BAB I PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang Masalah Masuknya Injil1 dan Kekristenan di Biak2 ternyata tidak menghilangkan agama asli3 yang diwarisi oleh orang Biak sejak para leluhur yaitu, Koreri.4 Kepercayaan terhadap Koreri ini telah diwariskan secara turun-temurun yang lahir dari pengalaman manusiawi mereka. Koreri adalah suatu jawaban atas persoalan-persoalan yang sulit dalam kehidupan masyarakat dan perorangan (pribadi).5 Ada empat macam kesulitan yaitu: pertama, kesakitan. Kedua, kematian. Ketiga, keadaan alam dan keempat, kejahatan dosa. Di dalam kesulitan-kesulitan itu mereka percaya akan kehidupan kekal di dunia ini, pengharapan tentang dunia baru, dan keadaan yang lebih baik. Kepercayaan terhadap Koreri telah mendarah daging di dalam kehidupan jemaat-
1
Injil pertama kali masuk di Tanah Papua pada tanggal 5 Februari 1855 dibawa oleh Ottow dan Geisller. Di kepulauan Biak Numfor Injil pertama kali diterima oleh Guru Petrus Kafiar pada tanggal 26 April 1908. F. J. S. Rumainum, Guru Petrus Kafiar, (Jayapura: Kantor Pusat GKI di Irian Barat, 1966), p.47 Sebelum orang Biak-Numfor menerima Injil, mereka telah menganut kepercayaan terhadap Koreri. Lih, F. C. Kamma, Ajaib Di Mata Kita I, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981), p. 65-67 2 Suku Biak adalah salah satu dari 250 suku di Tanah Papua. Suku ini merupakan penduduk asli yang mendiami kabupaten Biak-Numfor, Propinsi Papua. Biak-Numfor terdiri atas gugusan pulau (pulau Biak, Numfor, Supiori dan kepulauan Padaido) terpisah dari pulau Papua (Tanah Besar). 3 Rahmat Subagya memakai istilah agama asli yang berarti kerohanian khas dari satuan bangsa atau suku bangsa, sejauh itu berasal dari dan diperkembangkan di tengah-tengah bangsa itu sendiri dan tidak dipengaruhi oleh kerohanian bangsa lain atau menirunya, dalam buku: Agama dan Alam Kerohanian Asli Indonesia, (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1986), p.1 4 Kata Koreri terdiri dari “ko” (kami/kita), “rer” (kulit semu) dan “i” (kata sifat). Kulit semu dimaksudkan adalah kulit binatang seperti ular yang dapat membuang kulitnya yang lama dan memakai kulit baru. Secara harafiah “Koreri” berarti, kami/kita membuang kulit lama dan memakai kulit baru. Jadi kata Koreri berarti kita menggantikan kulit, artinya kita menjadi baru kembali dalam arti yang luas. Dalam arti luas kata korer dengan imbuhan “i” menjadi koreri berarti suatu kehidupan yang tidak mengenal penderitaan fisik maupun batin, tidak ada tekanan ekonomi, tekanan politik, penyakit atau kematian, yaitu suatu kehidupan bahagia yang abadi sifatnya (masa bahagia). 5 J. Mamoribo, Benteng Yenbekaki dan Pergerakan Koreri (Jayapura: GKI Papua, 1971), p.2
1
jemaat Gereja Kristen Injili (GKI) Tanah Papua6 di Biak, khususnya bagi warga jemaat suku asli Biak. Kepercayaan Koreri ini didasarkan pada mitos Manarmakeri. Mitos Manarmakeri hidup dan berakar di kalangan orang Biak yang senantiasa mengharapkan suatu “masa bahagia” melalui kedatangan Sang Mesias yaitu, Mansar Manarmakeri.7 Mitos Manarmakeri menceriterakan tentang seorang tua yang sakti (Mansar Manarmakeri) yang pada zaman dahulu kala pernah ada dan telah mengisi jiwa orang Biak dengan gambaran pembebasan dan pengharapan yang indah dan menyenangkan. Mitos Manarmakeri ini dikenal benar oleh orang Biak serta terus mengiringi pekerjaan para zendeling.8 Ketika para Zendeling mengabarkan Injil tentang Yesus Kristus, manusia baru, langit dan bumi baru, kebangkitan orang mati, kedatangan Yesus Kristus kembali ke dunia pada setiap ibadah hari Minggu, maka orang Biak menarik kesimpulan bahwa ternyata ada kesamaan antara tokoh Manarmakeri dalam mitologi Biak dengan tokoh Yesus dalam Injil. Dalam kaitan dengan pemahaman demikian itu menurut Jaesrich9 yang dikutip oleh Kamma mengatakan bahwa “Orang Biak itu berkata bahwa Manggundi10 yang telah menciptakan Pulau Numfor adalah Tuhan Yesus, dan mereka menamakannya Manggundi, sedangkan orang Belanda
6 Pada tanggal 26 Oktober 1956 dibentuklah persekutuan gereja-gereja yang disebut dengan Gereja Kristen Injili (GKI) Irian Jaya yang sekarang dikenal dengan nama Gereja Kristen Injili di Tanah Papua. Dalam penulisan selanjutnya disebut GKI Papua-Biak. 7 Mansar adalah istilah yang biasanya dipakai oleh orang Biak untuk laki-laki yang telah berumur. Manarmakeri terdiri dari tiga suku kata yaitu, “man” yang berarti laki-laki, “armaker” adalah kudisan dan “i” adalah kata ganti/penunjuk. Jadi Mansar Manarmakeri adalah laki-laki tua yang berkudis. 8 F. C. Kamma, Ajaib Di Mata Kita I, p. 66 9 Jaesrich adalah zendeling yang ketiga (1862). Lih, F.C. Kamma, Ajaib Di Mata Kita I, p. 160 10 Manggundi adalah Mansar Manarmakeri yang telah berubah menjadi Manggundi yang berarti Tuhan sendiri.
