tetapi dari segi anak autis dapat dilihat dari perubahan karakter yang lebih baik. Banyak anak-anak autis yang tidak mendapatkan pendidikan yang selayaknya. Kebanyakan orang tua menggangap anaknya yang menderita autis tidak memiliki masa depan, sehingga tidak perlu untuk sekolah seperti layaknya orang normal. Menurut penelitian yang dilakukan para ahli, sebagian dari anak autis adalah anak yang jenius. Hal ini yang tidak diketahui oleh banyak orang sehingga tidak mengetahui seberapa besar potensi anak autis. Permasalahan anak autis sangatlah tertutup dalam arti tidak terlalu dipublikasikan keberadaanya sehingga kurangnya perhatian dan sosialisasi terhadap anak autis. Bisa dilihat dari keberadaan sekolahsekolah anak autis ditiap kota, jumlahnya yang sedikit membuat anak-anak autis susah untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Hal disebabkan kurangnya sosialisai pemerintah terhadap anak autis di Indonesia ini. Antropologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari manusia dan kebudayaannya dimana manusia memiliki suatu kebiasaan-kebiasaan yang terjadi berulang-ulang sehingga hal tersebut menjadi budaya bagi suatu kelompok-kelompok manusia. Didalam sekolah terdapat individu dan kelompok manusia yang didalamnya
7 Universitas Sumatera Utara
terdapat banyak interaksi-interaksi sosial serta kegiatan-kegiatan sosial yang dapat menjadi suatu obyek penelitian antropologi, dimana budaya mengajar tersebut salah satu obyek penelitian antropologi. Ilmu antropologi pendidikan merupakan suatu penerapan yang penting dalam membentuk budaya mengajar di dalam pendidikan. Menurut F Boas (dalam Koentjaraningrat 1990:228), bahwa pentingnya penelitian mengenai pendidikan sekolah dalam masa transmisi 5 dan perubahan kebudayaan, dimana penyesuaian pendidikan terhadap individu berbeda-beda dan penerapan pengajarannya yang berbeda pula. Dimana antropologi memiliki peran dalam penelitian budaya mengajar karena materi-materi dan konsep-konsep yang ada pada ilmu antropologi. Menurut koentjaraningrat (1990:231), tanggapan yang baik dimiliki ilmu antropologi dalam penelitian pendidikan karena antropologi memiliki pendekatan wawancara yang dianggap sangat berguna untuk memperoleh banyak data, pendekatan antropologi dapat menambah pengertian mengenai masalah transmisi kebudayaan pada umumnya, pendekatan antropologi dapat menambah pengertian mengenai cara mendidik murid-murid dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda dan metode cross-cultural (lintas budaya) yang dikembangkan oleh antropologi dianggap dapat membantu ilmu pendidikan komperatif. Sehingga pendidikan
yang
berhubungan
erat
dengan
kebudayaan
dapat
menjadi
5
Transmisi Budaya adalah suatu upaya atau proses dalam menyampaikan sikap, keyakinan, nilai-nilai, pengetahuan dan juga ketrampilan dari suatu generasi kepada generasi selanjutnya, sehingga budaya tersebut dapat tetap dipertahankan nilai-nilainya. Pengertian transmisi budaya, juga mencakup bagaimana menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Fungsi transmisi budaya masyarakat kepada anak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (1) transmisi pengetahuan dan ketrampilan, (2) transmisi sikap, nilai-nilai dan norma-norma.
8 Universitas Sumatera Utara
topikpembahasan ilmu Antropologi. Berdasarkan uraian diatas mengenai banyak permasalahan pendidikan yang tidak terlepas dari peran budaya, inilah yang menjadi ketertarikan penulis untuk mengkaji bagaimana pola ajar-mengajar para guru di Yayasan Talikasih Medan.
1.2.RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan permasalahan penelitian ini adalah bagaimana budaya proses ajar mengajar di Yayasan Tali Kasih Medan. Dari permasalahan di atas dijabarkan pertanyaan penelitiansebagai berikut: 1. Bagaimana pola pengajaran yang dilakukan para guru di Yayasan Tali Kasih Medan? 2. Bagaimana interaksi antara guru dengan anak autis, guru dengan guru, anak autis dengan anak autis , guru dengan kepala sekolah, guru dengan dengan orang tua murid dan sekolah dengan pemerintah di Yayasan Tali Kasih Medan? 3. Bagaimana pembentukan karakter melalui pendidikan yang dilakukan guru terhadap anak autis di Yayasan Tali Kasih Medan?
9 Universitas Sumatera Utara
1.3. TINJAUN PUSTAKA Pendidikan tidak terlepas dari kebudayaan, karena didalam suatu pendidikan terdapat aturan-aturan, ide-ide, nilai-nilai, gagasan dan aktifitas. Ada tiga wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1987: 186-187). Pertama wujud kebudayaan sebagai ide, gagasan, nilai, atau norma. Kedua wujud kebudayaan sebagai aktifitas atau pola tindakan manusia dalam masyarakat. Ketiga adalah wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud pertama berbentuk abstrak, sehingga tidak dapat dilihat dengan indera penglihatan. Wujud ini terdapat di dalam pikiran masyarakat. Ide atau gagasan merupakan bagian terpenting di dalam masyarakat. Gagasan itu selalu berkaitan dan tidak bisa lepas antara yang satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antara setiap gagasan ini disebut sistem. Nilai-nilai yang ditanamkan dari pendidikan merupakan suatu dasar dalam pembentukan karakter individu. Pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Didalam pendidikan terdapat pedoman yang memberikan arah baik maupun positif terhadap kehidupan manusia. Manusia sangat menggantungkan harapan yang besar terhadap proses dan interaksi yang terjadi dalam dunia pendidikan. Pendidikan dapat dijadikan sebagai instrument peningkatan kemajuan 6masyarakat, perkembangan idiologi, budaya dan ekonomi. Itulah sebabnya pendidikan merupakan sebuah kekuatan sosial sekaligus
6
Pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari/ menuju untuk melahirkan maksud hubungan-hubungan antara semua pokok-pokok masalah antara proses pendidikan dan proses sosial ( Muhyi Batubara 2004: 11).
