BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi global yang terjadi di Indonesia pada tahun 2008
membawa dampak yang signifikan terhadap perkembangan dunia bisnis di Indonesia. Hampir semua sektor ekonomi mengalami penurunan. Hal tersebut mengakibatkan satu per satu industri baik pertanian, manufaktur hingga industri perbankan mengalami kesulitan keuangan (financial distress) yang menuju kepailitan (bancrupty). Banyak dari mereka pun yang terpaksa menghentikan seluruh atau sebagian dari kegiatan mereka sehingga mereka tidak dapat mempertahankan kinerja keuangannya dan pada akhirnya dikeluarkan (delisted) dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun ada juga beberapa perusahaan yang kinerja keuangannya baik sehingga dapat terhindar dari masalah-masalah tersebut dan mampu bertahan (listed) di BEI. Semua perusahaan di Indonesia khususnya perusahaan yang bergerak dalam industri manufaktur, sebaiknya berusaha untuk memproduksi barang berkualitas tinggi dengan biaya rendah dalam rangka meningkatkan daya saing baik di pasar domestik maupun pasar global. Sebagaimana telah diketahui, perusahaan
manufaktur
merupakan
industri
yang
dalam
kegiatannya
mengandalkan modal dari investor, oleh karena itulah perusahaan manufaktur harus dapat menjaga kesehatan keuangan atau likuiditasnya. Mengingat besarnya pengaruh yang timbul bila terjadi kesulitan keuangan pada industri manufaktur, 1
2
maka perlu dilakukan analisis sedemikian rupa, sehingga kesulitan keuangan (financial distress) dan kemungkinan kebangkrutan dapat dideteksi lebih awal untuk selanjutnya menentukan arah kebijaksanaan. Masalah keuangan yang dihadapi suatu perusahaan, apabila dibiarkan berlarut-larut dapat mengakibatkan terjadinya kebangkrutan. Beberapa perusahaan yang mengalami masalah keuangan mencoba mengatasi masalah tersebut dengan melakukan pinjaman dan penggabungan usaha, atau sebaliknya ada yang menutup usahanya. Prediksi kekuatan keuangan suatu perusahaan pada umumnya dilakukan oleh pihak eksternal perusahaan, seperti investor, kreditor, auditor, pemerintah, dan pemilik perusahaan. Pihak-pihak eksternal perusahaan biasanya bereaksi terhadap sinyal distress seperti penundaan pengiriman, masalah kualitas produk, tagihan dari bank, dan lain sebagainya untuk mengindikasikan adanya financial distress yang dialami oleh perusahaan. Financial distress adalah suatu konsep luas yang terdiri dari beberapa situasi di mana suatu perusahaan menghadapi masalah kesulitan keuangan. Istilah umum untuk menggambarkan situasi tersebut adalah kebangkrutan, kegagalan, ketidakmampuan melunasi utang, dan default. Insolvency dalam kebangkrutan menunjukkan kekayaan bersih negatif. Ketidakmampuan melunasi utang menunjukkan kinerja negatif dan menunjukkan adanya masalah likuiditas. Default berarti suatu perusahaan melanggar perjanjian dengan kreditur dan dapat menyebabkan tindakan hukum.
3
Model financial distress perlu untuk dikembangkan, karena model ini dapat digunakan sebagai sarana untuk mengidentifikasikan bahkan untuk memperbaiki kondisi sebelum sampai pada kondisi krisis. Perusahaan manufaktur yang besar sangat tertarik pada kesehatan keuangan supliernya untuk menghindari adanya gangguan yang berkaitan dengan kegiatan perusahaannya. Menurut Suroso dalam USAHAWAN No. 02 TH XXXV (2006:7) sebagian besar (51 persen) yang mengalami financial distress di Amerika melakukan restrukturisasi dan 53 persen dari jumlah ini melakukan restrukturisasi atas putusan pengadilan. Dari fenomena di atas tampak bahwa perusahaanperusahaan yang mengalami financial distress atas putusan pengadilan yang pada akhirnya dilikuidasi sedikit sekali yaitu hanyalah sekitar 5,3 persen. Menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kondisi
kesulitan
keuangan (financial distress) pada suatu perusahaan menjadi fenomena yang menarik bagi para peneliti, karena gangguan keuangan dapat mengarah pada bangkrutnya suatu perusahaan. Kebangkrutan suatu perusahaan dapat dilihat dan diukur melalui
laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang digunakan oleh investor potensial dan underwriter untuk menilai perusahaan yang akan go public. Agar laporan keuangan dapat lebih dipercaya, maka laporan keuangan harus diaudit. Salah satu persyaratan dalam proses go public adalah laporan keuangannya telah diaudit oleh KAP, (Keputusan Menteri Keuangan RI No 859/KMK.01/1987).
4
Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi financial distress menurut Luciana dalam Simposium Nasional Akuntansi VI (2003:547) adalah rasio keuangan yang tidak disesuaikan, rasio relatif industri, variabel ekonomi makro, reputasi auditor dan reputasi underwiter. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa rasio relatif industri, sensitifitas perusahaan terhadap kondisi makro ekonomi dan reputasi auditor merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi delisted suatu perusahaan. Tetapi dalam penelitian ini penulis lebih memfokuskan pada rasio keuangan dan reputasi underwriter yang mempengaruhi kondisi financial distress, dimana penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengaruh yang berbeda dari penelitian sebelumnya. Penggunaan rasio keuangan merupakan teknik yang banyak digunakan untuk membuat pernyataan mengenai kemampuan going concern. Rasio keuangan merupakan ukuran pengganti dalam mengobservasi lebih lanjut kerakteristik sebenarnya dari suatu perusahaan. Suatu perusahaan yang menggunakan penjamin emisi (underwriter) yang mempunyai reputasi tinggi, akan mengurangi ketidakpastian dan menandai dari emiten tentang prospektus perusahaan tidak menyesatkan. Hal ini akan mengurangi tingkat financial distress yang dialami perusahaan. Karena dengan reputasi yang tinggi, perusahaan akan merasa yakin bahwa perusahaannya dapat terus bertahan. Menurut M Ikhsan Modjo dalam artikel Krisis dan Kesiapan Industri Manufaktur (2009) menyatakan bahwa kejatuhan perusahaan manufaktur telah
5
berlangsung dan mulai dirasakan dampaknya di berbagai negara. Pada kuartal terakhir 2008, output manufaktur di Amerika Serikat mengalami kejatuhan sebesar 3,6 persen. Begitu juga, produksi di Jerman dan Inggris mengalami kejatuhan sebesar 6,8 persen dan 4,4 persen. Pada kurun waktu yang sama, tingkat produksi manufaktur juga turun di negara-negara industri Asia. Taiwan mengalami kejatuhan sebesar 21,7 persen, Jepang 12 persen, dan Korea 5,9 persen. Sementara produksi manufaktur di Indonesia anjlok sebesar 5,8 persen. Jadi dapat disimpulkan bahwa perusahaan manufaktur dinilai memiliki kemungkinan lebih banyak mengalami kondisi financial distress dibandingkan dengan perusahaan yang lain. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan perusahaan manufaktur sebagai perusahaan yang akan diteliti. Dimana perusahaan manufaktur merupakan sektor penyumbang tenaga kerja terbesar ketiga di tanah air, dimana tidak kurang dua puluh juta tenaga kerja bergantung hidupnya pada keberlanjutan sektor ini. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Analisis Rasio Keuangan dan Reputasi Underwriter serta Pengaruhnya terhadap Financial Distress pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)”.
6
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan
latar
belakang
penelitian
yang
telah
dikemukakan
sebelumnya maka identifikasi masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana rasio keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 2. Bagaimana reputasi underwriter pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 3. Bagaimana financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 4. Seberapa besar rasio keuangan dan reputasi underwriter secara parsial berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 5. Seberapa besar rasio keuangan dan reputasi underwriter secara simultan berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini secara umum adalah untuk memberikan pemahaman serta memperoleh gambaran jelas mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi financial distress suatu perusahaan. Selain itu,
7
penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana Ekonomi.
1.3.2 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan atas penelitian yang dilakukan ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui rasio keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 2. Untuk mengetahui reputasi underwriter pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 3. Untuk mengetahui kondisi financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 4. Untuk mengetahui seberapa besar rasio keuangan dan reputasi underwriter secara parsial berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 5. Untuk mengetahui seberapa besar rasio keuangan dan reputasi underwriter secara simultan berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini mempunyai dua manfaat, yaitu secara praktis dan teoritis,
yang akan dijelaskan sebagai berikut:
8
1.4.1 Kegunaan Praktis 1. Bagi penulis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan menambah pengetahuan, wawasan, serta gambaran aplikasi teori-teori yang diperoleh dibangku kuliah juga untuk mengetahui bagaimana penerapannya di lapangan khususnya mengenai financial distress. Di samping itu juga disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat sarjana pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi UNPAS. 2. Bagi perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna bagi perusahaan sebagai bahan analisis terhadap kinerja keuangan perusahaan dan juga sebagai bahan pertimbangan kepada perusahaan mengenai tanda peringatan awal adanya kebangkrutan pada masa yang akan datang, sehingga dapat dengan cepat mengambil tindakan yang tepat untuk menanggulangi hal tersebut. 3. Bagi pihak lain Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran atau inspirasi yang diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan sehingga dapat membantu pihak yang membutuhkan untuk memahami bidang ini secara lebih mendalam.