2
menamakannya Yesus”.11 Mengenai Koreri ini, Kamma12 juga menulis sebagai berikut: “bila orang percaya Koreri mendengar Injil, mereka merasa bahwa apa yang dijanjikan dalam Koreri terdapat juga dalam Injil Yesus Kristus”.13 Orang Kristen Biak menerima dan mempercayai Injil bukan sebagai suatu berita baru, melainkan sebagai berita Koreri yang telah lama diketahui hanya namanya saja yang dirubah.14 Pengharapan orang Kristen Biak tidak terealisasi di dalam kehidupan sehari-hari mereka. Orang mati tidak dibangkitkan. Mereka masih tetap berhadapan dengan kematian, penyakit bahkan usaha-usaha sosial ekonomi (berkebun, nelayan, berburu dan lain-lain) semakin berkurang dan merosot.15 Padahal sebelum menerima Injil usaha-usaha mereka senantiasa berhasil dengan baik. Oleh karena itu ketidakberhasilan itu dilihat sebagai bentuk kemurkaan dari Manarmakeri terhadap perubahan-perubahan yang masuk. Kondisi inilah yang membuat orang Kristen Biak menjadi suam dan pasif terhadap usaha-usaha pembangunan (pada masa zendeling hingga pemerintah Indonesia) yang masuk dari luar karena dianggap penghalang datangnya Koreri.16 Dalam konteks seperti yang telah diuraikan di atas, sering kali muncul gerakangerakan besar dan berpengaruh yang distimulir oleh mitos Manarmakeri di dalam
11
Dikutip dalam F.C. Kamma, Ajaib Di Mata Kita I, p. 202 Kamma adalah pendeta zending yang bekerja di Papua, khususnya di Ginyem (1931-1932) dan di Sorong (1933-1942). Setelah itu kembali ke negeri Belanda karena alasan kesehatan dan pada tahun 1954 kembali bekerja di Papua hingga tahun 1962. Lih, F. C. Kamma, Ajaib Di Mata Kita I, p. xvii 13 F.C. Kamma, Ajaib Di Mata Kita I, 14 A. Mampioper, Mitologi dan Pengharapan Masyarakat Biak, (Jayapura, 1976), p.99 15 A. Mampioper, Mitologi dan Pengharapan Masyarakat Biak, (Jayapura, 1976), p.99 16 Yan Pieter Karafir, Pola-Pola Ekonomi Daerah Pedesaan di Kabupaten Yapen Waropen, dalam Kebudayaan dan Pembangunan Irian Jaya diedit oleh E. K. M., (Jakarta:LIPI), p.170 12
3
kehidupan jemaat-jemaat GKI Papua-Biak. Gerakan Koreri17 pertama yang direkam secara tertulis (sekitar tahun 1855) rupanya terjadi di tengah-tengah para penduduk asli pulau Numfor. Banyak persembahan dibawa ke hadapan konoor (utusan Manarmakeri, yang membawa berita tentang kedatangannya kembali).18 Sejak tahun 1855-1900 tercatat 37 kali gerakan Koreri di Biak.19 Pada tahun 186020 dua orang dari Numfor menyatakan bahwa mereka telah ke surga selama lima hari. Mereka mengumumkan bahwa orang-orang mati akan muncul kembali. Orang-orang tidak akan mati lagi. Makanan dan minuman akan ada untuk setiap orang tanpa mereka harus bekerja. Kedua orang ini mempunyai banyak pengikut. Gerakan Koreri yang terbesar terjadi pada tahun 1963 dan pada tahun 1974.21 Gerakan Koreri tidak hanya berpengaruh pada perilaku keagamaan dan sosial orang Kristen Biak, namun juga berkembang ke arah nasionalisme.22 Misalnya, bendera Papua yang berlambang bintang kejora, Sampari dalam bahasa Biak, sebagai simbol kemakmuran yang akan datang dalam mitologi Manarmakeri.23 Dengan diciptakannya bendera khas Papua, dengan gambar Bintang Kejora dipercayai mempunyai kekuatan magis yang telah menolong Manseren dalam pencariannya akan Tuhan. Oleh karena itu pengibaran bendera Papua dipercaya akan memberi kekuatan magis yang membantu orang Kristen Biak dalam perlawanan 17
Gerakan Koreri adalah sebuah konsentrasi (pemusatan) sekelompok kecil atau besar orang percaya yang menyiapkan kembalinya Mansar Manamakeri beserta kerajaan damai sejahtera. 18 John G. Sterlan & Jan Godschalk, Kargoisme di Melanesia: Suatu Studi Tentang Sejarah dan Teologi Kultus Kargo, (Jayapura, 1989), p.8 19 F.C. Kamma, Koreri: Messianic Movement In The Biak Numfor Area (The Hague: Martinus Nijhoff 1972), p.104-134 20 John G. Sterlan & Jan Godschalk, Kargoisme di Melanesia: Suatu Studi Tentang Sejarah dan Teologi Kultus Kargo, p.8 21 A. Mampioper, Mitologi Dan Pengharapan Masyarakat Biak, (Jayapura, 1976), p.43 22 Robin Osborne, Kibaran Sampari: Gerakan Pembebasan OPM dan Perang Rahasia di Papua Barat, (Jakarta: ELSAM, 2001), p. 23 23 George J. Aditjondro, Cahaya Bintang Kejora(Papua Barat dalam Kajian Sejarah, Budaya,Ekonomi, dan Hak Asaasi Manusia), (Jakarta: ELSAM 2000), p.28
4
terhadap pengaruh luar. Orang Kristen Biak masih memegang kepercayaan ini hingga sekarang. Pengibaran bendera yang dijadikan bentuk aksi perlawanan tanpa kekerasan terhadap pemerintah Indonesia. Salah satunya adalah
peristiwa pada tanggal 9
Februari 1984, yang menjadi awal dari rentetan peristiwa yang menyebabkan orang Papua meninggalkan tanahnya untuk mencari perlindungan ke PNG.24 Di dalam perkembangan selanjutnya hingga sekarang ini pengharapan dari mitologi Manarmakeri masih hidup bahkan mempunyai peranan penting di dalam kehidupan jemaat-jemaat GKI Tanah Papua di Biak Pada tahun 2002 seorang Kristen Biak menyatakan bahwa dirinya adalah utusan Manarmakeri. Menurutnya, Manarmakeri adalah Imam Allah yang Maha Tinggi dan tahun ini adalah tahun penggenapan dari penantian mereka akan datangnya Mansar Manarmakeri. Gerakan ini disebut Kerajaan Matahari Terbit sebagai wujud dari apa yang selama ini digumuli oleh bangsa Papua dan non Papua (orang Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Maluku, NTT, Sumatera) untuk menjadi warga Kerajaan Papua. Pada tahun 2003 muncul kembali gerakan Koreri yang diberi nama gerakan “Farkankin Sandik” di dalam Jemaat GKI “Pniel” Urfu, Biak Selatan yang terletak di bagian barat Pantai Kota Biak. Pemimpin gerakan ini adalah Esau Korwa. Gerakan ini pun menampilkan ideologinya dari konsep mitologi Manarmakeri yang menyatakan bahwa Manarmakeri adalah raja yang pernah tersirat dalam Injil. Menurut mereka lembaran terakhir Injil tentang Yesus selaku figur Manarmakeri yang sebenarnya lahir di Biak tetapi sengaja disobek oleh para Zendeling. Injil sedang diberitakan tetapi 24
Robin Osborne, Kibaran Sampari: Gerakan Pembebasan OPM dan Perang Rahasia di Papua Barat, (Jakarta: ELSAM, 2001), p. 24
5