10 Universitas Sumatera Utara
dapat digunakan untuk melakukan penelitian dan kritik terhadap upaya-upaya pencapain sesuatu dimasyarakat ( dalam Muhyi 2004: 10-11). Menurut Fortes (dalam Koentjaraningrat 1990:230), pendidikan seringkali berupa bimbingan yang dilakukan warga masyarakat dengan cara memberi penerangan, persuasif, ransangan untuk hal-hal yang positif dan menghindari hal-hal yang negatif. Menurut John Dewy ( dalam Santrock 2003: 85), ada 3 ide yang berhubungan dengan pendidikan, yaitu: 1. Pandangan anak sebagai pembelajar yang aktif, yakni: anak-anak harus duduk tenang dikursi mereka dan secara pasif belajar dengan menghafal. 2. Pendidikan harus berfokus pada anak secara menyeluruh dan menekankan adaptasi anak pada lingkungan. 3. Semua anak-anak harus mendapatkan pendidikan secara kompleks. Tidak ada pengecualian
untuk
anak-anak
dalam
mendapatkan
pendidikan.
Bagaimanapun anaknya tetap harus mendapatkan pendidikan yang layak walaupun memiliki penerapan pengajaran yang berbeda.
Walaupun orang telah memahami berbagai teori pendidikan, seseorang tidak boleh menganggap bahwa manusia telah memiliki resep untuk menjalankan tugas dalam pendidikan. Dalam pendidikan tidak dikenal suatu resep yang pasti, karena yang paling utama dalam pendidikan adalah kepribadian dan kreativitas pendidikan, karena dalam kepribadian dan kreativitas pendidikan terdapat berbagai macam pola-
11 Universitas Sumatera Utara
pola pemikiran dan karakter-karekter yangberbeda sehingga tidak memiliki resep yang pasti. Hal ini dikemukakan oleh Prof. Sikun Pribadi dalam bukunya “Landasan pendidikan”,(dalam Burhanudin 2011:3) sebagi berikut: “Itu sebabnya mengapa suatu upaya pendidikan tidak dapat dan tidak boleh dikemukakan dalam bentuk resep atau aturan yang tetap untuk dijalankan. Yang penting bukan resepnya, melainkan kepribadian dan kreativitas pendidik sendiri. Pendidikan (walaupun harus didukung oleh ilmu pendidikan atau pedagogik) dalam pelaksanaannya lebih merupakan seni dari pada teori.” Oleh sebab itu setiap tindakan dalam pendidikan, tidak begitu saja dengan sendirinya dapat menerapkan teori yang ada. Dalam prakteknya kita harus memperhatikan anak itu sendiri, tergantung kepada kepribadian pendidik, situasi dan kondisi lingkungan dan tujuan yang akan dicapai agar dapat menciptakan budaya mengajar pendidik dalam mengajar. Menciptakan budaya mengajar untuk membentuk karakter anak didik menjadi suatu hal yang diperlukan dalam proses belajar mengajar. Budaya mengajar dapat membangun sistem belajar yang baik karena di dalamnya terdapat materi dari suatu kebiasaan yang baik dalam suatu proses mengajar.Budaya mengajar terbagi atas dua kata budaya dan mengajar. dimana setiap katanya mengandung arti yang berbeda dalam penjelasannya tetapi miliki keterkaitan yang erat dalam suatu sistem pendidikan. Menurut E.B Tylor (dalam Poerwanto 2000:52) kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hokum, moral, adat dan berbagai kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai
12 Universitas Sumatera Utara
anggota masyarakat. 7Kebudayaan menjadi pedoman dalam sistem pendidikan. Nilainilai pendidikan yang berjalan dalam suatu sekolah dapat memberikan warna tersendiri bagi sekolah tersebut. Karena sistem-sistem,nila-nilai dan berbagai macam yang dibangun dalam proses belajar-mengajar merupakan hasil pemikiran dan hasil karya cipta manusia dimana hasil pemikiran dan karya cipta manusia merupakan konsep dasar dari kebudayaan. Jadi kebudayaan tidak akan terlepas dari pendidikan. Kluckhohn (dalam Poerwanto 2000: 52-59) mengatakan bahwa dalam setiap kebudayaan makhluk manusia juga terdapat unsur-unsur kebudayaan yang sifatnya universal meliputi sistem organisai sosial, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi, sistem pengetahuan, kesenian, bahasa dan religi.