9
1.4.2 Kegunaan Teoritis Penulis sangat berharap hasil dari penelitian yang dilakukan dapat berguna bagi dunia akuntansi khususnya dan disiplin ilmu lain pada umumnya, serta sebagai sumbangan pemikiran yang diharapkan akan memperkaya ilmu pengetahuan dan juga untuk menambah referensi yang dapat memberikan informasi bagi kemungkinan adanya penelitian lebih lanjut.
1.5
Kerangka Pemikiran Sebenarnya sebuah perusahaan yang ingin go public harus berhubungan
dengan underwriter atau penjamin emisi. Di sini (pasar modal) terjadi penentuan harga saham yang ditetapkan bersama antara perusahaan (emiten) dengan pihak penjamin (underwriter). Bursa efek (pasar modal) yang terbesar di Indonesia adalah Bursa Efek Indonesia (BEI). Menurut Jogiyanto dalam buku Teori Portofolio dan Analisis Investasi (2003:11) menyatakan bahwa: “Seperti halnya pasar pada umumnya, pasar modal merupakan tempat bertemu antara pembeli dan penjual dengan risiko untung dan rugi. Pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk meningkatkan kebutuhan dana jangka panjang dengan menjual saham atau mengeluarkan obligasi”. Membicarakan pasar modal berarti membicarakan perusahaan yang ingin menjual saham (emiten) untuk memperoleh tambahan modal yang lebih murah daripada kredit perbankan, membicarakan perusahaan yang menerbitkan saham (underwriter), dan membicarakan masyarakat pemodal. Masing-masing pihak di pasar modal memiliki keinginan untuk memperoleh manfaat dari aktivitas tersebut.
10
Dalam penjaminan emisi efek, peranan dari underwriter sangat besar. Karena underwriter lebih sering berhubungan dengan pasar modal dan mempunyai pengalaman yang lebih dibandingkan dengan emiten. Apabila suatu emisi dilakukan oleh underwriter yang mempunyai reputasi yang baik, maka kemungkinan akan mendatangkan kesuksesan bagi emiten. Setiap perusahaan yang dalam hal ini adalah perusahaan manufaktur juga pasti membuat laporan keuangan. Laporan keuangan yang dihasilkan oleh pihak manajemen suatu perusahaan merupakan hasil akhir dari proses atau kegiatankegiatan akuntansi yang dilakukan perusahaan. Laporan keuangan tersebut dibuat untuk mempertanggungjawabkan kegiatan perusahaan terhadap pemilik dan memberi informasi mengenai posisi keuangan yang telah dicapai perusahaan. Menurut IAI dalam PSAK No. 01 (2007:1) menyatakan bahwa: “Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan ini serta materi penjelasan merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu yang termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri atau geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga”. Salah satu karakteristik laporan keuangan ialah laporan keuangan tersebut harus relevan seperti disebutkan oleh IAI dalam PSAK No. 01 (2007:5) menyatakan bahwa: “Agar bermanfaat informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu”.
11
Laporan keuangan perusahaan publik sangat dibutuhkan oleh berbagai pihak baik di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan. Pihak-pihak yang berkepentingan pada laporan keuangan perusahaan disebut pemakai laporan keuangan yang terdiri dari pimpinan perusahaan, manajemen perusahaan, pemegang saham (investor) maupun calon investor, kreditor maupun calon kreditor, pemerintah, dan masyarakat. Laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan yang bersangkutan. Penelitian mengenai kesulitan keuangan atau kebangkrutan perusahaan diawali dari analisa rasio keuangan dengan alasan karena lembaga keuangan berisi informasi-informasi penting mengenai kondisi dan prospek perusahaan tersebut dimasa yang akan datang. Lembaga keuangan merupakan laporan kinerja masa lalu perusahaan yang sering digunakan sebagai prediksi kinerja perusahaan di masa mendatang. Analisa rasio keuangan merupakan instrumen analisa perusahaan yang ditujukan untuk menunjukkan perubahan dalam kondisi keuangan perusahaan yang bersangkutan. Dengan analisa rasio keuangan ini dapat diketahui kekuatan dan kelemahan perusahaan di bidang keuangan. Analisa rasio keuangan dapat juga dipakai sebagai sistem peringatan awal (early warning system) terhadap kemunduran kondisi keuangan perusahaan yang mengakibatkan tidak akan memberikan kepastian going concern perusahaan khususnya untuk perusahaan yang go public.
12
Menurut Foster (1986) yang dikutip oleh Luciana dan Emanuel dalam Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia (2003:1) menyatakan empat hal yang mendorong analisis laporan keuangan dilakukan dengan model rasio keuangan yaitu: 1. Untuk mengendalikan pengaruh perbedaan besaran antar perusahaan atau antar waktu. 2. Untuk membuat data menjadi lebih memenuhi asumsi alat statistik yang digunakan. 3. Untuk menginvestigasi teori yang terkait dengan rasio keuangan. 4. Untuk mengkaji hubungan empirik antara rasio keuangan dan estimasi atau prediksi variabel tertentu (seperti kebangkrutan atau financial distress). Selain rasio keuangan, faktor lain yang juga mempengaruhi financial distress adalah reputasi underwriter. Menurut Surya dalam rac.uii.ac.id (2008), reputasi underwriter didefinisikan sebagai skala kualitas underwriter dalam menawarkan saham emiten. Sebagai penjamin emisi penggunaan underwriter yang mempunyai reputasi yang tinggi, akan mengurangi ketidakpastian dan menandai dari emiten tentang prospektus perusahaan tidak menyesatkan”. Menurut Luciana dalam Simposium Nasional Akuntansi VI (2003:549), menyatakan bahwa: “Semakin tinggi reputasi penjamin emisi, semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami kondisi financial distress”. Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan atau dapat dikatakan sebagai tanda peringatan dini/awal adanya kebangkrutan pada masa yang akan datang, dan apabila tidak segera diselesaikan akan berdampak besar bagi perusahaan yang mengalaminya.
13
Menurut Hardi dalam hardijma.wordpress.com (2008) menyatakan bahwa: “Financial distress adalah suatu keadaan dimana sebuah perusahaan mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada kreditur”. Menurut Ross dan Westerfield (1996:808) yang dikutip oleh Alicia dalam aliciakomputer.blogspot.com (2008) menyatakan bahwa: “Financial distress adalah suatu di mana cash flow operasi perusahaan tidak mampu menutupi atau mencukupi kewajiban saat ini, financial distress dapat membawa suatu perusahaan mengalami kegagalan (corporate failure) pada kontraknya yang akhirnya dapat dilakukan restrukturisasi financial antara perusahaan, kreditur-kreditur dan investorinvestor”. Lebih lanjut pengertian financial distress atau default menurut Fracisco & Luiz
Rivera
Baltiz
(1994)
yang
dikutip
oleh
Alicia
dalam
aliciakomputer.blogspot.com (2008) menyatakan bahwa: “A loan is in default when the borrower does not make the payments specified in the loan contract. Defaulting borrowers frequently repay their loans in full, but with a delay, pinjaman dikatakan default ketika si peminjam tidak membayar pinjamannya pada saat jatuh tempo karena tidak selalu membayar penuh dan selalu menunda pembayarannya”. Maka dapat disimpulkan financial distress adalah keadaan perusahaan dimana memiliki potensi untuk mengalami kebangkrutan karena perusahaan tidak mampu membayar kewajiban-kewajibannya dan menghasilkan laba yang kecil yang memberikan dampak pada perubahan modal sehingga perlu restrukturisasi pada perusahaan yang bersangkutan. Menurut Luciana dalam Simposium Nasional Akuntansi VI (2003:547548), faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi financial distress yaitu:
14
1. Rasio Keuangan Secara umum disimpulkan bahwa rasio-rasio keuangan bisa digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Platt dan Platt (2002) melakukan penelitian terhadap 24 perusahaan yang mengalami financial distress dan 62 perusahaan yang tidak mengalami financial distress, dengan menggunakan model logit mereka berusaha untuk menentukan rasio keuangan yang paling dominan untuk memprediksi adanya financial distress. 2. Reputasi Underwriter Penelitian-penelitian yang menggunakan veriabel reputasi underwriter adalah penelitian-penelitian yang berkaitan dengan Initial Publik Offering dan Underpricing, seperti yang telah dilakukan oleh Trisnawati (1998), Nasirwan (1999), Hidayati (2002), dan Setyaningrum (2002). Menurut Luciana (2003) belum ada penelitian yang berusaha untuk memasukkan variabel reputasi underwriter dengan lebih jelas kedalam model untuk memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan. Menurut Luciana dalam Simposium Nasional Akuntansi VI (2003:547) untuk melakukan pengujian apakah suatu perusahaan mengalami financial distress dapat ditentukan dengan berbagai cara seperti: 1. Lau (1987) dan Hill et al (1996) menggunakan adanya pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan pembayaran deviden. 2. Asquith et al (1994) menggunakan interest coverage ratio untuk mendefinisikan financial distress. 3. Whitaker (1999) mengukur financial distress dengan cara adanya arus kas yang lebih kecil dari utang jangka panjang saat ini. 4. Hofer (1989) dan Whitaker (1999) mendefinisikan financial distress jika beberapa tahun perusahaan mengalami laba bersih operasi (net operating income) negatif 5. John et al (1992) mendefinisikan financial distress sebagai perubahan harga ekuitas. 6. Tirapat dan Nittayagasetwat (1999) menyatakan bahwa perusahaan dikatakan mengalami financial distress jika perusahaan tersebut dihentikan operasinya atas wewenang pemerintah dan perusahaan tersebut dipersyaratkan untuk melakukan perencanaan restrukturisasi. 7. Wilkins (1997) menyatakan bahwa perusahaan dikatakan mengalami pelanggaran teknis dalam hutang dan diprediksikan perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan pada periode yang akan datang. Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut:
15
H1: Rasio keuangan mempunyai pengaruh terhadap financial distress H2: Reputasi underwriter mempunyai pengaruh terhadap financial distress H3: Rasio keuangan dan reputasi underwriter mempunyai pengaruh terhadap financial distress Dari uraian kerangka pemikiran di atas maka dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut: Bursa Efek Indonesia (Pasar Modal)
Perusahaan Manufaktur
Laporan Keuangan Perusahaan Underwriter
Rasio Keuangan
Reputasi Underwriter
Financial Distress
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
16
1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan sumber data yang terdapat pada Pojok Bursa Efek Indonesia STIE YPKP Jl. PHH Mustofa No. 68 Bandung, melalui situs resmi emiten www.idx.co.id dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Adapun waktu penelitian dimulai pada bulan Mei sampai dengan selesai.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Laporan Keuangan Laporan keuangan pada hakekatnya merupakan hasil dari proses akuntansi
yang disusun menurut prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan data keuangan kepada pihak yang berkepentingan. Proses akuntansi meliputi pengumpulan dan pengolahan data keuangan perusahaan. Dalam proses akuntansi diidentifikasi berbagai transaksi atau peristiwa yang merupakan kegiatan ekonomi perusahaan, yang dilakukan melalui pengukuran, pencatatan, penggolongan dan pengikhtisaran transaksi-transaksi yang bersifat keuangan sedemikian rupa sehingga hanya informasi yang relevan dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya mampu memberikan gambaran secara layak tentang keadaan keuangan serta hasil perusahaan dalam suatu periode yang akan digabungkan dan disajikan dalam bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan pertanggungjawaban keuangan pimpinan atas perusahaan yang telah dipercayakan kepada pimpinan tersebut mengenai kondisi keuangan dan hasil-hasil operasi perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan, pada hakekatnya merupakan hasil akhir dari kegiatan perusahaan yang menggambarkan performa atau kinerja keuangan dari perusahaan yang bersangkutan.