mereka masih menyembunyikannya. Alkitab dijadikan sebagai pendukungnya untuk menilai Yesus adalah jalan kebenaran dan hidup yang mempunyai kemiripan dengan mitologi Manarmakeri. Adapun kegiatan-kegiatan mereka adalah ibadah, wor25, dan kerja bakti. Ibadah yang dilakukan menurut tata ibadah GKI di Tanah Papua, termasuk pemberitaan firman tentang Injil Yesus Kristus, karena seluruh anggota persekutuan doa Farkankin Sandik masih tetap berstatus sebagai anggota GKI Tanah Papua di Biak. Gerakan “Farkankin Sandik” masih tetap ada hingga sekarang ini. Gerakan Koreri sering kali terjadi walaupun orang Kristen Biak sudah mengetahui bahwa gerakan Koreri ini tidak pernah mewujudkan pengharapan mereka. Namun setiap kali muncul seorang konoor26, berbondong-bondong mereka mengikuti dan mempercayai konoor itu. Keadaan ini membuktikan bahwa kepercayaan terhadap mitos Manarmakeri begitu mendalam dan membangkitkan semangat orang Kristen Biak.27 Dugaan penulis, dengan mengulangi kembali mitos Manarmakeri melalui gerakan Koreri, ada dua hal yang mungkin diperoleh mereka yaitu; pertama, memperoleh pengalaman mitis melalui perjumpaan dengan yang ilahi. Kedua, orang Kristen Biak menunjukkan keberadaan atau identitas mereka melalui mitos Manarmakeri. Dengan demikian ada dua hal yang dilakukan oleh orang Kristen Biak yaitu; pertama, penghayatan orang Kristen Biak terhadap mitos Manarmakeri khususnya 25
Wor adalah bernyanyi dan menari. Mereka bernyanyi pujian kepada Mansar Manarmakeri. Nyanyiannyanyian tersebut biasanya memakai waktu-waktu tertentu. Misalnya Randan, dinyayikan pada jam 02.00 pagi. Nyanyian ini merupakan nyanyian persiapan karena Mansar Manarnakeri akan datang. Dalam nyanyian ini para pengikutnya sudah siap menari. 26 Konoor adalah seorang yang meyatakan diri sebagai penghubung dari Manarmakeri yang akan datang kembali, lih. Ajaib Di Mata Kita I , Kamma, p. 227 27 Ukur & Cooley, Benih Yang Tumbuh VIII: Suatu Survey Mengenai Gereja Kristen Irian Jaya, (Jakarta, 1977), p. 310
6
dalam penantian kedatangan kembali Manarmakeri dengan “masa bahagia” menyebabkan tingkah laku emosional begitu kuat sehingga kerap kali muncul melalui gerakan-gerakan Koreri. Di mana gerakan-gerakan Koreri ini menjadi wahana untuk merespon kemajuan dan pembangunan yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun gereja. Kedua, perjumpaan mitos Manarmakeri dan Alkitab memiliki kecenderungan mitos Manarmakeri adalah bagian dari Alkitab yang telah hilang. Di dalam perjumpaan itu, orang Kristen Biak menyamakan Manggundi (Manarmakeri yang telah menjadi Tuhan sendiri) dengan Yesus Kristus. Apa yang dilakukan orang Kristen Biak di dalam perjumpaan ini sebagai bentuk pertahanan diri dari kepercayaan mereka terhadap Kekristenan. Bertolak dari upaya untuk menyamakan isi mitos Manarmakeri dengan Alkitab bahkan Manggundi dengan Yesus, nampak dengan jelas bahwa perjumpaan mitos Manarmakeri dan Alkitab memiliki kesamaan maka keduanya dapat hidup bersama tanpa dipertentangkan. Kesamaan-kesamaan itu pun terlihat di dalam pengharapan akan datangnya kembalinya seorang penyelamat dan kehidupan baru (masa bahagia). Berkaitan dengan uraian di atas maka, muncul beberapa pertanyaan antara lain, mengapa mitos Manarmakeri dapat membangkitkan semangat orang Kristen Biak walaupun dalam kenyataannya pengharapan mereka tidak terwujud? Apakah dengan menyatakan kesamaan itu maka keduanya dapat disatukan? Apakah semudah itu dapat diterima? Dalam kenyataannnya sejak para zendeling maupun GKI di Tanah Papua mengambil sikap penolakan (tidak menyetujui) terhadap apa yang telah dipahami orang Kristen Biak dengan menyamakan keduanya. Sikap gereja terhadap kepercayaan
7
mereka cenderung negatif serta ragu-ragu didalam menjawab pandangan lokal orang Kristen Biak.28 .Orang Kristen Biak mencoba memaknai Alkitab dalam budaya mereka, dengan menghayati cerita yang mereka miliki tanpa perekaan atau pemaknaan. Kenyataan yang terjadi dalam proses penginjilan dan pengembangan iman orang Kristen Biak adalah kecenderungan membawa Injil ke dalam kebudayaan mereka dan mengulangi cerita, yang secara umum memiliki kesamaan dengan cerita yang dimiliki tanpa adanya pemahaman dan pemaknaan secara baik. Lantas bagaimanakah mitologi Manarmakeri seharusnya diperlakukan? Pertanyaan selanjutnya adalah apakah pemaknaan baru dapat ditemui dan bagaimanakah caranya? Berkaitan dengan ini, menurut Thime yang dikutip oleh Kamma29 mencoba untuk memberi beberapa catatan sekitar penguraian mitos Manarmakeri sebagai tugas teologi biblika. Menggumuli satu mitos yang bukan Kristen dengan tujuan sebenarnya mencari jalan untuk dapat mengucapkan pengakuan Alkitab ke dalam lingkungan yang dipengaruhi mitos Manarmakeri. Mengomentari hasil tafsiran Thime menurut penulis, Thime mencoba melakukan suatu usaha teologi kontekstual namun masih nampak dari hasil tafsirannya yang tetap berupaya membawa Injil ke dalam kebudayaan orang Kristen Biak. Mitos Manarmakeri merupakan salah satu sumber dalam berteologi di dalam kehidupan jemaat-jemaat GKI Papua-Biak. Mitos Manarmakeri dipahami sebagai
28
Menurut Th. Mawene dalam tulisan Teologi Pembebasan, menyatakan bahwa tidak pernah terjadi sebuah dialog yang jujur dan adil mengenai hal ini, baik secara tertulis maupun secara lisan. 29 F.C. Kamma, Ajaib Di Mata Kita I, p. 202; Bandingkan juga Feije Duim & David Sulistyo, Dengan Segenap Hatimu, (Jayapura: ABLIT STT GKI, 1988), p. 198
8
cerita Allah, karena di situ juga terungkap bahwa di dalam kesulitan-kesulitan mereka percaya akan kehidupan kekal di dunia ini, pengharapan tentang dunia baru, keadaan yang lebih baik, dan lebih berkeadilan. Mereka menyuarakan kerinduan jiwa manusia untuk mendapatkan arti, kekuatan dan kepastian pada sumber-sumber yang mengatasi dunia ini.30 E.G. Singgih berpendapat bahwa usaha untuk lebih menonjolkan kekayaan yang ada pada diri kita sendiri adalah sah, yang memang seharusnya dilakukan sebagai tanda kedewasaan gereja setempat.31
1. 2. Perumusan Masalah 1. Mengapa mitos Manarmakeri mempunyai pengaruh yang sangat kuat bagi orang Kristen Biak? Bagaimana Orang Kristen Biak memaknai mitos Manarmakeri? 2. Bagaimanakah pemahaman Alkitab mengenai tema-tema yang berhubungan dengan mitos Manarmakeri? 3. Bagaimana mendialogkan mitos Manarmakeri yang sangat kuat di dalam kehidupan orang Kristen Biak dengan pemahaman Alkitab?
1. 3. Tujuan Penulisan 1. Memperoleh pemahaman tentang kekuatan mitos Manarmakeri. 2. Menghasilkan makna baru terhadap mitos Manarmakeri dan Alkitab.
30
C. S. Song, Sebutkalah Nama-Nama Kami: Teologi Cerita Dari Perspektif Asia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), p. 203 31 E.G.Singgih, Dengan Segenap Hatimu dalam Kontektualisasi Sebagai Usaha Menghayati Kebenaran Injil, Feiji Duim dan David Sulistyo (Jayapura, 1988), p. 106
9
1. 4. Hipotesa Orang Kristen Biak mewarisi dan mengharapkan kehidupan kekal, keselamatan dan kebahagiaan dari mitologi Manarmakeri. Pengharapan ini mempunyai pengaruh di dalam kehidupan agama, ekonomi, sosial, budaya dan politik. Ada kesan bahwa mitologi Manarmakeri mempunyai kekuatan, sangat berpengaruh serta memberikan semangat kepada orang Kristen Biak lebih daripada Alkitab. Serta ada kecenderungan semangat ini terlampau over-enthusiasme.