Semua unsur-unsur
tersebut erat hubungannya dalam pendidikan. Hal ini menyatakan kebudayaan tidak terlepas dari pendidikan karena ketujuh unsur kebudayaan menurut Kluckhohn ada didalam pendidikan dan menjadi unsur pendorong keberadaan suatu pendidikan. Didalam budaya pendidikan, mengajar merupakan bagian dari hal tersebut. Mengajar menjadi suatu alat dalam penyampain pokok materi terhadap anak didik. Didalam mengajar ini terdapat pola-pola dalam memberikan ilmu pengetahuan terhadap anak didik. Menurut Mead (dalam Koenjaraningrat 1990:230), dalam pendidikan masyarakat sederhana, dimana Ia membedakan antara learning cultures (budaya 7
Pengertian kebudayaan menurut Herkovists (https://id.wikipedia.org?wiki/budaya), bahwa kebudayaan adalah segala sesuatu yang diteruskan secara turun temurun dari satu generasi kegenerasi lain, kebudayaan berisikan seluruh nilai, norma, pengertian, ilmu pengetahuan, religious, struktur sosial dan nilai sebagai wujud intelektual dan rasa seni yang menjadi indentitas atau ciri khas sautu masyarakat.
13 Universitas Sumatera Utara
belajar) dan teaching cultures (budaya mengajar). Dalam golongan yang pertama, warga masyrakat belajar dengan cara yang tidak resmi yaitu dengan berperan serta dalam rutin kehidupan sehari-hari, dari mana mereka memperoleh segala pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang mereka perlukan untuk dapat hidup dengan layak dalam masyarakat dan kebudayaan mereka sendiri. Dalam golongan kedua, warga masyarakat mendapat pelajaran dari warga-warga lain yang dianggap lebih tauh. Mengajar menurut Tardif (dalam Winkel 1987: 272) adalah perbuatan yang dilakukan seseorang (dalam hal ini guru) dengan tujuan membantu atau memudahkan orang lain (dalam hal ini siswa) melakukan kegiatan belajar.Mengajar adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh tenaga pengajar, yang menyangkut penyajian materi pembelajaran, supaya siswa dapat mencapai tujuan intruksional tertentu, dimana perbuatan-perbuatan dapat ditentukan dalam rangka persiapan pengajaran seperti menyusun perencanaan pelajaran (dalam Winkel 1987:273). Di dalam sekolah pengajar disebut guru, guru inilah yang menyampaikan materi pembelajaran terhadap siswa. Mengajar memiliki prosedur-prosedur pengolongan. Ada 3 pengolongan prosedurprosedur mengajar menurut Winkel, yaitu: 1. Pola narasi (pengisahan)
: materi pelajaran langsung disajikan oleh guru
dan penyajiannya dipimpin oleh guru pula. 2. Pola perundingan bersama
: materi pelajaran dibentuk oleh guru bersama
siswa. Pimpinan dapat langsung dipegang oleh guru, dapat pula tidak.
14 Universitas Sumatera Utara
3. Pola pemberian tugas
: siswa melakukan kegiatan yang menyangkut
materi pelajaran, yang ditugaskan oleh guru. Khusus pola 2 dan 3 dapat disertai suatu bentuk pengelompokan siswa tertentu, dimana terjadi kerja sama antara tenaga pengajar dengan kelompok siswa atau antara kelompok siswa yang satu dengan yang lain. Tugas pengelolaan belajar terlaksana dalam mendidik dan mengajar. Guru lebih bertindak sebagai pengajar bilamana mendampingi siswa dalam belajar pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan motorik. Peranan sebagai pendidik lebih nampak, bila menuntun siswa dalam belajar sikap dan nilai. Akan tetapi, pembedaan ini tidak bersifat mutlak, seolah-olah guru sambil mengajar tidak mendidik dan sambil mendidik tidak mengajar. Dalam belajar sikap dan nilai terdapat unsur pengetahuan dan pemahaman, serta dalam belajar di bidang kognitif dan motorik kerap terdapat unsur sikap dan nilai, yang dapat sekaligus ditanamkan dan dikembangkan. Hal inilah menunjuk pada komponen mendidik didalam mengajar. Menurut Diaz (dalam Santrock 2009:51), oleh karena adanya bersifat kompleks dan adanya variasi individu diantara siswa-siswa atau anak didik, maka pengajar efektif bukanlah jadi hal yang cocok untuk semua orang atau anak didik. Perbedaan karakter anak normal dengan anak yang tidak normal memiliki pengajaran efektif yang tersendiri dan berbeda-beda. Bilamana berbicara tentang pendidikan sekolah, orang biasanya berpikir tentang pendidikan untuk anak-anak normal yang tidak mempunyai kelainan fisik atau mental. Akan tetapi, terdapat sekelompok anak yang membutuhkan perhatian
15 Universitas Sumatera Utara
khusus dan dalam kasus-kasus tertentu tidak dapat ditampung disekolah biasa. Mereka disebut anak-anak berkebutuhan khusus, yang ternyata tersebar di semua golongan masyarakat. Anak autis termasuk dalam anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan mental. Perlunya pendidikan bagi mereka untuk mendapatkan kehidupan yang layak seperti anak normal lainnya. Anak autis memiliki kelainan mental sehingga memerlukan pendidikan yang berbeda dengan pendidikan anak normal. Krakter yang berbeda membuat anak autis memerlukan pengajaran yang khusus untuk merubah karakternya menjadi lebih baik. Menurut Hembing Wijayakusuma(2004:1-6), anak autisme adalah gangguan perkembangan saraf anak yang kompleks yang ditandai dengan kesulitan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku yang terbatas. Ini menyatakan bahwa anak autisme memiliki makna keadaan yang menyebabkan anak-anak hanya memiliki perhatian terhadap dunianya sendiri. Kelainan anak autisme ini memberikan pola pengajaran yang berbeda agar pembentukan karakter seorang anak dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Pembentukan karakter anak autisme ini menjadi tujuan utama dari pendidikannya. Mulai dari perilakunya, komunikasinya, interaksi dengan teman-temannya dan pola pemikiran anak. Dalam pembentukan karakter ada budaya mengajar tersendiri yang harus dilakukan terhadap anak autis. Agar kepribadian anak autis dapat terbentuk dengan baik. Peran seorang pengajar sangat dibutuhkan dalam hal ini, karena pembentukan karakter anak merupakan proses pengajaran yang sangat sulit.