17
18
2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Dalam praktiknya laporan keuangan oleh perusahaan tidak dibuat secara serampangan, tetapi harus dibuat dan disusun sesuai dengan aturan atau standar yang berlaku. Hal ini perlu dilakukan agar laporan keuangan mudah dibaca dan dimengerti. Laporan keuangan yang disajikan perusahaan sangat penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan. Di samping itu, banyak pihak yang memerlukan dan berkepentingan terhadap laporan keuangan yang dibuat perusahaan, seperti pemerintah, kreditor, investor, maupun para supplier. Pada umumnya laporan keuangan terdiri dari neraca dan perhitungan laba rugi serta laporan perubahan modal, dimana neraca menunjukkan atau mengambarkan jumlah aktiva, utang dan modal dari perusahaan pada suatu tanggal tertentu, sedangkan perhitungan laba rugi memperlihatkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan serta biaya selama periode tertentu, dan laporan perubahan modal menunjukkan sumber dan penggunaan atau alasanalasan yang menyebabkan perubahan modal. Dalam hal laporan keuangan, sudah merupakan kewajiban setiap perusahaan untuk membuat dan melaporkan keuangan perusahaannya pada suatu periode tertentu. Hal yang dilaporkan kemudian dianalisis sehingga dapat diketahui kondisi financial dan posisi keuangan perusahaan terkini. Kemudian laporan keuangan juga akan menentukan langkah apa yang dilakukan perusahaan sekarang dan ke depan, dengan melihat berbagai persoalan yang ada baik kelemahan maupun kekuatan yang dimilikinya.
19
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai laporan keuangan, berikut dikemukakan pengertian laporan keuangan antara lain: Menurut Munawir dalam buku Analisis Laporan Keuangan (2004:5) menyatakan bahwa: “Laporan keuangan adalah pelaporan dari peristiwa-peristiwa keuangan perusahaan”. Sedangkan menurut Myer yang dialihbahasakan oleh Munawir dalam buku Analisis Laporan Keuangan (2004:5) menyatakan bahwa: “Laporan keuangan adalah dua daftar yang disusun oleh akuntan pada akhir periode untuk suatu perusahaan. Kedua daftar itu adalah daftar neraca atau daftar posisi keuangan dan daftar pendapatan atau daftar rugi laba. Pada waktu akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasaan bagi perusahaan-perusahaan untuk menambahkan daftar ketiga yaitu daftar surplus atau daftar laba yang tak dibagikan (laba ditahan)”. Menurut Kasmir dalam buku Analisis Laporan Keuangan (2008:7) pengertian laporan keuangan adakah: “Laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saaat ini atau dalam suatu periode tertentu”. Maksud laporan keuangan yang menunjukkan kondisi perusahaan saat ini adalah merupakan kondisi terkini. Kondisi perusahaan terkini adalah keadaaan keuangan perusahaan pada tanggal tertentu (untuk neraca) dan periode tertentu (untuk laporan laba rugi). Dari definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut.
20
Laporan keuangan adalah laporan yang menyajikan informasi yang akan digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan mengenai posisi keuangan, kinerja perusahaan, perubahan ekuitas, arus kas dan informasi lain yang merupakan hasil dari proses akuntansi salama periode akuntansi dari suatu kesatuan usaha. Bagi para analisis, laporan keuangan merupakan media yang paling penting untuk menilai prestasi dan kondisi ekonomi suatu perusahaan. Agar dalam melakukan analisis dan interpretasinya terhadap laporan keuangan itu hasilnya memuaskan, maka diperlukan adanya konsistensi penyajian yaitu keseragaman bentuk laporan keuangan untuk dianalisis.
2.1.2 Tujuan Laporan Keuangan Dalam upaya untuk menetapkan pondasi sebagai dasar bagi akuntasi keuangan dan standar pelaporan, maka laporan keuangan harus dapat memberikan informasi keuangan yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut. Menurut IAI dalam PSAK No. 01 (2007:3) menyatakan bahwa: “Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bemanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi”. Sedangkan menurut Kasmir dalam buku Analisis Laporan Keuangan (2008:11) tujuan pembuatan atau penyusunan laporan keuangan yaitu: 1. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang dimiliki perusahaan pada saat ini
21
2. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal yang dimiliki perusahaan pada saat ini 3. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang diperoleh pada suatu periode tertentu 4. Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu 5. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi terhadap aktiva, pasiva, dan modal perusahaaan 6. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam suatu periode 7. Memberikan informasi tentang catatan-catatan atas laporan keuangan 8. Informasi keuangan lainnya. Secara umum laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi keuangan suatu perusahaan, baik pada saat tertentu maupun pada periode tertentu. Laporan keuangan juga dapat disusun secara mendadak sesuai kebutuhan perusahaan maupun sacara berkala. Jelasnya adalah laporan keuangan mampu memberikan informasi keuangan kepada pihak dalam dan luar perusahaan yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan. Jadi, dengan memperoleh laporan keuangan suatu perusahaan akan dapat diketahui kondisi keuangan perusahaan secara menyeluruh. Kemudian, laporan keuangan tidak hanya sekedar cukup hanya dibaca saja, tetapi juga harus dimengerti dan dipahami tentang posisi keuangan perusahaan saat ini. Caranya adalah dengan melakukan analisis keuangan melalui rasio keuangan yang sering digunakan. Dengan menganalisis laporan keuangan suatu perusahaan maka akan diperoleh semua jawaban yang berhubungan dengan masalah posisi keuangan perusahaan dan hasil-hasil yang dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan. Dari semua tujuan tersebut, tujuan yang paling terpenting dari analisis laporan keuangan adalah untuk mengurangi ketergantungan para pengambil
22
keputusan pada dugaan murni, terkaan, dan intuisi, serta mengurangi dan mempersempit lingkup ketidakpastian pada setiap proses pengambilan keputusan.
2.1.3 Karakteristik Laporan Keuangan Informasi yang ada dalam laporan keuangan dan dalam laporan lainnya yang dibuat perusahaan untuk melaporkan kegiatannya harus memiliki karakteristik tertentu untuk memenuhi kebutuhan pemakainya. Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan tersebut berguna bagi para pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Menurut IAI dalam PSAK No. 01 (2007:5) terdapat empat karakteristik kualitatif pokok laporan keuangan yaitu: 1. 2. 3. 4.
Dapat dipahami Relevan Keandalan Dapat dibandingkan Keempat karakteristik kualitatif laporan keuangan tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut: 1. Dapat dipahami Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. 2. Relevan Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan
23
membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan atau mengkoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. 3. Keandalan Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakaian sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. 4. Dapat dipertimbangkan Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus dapat mempertimbangkan laporan keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu, pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang serupa harus dilakukan secara konsisten untuk perusahaan tersebut, antar periode perusahaan yang sama dan untuk perusahaan yang berbeda. Informasi yang disediakan oleh laporan keuangan tidak akan berguna seandainya tidak relevan. Dalam membuat keputusan pemakai tidak hanya mengerti atau memahami informasi yang disajikan tetapi juga harus mampu menilai tingkat keandalan dan dapat diperbandingkan dengan informasi tentang kemungkinan alternatif dan pengalaman yang lalu.