1. 5. Perspektif Teori Mitos Menurut Joseph Campbell 32 Bagi sebagian besar orang dewasa ini, mitos dianggap sebagai cerita yang dibuat-buat, hal yang tidak benar. Walaupun mitos dianggap sebagai cerita khayalan belaka tak dapat dipungkiri bahwa di dalam masyarakat tertentu mitos masih hidup dan memiliki makna serta bersifat diturunkan dari generasi ke generasi. Kata mitos berasal dari bahasa Yunani muthos, yang secara harafiah diartikan sebagai cerita atau sesuatu yang dikatakan seorang; dalam pengertian yang lebih luas dapat berarti suatu pernyataan, sebuah cerita, ataupun alur suatu drama.33 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mitos adalah “cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu, mengandung penafsiran tentang asal usul semesta alam, manusia, dan bangsa mengandung arti mendalam yang diungkapkan dengan cara gaib”.34 Sejalan dengan pemikiran ini, mitos merupakan cerita impian yang dianggap memberikan
32
Penulis menggunakan pemikiran Joseph Campbell dengan teori yang mengacu pada bukunya Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, (New York: Doubleday, 1998). 33 Mariasusasi Dhavamony, Fenomenologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), p. 147 34 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), p.749
10
informasi dasar tentang dewa-dewi, dunia dan manusia, dan yang mempersatukan satu bangsa melalui asal-usul, kesetiaan, dan nasib bersama. Bertolak dari definisi di atas maka, Eliade yang dikutip oleh Susanto, menegaskan mitos sebagai cerita benar dan cerita itu mengandung sebuah nilai sakral dan signifikan bagi masyarakat yang mempercayainya.35 Hesselgrave menyimpulkan “mitos sebagai kebenaran yang diungkapkan oleh dewa-dewi atau nenek moyang yang dihormati dan asalnya bersifat hampir ilahi”.36 Selanjutnya bagi Arbuckle, sebuah mitos memberi makna kepada manusia mengenai asal-usul kenyataan alam dan sosialnya dan hubungan yang ada atau seharusnya ada antara manusia dengan yang ilahi, dan antara manusia dengan alam semesta. Dengan kata lain, mitos adalah kisah atau tradisi yang mengklaim, dalam cara imajinatif atau simbolis, sebagai pernyataan kebenaran mendasar mengenai dunia dan kehidupan manusia. Kebenaran ini dipercaya dengan mutlak oleh masyarakat penerimanya.37 Oleh karena itu mitos merupakan dasar kehidupan sosial dan kebudayaan.38 Dalam kajian antropologi fungsionalis, mitos dilihat sebagai kekuatan yang mempranatakan masyarakat itu sendiri karena mitos memberikan pendasaran bagi ritus, keyakinan, keharusan moral, dan organisasi sosial.39 Tentu saja kajian mengenai mitos telah banyak dilakukan oleh sejumlah orang (para ahli), namun dalam penulisan ini penulis mengacu pada teori mitos menurut Joseph Campbell. Alasan penulis memakai teori mitos Joseph Campbell dalam 35
P.S. Hary Susanto, Mitos Menurut Pemikiran Mircea Eliade, (Jogjakarta: Kanisius, 1987), p. 91 David Hesselgrave, Kontekstualisasi, p. 162 37 Gerald A. Arbuckle, S.M., Earthing The Gospel: An Inculturation Handbook for the Pastoral Worker, (New York: Orbis Books, 1990), 34 38 Gerald A. Arbuckle, S.M., Earthing The Gospel, p.35 39 Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, p. 151 36
11
bukunya The Power Of Myth, karena di dalam studinya Campbell memperlihatkan korelasi bagaimana cerita dari berbagai budaya, zaman dan tempat memiliki cerita yang sama. Dengan demikian Campbell telah menunjukkan sebuah pendekatan yang sangat positif di dalam memahami dan menilai sebuah mitologi. Campbell mengungkapkan tentang apa itu mitos dan bagaimana mitos mempengaruhi kehidupan masyarakat serta masyarakat hidup olehnya. Dari zaman kuno hingga era modern, mitos mempunyai kekuatan di dalam kehidupan masyarakat.
1.5.1. Mitos Dalam kajiannya, Campbell menegaskan bahwa mitologi tidak menjadi subyek yang menarik hanya karena dikatakan penting, melainkan karena ada sesuatu yang dapat diperoleh dari mitos atau hanya ketika mitos itu memiliki fungsi bagi kehidupan.40 Mitos merupakan cerita-cerita tentang pencarian manusia melalui berbagai zaman untuk kebenaran, makna, dan manfaat. Dalam pemahaman ini, Campbell lebih memberikan penekanan mitos sebagai pencarian makna di dalam pengalaman hidup manusia. 41 Menurut Campbell, mitos adalah cerita tentang dewa. Dewa adalah personifikasi tentang kekuatan atau sistem nilai yang berfungsi dalam kehidupan manusia dan alam semesta.42 Di dalam mitologi terkandung dua pesan yaitu: pertama, mitologi menghubungkan manusia dengan alam, yang mana manusia adalah bagian dari alam semesta. Kedua, mitologi menghubungkan manusia dengan masyarakat atau 40
Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 3 Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 5 42 Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 22 41
12
dewa pelindung masyarakat (kemasyarakatan).43 Bertolak dari kerangka berpikir itu, maka mitos adalah kunci rahasia kepada potensi spiritual yang paling dalam, membantu menemukan diri sendiri, mampu mengantar kepada kesenangan, menerangi bahkan terpesona. Menurut Campbell, mitos sebagai petunjuk kepada kemampuan spiritualitas hidup manusia.44 Dalam arti ini mitos mengandung dimensi religius. Mengacu pada pemikiran Campbell, penulis sependapat dalam memahami mitos sebagai sebuah cerita yang mendasari kehidupan dan memberi makna bagi pengalaman kehidupan manusia.