16 Universitas Sumatera Utara
Waynne (dalam Mulyasa 2011:3) mengemukakan bahwa karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku sehari-hari. Berbicara karakteristik sama halnya berbicara kepribadian, Karena karakteristik masuk dalam kepribadian. Menurut Lickona (dalam Mulyasa 2011:4), ada 3 komponen karakter yang baik, yaitu: 1. Moral knowing ( pengetahuan tentang moral) 2. Moral feeling ( perasaan tentang moral) 3. Moral action ( tindakan moral) Dirjen Pendidikan Agama Islam, Kementerian Agama Republik Indonesia (dalam Mulyasa 2011:4) mengemukakan bahwa karakter dapat diartikan sebagai totalitas ciri-ciri pribadi yang melekat dan dapat diidentifikasi pada perilaku individu yang bersifat unik, dalam arti secara khusus ciri-ciri ini membedakan antara satu individu dengan yang lainnya. Karena ciri-ciri karakter tersebut dapat di identifikasi pada perilaku individu dan bersifat unik, maka karakter sangat dekat dengan kepribadian individu. Kepribadian adalah ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya: keluarga, sekolah, dan lingkungan sekitar. Pencetus pendidikan karakter di Indonesia telah menyusun 9 pilar karakter mulai yang selakyaknya dijadikan acuan dalam pendidikan karakter, baik disekolah maupun diluar sekolah, yaitu sebagai berikut (dalam Mulyasa 2011:5) :
17 Universitas Sumatera Utara
1. Cinta Tuhan dan kebenaran 2. Tanggung jawab disiplin dan mandiri 3. Amanah 4. Hormat dan santun 5. Kasih sayang, peduli dan kerja sama 6. Percaya diri kreatif dan pantang menyerah 7. Adil dan berjiwa kepemimpinan 8. Baik dan rendah hati 9. Toleran dan cinta damai Hal ini yang harus dapat diciptakan dilingkungan sekolah agar dapat membentuk karakter yang baik. Bagaimanapun sekolahnya, pilar ini tetap dijalankan baik untuk anak didik normal maupun tidak normal hanya saja penyampaian penerpannya yang berbeda. Pendidikan karakter pada tingkat satuan pendidikan mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu: nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan sehari-hari serta simbol-simbol yang dipraktekan oleh semua warga sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut dimata masyarakat luas. Pada umumnya pendidikan karakter menekankan pada keteladanan, penciptaan lingkungan, dan pembiasaan
melalui berbagai tugas keilmuan dan
kegiatan kondusif. Dengan demikian, apa yang dilihat,didengar, dirasakan dan dikerjakan oleh peserta didik dapat membentuk karakter mereka. Selain menjadikan
18 Universitas Sumatera Utara
keteladanan dan pembiasaan sebagai metode pendidikan utama, penciptaan iklim dan budaya serta lingkungan yang kondusif juga sangat penting dan turut membentuk karakter peserta didik. Karakteristik dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam perubahannya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi karakteristik anak digolongkan dalam dua faktor ( dalam Sjarkawi 2006:16), yaitu: 1. Faktor internal : faktor yang berasal dari diri orang itu sendiri. Faktor internal ini biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan lahir, seperti anak autis. 2. Faktor ekternal : faktor yang berasal dari luar orang tersebut, seperti pengajaran dalam perubahan karakter disekolah oleh guru yang mengajar.
Menurut Paul Gunaid (dalam Sjarkawi 2006: 11-13) pada umumnya terdapat lima penggolongan kepribadian manusia yang sering dikenal dalam kehidupan seharihari, yaitu : 1. Tipe Sanguin Manusia yang memiliki tipe ini memiliki ciri-ciri antara lain: memiliki banyak kekuatan, bersemangat, mempunyai gairah hidup, dapat membuat lingkungannya gembira dan senang. Akan tetapi memiliki kelemahan antara lain: bertindak sesuai emosinya atau keinginannya. 2. Tipe Flegmatik Manusia yang memiliki tipe ini memiliki ciri antara lain: cendrung tenang, gejolak emosinya tidak tampak, menguasai dirinya dengan baik. Manusia
19 Universitas Sumatera Utara
seperti ini memiliki tipe kelemahan antara lain : tidak mau susah cendrung mengambil sesuatu hal dengan cara muda. 3. Tipe Melamkolik Manusia tipe ini memiliki ciri antara lain: terobsesi dengan karyanya yang paling bagus, mengerti estetika keindahan hidup, perasaannya sangat kuat dan sangat sensitif. Kelemahan ciri ini adalah sangat mudah dikuasi oleh perasaan dan cendrung perasaan yang mendasari hidupnya sehari-hari adalah perasaan yang murung. 4. Tipe Kolerik Manusia yang termasuk tipe ini memiliki ciri antara lain : cendrung berorientasi pada tugasnya dan memiliki disiplin sikap. Kelemahan dari ciri ini antara lain: kurang memiliki rasa kasihan. 5. Tipe Asertif Manusia yang temasuk tipe ini memiliki ciri antara lain: mampu menyatakan pendapat, ide