24
Laporan keuangan menyajikan informasi mengenai perusahan yang meliputi aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan, beban, kerugian, keuntungan, dan arus kas perusahaan. Informasi tersebut beserta informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan dapat membantu pemakai laporan dalam memprediksi arus kas masa depan khususnya dalam hal waktu dan kepastian perolehan kas dan setara kas. Menurut Statement of Financial Accounting (SFAC) Nomor 1 yang dikutip oleh Zaki Baridwan dalam buku Intermediate Accounting (2004:2-3) menyatakan bahwa pelaporan keuangan harus menyajikan informasi yang: 1. Berguna bagi investor dan kreditur yang ada dan yang potensial dan pemakai lainnya dalam membuat keputusan untuk investasi, pemberian kredit dan keputusan lainnya informasi yang dihasilkan itu harus memadai bagi mereka yang mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kegiatan dan usaha perusahaan dan peristiwa-peristiwa ekonomi, serta bermaksud untuk menelaah informasi-informasi itu secara sungguh-sungguh. 2. Dapat membantu investor dan kreditur yang ada dan potensial dan pemakai lainnya untuk menaksir jumlah, waktu, dan ketidakpastian dari penerimaan uang dimasa yang akan datang yang berasal dari dividen atau bunga dan dari penerimaan uang yang berasal dari penjualan, pelunasan, atau jatuh temponya surat-surat berharga atau pinjaman-pinjaman. 3. Menunjukkan sumber-sumber ekonomi dari suatu perusahaan, klaim atas sumber-sumber tersebut (kewajiban perusahaan untuk mentransfer sumber-sumber ke perusahaan lain dan ke pemilik perusahaan), dan pengaruh dari transaksi-transaksi, kejadian-kejadian dan keadaan-keadaan yang mempengaruhi sumber-sumber dan klaim atas sumber-sumber tersebut. Ketiga karakteristik informasi di atas merupakan pedoman bagi penyusunan laporan keungan untuk suatu badan usaha.
25
2.1.4 Jenis-jenis Laporan Keuangan Laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan terdiri dari beberapa jenis, tergantung dari maksud dan tujuan pembuatan laporan keuangan tersebut. Dalam praktiknya perusahaan dituntut untuk menyusun beberapa jenis laporan keuangan yang sesuai dengan standar yang telah ditentukan, terutama untuk kepentingan diri sendiri maupun kepentingan pihak lain. Secara umum menurut Kasmir dalam buku Analisis Laporan Keuangan (2008:28) ada lima macam jenis laporan keuangan yang biasa disusun, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Neraca Laporan laba rugi Laporan perubahan modal Laporan arus kas Laporan catatan atas laporan keuangan Berukut ini adalah uraian dari kelima jenis laporan keuangan di atas, yaitu:
1. Neraca Neraca (balance sheet) merupakan laporan yang menunjukkan posisi keuangan perusahaan pada tanggal tertentu. Arti dari posisi keuangan dimaksudkan adalah posisi jumlah dan jenis aktiva (harta) dan pasiva (kewajiban dan ekuitas) suatu perusahaan. Penyusunan komponen di dalam neraca didasarkan pada tingkat likuiditas dan jatuh tempo. Artinya penyusunan komponen neraca harus didasarkan likuiditasnya atau komponen yang paling mudah dicairkan. 2. Laporan laba rugi Laporan laba rugi (income statement) merupakan laporan keuangan yang menggambarkan hasil usaha perusahaan dalam suatu periode tertentu. Dalam laporan laba rugi ini tergambar jumlah pendapatan dan sumber-sumber
26
pendapatan yang diperoleh. Kemudian, juga tergambar jumlah biaya dan jenisjenis biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu. Dari jumlah pendapatan dan jumlah biaya ini terdapat selisih yang disebut laba atau rugi. Jika jumlah pendapatan lebih besar dari jumlah biaya, perusahaan dikatakan laba. Sebaliknya jika jumlah pendapatan lebih kecil dari jumlah biaya, peusahaan dikatakan rugi. 3. Laporan perubahan modal Laporan perubahan modal merupakan laporan yang berisi jumlah dan jenis modal yang dimiliki pada saat ini. Kemudian, laporan ini juga menjelaskan perubahan modal dan sebab-sebab terjadinya perubahan modal di perusahaan. Laporan perubahan modal jarang dibuat bila tidak terjadi perubahan modal. Artinya, laporan ini baru dibuat bila memang ada perubahan modal. 4. Laporan arus kas Laporan arus kas merupakan laporan yang menunjukkan semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan, baik yang berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap kas. Laporan arus kas harus disusun berdasarkan konsep kas selama periode laporan. Laporan kas terdiri arus kas masuk (cash in) dan arus kas keluar (cash out) selama periode tertentu. Kas masuk terdiri uang yang masuk ke perusahaan, seperti hasil penjualan atau penerimaan lainnya, sedangkan kas keluar merupakan sejumlah pengeluaran dan jenis-jenis pengeluarannya, seperti pembayaran biaya operasional perusahaan. 5. Laporan catatan atas laporan keuangan Laporan catatan atas laporan keuangan merupakan laporan yang memberikan informasi apabila ada laporan keuangan yang memerlukan
27
penjelasan tertentu. Artinya, terkadang ada komponen atau nilai dalam laporan keuangan yang perlu diberi penjelasan terlebih dahulu sehingga jelas. Hal ini perlu dilakukan agar pihak-pihak yang berkepentingan tidak salah dalam menafsirkannya.
2.1.5 Sifat dan Keterbatasan Laporan Keuangan Laporan keuangan dipersiapkan atau dibuat dengan maksud untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan (progress report) secara periodik yang dilakukan pihak manajemen yang bersangkutan. Menurut Munawir dalam buku Analisis Laporan Keuangan (2004:6) menyatakan bahwa: “Laporan keuangan adalah bersifat historis serta menyeluruh dan sebagai suatu progress report laporan keuangan terdiri dari data-data yang merupakan hasil dari suatu kombinasi antara: 1. Fakta yang telah dicatat (recorded fact) 2. Prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan di dalam akuntansi (accounting convention and postulate) 3. Pendapat pribadi (personal judgment)”. Berikut ini adalah uraian dari ketiga kombinasi di atas, yaitu: 1. Fakta yang telah dicatat (recorded fact) Fakta yang telah dicatat (recorded fact) sifat ini menunjukkan bahwa penyusunan laporan keuangan itu dibuat atas fakta dari catatan-catatan akuntansi atas peristiwa-peristiwa atau transaksi yang telah terjadi. Sehingga laporan keuangan tidak dapat mencerminkan posisi keuangan perusahaan sesuai kondisi perekonomian paling akhir.
28
2. Prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan di dalam akuntansi (accounting convention and postulate) Prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan di dalam akuntansi, berarti data yang dicatat itu didasarkan pada prosedur maupun anggaran-anggaran tertentu yang merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim (General Accepted Accounting Principles), hal ini dilakukan dengan tujuan memudahkan pencatatan atau untuk keseragaman. 3. Pendapat pribadi (personal judgment) Pendapat pribadi (personal judgment) dimaksudkan bahwa, walaupun pencatatan transaksi telah diatur oleh konvensi atau dalil-dalil dasar yang telah ditetapkan dan sudah menjadi standar praktek pembukuan, namun penggunaan dari konvensi dan dalil tersebut tergantung daripada kemampuan dan integritas pembuatnya (akuntan) terhadap konvensi akun tersebut. Dengan mengingat atau memperhatikan sifat-sifat laporan keuangan tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa laporan keuangan itu menurut Munawir dalam buku Analisis Laporan Keuangan (2004:9) mempunyai beberapa keterbatasan antara lain: 1. Laporan keuangan yang dibuat secara periodik pada dasarnya merupakan interim report (laporan yang dibuat antara waktu tertentu yang sifatnya sementara) dan bukan merupakan laporan final. 2. Laporan keuangan menunjukkan angka dalam rupiah yang kelihatannya bersifat pasti dan tepat, tetapi sebenarnya dasar penyusunannya dengan standar nilai yang mungkin berbeda atau berubah-ubah. 3. Laporan keuangan disusun berdasarkan hasil pencatatan transaksi keuangan atau nilai tukar rupiah dari berbagai waktu atau tanggal yang lalu. 4. Laporan keuangan tidak mencerminkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi posisi atau keadaan keuangan perusahaan karena faktorfaktor tersebut tidak dapat dinyatakan dengan satuan uang.
29
Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam buku Analisis Kritis atas Laporan Keuangan (2004:16) menjelaskan bahwa SAK (Standar Akuntansi Keuangan) menggambarkan sifat dan keterbatasan laporan keuangan adalah sebagai berikut: 1. Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas kejadian yang telah lewat. Karenanya, laporan keuangan tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi dalam proses pengambilan keputusan ekonomi. 2. Laporan keuangan bersifat umum, disajikan untuk semua pemakai dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu saja misalnya untuk Pajak, Bank. 3. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan berbagai pertimbangan. 4. Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material. 5. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian 6. Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu peristiwa/transaksi daripada bentuk hukumnya (formalitas), (substance over form). 7. Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis, dan pemakai laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat dari informasi yang dilaporkan. 8. Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber-sumber ekonomis dan tingkat kesuksesan antar perusahaan. 9. Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantifikasikan umumnya diabaikan. Dengan memahami sifat dan keterbatasan laporan keuangan, maka pengguna informasi laporan keuangan dapat menjaga kemungkinan salah tafsir terhadap informasi yang diberikan, sehingga kesimpulan yang diambil lebih akurat.
2.2
Analisis Laporan Keuangan Analisis laporan keuangan mencakup perangkat kerja dan teknik yang
memungkinkan para analis untuk menganalisis laporan keuangan masa lalu dan
30
saat ini, sehingga kinerja dan posisi keuangan perusahaan dapat dianalisis serta risiko dan potensi perusahan di masa datang akan dapat diestimasi. Analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan pada dasarnya karena ingin mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan tingkat risiko atau tingkat kesehatan suatu perusahaan. Analisis keuangan yang mencakup analisis rasio keuangan, analisis kelemahan dan kekuatan di bidang financial akan sangat membantu dalam menilai prestasi manajemen masa lalu dan prospeknya di masa datang.