1.5.2. Tema-Tema Mitos Menurut Campbell, setiap mitologi di seluruh dunia memiliki dasar cerita yang sama.45 Kesamaan ini memiliki dua penjelasan yaitu: pertama, bahwa pada dasarnya psikis manusia adalah sama. Psikis manusia adalah pengalaman batin manusia yang pada dasarnya sama pada setiap manusia, dengan anggota tubuh yang sama, insting yang sama, dorongan hati yang sama, konflik yang sama, ketakutan-ketakutan yang sama. Dari dasar yang umum ini muncul apa yang disebut Jung sebagai arketipe, yang pada umumnya merupakan ide-ide dasar atau pola dasar dari mitos.46 Dengan demikian yang dimaksudkan Campbell dengan pola dasar dari mitos yaitu, penciptaan, kelahiran dari seorang dara, penderitaan, kematian, kebangkitan (kelahiran kembali), dan kedatangan kembali. Cerita tentang penciptaan, kelahiran dari seorang dara,
43
Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 5 Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 5 45 Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 51 46 Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 51 44
13
kematian, kebangkitan dan kedatangan kembali merupakan bagian-bagian yang terdapat juga di dalam Alkitab maupun mitos-mitos di dalam suku-suku tertentu.47 Campbell memperlihatkan adanya kesamaan-kesamaan di dalam mitos seperti cerita penciptaan. Sebagai contoh, cerita di dalam Kejadian 1-2 dan legenda Bassari Afrika Barat sebagai berikut:48 Kejadian 1: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong, gelap gulita menutupi samudera raya”. The Song of The World (sebuah legenda Pima, Indian Arizona): “Pada mulanya hanya ada kegelapan di mana-mana kegelapan dan air. Dan kegelapan berkumpul pada tempatnya, berkerumun bersama-sama dan kemudian berserakan, berkerumun dan berserakan”. Kejadian 1: “Maka Tuhan menciptakan manusia menurut gambar-Nya, Menurut gambar Tuhan diciptakannya manusia; laki-laki dan perempuan diciptakannya mereka. Tuhan memberkati mereka, dan kemudian Tuhan berkata: beranakcuculah dan bertambah banyak”. Dari sebuah legenda Bassari Afrika Barat: “Unumbotte menciptakan manusia. Kemudian Unumbotte menciptakan antelop, dinamai antelop. Unumbotte menciptakan ular, dinamai ular,... Dan Unumbotte berkata kepada mereka, '’Bumi belum digempur. Kau harus mengempur tanah di mana kau sedang duduk. Unumbotte memberikan bermacam-macam benih, dan berkata: bertumbuhlah di sini.” Kejadian 2: “Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya. Dan pada hari ketujuh Tuhan telah menyelesaikan pekerjaan yang telah dibuat-Nya…” Dan lagi dari Pima Orang Indian: “Aku menjadikan dunia dan lo, dunia sudah selesai”. Kejadian 1: “Dan Tuhan melihat semua yang dibuatnya, dan lihatlah, semuanya itu sangat baik”. Dan dari Upanishads: “Kemudian ia menyadari, saya tentu saja, saya di dunia, karena saya sudah mencurahkannya keluar dari diriku sendiri. Di dalam cara ini ia menjadikan dunia ini. Sesungguhnya, ia yang mengetahui ini menjadi ciptaan seorang pencipta. Itulah yang menentukan. Ketika kau 47
Sebagai contoh, hari terakhir yang akan datang. Gambaran tentang akhir jaman seringkali serupa dengan bagian-bagian tulisan orang-orang Yahudi yang berbau apokaliptis. Perubahan kosmos dipandang sebagai permulaan yang akan diikuti oleh kedatangan seorang tokoh mesias atau juru selamat. Ia akan kembali bersama-sama dengan orang mati. Yang mati bersama-sama dengan yang hidup menikmati jaman keemasan (masa bahagia). Band, John Strelan, Kargoisme di Melanesia, (Jayapura: Pusat Studi Irisn Jaya, 1986), p. 118. Mitos dalam konteks Papua mencerminkan kemanusiaan masyarakat Papua, harapan-harapan akan kedamaian abadi, kesehatan, kesejahteraan, kasih cinta, kebebasan, dan keselamatan yang diinginkan tercapai dalam masa depan. Band, Benny Giay, Kargoisme di Irian Jaya, (Jayapura: Gereja Kemah Injil, 1986), p. 21 48 Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 42-45
14
mengetahui ini, kemudian kau dikenal dengan prinsip yang kreatif, yang mana kekuatan Allah di dalam dunia, yang berarti di dalammu”. Kemudian Kejadian melanjutkan; “Apakah engkau makan buah dari pohon yang Kularang engkau makan?” Jawab manusia itu: “Perempuan yang kau tempatkan di sampingku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan”. Kemudian Allah berkata kepada perempuan itu; apakah yang telah kau perbuat? Jawab perempuan itu: Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan”. Legenda Bassari melanjutkan dengan cara yang sama. Suatu hari ular berkata kepada perempuan, kita perlu memakan buah-buah ini. Haruskah kita kelaparan? Antelop berkata: Tetapi kita tidak mengetahui apapun tentang buah ini. Kemudian laki-laki dan perempuan mengambil buah-buah itu dan memakannya. Unumbotte turun dari langit dan bertanya, Siapa yang memakan buah itu? Jawab mereka: Kami. Unumbotte bertanya: Siapa yang mengatakan kepadamu kau boleh memakan buah itu? Mereka menjawab, Ular yang mengatakannya. Dari uraian ini, Campbell memperlihatkan ada begitu banyak cerita yang memiliki kesamaan walaupun di dalam kultur yang berbeda-beda. Cerita mengenai penciptaan bukan untuk menjawab pertanyaan siapa yang membuat dunia ini? Bagaimana dunia dijadikan? Melainkan untuk memperlihatkan bahwa pencipta ada di dalam keseluruhan alam semesta.49 Selain itu, gagasan Campbell mengenai ular di dalam
kedua
cerita
penciptaan
(Kejadian
dan
Legenda
Bassari)
di
atas
menggambarkan ular sebagai simbol kehidupan dari masa lalu dan untuk kelanjutan hidup (sekarang). Karena kehidupan digambarkan seperti lingkaran ular yang memakan ekornya sendiri. Inilah gambaran dari kehidupan.50 Ular menggambarkan keabadian hidup yang secara tetap meninggalkan kematian dan dilahirkan kembali. Oleh karena itu banyak budaya memberikan penafsiran yang positif terhadap ular.51 Keabadian yang dimaksud bukanlah masalah beberapa waktu kemudian atau dalam
49
Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 53 Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 45 51 Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 47 50
15
waktu yang lama. Keabadian tidak berhubungan dengan waktu. Keabadian adalah dimensi saat ini dan sekarang.52 Cerita tentang kelahiran dari seorang dara di dalam mitos melambangkan perempuan sebagai simbol kehidupan. Kehidupan yang dimaksud adalah memberi kehidupan bagi seorang hero yang mati dan dibangkitkan. Kehidupan hero berkaitan erat dengan kelahiran dari seorang dara, kematian, kebangkitan (kelahiran kembali) dan
kedatangan
kembali.
Kematian
dan
kebangkitan
sebagai
figur
yang
menyelamatkan adalah motif yang umum di dalam setiap mitos.53 Kematian adalah kehidupan dan kehidupan adalah kematian. Menurut Campbell, manusia harus menyeimbangkan antara kematian dan kehidupan. Keduanya adalah dua aspek yang menjadi dan dijadikan seperti yang dikatakan di dalam Injil; yakni, orang yang kehilangan hidupnya memperoleh hidup.54 Oleh karena itu, salah satu pesan terbesar mitos adalah kematian. Manusia tidak dapat bertahan hidup selama-lamanya. Jadi ketika manusia mengalami kematian, di dalam pengetahuan mitos, maka manusia masuk ke dalam kehidupan kekal. Mati secara spiritual dan lahir kembali untuk hidup yang lebih panjang. Kelahiran kedua adalah kelahiran spiritual. Artinya untuk menemukan apakah sumber dari kehidupan manusia dan apakah hubungannya dengan tubuh, fisik dan energi yang menghidupkan manusia. Cerita kematian di dalam mitologi merupakan ajaran prinsip agar manusia dapat menerima kematian. Mitos juga mengajarkan kepada manusia tentang penderitaan. Manusia diajarkan untuk menghadapi dan menanggung serta menginterpretasikan penderitaan, tetapi 52
Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 67 Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 106 54 Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 108 53
16
mitos tidak mengatakan bahwa hidup dapat atau tidak harus menderita.55 Penderitaan adalah hidup, artinya tidak hanya mengalami penderitaan diri sendiri tetapi juga di dalam penderitaan orang lain.