tegas dalam bersikap, jujur ,berani dan
perasaanya yang halus. Kelemahan dari ciri tidak tampak karena termasuk tipe yang ideal. Dari semua tipe ini juga di miliki oleh masing-masing individu anak autis tetapi yang diambil dari tipe ini adalah kelemahan-kelemahannya. Karena yang dimiliki anak autis adalah kelemahan-kelemahan yang ada pada semua tipe ini. Kepribadian adalah khas bagi setiap pribadi, sedangkan gaya kepribadiaan bisa dimiliki oleh orang lain yang juga menununjukan kombinasi yang berulang-
20 Universitas Sumatera Utara
ulang secara khas dan dinamis dari ciri pembawaan dan pola kelakuan yang sama. Gregory (dalam Sjarkawi 2006: 13) membagi tipe gaya kepribadian kedalam 12 tipe, yaitu: 1. Kepribadian yang mudah menyesuaikan diri Seseorang dengan gaya kepribadian yang mudah menyesuaikan diri dengan orang lain memiliki ciri seperti: komunikatif, bertanggung jawab, ramah santun dan memperhatikan perasaan orang lain. 2. Kepribadian yang berambisi Seseorang dengan gaya kepribadian yang berambisi adalah orang yang benarbenar miliki ambisi terhadap semua hal. 3. Kepribadian yang memengaruhi Seseorang dengan gaya kepribadian yang memengaruhi adalah orang yang terorganisasi dan berpengetahuan cukup yang memancarkan kepercayaan, dedikasi dan berdikari. 4. Kepribadian yang berprestasi Seseorang dengan gaya kepribadian berprestasi adalah orang yang menghendaki melakukan suatu hal dengan cemerlang. 5. Kepribadian yang idealistis Seseorang dengan gaya kepribadian idealistis adalah memandang dirinya seperti dia memandang hidup yang penuh dengan kehati-hatian dalam memilih segala hal.
21 Universitas Sumatera Utara
6. Kepribadian yang sabar Seseorang dengan gaya kepribadian sabar adalah orang yang memang sabar hampir tidak pernah putus asa,ramah-tamah dan rendah hati. 7. Kepribadian yang mendahului Seseorang dengan gaya kepribadian mendahului adalah
orang yang
menjujung tinggi kualitas dan mengerti kualitas. 8. Kepribadian yang perseptif Seseorang dengan gaya kepribadian perseptif adalah orang yang cepat tanggap terhadap kekurangan. 9. Kepribadian yang peka Seseorang dengan gaya kepribadian peka adalah orang yang suka termenung, berintropeksi, sangat peka terhadap suasana jiwa sifat-sifat sendiri, perasaan dan pikiran. 10. Keperibadian yang berketetapan Seseorang dengan gaya kepribadian berketetapan adalah orang yang menekankan pada 3 hal sebagai landasan dari gaya kepribadiannya, yaitu kebenaran, tanggung jawab dan kehormatan. 11. Kepribadian yang ulet Seseorang dengan gaya kepribadian ulet adalah orang yang memiliki jiwa kerja keras.
22 Universitas Sumatera Utara
12. Kepribadian yang berhati-hati Seseorang dengan gaya kepribadian berhati-hati adalah orang yang terorganisasi, teliti,berhati-hati, tuntas dan senantiasa mencoba menunaikan kewajibannya. Semua kepribadian ini memang bagian dari kepribadian orang normal tetapi semua kepribadian ini memiliki kaitan yang erat terhadap anak autis. Kebalikan dari semua kepribadian inilah yang menjadi keperibadian anak autis kecuali keperibadian yang peka. Karena yang paling tetap dalam keperibadian anak autis adalah kepribadian yang peka, karena kepribadian yang peka bersifat sering melakukan tindakan termenung dimana anak autis sangat suka termenung.
1.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengkaji budaya ajar mengajar di Yayasan Tali Kasih Medan. 2. Untuk mengetahui interaksi-interaksi antara guru dengan guru, guru dengan anak autis dan anak autis dengan anak autis. 3. Untuk mengetahui proses pembentukan karakter yang di lakukan oleh guru terhadap anak autis.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah 1. Menambah wawasan tentang pendidikan anak autis yang berbeda dengan pendidikan anak normal lainnya
23 Universitas Sumatera Utara
2. Menambah wawasan tentang prospek dari masa depan anak autis yang telah mendapat pendidikan. 3. Menambah wawasan bagaimana mengajar anak autis sehingga dapat membentuk kepribadian yang lebih baik.
