BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian Pengobatan dengan bahan alam (tanaman, hewan dan mineral) sudah dikenal sejak awal keberadaan manusia. Di Indonesia, obat tradisional digunakan dalam berbagai macam pengobatan berdasarkan pengalaman empirik secara turun temurun. Seiring dengan perkembangan budaya Indonesia dan ditunjang oleh alam Indonesia yang kaya akan bahan-bahan alam maka penggunaan obat tradisional menjadi bagian dari kehidupan masyarakat modern (Agoes, 2007). Menurut data WHO, 80% penduduk dunia memanfaatkan obat tradisional sebagai tindakan preventif maupun kuratif. Besarnya dukungan masyarakat terhadap penggunaan obat tradisional menyebabkan perlu adanya pengembangan obat tradisional agar dapat memenuhi persyaratan aman, efektif dan berkualitas (Mahatma, 2005). Selain itu lebih kurang 20% resep di negara maju sudah memuat tanaman obat atau bahan berkhasiat yang berasal dari tanaman, sedangkan di negara berkembang hal tersebut dapat mencapai 80% (Agoes, 2007). Di Hongaria, sediaan farmasi yang berasal dari herbal telah dikembangkan dalam berbagai bentuk sediaan farmasi yaitu aerosol, kapsul, tablet kunyah, krem, tablet salut gula, drops, emulsi, gel, granulat, inhaler batang, pets (patch) obat minyak, salep, serbuk, larutan, supositoria, suspensi sirup, campuran teh, dan tonikum. Bahkan di India, herbal juga
telah
dikembangkan
dalam
xxii
bentuk
sediaan
23
injeksi. Oleh karena itu, di Indonesia para ahli farmasi perlu mengetahui tentang teknologi bahan alam untuk mentransformasikan bahan alam menjadi bentuk sediaan farmasi baru (Agoes, 2007). Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup banyak ditemukan di masyarakat sekarang ini baik pada pria maupun wanita. Obesitas atau kegemukan diartikan sebagai ketidakseimbangan jumlah makanan yang masuk dibanding dengan pengeluaran energi oleh tubuh. Obesitas bukan hanya tidak enak dipandang mata tetapi dapat mengganggu kesehatan. Seseorang yang menderita obesitas akan berisiko lebih besar untuk terserang jantung koroner, diabetes melitus, tekanan darah tinggi dan arthritis (Guyton, 1997; Purwati dkk., 2002). Ada beberapa cara untuk mengatasi obesitas yaitu dengan mengurangi jumlah makanan yang masuk ke dalam tubuh, melakukan aktivitas fisik dan menggunakan produk-produk pelangsing baik obat sintetis, contohnya sibutramin (agonis serotonin) dan fenfluramin maupun obat bahan alam antara lain: delima, lempuyang, bangle, buah mengkudu, meniran, daun pecut kuda, temu kunci, temu ireng, daun jati belanda, temugiring dan teh (Mardisiswojo & Radjakmangun, 1971; Purwati dkk., 2002). Delima merupakan tanaman buah yang cukup populer di Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh tidak hanya di dataran rendah tapi juga di dataran tinggi dan dapat diperbanyak secara generatif (biji) maupun vegetatif (cangkok, okulasi). Berdasarkan studi literatur, buah delima mempunyai efek farmakologi, di antaranya adalah sebagai anti obesitas (Mardisiswojo & Radjakmangun, 1971). Di Indonesia dikenal dua
24
varietas delima (Punica granatum L.) yaitu delima putih dan delima merah. Delima putih biasa digunakan untuk tujuan pengobatan karena kandungan polifenolnya lebih tinggi dibandingkan delima merah (Astawan, 2008; Heyne, 1987). Bagian tanaman yang banyak digunakan untuk pengobatan adalah kulit buahnya. Dari hasil skrining fitokimia kulit buah delima putih didapat senyawa golongan alkaloid dan tanin pirogalol. Kadar tanin dalam kulit buah delima putih 22,082 ± (0,307.10-2) % (Indrafatma, 1994). Ditinjau dari farmakologi diketahui bahwa ekstrak etanol kulit buah delima yang diberikan pada tikus putih jantan secara oral, dengan dosis 2 g/kg BB dan 3 g/kg BB terdapat perbedaan yang bermakna antara penurunan nafsu makan dan berat badan tikus kelompok kontrol dengan tikus kelompok perlakuan (Christina, 2000). Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan dosis 2 g/kg BB karena dengan dosis tersebut sudah memberikan efek penurunan nafsu makan dan berat badan tikus putih jantan. Berdasarkan penelitian Rahayu (2007) pemberian ekstrak kulit buah delima (Punica granatum L.) dengan pelarut etanol 96% secara oral pada tikus putih jantan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan nafsu makan bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kandungan kimia dari kulit buah delima yang diduga dapat menurunkan berat badan dan nafsu makan adalah tanin, tetapi juga tidak menutup kemungkinan ada senyawa lain yang terlarut dalam etanol 96% (punicalin dan punicagalin) yang dapat menurunkan berat badan dan nafsu makan.