2.2.1 Pengertian dan Manfaat Analisis Laporan Keuangan Bagi pimpinan atau manajemen perusahaan, dengan melakukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan akan dapat mengetahui hasil-hasil keuangan yang telah dicapai pada masa lalu. Menurut Munawir dalam buku Analisis Laporan Keuangan (2004:35), menyatakan bahwa: “Analisis laporan keuangan terdiri dari penelaahan atau mempelajari dari pada hubungan-hubungan dan kecenderungan (trend) untuk menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta perkembangan perusahaan yang bersangkutan”. Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang penting bagi para pemakai laporan keuangan dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan akan menjadi lebih bermanfaat untuk pengambilan keputusan ekonomi, apabila dengan informasi laporan keuangan tersebut dapat diprediksi apa yang akan terjadi di masa mendatang. Dengan mengolah lebih
31
lanjut laporan keuangan melalui proses perbandingan, evaluasi dan analisis trend, akan diperoleh prediksi tentang apa yang mungkin terjadi di masa mendatang. Analisis laporan keuangan yang dilakukan dimaksudkan untuk menambah informasi yang ada dalam suatu laporan keuangan, kegunaan atau tujuan dan manfaat dari analisis laporan keuangan menurut Kasmir dalam buku Analisis Laporan Keuangan (2008:68) adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode tertentu, baik harta, kewajiban, modal, maupun hasil usaha yang telah dicapai untuk beberapa periode. 2. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi kekurangan perusahaan. 3. Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki. 4. Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu dilakukan ke depan yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan saat ini. 5. Untuk melakukan penilaian kinerja manajemen ke depan apakah perlu penyegaran atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau gagal. 6. Dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan sejenis tentang hasil yang mereka capai. Hal terpenting dalam melakukan analisis laporan keuangan adalah financial statement. Financial statement yang digunakan hanyalah menunjukkan keadaan operasi perusahaan dalam waktu yang sama sehingga hasil analisa yang diperoleh akan lebih akurat. Sangatlah disarankan agar rasio-rasio keuangan dihitung dari laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit, karena apabila belum diaudit maka tidak atau belum memberikan jaminan atas kebenarannya. Diketahui ada beberapa macam rasio yang biasa digunakan oleh perusahaan, tetapi pada dasarnya rasio-rasio tersebut mempunyai fungsi yang sama yaitu sebagai alat yang dapat digunakan untuk mengukur dan menilai tingkat kesehatan perusahaan yang bersangkutan.
32
Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa dengan adanya analisa rasio keuangan suatu perusahaan, pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan yang bersangkutan akan mendapat informasi yang memadai tentang kinerja perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
2.2.2 Metode dan Teknik Analisis Laporan Keuangan Analisis laporan keuangan terdiri dari penelaahan atau mempelajari dari pada hubungan-hubungan dan tendensi atau kecenderungan untuk menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta perkembangan perusahaan yang bersangkutan. Menurut Bernstein (1983:3) yang dikutip oleh Sofyan Syafri Harahap dalam buku Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan (2004:190) menyatakan bahwa: “Analisis laporan keuangan mencakup penerapan metode dan teknik analitis atas laporan keuangan dan data lainnya untuk melihat dari itu ukuran-ukuran dan hubungan tertentu yang sangat berguna dalam proses pengambilan keputusan”. Ada dua metode analisis menurut Lukman Syamsudin dalam buku Manajemen Keuangan Perusahaan (2001:68) yaitu: 1. Cross Sectional Approach 2. Time Series Approach Berikut ini adalah uraian dari kedua metode analisis di atas, yaitu: 1. Cross Sectional Approach, adalah analisa dengan membandingkan rasio suatu perusahaan dengan rasio perusahaan sejenis lainnya atau dengan rasio ratarata industri.
33
2. Time Series Approach, adalah suatu proses membandingkan rasio-rasio perusahaan saat ini dengan rasio perusahaan sebelumnya. Selain itu, menurut Munawir dalam buku Analisa Laporan Keuangan (2004:36) terdapat teknik analisa yang biasa digunakan dalam analisa laporan keuangan adalah sebagai berikut: 1. Analisa perbandingan laporan keuangan 2. Trend atau tendensi posisi dan kemajuan keuangan perusahaan yang dinyatakan dalam presentase (trend percentage analysis) 3. Laporan dengan presentase per komponen atau common size statement 4. Analisa sumber dan penggunaan modal kerja 5. Analisa sumber dan penggunaan kas (cash flow statement analysis) 6. Analisa ratio 7. Analisa perubahan laba kotor (gross profit analysis) 8. Analisa break-even Metode dan teknik analisa manapun yang digunakan, kesemuanya itu adalah merupakan permulaan dari proses analisa yang diperlukan untuk menganalisa laporan keuangan dan setiap metode analisa mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk membuat agar data dapat lebih dimengerti sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
2.2.3 Rasio sebagai Alat Analisis Dengan menggunakan laporan keuangan penganalisa menyadari bahwa beberapa rasio secara individu akan membantu dalam menganalisa dan menginterpretasikan posisi keuangan suatu perusahaan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain dan dengan
34
menggunakan alat analisa berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standar. Untuk menilai kondisi keuangan dan prestasi perusahaan, analisis keuangan memerlukan beberapa tolak ukur. Tolak ukur yang sering dipakai adalah analisis rasio, yang menghubungkan dua data keuangan yang satu dengan yang lainnya. Untuk melakukan analisis rasio keuangan, diperlukan perhitungan rasiorasio keuangan yang mencerminkan aspek-aspek tertentu. Rasio-rasio keuangan mungkin dihitung berdasarkan berdasarkan atas angka-angka yang ada dalam neraca saja, dalam laporan rugi laba saja, atau pada neraca dan rugi laba. Analisis rasio seperti halnya alat-alat analisis yang lain adalah “future oriental”, oleh karena itu analisis harus mampu untuk menyesuaikan faktor-faktor yang ada pada periode atau waktu ini dengan faktor-faktor di masa yang akan datang yang mungkin akan mempengaruhi posisi keuangan atau hasil operasi perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian keguanaan atau menfaat suatu angka rasio sepenuhnya tergantung kepada kemampuan atau kecerdasan penganalisa dalam menginterpretasikan data yang bersangkutan.
2.2.3.1 Pengertian Rasio Keuangan Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam buku Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan (2004:297) menyatakan bahwa:
35
“Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan (berarti)”. Sedangkan menurut James C Van Horne yang dikutip oleh Kasmir dalam buku Analisis Laporan Keuangan (2008:104) menyatakan bahwa: “Rasio keuangan merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan angka lainnya”. Analisis rasio keuangan banyak digunakan oleh para calon investor, analisis ini didasarkan pada hubungan antar pos dalam laporan keuangan perusahaan yang akan mencerminkan keadaan keuangan serta hasil operasional perusahaan. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Munawir dalam buku Analisis Laporan Keuangan (2004:37), yang menyatakan bahwa: “Analisis rasio adalah suatu metode analisa untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan keuangan secara individu atau kombinasi dari kedua laporan”. Selain itu menurut Munawir dalam buku Analisis Laporan Keuangan (2004:64) juga menjelaskan bahwa: “Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisa berupa rasio ini akan menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan rasio angka pembanding yang digunakan sebagai standar”.
36
2.2.3.2 Jenis-jenis Rasio Keuangan Analisis rasio keuangan merupakan salah satu teknik dalam menganalisa laporan keuangan yang banyak digunakan untuk menilai kinerja perusahaan karena penggunaannya yang relatif mudah. Menurut Suad Husnan dalam buku Dasar-dasar Manajemen Keuangan (2006:70) jenis rasio keuangan itu antara lain sebagai berikut: 1. Rasio Leverage. Rasio ini mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan hutang. Beberapa analis menggunakan istilah rasio solvabilitas, yang berarti mengukur kemampuan peruasahaan memenuhi kewajiban keuangannya. 2. Rasio Likuiditas. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban keungan jangka pendek. 3. Rasio Profitabilitas atau efisinesi. Rasio-rasio ini dimaksudkan untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva perusahaan (atau mungkin sekelempok aktiva perusahaan). Menurut Munawir dalam buku Analisis Laporan Keuangan (2004:31), rasio keuangan dikelompokkan kedalam empat bagian, yaitu: 1. 2. 3. 4.
Rasio Likuiditas Rasio Solvabilitas Rasio Rentabilitas Rasio Aktivitas usaha Berikut ini adalah uraian dari keempat bagian di atas, yaitu:
1. Rasio Likuiditas Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan usaha untuk mengetahui kewajiban jangka pendek. 2. Rasio Solvabilitas Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. Suatu
37
perusahaan dapat dikatakan sovable apabila perusahaan tersebut mempunyai aktiva atau kekayaan yang cukup untuk membayar semua hutangnya. 3. Rasio Rentabilitas Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu, rentabilitas diukur dengan keberhasilan dan kemampuan dalam menggunakan aktifvitasnya secara efektif. 4. Rasio Aktivitas Usaha Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk melakukan usaha dengan setabil yang diukur dengan kemampuan membayar hutang pokok beserta bunga tepat pada waktunya serta kemampuan perusahaan untuk membiayai dividen kepada pemegang saham. Sedangkan menurut R Agus Sartono dalam buku Manajemen Keuangan (2001:114) menyatakan bahwa rasio keuangan dikembangkan menjadi empat kelompok, yaitu: 1. Rasio likuiditas, yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang berjangka pendek tepat pada waktunya. 2. Rasio aktivitas, menunjukkan sejauh mana efisiensi perusahaan dalam menggunakan assets untuk memperoleh penjualan. 3. Financial leverage ratio, menunjukkan kapasitas perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik itu jangka pendek maupun jangka panjang. 4. Rasio profitabilitas, dapat mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan penjualan, assets maupun bagi modal sendiri. Namun dalam penelitian ini, penulis menggunakan rasio keuangan sesuai dengan yang digunakan oleh Luciana dalam Simposium Nasional Akuntansi (2003:) yaitu NITA, RETA, SETA, dan TDTA, dimana jenis rasio tersebut akan
38
memungkinkan dilakukannya pengevaluasian dalam hubungannya dengan kondisi financial distress pada suatu perusahaan. NITA dirumuskan dengan laba bersih/total aktiva, RETA dirumuskan dengan laba ditahan/total aktiva, SETA dirumuskan dengan nilai buku pemegang saham ekuitas/total aktiva, dan TDTA dirumuskan dengan total hutang/total aktiva.