1.5. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode penelitian etnografi dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan etnogarafi berusaha
untuk
menemukan
sebuah
data
ataupun
informasi
yang
dapat
menggambarkan suatu keadaan kebudayaan yang diteliti secara utuh sesuai dengan fokus masalah yang dikaji. Menurut pendapat Spradley (blogspot.com//…/resume/arti-metode-etnografi), etnografi adalah kegiatan menguraikan dan menjelaskan suatu kebudayaan. Etnografi merupakan salah satu dari sekian pendekatan dalam Penelitian Kualitatif. Dalam istilah Yunani, ethnos, berarti masyarakat, ras atau sebuah kelompok kebudayaan, dan etnografi berarti sebuah ilmu yang menjelaskan cara hidup manusia. Pada perkembangan selanjutnya dalam etnografi terjadi banyak perdebatan tentang cara bagaimana manusia (baca peneliti – ‘self’) menjelaskan cara hidup manusia lainnya (‘yang diteliti’ – ‘other’) termasuk di dalamnya tentang cara-cara bagaimana peneliti melihat yang lainnya untuk kemudian menceritakannya kepada manusia lainnya. Etnografi juga diartikan sebagai sebuah pendekatan untuk mempelajari tentang kehidupan sosial dan budaya sebuah masyarakat, lembaga dan setting lain secara
24 Universitas Sumatera Utara
ilmiah, dengan menggunakan sejumlah metode penelitian dan teknik pengumpulan data untuk menghindari bias dan memperoleh akurasi data yang meyakinkan. Sekolah yang merupakan lembaga pendidikan, dimana didalamnya terdapat manusia,norma,nilai-nilai dan kebudayaan menjadi suatu obyek yang dapat dikaji melalui etnografi. Pendekataan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Bogdan dan Taylor (Moleong, 2006:4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data gambaran berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurutnya, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh), sebagaimana koentjaraningrat mengutarakan bahwa para ahli antropologi biasanya memakai istilah holistik untuk menggambarkan metode tinjauan yang mendekati suatu kebudayaan itu sebagai suatu kesatuan yang terintegritas (1980:224). Peneliti langsung melakukan wawancara mendalam terhadap guru dan kepala sekolah mengenai pendidikan yang anak autis disekolah tersebut. Peneliti juga langsung melakukan observasi dengan melihat kegiatan proses belajar menagajar anak autis selain itu juga peneliti mengamati interaksi secara langsung disekolah dengan berada langsung di lingkungan sekolah tersebut. Sugiono mengatakan (2007:140-145), Ada 2 hal yang sangat penting dalam pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, yaitu : observasi dan wawancara.
25 Universitas Sumatera Utara
Adapun metode yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data-data tentang penelitian ini yaitu:
1. Observasi Pengamatan yang dilakukan peneliti dengan cara langsung turun kelapangan, mengamati kegiatan guru,mengamati anak autis, mengamati ke Yayasan Tali Kasih Medan dan mengamati semua aktifitas didalam Yayasan Tali kasih Medan, seperti mengamati pola-pola penerapan pengajaran terhadap anak autis dan interksi anak autis terhadap teman dan guru-guru yang mengajar. Peneliti mengumpulkan data melalui observasi dengan langsung melihat guru memarapkan metode belajar di kelas serta turut mengamati interaksi yang terjadi di Yayasan Tali Kasih terutama di ruang tunggu sebagai tempat bertemunya orang tua dan guru.
2. Wawancara Model wawancara yang saya lakukan adalah dengan membuat interview guide untuk medapatkan data-data yang akurat dilapangan. Penggunaan bahasa yang peneliti lakukan adalah penggunaan bahasa Indonesia dengan gaya bahasa sehari-hari agar tidak membuat informan merasa bosan dari pertanyaan yang diajukan. Yang menjadi sasaran wancara saya adalah kepala sekolah, guru yang mengajar, orang tua murid dan
26 Universitas Sumatera Utara
sedikitnya terhadap anak didik. Karena keterbatasan komunikasi terhadap anak autis maka peneliti menggunakan penyesuaian bahasa dilapangan agar terjadi interksi komunikasi yang baik antara anak autis dengan peneliti. Wawancara peneliti langsung lakukan pada saat proses belajar mengajar dan juga pada saat jam istirahat guru.
3. Data Sekunder Peneliti juga memmbaca beberapa jurnal, buku-buku dan media lainnya yang berhubungan dengan topik untuk memperkuat data-data yang dikumpulkan dan menambah informasi dari data-data yang dikumpulkan. Sesuai dengan buku yang dibaca data yang ada dilapangan tidak jau bedah, jadi kebenaran data peneliti dilapangan diperkuat dengan buku-buku yang sudah dibaca yang sudah peneliti uraikan di BAB I, misalnya seperti cicri-ciri anak autis data dilapangan dengan data yang ada dibuka yang sudah dibaca memiliki kesamaan.
1.6. Pengalaman Penelitian Lapangan Penelitian dilakukan di Yayasan Tali Kasih Medan untuk mengetahui seputar pendidikan anak autis dan pola-pola mengajar yang diterapkan terhadap anak autis. Awal ketertarikan peneliti melakukan penelitian di sekolah ini adalah sekolah ini merupakan sekolah pertama berdiri di Medan yang secara khusus mengajar anak berkebutuhan khusus yaitu anak autis. Awalnya saya ingin melakukan observasi dan
27 Universitas Sumatera Utara
wawancara disekolah ini harus memerlukan izin dari pihak kepala sekolah. Pada saat peneliti mendatangi sekolah ini untuk melakukan observasi serta untuk meminta izin disekolah ini saya bertemu dengan pak Faisal Isnain selaku administrasi disekolah tersebut. Peneliti dan bapak Faisal awalnya bercerita banyak tentang seputar anak autis tentang keadaan sekolah tersebut dalam menghadapi anak autis. Setelah pembicaraan saya tentang bertanya seputar pendidikan anak autis disekolah tersebut, peneliti meminta izin terhadap bapak tersebut untuk dapat melakukan penelitian di sekolah tersebut. Permintaan izin saya terhadap bapak Faisal di tolak untuk melakukan penelitian disekolah tersebut. Beliau mengatakan di sekolah ini sebenarnya tidak boleh dilakukan penelitian karena jika ketahuan oleh orang tua anaknya di teliti maka pihak orang tua tidak akan menyetujui dan bisa menuntut pihak sekolah.