Petualangan Hero56 Dalam Mitos Setiap mitos, secara sadar atau tidak sadar mengikuti pola yang sama yang disebut dengan hero myth. Petualangan hero di dalam mitologi merupakan bagian yang paling penting. Dalam pemahaman mitologi, hero adalah seseorang yang memberi hidupnya untuk sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri. Inti dari hero myth adalah cerita tentang petualangan seorang hero yang dimulai dari dunia yang biasa saja, di mana ia mendapat panggilan. Ada dua tipe perbuatan hero57 yaitu; pertama, perbuatan fisik yang mana hero menunjukkan perbuatan yang sangat berani di dalam pertempuran atau menyelamatkan manusia. Kedua, perbuatan spiritual dimana seorang hero mengalami kehidupan supernormal dari kehidupan manusia yang kemudian kembali dengan sebuah pesan. Menurut Campbell ada dua jenis petualangan hero58; pertama, hero yang melakukan perjalanan dengan sengaja dan bertanggung jawab. Sebagai contoh, anak laki-laki Telemachus yang diberitahu Athena, “Pergi dan temukan ayahmu.” Penyelidikan ayah adalah penyelidikan utama hero. Petualangan hero ini bermaksud untuk menemukan siapakah sumber manusia. Kedua; petualangan di mana hero tidak 55
Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 160 Di dalam penulisan bagian ini, penulis menggunakan kata hero untuk menunjuk kepada tokoh yang menunjuk kepada jalan keselamatan. 57 Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 123 58 Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 129 56
17
berniat melakukannya, tetapi ia telah berada di dalamnya. Ini adalah jenis petualangan di mana hero tidak mempunyai ide tentang apa yang dilakukan tetapi tiba-tiba menemukan dirinya sendiri di dalam dunia yang diubah. Di dalam pemahaman mitologi petualangan adalah simbol manifestasi dari karakter manusia. Petualangan hero memiliki siklus yang umum yaitu pergi dan kembali lagi.59 Sebagai contoh; cerita Musa, ia pergi mendaki gunung dan bertemu dengan Yahweh di atas puncak gunung, dan ia kembali dengan dengan aturan untuk membentuk masyarakat baru seutuhnya. Dengan siklus umum tersebut, Campbell bermaksud memperlihatkan pemahaman spiritual dari petualangan hero di dalam masyarakat primitif telah diantisipasi melalui pubertas atau ritual inisiasi, di mana seorang anak wajib meyerahkan masa kanak-kanak dan menjadi dewasa. Atau dengan kata lain meninggalkan kepribadian anak-anak dan kembali menjadi orang dewasa yang bertanggungjawab. Ini adalah motif dasar petualangan hero yang universal – meninggalkan suatu kondisi dan menemukan sumber kehidupan yang membawa kemajuan kepada kekayaan atau kedewasaan. Bagian terpenting di dalam petualangan hero, setelah kembali dan membawa sesuatu bagi dunia adalah perjalanan besar melalui banyak cobaan, ujian dan siksaan. Menurut Campbell, di dalam ketiga agama besar (Islam, Kristen, dan Budha) ada bagian terpenting yang dilupakan yaitu; cobaan petualangan hero adalah bagian yang berarti dalam hidup, di mana tidak ada penghargaan tanpa penolakan, tanpa membayar harga mahal.60 Sebagai contoh; Quran berkata, apakah manusia berpikir dapat masuk
59 60
Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 123 Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 126
18
dalam kebahagiaan tanpa cobaan yang datang; yang pernah dilalui sebelumnya? Yesus pun berkata di dalam Injil Matius, lebar adalah pintu dan sempit adalah jalan yang memberi kehidupan, dan hanya sedikit yang melaluinya. Cobaan terakhir dan terberat dari petualangan hero adalah memberi diri sendiri (pengorbanan diri dengan menaklukan diri sendiri). Seorang hero mengorbankan dirinya sendiri untuk sesuatu yaitu moral. Oleh karena itu hero mempunyai tujuan moral yaitu, menyelamatkan manusia atau ide.61 Banyak hero dalam mitologi menderita, tersalib, dan mati untuk dunia, karena memberikan hidup mereka. Pemahaman hero yang memberikan hidup atau mengorbankan hidup mereka yang dimaksudkan oleh Campbell adalah hidup baru, menjadi manusia baru. Hero dalam mitos biasanya sebagai pendiri sesuatu, pendiri zaman baru, serta pendiri agama baru. Dalam rangka untuk menemukan sesuatu yang baru, seseorang telah meninggalkan yang lama dan pergi mencari ide, gagasan semula yang mempunyai kemampuan membawa kepada hal yang baru. Sebagai contoh, Buddha memasuki kesunyian dan kemudian duduk di bawah pohon pengetahuan abadi, di mana ia menerima penerangan (iluminasi) yang telah menerangi Asia selama dua ribu lima ratus tahun. Selain itu juga ada dua perbuatan hero yang digambarkan di dalam cerita Yesus; pertama, ia pergi kepada Yohanes Pembaptis untuk dibaptis. Kemudian Yesus berada di padang gurun selama empat puluh hari mengalami tiga cobaan dan kembali dari padang gurun untuk memilih dan mengajar para murid. Kedua, Kristus menemukan keselamatan setelah kematian, dan kemudian membawa pesan kepada dunia. Pesan yang dibawa oleh Muhammad, Buddha dan Kristus-sangat 61
Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 127
19
berbeda, namun petualangan mereka adalah sangat sama. Manusia tidak tahu cara menerima dan menjaga pesan itu. Hero agama ini kembali dengan keajaiban Allah. 62 Melalui gagasan-gagasan di atas, dapat disimpulkan bahwa cerita hero di dalam mitos adalah petualangan hidup.63 Cerita-cerita hero adalah berasal dari dalam diri manusia. Peran hero di dalam mitos hanyalah sebagai cara untuk menemukan diri sendiri.