2.2.3.3 Keunggulan dan Keterbatasan Rasio Keuangan Rasio keuangan dapat memberikan gambaran sumber-sumber informasi yang sangat berharga bagi para analisis keuangan, bagaimanapun rasio-rasio yang dihitung dari laporan akuntansi kadang-kadang dapat memberikan informasi yang menyesatkan. Analisis rasio keuangan mempunyai keunggulan dan keterbatasan dalam penerapannya. Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam buku Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan (2004:298), keunggulan analisis rasio antara lain: 1. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan. 2. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit. 3. Mengetahui posisi keuangan di tengah industri lain. 4. Sangat berguna untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi Z score atau Altman’s Bankcrupty prediction model merupakan suatu model untuk meramalkan kebangkrutan suatu perusahaan yang dibuat oleh Altman. 5. Menstandarisasi ukuran prusahaan. 6. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan yang lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik/time series. 7. Lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi dimasa yang akan datang.
39
Walaupun kita telah mengetahui bahwa rasio keuangan dapat digunakan untuk memahami posisi keuangan perusahaan, namun analisis ini pun memiliki keterbatasan dalam penggunaannya. Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam buku Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan (2004:298) keterbatasan analisis rasio keuangan antara lain: 1. Analisis laporan keuangan didasarkan pada laporan keuangan, oleh karenanya kelemahan laporan keuangan harus selalu diingat agar kesimpulan dari analisis itu tidak salah. 2. Obyek analisis laporan keuangan hanya laporan keuangan. 3. Obyek analisis adalah data historis yang menggambarkan masa lalu dan kondisi ini bisa berbeda dengan kondisi masa depan. 4. Jika kita melakukan perbandingan dengan perusahaan lain maka perlu dilihat beberapa perbedaan prinsip yang bias menjadi penyebab perbedan angka misalnya prinsip akuntansi, size perusahaan, dan lain sebagainya. 5. Laporan keuangan hasil konsolidasi atau hasil konversi mata uang asing perlu mendapat perhatian tersendiri karena perbedaan bias saja timbul karena masalah kurs konversi atau metoda konsolidasi.
2.3
Underwriter
2.3.1 Pengertian Underwriter Pengertian penjamin emisi efek atau disebut juga underwriter menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yaitu: “Penjamin emisi efek adalah pihak yang membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual”. Pengertian underwriter menurut Agus Sartono dalam buku Manajemen Keuangan (2001:494) yaitu:
40
“Pihak penjamin emisi saham baru yang menanggung risiko terhadap fluktuasi harga yang merugikan selama periode di mana emisi saham baru atau obligasi sedang didistribusikan kepada pemesan”. Emiten dan underwriter bersama-sama dalam penentuan harga perdana, walaupun demikian mereka mempunyai kepentingan yang berbeda. Emiten menginginkan harga perdananya tinggi sehingga bisa mendapatkan modal yang besar untuk merealisasikan proyeknya. Sebaliknya underwriter menginginkan harga yang cenderung rendah. Dengan harga yang rendah maka dana yang dibutuhkan untuk membeli saham yang tidak laku terjual relatif lebih kecil dibandingkan dengan bila harga saham perdana ditetapkan terlalu tinggi. Dalam melakukan emisi efek, selalu melibatkan lembaga-lembaga penujang pasar modal yang menjalankan peranannya sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam pelaksanaan fungsi efek, penjamin emisi (underwriter) memiliki peranan yang sangat menentukan keberhasilan emisi terutama dalam melakukan pemasaran dan penjualan fungsi efek. Menurut Dahlan Siamat dalam buku Manajemen Lembaga Keuangan (2004:264), pentingnya fungsi underwriter tersebut disebabkan alasan-alasan sebagai berikut: 1. Membantu emiten mempersiapkan pernyataan pendaftaran berikut dokumen pendukungnya. 2. Memberikan konsultasi di bidang keuangan seperti jumlah dan jenis efek yang akan diterbitkan, bursa yang akan dipilih untuk mencatatkan saham, jadwal emisi penunjukan lembaga penunjang lain, metode pendistribusian efek dan sebagainya. 3. Melakukan penjaminan terhadap efek yang diemisikan. 4. Melakukan evaluasi terhadap kondisi perusahaan antara lain: keuangan, manajemen, pemasaran, produksi berikut prospeknya. 5. Menentukan harga saham bersama-sama dengan emiten. 6. Sebagai pembentuk pasar (market maker) di Bursa Paralel.
41
Melihat peran dan fungsi underwrier tersebut di atas, maka keberhasilan suatu emisi efek jelas sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan pengalaman penjamin emisi terutama dalam pemasaran.
2.3.2 Jenis Underwriter Dalam praktek penjamin emisi, menurut Rusdin dalam buku Pasar Modal (2008:37) pada umumnya dikenal empat macam jenis atau tipe penjamin emisi (underwriter) yaitu: 1. 2. 3. 4.
Kesanggupan penuh (Full/Firm Commitment) Kesanggupan terbaik (Best Efforts Commitment) Kesanggupan siaga (Standby Commitment) Kesanggupan semua atau tidak sama sekali (All of None Commitment) Berikut ini adalah uraian dari keempat macam tipe atau jenis penjamin
emisi (underwriter), yaitu: 1. Kesanggupan penuh (Full/Firm Commitment) Penjamin model ini mengambil risiko penuh. Penjamin emisi menyatakan kesanggupan penuh (full commitment). Dalam hal saham/obligasi terjual sebagian maupun seluruhnya, penjamin emisi akan membeli seluruh saham/obligasi yang tidak laku itu dengan harga yang sama dengan harga penawaran kepada pemodal secara umum. Penjaminan full commitment seperti itu berlaku urutan “menjual dan membeli” (sell and purchase), karena bila tidak laku baru dibeli. 2. Kesanggupan terbaik (Best Efforts Commitment) Kesanggupan model ini hanya menuntut penjaminan emisi agar berusaha sebaik mungkin menjual saham/obligasi emiten supaya banyak/semuanya laku. Bila pada akhir masa penjualan masih ada saham/obligasi yang tidak laku,
42
saham/obligasi itu akan dikembalikan kepada emiten. Tidak ada kewajiban bagi penjamin penjamin emisi untuk membeli saham-saham yang tidak laku itu. 3. Kesanggupan siaga (Standby Commitment) Menurut kesanggupan siaga ini, bila ada saham/obligasi yang tidak laku sampai batas waktu penjualan yang telah ditentukan, penjamin emisi akan bersedia pula membeli saham/obligasi yang tidak laku itu. Hanya saja harga pembelian oleh penjamin emisi itu tidak sama dengan harga penawaran umum. 4. Kesanggupan semua atau tidak sama sekali (All of None Commitment) Penjamin emisi akan berusaha menjual saham/obligasi emiten sampai laku semua. Bila saham/obligasi yang ditawarkan itu tidak laku semua, maka saham/obligasi yang telah dipesan oleh pemodal, transaksinya dibatalkan. Jadi semua saham/obligasi tidak jadi dijual, dikembalikan kepada emiten, dan emiten tidak mendapat sedikit danapun. Komitmen ini timbul dengan latar belakang bahwa perusahaan membutuhkan modal dalam skala tertentu. Bila jumlah itu tidak tercapai berarti investasi perusahaan kurang bermanfaat. Oleh karena itu lebih baik tidak jadi sekalian. Penjamin emisi efek (underwriting) senantiasa berkaitan dengan risiko yang dapat dihadapi oleh underwriter terutama apabila emisi dalam jumlah yang cukup besar. Perhitungan dan perkiraan mengenai kemampuan atau kekuatan pasar yang kurang tepat akan menimbulkan resiko terhadap tidak berhasilnya suatu emisi efek yang pada gilirannya akan mengakibatkan tanggung jawab penjamin emisi atas penjualan efek yang diemisikan tersebut. Oleh karena itu, pelaksanaan penjamin emisi efek, umumnya dilakukan dalam suatu sindikasi yang
43
terdiri atas kalangan penjamin emisi. Menurut Dahlan Siamat dalam buku Manajemen Lembaga Keuangan (2004:265), berdasarkan fungsi tanggung jawabnya dalam sindikasipenjamin emisi maka underwriter dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Penjamin Utama Emisi (Lead Underwriter) 2. Penjaminan Pelaksana Emisi (Managing Underwriter) 3. Penjamin Peserta Emisi (Co Underwriter) Berikut ini adalah uraian dari ketiga tingkatan underwriter, yaitu: 1. Penjamin Utama Emisi (Lead Underwriter) Lead Underwriter dengan emiten membuat perikatan dalam suatu perjanjian penjaminan emisi efek. Dalam perjanjian tersebut penjamin emisi menjamin menjual efek dan pembayaran seluruh nilai efek. Apabila dalam suatu emisi terdapat lebih dari satu penjamin emisi utama, maka penjamin dilakukan secara bersama. Tugas pokok Penjamin Utama Emisi adalah sebagai berikut: a. Menjamin penjualan emisi efek dan pembayaran keseluruhan nilai efek yang diemisikan kepada emiten. b. Mewakili para penjamin emisi efek dalam hubungannya dengan emiten dan pihak ketiga. c. Menetapkan bagian kewajiban masing-masing bagian emisi efek sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati dalam perjanjian antara penjamin emisi.