Pak Faisal mengatakan memang pernah mahasiswa melakukan
penelitian disini, itupun karena saudaranya salah satu guru yang mengajar disini dan guru tersebutpun bersedia menjaminin dan bertanggung jawab terhadap mahasisiwa yang melakukan penelitian tersebut. Peneliti menerangkan semua persiapan yang sudah saya lakukan untuk melakukan penelitian disekolah tersebut. Peneliti menjelaskan saya udah membuat proposal untuk penelitian anak autis di sekolah tersebut. Peneliti juga menceritakan kepada pak Faisal betapa susahnya untuk ACC peroposal di jurusan antropologi. Pak Faisal memberikan waktu kepada saya untuk berbicara langsung ke esokan harinya kepada kepala sekolah kebetulan pada saat itu kepala sekolah tidak ada disekolah.
28 Universitas Sumatera Utara
Keesokan harinya Peneliti mendatangi sekolah tersebut, peneliti juga bertemu dengan pak Faisal, bapak tersebut menyuruh saya untuk duduk sebentar dan memanggil kepala sekolah. Setelah beberapa menit menunggu kepala sekolah langsung mendatangi peneliti diruang tunggu dan peneliti langsung memberikan salam terhadap beliau. Kepala sekolah tersebut bernama Ibu Endang, Saya langsung menceritakan maksud tujuan peneliti atas kedatangan peneliti kesekolah terhadap Ibu Endang. Ibu Endang memberikan respon terhap setiap percakapannnya saya, awalnya Ibu Endang tidak memberikan izin peneliti untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut dengan alasan orang tua murid yang tidak suka anaknya di teliti dan di jadikan bahan penelitian mahasiswa. Peneliti juga menceritakan kepada Ibu Endang tentang persiapan saya dan susahnya untuk memberikan ACC judul sekripsi dikampus. Ibu Endang berpikir dan menghubungisalah seorang yang menurut peneliti itu adalah penasehat sekolah tersebut. Setelah melakukan pembicaraan dengan pihak penasehat sekolah Ibu Endang memberikan Izin dan menyuruh peneliti untuk menyerahkan surat izin penelitian lapangan dari kampus. Ibu Endang juga memberitahukan kepada peneliti, selama melakukan penelitian di sekolah tersebut jangan sampai ketahuan dengan orang tua murid yang kadang menunggu anaknya diruang tunggu. Ibu Endang juga memberitahukan tidak boleh mengambil foto sembarangan selama berada di sekolah tanpa seizin dan sepengetahuan guru yang ada disekolah. Karena takut ketahuan oleh orang tua murid kalau peneliti melakukan penelitian disekolah tersebut. Ibu Endang juga
29 Universitas Sumatera Utara
memerintakan kepada peneliti jangan masuk kedalam kelas sebelum diizinkan oleh gurunya. Selama masi belum diizinkan oleh guru untuk masuk kedalam kelas yang sedang melakukan proses belajar mengajar saya di suruh hanya menunggu diruang tunggu selayaknya seperti menunggu jemputan anak yang hendak pulang sekolah. Peneliti menyetujui semua perintah yang diberikan kepala sekolah agar peneliti bisa cepat diizinkan melakukan penelitiaan di sekolah tersebut. Awal peneliti melakukan penelitian di sekolah tersebut pada pertengahan bulan oktober tahun 2015. Hari pertama melakukan penelitian peneliti bingung untuk memulai dari mana. Interview guide yang saya buat seolah tidak menjadi kunci penyelesaian peneliti dalam mencari informasi dilapangan. Pada saat hari pertama peneliti kebanyakan duduk diruang tunggu sambil melihat anak autis yang bermain terhadap guru dan terhadap teman lainnya juga. Kendala terbesar peneliti adalah ketika mengajak anak autis berbicara. Anak autis yang sangat sulit berbicara membuat saya sulit dalam melakukan komunikasi dengan anak autis. Sehingga saya kebanyakan melihat tingkah laku anak autis pada saat diruang tunggu tersebut. Dengan bantuan guru yang mengizinkan peneliti melakukan pengamatan pada saat proses mengajar membuat peneliti cukup mengetahui sedikit tentang anak autis. Pada saat proses belajar mengajar diawal peneliti melakukan penelitian, saya diizinkan oleh Ibu Endang untuk masuk pertama keruangan tempat beliau mengajar, selain beliau kepala sekolah beliau juga turut mengajar disekolah tersebut layaknya guru lain. Peneliti melihat Ibu Endang sangat susah mengajar anak autis melihat kesusahan anak berbicara membuat Ibu Endang harus bisa bersabar dalam mengatasi
30 Universitas Sumatera Utara
anak tersebut. Pernah terlihat saya pada saat Ibu Endang menggunakan intonasi kuat dalam memberitahukan anak autis, Ibu Endang bukan bermaksud untuk marah tapi agar sianak bisa lebih mengerti maksud tujuan guru tanpa disadari si anak hampir melempar guru dengan sesuatu yang ada diatas meja belajar. Ibu Endang langsung mendinginkan suasana agar si anak tidak marah terhadap Ibu Endang. Melihat kejadian tersebut peneliti langsung bisa mengantisipasi perlakuaan yang harus peneliti perbuat dalam mengatasi anak autis selama melakukan penelitian disekolah tersebut. Memang terlihat merepotkan pada saat ada mahasiswa melakukan penelitian sekolah tersebut. Selama saya mengamati diruangan Ibu Endang menggajar, kebanyakan anak didik Ibu Endang menoleh ke peneliti dan terkadang membuat ibu Endang harus memerintahkan anak tersebut untuk melihat bu endang dan mengikuti peroses belajar mengajar. melihat kejadian tersebut yang tadinya saya berada disamping anak autis tersebut peneliti pindah ke belakang anak autis tersebut agar tidak menggangu pandangannya. Ketika ibu Endang keluar dari ruangan hendak menggambil sesuatu, peneliti berusaha mengajak anak tersebut untuk berbicara dan menanyakan siapa namanya tapi anak tersebut hanya diam dan tunduk sambil memegang pensil yang ada diatas meja. Saya berusaha berbicara selembut mungkin tapi anak tersebut tidak mau diajak berbicara dan hanya menunduk saja. Pada saat ibu Endang masuk beliau melihat peneliti berbicara dengan anak autis tersebut tapi di diamin oleh anak tersebut, ibu Endang berbicara kepada anak tersebut untuk menjawab pertanyaan peneliti. Ibu Endang berkata kepada peneliti kalau terhadap orang baru mereka butuh waktu untuk