1.5.3. Fungsi Dan Dampak Mitos Di Dalam Masyarakat Bertolak dari uraian mengenai tema-tema mitos di atas, maka mitologi menyentuh kehidupan masyarakat. Bagaimana mitologi itu menyentuh dan berperan dalam masyarakat? Mitologi berperan di dalam masyarakat melalui pola-pola dasar di atas yang merefleksikan sifat-sifat manusia. Individu-individu memandang ceritacerita dalam mitologi sebagai bagian dari mereka serta mengekspresikan apa yang mereka rasakan pada tingkat yang lebih dalam. Di mana mitologi berperan sebagai model kehidupan masyarakat. Menurut Campbell, mitologi menawarkan model hidup atau mengajarkan tentang kehidupan dan membawa manusia kepada kesadaran yaitu, spiritual. Mitologi berhubungan dengan langkah-langkah hidup, upacara inisiasi dari masa kanak-kanak kepada remaja serta tanggungjawab orang dewasa atau dari status pra menikah kepada pernikahan hingga kematian. Oleh karena itu mitologi berhubungan dengan ritual. Dengan kata lain mitos mengajarkan kepada kita untuk masuk ke dalam batin dan
62 63
Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 139-140 Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 162
20
menemukan diri sendiri seperti berjenis kelamin, menjadi dewasa, tua, mati, dan lain sebagainya serta manusia harus bekerja agar bisa hidup. Mitos membantu kita untuk meletakkan pikiran atau memiliki kesadaran di dalam pengalaman yang sedang kita hidupi. Sejalan dengan pemikiran Eliade yang dikutip oleh Susanto, menjelaskan bahwa mitos berarti suatu cerita yang benar dan cerita ini menjadi milik mereka yang paling berharga, karena merupakan sesuatu yang suci, bermakna, menjadi contoh model bagi tindakan manusia, memberikan makna dan nilai pada kehidupan ini.64 Dapat dikatakan bahwa fungsi mitos yang utama ialah menetapkan contoh model bagi semua tindakan manusia, baik dalam upacara-upacara maupun dalam kegiatan sehari-hari yang bermakna, misalnya makan, seksualitas, pekerjaan, pendidikan, dan lain sebagainya.65 Seluruh lapisan sosial mendasarkan diri pada tradisi mitologis mereka dan berusaha bertindak sesuai dengan contoh model.66 Namun lama-kelamaan tindakan meniru contoh model pekerjaan para dewa yang tertera dalam mitos itu menjadi makin kabur, makin kurang tepat dan banyak kekeliruannya. Maka untuk memperbaiki keadaan ini dan untuk memberi arah yang benar, diadakan reaktualisasi periodik mitos sebagai contoh model di dalam upacara religius. Dari semuanya itu jelaslah bahwa mitos sangat penting dan mempunyai kekuatan bagi masyarakat. Menurut Campbell, mitos pada dasarnya mempunyai empat fungsi:67
64
P.S. Hary Susanto, Mitos Menurut Pemikiran Mircea Eliade, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), p. 91 P.S. Hary Susanto, Mitos Menurut Pemikiran Mircea Eliade, p. 92 66 P.S. Hary Susanto, Mitos Menurut Pemikiran Mircea Eliade, p. 101 67 Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 31 65
21
1. Fungsi mistik, yaitu menyadari tentang betapa menakjubkan alam semesta dan manusia. Mitos membuka dunia kepada dimensi misteri, kepada realitas misteri yang mendasari semua kondisi. Manusia menunjukkan yang transendent melalui kondisi-kondisi manusia yang nyata. 2. Fungsi kosmologi, yaitu dimensi yang menunjukkan seperti apa alam semesta ini melalui cara misteri. Dengan kenyataan bahwa ilmuan tidak mempunyai semua jawaban. 3. Fungsi sosiologis, yaitu mendukung dan mensahkan tatanan sosial tertentu. Mitologi masyarakat memiliki fungsi sosiologis yang berbeda satu sama lain. Sebagai contoh, setiap masyarakat dapat memiliki mitos tentang poligami dan monogami namun fungsi sosiologis dalam mitos itu tergantung pada situasi masyarakat itu sendiri. 4. Fungsi pendidikan, yaitu mitos dapat mengajarkan kepada manusia tentang bagaimana manusia menjalani kehidupan di setiap kondisi. Mitos memberikan makna tertentu bagi manusia sebagai mahluk spiritual, selain bermanfaat bagi tindakan sosial dan religius. Mitos mempunyai hubungan dengan kosmologi karena menceritakan bagaimana segala sesuatu terjadi. Hubungan mitos dengan kosmologi dan sosiologi adalah menantikan manusia dan dunia yang baru.68 Dunia hari ini berbeda dengan dunia 50 tahun lalu, namun kehidupan batin manusia adalah persis sama. Manusia akan kembali kepada mitos, apa langkah-langkah realisasinya, apa cobaan dari masa kanak-kanak kepada kedewasaan dan apa artinya
68
Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 35
22
kedewasaan, cerita-cerita ini ada di dalam mitos yang menjadi bagian di dalam semua agama.69 Menurut Campbell, tema-tema dan motif mitologi masa lampau masih berkembang dengan kekuatan penuh pada jaman sekarang.70 Masyarakat masih membutuhkan sosok seorang hero. Petualangan hero tidaklah menyelamatkan manusia, namun sebaliknya dengan mengatasi penderitaan yang gelap, hero menandakan kemampuan kita untuk mengendalikan keganasan yang tidak logis di dalam diri kita. Jadi petualangan hero bukan hanya sebagai tindakan berani tetapi sebagai petualangan hidup di dalam penemuannya sendiri. Manusia membutuhkan kehadiran pahlawan untuk memaknai, menumbuhkan harapan dalam hidupnya serta untuk menjaga agar hidupnya tidak berada dalam kekosongan. Campbell dalam kajiannya melihat bahwa, dunia modern adalah dunia yang sama sekali tidak mau mendengarkan pahlawan. Pahlawan hari ini berpas-pasan dengan dunia yang sulit yaitu sama sekali tidak mau mendengarkan kebutuhan spiritualnya, menyebabkan rasa bosan, tak berdaya dan terasing melanda orang modern.71 Manusia membutuhkan pahlawan, seperti masyarakat kita mempunyai Kristus.
Manusia
membutuhkan
pahlawan
karena
kita
mempunyai
tujuan
bagaimanapun untuk menjalankan kekuatan tunggal itu. Pahlawan-pahlawan mitologi tidak menentukan hidup manusia itu, namun manusia itu sendiri yang menentukan di dalam pengalaman hidupnya sendiri. Dengan kata lain manusia membutuhkan pahlawan untuk menginspirasikan kehidupannya. 69
Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 13 Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 124 71 Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 125 70
23
Mitologi adalah sistem kendali, pada satu sisi membingkai masyarakatnya agar sesuai dengan pesanan intuitif dari alam dan pada sisi lain, dengan memakai pertolongan upacara pedagogis simbolisnya, memimpin individu melalui langkahlangkah psikososial dari perubahan seumur hidup manusia-kelahiran, masa kanakkanak dan masa remaja, akil balik, tua dan pelepasan kematian-yang secara terusmenerus secara serempak sesuai dengan kebutuhan dunia ini dan keikutsertaan rasa kagum di dalam cara manusia melampui waktu. Lebih tepat dikatakan mitos dipahami sebagai yang mempunyai kekuatan penyelamatan tertentu, yang tanpanya orang tidak akan mampu melakukan tugas dalam status sosial yang baru tersebut.72 Tidak peduli cerita ini rekaan atau bukan, namun ada kekuatan mitologis dari cerita-cerita itu. Tema-tema dan motif mitologi masa lampau masih berkembang dengan kekuatan penuh pada jaman sekarang. Masyarakat masih membutuhkan mitologi.73 Salah satu permasalahan sekarang ini adalah manusia kurang memahami tentang spiritualitas padahal manusia adalah mahluk spiritual.74 Manusia sekarang tidak memberi perhatian kepada inner-life dan pada warisan manusia yang besar seperti Confucius, Plato, Goethe dan yang lainnya yang berbicara tentang nilai-nilai yang berhubungan dengan pusat hidup. Ketika Alkitab dipakai untuk menjadi bagian dari pendidikan semua orang, keseluruhan tradisi yang berhubungan dengan mitologi telah hilang. Mitos adalah cerita di mana manusia dapat melihat keterkaitannya dengan sesuatu yang terjadi dalam kehidupan dan memberikan perspektif pada apa yang terjadi. Jadi dengan hilangnya mitos, manusia sesungguhnya telah kehilangan sesuatu 72