44
d. Mengumpulkan hasil penjualan efek yang dilakukan oleh para penjamin peserta emisi dan para agen penjual pada tanggal setelah masa penutupan penawaran umum. e. Menyerahkan hasil penjualan efek kepada emiten serta membayar efek yang habis terjual tepat pada tanggal yang telah disepakati. 2. Penjaminan Pelaksana Emisi (Managing Underwriter) Seperti disebutkan bahwa dalam suatu emisi bisa saja terdapat lebih dari satu lead underwriter. Apabila hal tersebut terjadi, maka di antara mereka harus dipilih satu atau lebih yang bertindak sebagai penjamin pelaksana emisi dalam suatu proses emisi atau managing underwriter. Penjamin pelaksana emisi dalam suatu proses emisi memiliki tugas sebagai berikut: a. Mengatur pengelolaan serta penyelenggara emisi efek. b. Mengkoordinasikan seluruh penjamin emisi dalam hal pelaksanaan emisi efek, serta kegiatan-kegiatan lainnya sesuai dengan kewajiabn para penjamin emisi efek. 3. Penjamin Peserta Emisi (Co Underwriter) Fungsi co underwriter ini adalah ikut menjamin penjualan dan pembayaran nilai efek sesuai dengan porsi efek yang diberikan kepadanya yang diikat dengan suatu perjanjian penjamin emissi dan dalam pelaksanakan suatu emisi co underwriter tidak bertanggung jawab langsung kepada emiten, tetapi kepada lead underwriter.
45
Kerja sama antara penjamin emisi efek sebagimana telah dijelaskan di atas yaitu, lead, managing dan co underwriter diwujudkan dalam suatu perjanjian antarmereka yang disebut dengan Perjanjian Antarpeminjam Emisi. Selanjutnya, penjamin emisi efek setelah memisahkan jumlah porsi yang akan langsung ditawarkan sendiri kepada investor, dapat juga mempergunakan jasa Perusahaanperusahaan Broker atau Perusahaan Efek sebagai agen penjual (selling agent) untuk melaksanakan penjualan efek yang sebenarnya merupakan bagian underwriter yang bersangkutan. Ikatan kerja sama antara emisi dengan agen penjual tersebut dilakukan atas dasar suatu perjanjian yang disebut Perjanjian Agen Penjual.
2.3.3 Reputasi Underwriter Underwriter merupakan lembaga yang memiliki peranan kunci pada setiap emisi efek di pasar modal. Underwriter akan mengkoordinir persiapan yang diperlukan bersama emiten dalam penyusunan dokumen pendaftaran, dokumen pendukung dan prospektus, dan menjamin penawaran saham di pasar modal. Underwriter juga yang menentukan harga saham perdana serta membantu memasarkan sekuritas. Oleh karena itu penting bagi para emiten mennggunakan underwriter bereputasi baik yaitu underwriter yang memilki pengetahuan dan kemampuan tinggi. Menurut Surya dalam rac.uii.ac.id (2008), menyatakan bahwa: “Reputasi penjamin emisi (underwriter) didefinisikan sebagai skala kualitas underwriter dalam menawarkan saham emiten”.
46
Menurut Hidayati dan Indriatoro dalam Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia (1998), menyatakan bahwa: “Pemeringkatan penjamin emisi didasarkan pada fee yang didapatkan penjamin emisi. Fee penjamin emisi menunjukkan jumlah saham dan banyaknya saham yang dapat dijamin oleh penjamin emisi, secara tidak langsung menunjukkan asset yang dimiliki penjamin emisi”. Sebagai penjamin emisi penggunaan underwriter yang mempunyai reputasi tinggi dapat dipakai sebagai sinyal untuk mengurangi tingkat ketidakpastian yang tidak dapat diungkapkan oleh informasi yang terdapat dalam prospektus dan memberi sinyal bahwa informasi privat dari emiten mengenai prospek perusahaan di masa datang tidak menyesatkan. Menurut Asril Sitompul dalam buku Pasar Modal, Penawaran Umum dan Permasalahannya (2000:72), underwriter yang baik setidaknya harus memiliki keahlian sebagai berikut: 1. Pengalaman dalam pemasaran, hal ini diperlukan dalam menyusun struktur penawaran, dan membentuk sindikasi dengan para broker (agen penjual) untuk mendukung penawaran efek perusahaan setelah pendaftaran. 2. Pengetahuan yang luas, underwriter diharuskan mempunyai pengetahuan yang luas tentang kondisi pasar dan berbagai tipe investor. 3. Berpengalaman dalam penetapan harga penawaran efek, dengan demikian dapat membuat perusahaan menjadi kelihatan menarik dan juga menghasilkan keuntungan yang cukup tinggi bagi para investor. 4. Kemampuan memberi dukungan, underwriter yang baik harus mempunyai kemampuan untuk membentu perusahaan dalam penawaran efek selanjutnya. 5. Memiliki bagian riset dan pengembangan dengan ruanng lingkup kerjanya untuk menganalisis perusahaan kliennya, pesaing, pasar, dan juga perekonomian secara mikro dan makro. Pengukuran reputasi underwriter pada tiap penelitian mungkin berbeda. Di Indonesia telah ada rangking penjamin emisi yang dilakukan oleh tim litbang
47
majalah Uang dan Efek. Penentuan rangking berdasarkan pada fee penjamin emisi, banyaknya emiten yang dijamin dan tingkat perkembangan saham emiten. Dalam penelitian Luciana (2003), ukuran penjamin emisi yang digunakan adalah ukuran penjamin emisi Johson Miller (JM) yang sepenuhnya menggunakan data peringkat oleh Tim Libang. Sesuai dengan prosedur ukuran JM Luciana membagi data peringkatan tersebut menjadi 4 kategori yang diberi skala 3 untuk penjamin emisi yang mempunyai reputasi tinggi dan skala 0 untuk penjamin emisi yang mempunyai reputasi yang paling rendah. Skala 0 digunakan untuk penjamin emisi yang tidak termasuk di dalam peringkatan Tim Litbang. Sedangkan menurut Surya (2008) penilaian reputasi underwriter adalah dengan menggunakan pemeringkatan yang dilakukan oleh Tim Litbang, dimana hasil pemeringkatan tersebut dapat dilihat pada JSX Statistics yang didasarkan pada 10 underwriter dengan nilai transaksi tertinggi (The Big Ten). Selanjutnya penentuan reputasi underwriter menggunakan variabel dummy, nilai 1 untuk underwriter yang mempunyai reputasi tinggi dan nilai 0 untuk underwriter yang mempunyai reputasi rendah atau tidak mempunyai reputasi.
2.4
Financial Distress
2.4.1 Pengertian Financial Distress Menurut Luciana dalam Simposium Nasional Akuntansi VI (2003:546), menyatakan bahwa: “Financial distress didefinisikan sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi”.
48
Menurut Platt dan Platt yang dikutip oleh Luciana dalam Simposium Nasional Akuntansi VI (2003:546), menyatakan kegunaan informasi jika suatu perusahaan mengalami financial distress adalah: 1. Dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan. 2. Pihak manajemen dapat mengambil tindakan merger atau takeover agar perusahaan lebih mampu untuk membayar utang dan mengelola perusahaan dengan lebih baik. 3. Memberikan tanda peringatan awal adanya kebangkrutan pada masa yang akan datang. Menurut Akhyar dan Eha dalam Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia (2004), menyatakan bahwa definisi kebangkrutan sebagai kegagalan dapat dibedakan menjadi: 1. Kegagalan Ekonomi Biasanya diartikan apabila perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutupi biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan laba kecil dari kewajiban. 2. Kegagalan Keuangan Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Suatu perusahaan yang mengalami kebangkrutan memiliki penyebab yang berbeda dari satu situasi ke situasi yang lain. Namun demikian, pengertian penyebab kebangkrutan akan memberi pemahaman yang mendasar untuk menghindari gagalnya bisnis dan melakukan perbaikan apabila restrukturisasi memang diperlukan untuk menghindari gagalnya suatu usaha. Secara umum, menurut Brigham dan Gapensky (1997) yang dikutip oleh Sri Hartati dalam rac.uii.ac.id (2005), terdapat beberapa macam kondisi perusahaan yang mengalami financial distress, yaitu:
49
1. 2. 3. 4. 5.
Economic Failure Bussines Failure In Default Insolvent Bankrupty Berikut ini adalah uraian dari macam-macam kondisi perusahaan yang
mengalami financial distress, yaitu: 1. Economic Failure Economic failure merupakan keadaan ekonomi yang menyebabkan penerimaan perusahaan tidak dapat menutup total biaya termasuk biaya modal. Bisnis yang yang terkena economic failure dapat meneruskan operasinya apabila investor berkeinginan menambah modalnya dan menerima tingkat pengembaliaan dibawah tingkat pasar. Akhirnya apabila tidak ada modal yang disediakan terlebih dahulu assets yang ada digunakan terus dan tidak diganti, maka mengakibatkan perusahaan akan terancam tutup. Kondisi economic failure terjadi bila suatu perusahaan: a. Tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk dapat menutup biaya modal (cost of capital). b. Tingkat pengembalian investasi modalnya (rate of return) lebih rendah daripada tingkat investasi modal yang dihasilkan di luar perusahaan, misal tingkat bunga deposito lebih besar dari return of investment (ROI). c. Tingkat pengembalian investasi modalnya lebih rendah dari pada besarnya biaya yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Biaya modal disini misalnya tingkat bunga kredit yang berlaku.