31 Universitas Sumatera Utara
meresponnya jadi sangat sulit untuk melakukan pendekatan terhadap anak autis ini. Terkadang kita juga harus menggunakan intonasi suara yang lebih kuat agar mereka kadang mau menuruti apa yang kita mau asalkan jangan sampai mereka merasa tertekan. Hari demi haripun terus berlanjut, informasi terbesar yang saya dapatkan hanya dari guru-guru dan guru-guru juga yang membantu menjawab semua pertanyaan yang ada di daftar pertanyaan selain dari pengamatan yang saya lihat dilapangan. Kesulitan peneliti juga terjadi pada saat menggambil foto di lokasi penelitiaan, orang tua yang terkadang menunggu diruang tunggu membuat peneliti sulit menggambil foto ketika anak melakukan interaksi selama diruang tunggu. Begitu juga pada saat anak autis melakukan terapi dengan alat terapi peneliti tidak bisa menggambil foto karena keseringan orang tua mendampingi anaknya dalam melakukan terapi dengan alat terapi. Sehingga pengambilan foto alat terapi yang ada disekolah tersebut saya ambil hanya pada saat ruangan terapi tidak digunakan. Pada saat melakukan wawancara ketika guru melakukan proses mengajar guru teteap memberi respon baik dalam menjawab setiap pertanyaan yang saya sampaikan. Wawancara terhadap guru keseringan peneliti lakukan di dalam kelas pada saat proses belajar maupun saat selesai belajar. Terkadang saya juga membantu proses kegiatan belajar yang dilakukan guru terhadap anak autis seperti ketika menulis, meronce, menggambar dan sebagainnya. Saya juga kadang membantu guru menenangkan anak yang sangat hiperaktif bergerak. Dengan cara ini penelitimembuat
32 Universitas Sumatera Utara
pendekatan agar guru tidak bosan menjawab setiap pertanyaan peneliti. Terkadang guru menceritakan semua masalah pendidikan anak-anak autis disekolah tersebut tanpa ada di daftar pertanyaan saya, keterbukaan guru dalam membantu dalam memberitahukan seputar pendidikan anak autis membuat saya mendapatkan informasi lebih baik. Semua guru yang ada di sekolah tersebut sangat ramah dan sangat terbuka atas setiap wawancara yang saya lakukan. Hanya saja peneliti dikasih kesempatan oleh kepala sekolah selama 45 menit di ruangan saat proses belajar mengajar berlangsung. Hal ini bertujuan agar tidak menggangu perhatiaan sianak selama saya berada di dalam ruangan. Selama peneliti disekolah duduk diruang tunggu merupakan suatu pengamatan yang penting bagi saya untuk mendapatkan informasi. Interaksi semua pihak seperti anak dengan guru, guru dengan orang dan sebagainya sering terjadi di ruang tunggu. Cara berinteraksi antara orang tua dan guru peneliti bisa dapatkan di ruang tunggu ini mulai dari pembicaraan antara guru dengan orang tua mengenai peningkataan anaknya selama disekolah serta kedekatan antara guru dengan orang tua bisa peneliti lihat di ruang tunggu. Interaksi sesama orang tua juga peneliti dapatkan dari pengamatan yang peneliti lihat selama saya duduk diruang tunggu. Pembicaraan antara sesama orang tua yang sering terdengar saya merupakan suatu informasi bagi saya terhadap interaksi sesama orang tua yang ada disekolah tersebut. Kedekatan sesama orang tua mulai dari belanja bersama kadang sering mereka lakukan selama tidak ada kegiataan lain diluar dari menungu anaknya pulang sekolah. Terkadang pembicaraan orang tua
33 Universitas Sumatera Utara
yang saling mendukung sesama anaknya sering terdengar peneliti pada saat mereka menunggu anaknya pulang. Pengamatan observasi yang saya lakukan diruang tunggu sangat membantu saya dalam menggumpulkan data mengenai interaksi yang terjadi selama disekolah tersebut. Kepala sekolah yang ramah dan sangat membantu peneliti terkadang memberikan waktunya untuk berbicara mengenai seputar anak autis diruang tunggu maupun diruang kelas yang kosong. Pembicaraan yang saya lakukan dengan kepala sekolah sangat membantu saya dalam menggumpulkan semua informasi tentang kegiataan yang ada disekolah tersebut. Terkadang kepala sekolah menggarahkan saya keruangan mana saja yang boleh saya masukin untuk melakukan wawancara dengan guru. Kepala sekolah juga memesankan kepada peneliti untuk tidak menggambil photo wajah anak autis pada saat proses belajar mengajar. Foto yang diambil harus membelakangi kamera, hal ini bertujuan untuk menghindari agar foto wajah anak tidak tersebar dan ini merupakan sebagai bentuk antisipasi sekolah dalam menjaga kerahasian anak muridnya.
34 Universitas Sumatera Utara