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, p. 151 Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 3-5 74 Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p.50-51 73
24
karena tidak mempunyai literatur pembanding. Manusia mengatakan mitos untuk mencoba masuk ke dalam dunia serta menyelaraskan hidup dengan kenyataan. Sebagai contoh, kebiasaan manusia yang diungkapkan dalam mitos. Manusia yang menderita, bekerja keras, hidup dan kaum muda yang datang untuk pengetahuan tentang dirinya, apakah yang harus dilaluinya? Manusia perlu memahami kematian dan mengatasi kematian, dan memerlukan hidup yang berarti, menyentuh keabadian, untuk memahami yang misterius, untuk menemukan siapakah dirinya. Manusia cenderung mencari sesuatu di luar dirinya, melalui mitos manusia dapat memperoleh pengalaman itu. Mitos mempunyai peranan penting di dalam kehidupan masyarakat. Ketika masyarakat tidak memerlukan dan berpegang pada kekuatan mitos maka yang terjadi adalah pengrusakan dan tindakan kekerasan oleh generasi muda yang tidak mengetahui bagaimana bertindak dalam masyarakat berbudaya. Masyarakat tidak menyediakan ritual bagi generasi muda yang menjadi anggota suku bangsa, dari komunitas. Semua anak-anak membutuhkan dua kali lahir, untuk belajar berfungsi secara rasional dalam dunia saat ini, meninggalkan masa kanak-kanak seperti yang dikatakan dalam I Korintus: “ketika saya kecil, saya berbicara sebagai anak, saya memahami sebagai anak, saya berpikir sebagai anak, tetapi ketika saya menjadi dewasa, saya meninggalkan semua hal kekanak-kanakan”. Sebagai contoh, anak-anak yang bertumbuh dewasa di kota memperoleh mitos atas diri mereka sendiri adalah kelompok Graffitti.75
75
Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 8-9
25
Mitologi mengajari tentang apa yang ada di balik semuanya, sesuatu yang besar, menarik dan memelihara hidup. Mitos menceritakan tentang bagaimana bereaksi dengan krisis kekecewaan atau kegagalan atau kesuksesan. Rahasia akhir dari mitos adalah untuk mengajarkan bagaimana menembus labirin (suatu susunan yang membingungkan dari hidup melalui nilai spiritual). Sebagai contoh, suku Peyote. Semua pengalaman mereka dihubungkan dengan perjalanan batin, meninggalkan dunia luar dan masuk ke dalam dunia spiritual. Mereka mengidentifikasi setiap langkah kecil sebagai transformasi spiritualitas. Di sini mitos mempunyai kekuatan untuk membawa manusia ke dalam tingkat kesadaran yaitu spiritual.76 Manusia menjaga kesadaran dapat dilakukan melalui meditasi atau doa. Dengan demikian mitos akan mengatakan kepada setiap manusia entah manusia itu hidup di kota besar New York atau di dalam gua, ada satu hal yang membuat manusia sama yaitu tubuh. Manusia mempunyai tubuh dan energi yang sama. Manusia melewati langkah-langkah yang sama dari masa kanak-kanak, munculnya kedewasaan seksual, perubahan dari kanak-kanak ke dalam kedewasaan (tanggungjawab), pernikahan, kemudian sakit, dan mati.77 Oleh karena itu pengalaman supernormal dari kehidupan spiritual manusia lebih merupakan sesuatu yang dimunculkan manusia untuk menandai adanya suatu pencarian, harapan, persepsi, dan intuisi, yang tidak lepas dari sesuatu yang meletakkan manusia pada suatu realitas mitis. Kondisi ini mendorong manusia untuk menempatkan entitas tertentu sebagai kekuatan yang berada di atasnya. Inilah salah
76 77
Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p 5-8 Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 37
26
satu penyebab manusia selalu menempatkan suatu kekuatan yang lebih perkasa sebagai idola. Mitos adalah cerita di mana manusia dapat melihat keterkaitannya dengan sesuatu yang terjadi dalam kehidupan dan memberikan perspektif pada apa yang terjadi. Jadi dengan hilangnya mitos, manusia sesungguhnya telah kehilangan sesuatu karena tidak mempunyai literatur pembanding. Manusia mengatakan mitos untuk mencoba masuk ke dalam dunia serta menyelaraskan hidup dengan kenyataan. Sebagai contoh, kebiasaan manusia yang diungkapkan dalam mitos seperti manusia yang menderita, bekerja keras, hidup dan mati. Manusia perlu memahami kematian dan mengatasi kematian, dan memerlukan hidup yang berarti, menyentuh keabadian, untuk memahami yang misterius, untuk menemukan siapakah dirinya. Oleh karena itu, Campbell mengartikan mitos sebagai petunjuk kepada kemampuan spiritualitas hidup manusia.78
1.5.4. Kesimpulan Dalam kaitannya dengan apa dan bagaimana mitos berperan di dalam masyarakat, Campbell memperlihatkan bahwa tokoh dan karakter-karakter dari mitologi mencerminkan sifat-sifat manusia. Oleh karena itu cerita-cerita di dalam mitos memberikan pedoman yang digunakan untuk membimbing kehidupan mereka. Campbell menyimpulkan bahwa manusia membutuhkan mitos untuk dapat bertahan hidup. Sebagai kekuatan untuk memahami kehidupan manusia. Mitos berperan dalam hidup individu di dalam mencari makna hidup di dalam setiap perkembangan 78
Joseph Campbell with Bill Boyers, The Power Of Myth, p. 5
27
(pengalaman manusia) dan untuk mengatur kehidupan sosial di mana individu merupakan anggota dari kelompok masyarakat. Oleh karena itu mitologi adalah ikatan sosial yang sangat kuat yang menghubungkan individu dengan komunitas sosial tertentu. Mitos juga menghubungkan manusia dengan yang ilahi serta alam semesta, di mana manusia adalah bagiannya.
1.6. Judul Tesis MITOLOGI MANARMAKERI (Sebuah Upaya Menemukan Makna Baru Di Dalam Pemaknaan Mitos Orang Kristen Biak)
1. 7. Metode Penulisan Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode kualitatif. Pendekatan yang digunakan Fenomenologi. Penulisan kualitatif ini bertujuan untuk mendalami sebuah topik, dan dilakukan melalui interpretasi dari apa yang telah ditemuinya.79 Menekankan penulisan yang lebih interpretif dan evakuatif. Pendekatan Fenomenologi kiranya dapat membantu melakukan pendeskripsian secara mendalam. Oleh karena itu akan digambarkan mitos Manarmakeri serta pemahaman orang Kristen Biak terhadap mitos Manarmakeri. Selain itu akan dilakukan pemahaman dan proses perefleksian dengan mengacu pada teori mitos. Suatu upaya untuk melihat dari dalam dengan
79
Septiawan Santana K., Menulis Ilmiah Indonesia, 2007), p. 80
Metode Penelitian Kualitatif,
(Jakarta: Yayasan Obor
28
menggunakan teori mitos menurut Joseph Campbell. Ulasan-ulasan teori mitos ini bertujuan untuk mengkritisi, mengoreksi atau menemukan sesuatu yang baru. Kajian ini juga dilengkapi dengan pendekatan historis kritis terhadap teks-teks Alkitab.
1. 8. Sistematika Penulisan Bab 1:
Pada bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, perspektif teori mitos menurut Joseph Campbell, hipotesa, tujuan penulisan, judul tesis, metode dan sistematika penulisan.
Bab 2:
Pada bab ini penulis akan menggali mitos Manarmakeri dengan menggunakan teori Campbell.
Bab 3:
Pada bab ini penulis akan melakukan pendekatan terhadap teks-teks Alkitab yang juga mengandung tema-tema seperti, kebangkitan orang mati, kedatangan kembali, pengharapan akan dunia dan manusia baru.
Bab 4:
Mendialogkan mitos Manarmakeri dan teks-teks Alkitab sebagai upaya menemukan makna baru bagi orang Kristen Biak.
Bab 5:
Penutup
29