25
Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk pengembangan dalam pemanfaatan tanaman delima adalah teknologi formulasi dengan bahan dasar berupa ekstrak buah delima menjadi bentuk sediaan tablet. Adapun keunggulan bentuk sediaan tablet adalah biaya pembuatan yang lebih ekonomis karena tidak memerlukan cangkang seperti pada sediaan kapsul, lebih tahan terhadap kontaminan (tamperproof) artinya tablet memiliki wujud yang padat-kompak sehingga sulit untuk dimasuki bahan asing / bahan berbahaya dalam bentuk serbuk maupun cairan selama proses distribusi (Banker & Anderson, 1994). Ada beberapa metode pembuatan tablet, yaitu metode granulasi basah, granulasi kering dan kempa langsung. Pada penelitian ini digunakan metode granulasi basah. Cara ini merupakan cara yang paling umum digunakan untuk membuat tablet dari ekstrak tanaman karena pada umumnya ekstrak bersifat higroskopis dan memiliki sifat alir serta kompresibilitas yang kurang baik, terutama jika dosis bahan aktif besar (Agoes, 2007). Untuk menghasilkan tablet dengan mutu yang baik dan memenuhi persyaratan, pemilihan dan komposisi bahan-bahan pembantu (eksipien) memegang peranan penting. Pemilihan eksipien ini meliputi bahan pengisi, pengikat, disintegran, glidant, dan lubrikan. Dengan adanya bahan pembantu ini diharapkan tablet yang dihasilkan mempunyai keseragaman bobot, kekerasan dan disolusi bahan aktif yang baik dan memenuhi persyaratan (Lieberman & Lachman, 1980). Amilum merupakan bahan penolong yang sering digunakan pada pembuatan tablet sebagai pengisi, pengikat, penghancur, dan kadang kala dipergunakan sebagai
26
stabilisator bagi zat berkhasiat yang higroskopis, ataupun bagi zat berkhasiat yang tidak stabil karena pengaruh lembab (Burinson, 1986). Salah satu modifikasi amilum yang banyak dikembangkan adalah amilum pregelatinasi yang telah mengalami proses kimia atau proses mekanik yang memecah seluruh atau sebagian butir-butir amilum menghasilkan bentuk dengan perubahan sifat daya ikat, kelarutan dan viskositas dibandingkan dengan amilum pada umumnya sehingga memberikan nilai teknologi yang lebih baik. Nama lain dari amilum pregelatinasi adalah compressible starch, prejel, starch 1500, merigel, pharmagel (Wade & Weller, 2006). Pada penelitian ini digunakan amilum pregelatinasi yang berasal dari amilum biji Zea mays L. (amylum maydis) dimana 80% amilum mengalami modifikasi sedangkan 20% merupakan bentuk yang tidak mengalami modifikasi. Hal ini menyebabkan sebagian amilum tidak dapat larut dalam air dan berfungsi sebagai disintegran sedangkan bagian yang terlarut berfungsi sebagai pengikat pada tablet. Karena sifatnya yang tidak seluruhnya larut dalam air ini, maka pencampuran amilum pregelatinasi sebagai pengikat dilakukan dengan metode granulasi basah dengan penambahan kering (Newman et al, 1996; Schwartz et al, 1975). Amilum pregelatinasi mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan amilum biasa yaitu memiliki sifat alir serta kompresibilitas yang lebih baik. Keunggulan amilum pregelatinasi dibandingkan dengan amilum biasa menyatakan bahwa amilum pregelatinasi selain mempunyai kelarutan yang lebih baik juga berfungsi sebagai pengikat internal yang lebih kuat sehingga dalam formulasi tablet
27
amilum pregelatinasi menghasilkan tablet dengan kekerasan, disintegrasi dan disolusi yang lebih baik. Konsentrasi lazim amilum pregelatinasi sebagai pengikat dan disintegran adalah 5-10% (Schwartz et al, 1975; Thelma & Donald, 1972; Wade & Weller, 2006). Pada studi terdahulu yang berjudul ”Pengaruh Kadar Bahan Pengikat Starch 1500 terhadap Mutu Fisik dan Laju Disolusi Tablet Parasetamol” oleh Hasanah (1999) diperoleh hasil bahwa semakin besar konsentrasi starch 1500, menyebabkan waktu hancur dan kerapuhan tablet semakin kecil, sedangkan kekerasan dan %ED semakin meningkat. Penelitian lain dengan judul ”Pengaruh Penambahan Starch 1500 sebagai Disintegran terhadap Laju Disolusi Tablet Piroksikam 20 mg” oleh Jak’iya (2003) diperoleh hasil bahwa semakin besar konsentrasi starch 1500 menyebabkan waktu hancur, kekerasan, dan kerapuhan semakin kecil sedangkan %ED semakin meningkat. Berdasarkan hasil kedua penelitian tersebut dapat dilihat bahwa walaupun starch 1500 digunakan sebagai bahan pengikat, efek sebagai disintegrannya lebih dominan. Hal ini dapat dilihat dari waktu hancur tablet yang semakin kecil dan %ED yang semakin meningkat apabila konsentrasi starch 1500 semakin besar. Oleh karena itu pada penelitian ini diharapkan dapat diperjelas efek amilum pregelatinasi yang lebih dominan dengan bahan alam sebagai bahan aktif yaitu ekstrak kulit buah delima putih.
28
1.2. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perumusan masalahnya adalah: apakah perbedaan konsentrasi amilum pregelatinasi (5%, 7,5%, 10% dan tanpa amilum pregelatinasi) sebagai eksipien dalam sediaan tablet ekstrak kulit buah delima putih (Punica granatum L. var. album) berpengaruh pada kerapuhan, kekerasan, waktu hancur dan disolusi tablet?
1.3. Tujuan Penelitian Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi amilum pregelatinasi (5%, 7,5%, 10% dan tanpa amilum pregelatinasi) terhadap kerapuhan, kekerasan, waktu hancur dan disolusi tablet.
1.4. Hipotesis Penelitian Perbedaan konsentrasi amilum pregelatinasi (5%, 7,5%, 10% dan tanpa amilum pregelatinasi) berpengaruh pada kerapuhan, kekerasan, waktu hancur dan disolusi tablet.
1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan formula bentuk sediaan yang lebih praktis pemakaiannya, yaitu bentuk sediaan tablet kulit buah delima putih (Punica granatum L. var. album).