50
2. Bussines Failure Business failure merupakan istilah yang digunakan oleh Dun dan Bradstreet, yang merupakan kumpulan dari kesalahan statistik. Untuk menegaskan suatu bisnis dapat mengakhiri operasinya yang diakibatkan oleh kehilanggan krediturnya. Kondisi ini menggambarkan suatu perusahaan atau bisnis yang pengembalian atas investasinya (return) negatif atau rendah. Dengan kata lain apabila suatu perusahaan mengalami kerugian operasional secara terus-menerus, maka nilai pasar (market V) dari perusahaan tersebut akan mengalami penurunan. Sehingga apabila perusahaan tersebut tidak mempu untuk memperoleh return yang lebih besar dari biaya modalnya maka perusahaan tersebut akan mengalami kegagalan (failure). 3. In Default Suatu perusahaan berada dalam kondisi in default bila perusahaan melanggar jangka waktu perjanjian hutang (terms of loan agreement). Terdapat dua istilah yang berbeda dalam kondisi ini, yaitu: a. Technical Default Kondisi ini terjadi jika perusahaan melanggar perjanjian pinjaman. Perusahaan yang mengalami technical default tidak selalu mengarah pada kondisi pailit, karena perusahaan tetap dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya bila perusahaan melakukan negosiasi kembali dengan kreditor.
51
b. Payment Default Perusahaan dinyatakan berada dalam kondisi payment default jika perusahaan gagal memenuhi kewajiaban membayar bunga ataupun pokok pinjaman. Kegagalan disini tidak selalu berarti bahwa perusahaan tidak mampu membayar hutangnya, tetapi mungkin saja karena perusahaan tersebut terlambat membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo, walaupun hanya satu hari saja. Jika dalam perjanjian hutang dilengkapi dengan perjanjian grace period, maka kondisi payment default terjadi setelah masa grace period tersebut berakhir. 4. Insolvent Perusahaan dikatakan dalam kondisi insolvent jika perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya disebabkan kekurangan likuiditas atau perusahaan tidak mampu memperoleh laba bersih (menderita kerugian). 5. Bankcrupty Perusahaan yang pailit memiliki modal (equity) yang negatif, ini berarti klaim dari kreditor tidak akan dapat dipenuhi kecuali aset perusahaan telah dapat di likuidasi (dijual) dengan nilai lebih tinggi dari pada nilai bukunya. Perusahaaan dinyatakan legal bankcrupty apabila perusahaan telah membuat pernyataan pailit berdasarkan hukum kepailitan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan unuk dapat melepaskan diri dari kewajibannya kepada kreditor. Pernyataan pailit tersebut mempunyai arti bahwa perusahaan tidak mempunyai kemampuan untuk membayar hutang pada waktu tertentu dimasa datang.
52
Secara umum kepailitan perusahaan dapat disebabkan antara lain: a. Ketidakmampuan memperoleh pendapatan (revenue) yang cukup untuk menutup biaya operasional perusahaan. b. Ketidakmampuan perusahaan mempertahankan tingkat biaya yang lebih rendah daripada pendapatan. c. Kegagalan perusahaan mempertahankan tingkat minimal kondisi keuangan yang diperlukan untuk membiayai operasi perusahaan. Ketidakmampuan dan kegagalan ini dapat dikatakan merupakan refleksi dari inkompetensi manajemen dalam mengoperasikan perusahaan menghadapi lingkungan eksternal perusahaan Menurut Mamduh M Hanafi dan Abdul Halim dalam buku Analisis Laporan Keuangan (2007:270), ada empat variabel yang menunjukkan perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dengan yang tidak bangkrut secara konsisten yaitu: a. Tingkat return (rate of return). Perusahaan yang bangkrut mempunyai tingkat return yang lebih rendah. b. Penggunaan hutang. Perusahaan yang bangkrut menggunakan hutang yang lebih tinggi. c. Perlindungan terhadap biaya tetap (fixed payment coverage). Perusahaan yang bangkrut tidak mempunyai perlindungan terhadap biaya yang lebih kecil. d. Fluktuasi return saham. Perusahaan yang bangkrut mempunyai rata-rata return yang lebih rendah dan mempunyai fluktuasi return saham yang lebih tinggi. Perlu berbagai kondisi untuk menggambarkan terjadinya financial distress pada suatu perusahaan, namun dalam penelitian ini penulis lebih menitikberatkan pada kondisi financial distress yang mengarah kepada terjadinya kepailitan atau kebangkrutan.
53
Menurut Luciana dalam Simposium Nasional Akuntansi (2003:550), financial distress diukur dengan menggunakan variabel dummy, yaitu 1 untuk perusahaan yang delisted dan 0 untuk perusahaan yang masih tetap listed.
2.4.2 Penyebab Financial Distress Secara umum kegiatan perusahaan dapat dianggap sebagai suatu proses arus dana. Dimulai dengan proses penarikan dana tersebut pada harta perusahaan, lalu dilakukan pengoperasian atas harta perusahaan tersebut, dilanjutkan dengan reinvestasi dana yang diperoleh dari operasi penuh dan diakhiri dengan pengembalian dana. Dengan mendasarkan pada pengertian tentang arus dana ini, dapat dikatakan bahwa financial distress merupakan hasil dari keburukan bisnis perusahaan. Salah satu penyebab terjadinya kondisi financial distress adalah keburukan dalam pengelolaan bisnis (mismanagement) perusahaan tersebut. Namun demikian dengan bervariasinya kondisi perusahaan baik kondisi internal maupun eksternal maka banyak hal lain juga yang dapat menyebabkan terjadinya financial distress pada suatu perusahaan. Selain aspek keuangan terhadap aspek lain yang mendukung terjadinya financial distress. Menurut Emery dan Finnerty (1997) serta Brigham dan Gapensky (1997) yang dikutip oleh Sri Hartati dalam rac.uii.ac.id (2005), menyatakan bahwa keadaan-keadaan yang menyebabkan perusahaan mengalami financial distress yang dapat menyebabkan kepailitan perusahaan, antara lain: a. Manajemen (pengelolaan) perusahaan yang tidak professional, hal ini dapat mengakibatkan diambilnya keputusan untuk melakukan ekspansi secara tidak bijaksana.
54
b. Faktor ekonomi termasuk industri weakness, lokasi perusahaan yang tidak tepat atau persaingan usaha yang sangat ketat dan ketidakpastian kondisi perekonomian suatu negara. Kedua hal tersebut di atas merupakan contoh penyebab terjadinya financial distress diluar aspek keuangan. Pada dasarnya kegagalan dari bisnis atau terjadinya kondisi financial distress disebabkan oleh kombinasi dari berbagai penyebab di atas.
2.4.3 Prediksi Financial Distress Prediksi financial distress perusahaan menjadi perhatian dari banyak pihak. Menurut Luciana dan Emanuel dalam Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia (2003:6), pihak-pihak yang menggunakan model tersebut meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pemberi pinjaman Investor Pembuat peraturan Pemerintah Auditor Manajemen Berikut ini adalah uraian dari pihak-pihak yang menggunakan model di
atas, yaitu: 1. Pemberi pinjaman Penelitian berkaitan dengan prediksi financial distress mempunyai relevansi terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam memutuskan apakah akan memberikan suatu pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang telah diberikan.
55
2. Investor Model prediksi financial distress dapat membantu investor ketika akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga. 3. Pembuat peraturan Lembaga regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi kesanggupan membayaran utang dan menstabilkan perusahaan individu, hal ini menyebabkan perlunya suatu model yang aplikatif unuk mengetahui kesanggupan perusahaan membayar utang dan menilai stabilitas perusahaan. 4. Pemerintah Prediksi financial distress juga penting bagi pemerintah dalam antitrust regulation. 5. Auditor Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor dalam membuat penilaian going concern suatu perusahaan. 6. Manajemen Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dari pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugian penjualan atau kerugian paksaan akibat ketetapan pengadilan). Sehingga dengan adanya model prediksi financial distress diharapkan perusahaan dapat menghindari kebangkrutan dan otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari kebangkrutan.
56
Alasan dari dilakukannya analisis atau prediksi mengenai kebangkrutan adalah karena kebangkrutan bisa membuat perusahaan melakukan antisipasi yang diperlukan. Biasanya kebangkrutan yang relatif tinggi dihindari atau diminimisasi. Indikator kebangkrutan bisa dilihat dari analisis aliran kas, analisis strategi perusahaan, sampai laporan keuangan perusahaan. Lembaga rating (kalau ada) juga bisa menjadi sumber informasi kebangkrutan.
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Financial Distress pada
2.5
Perusahaan Manufaktur Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi financial distress menurut Luciana dalam Simposium Nasional Akuntansi VI (2003:547-548) yaitu: 1. 2. 3. 4.
Rasio keuangan Rasio relatif industri Variabel ekonomi makro Reputasi auditor dan reputasi underwriter Namun dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan faktor rasio
keuangan dan reputasi underwriter, dimana pada penelitian sebelumnya kedua faktor tersebut hasilnya adalah kurang berpengaruh dibandingkan dengan faktor lainnya. Oleh karena itu, penulis akan mencoba meneliti kembali dengan harapan akan mendapatkan hasil yang berbeda. Berikut ini akan diuraikan lebih rinci dari kedua faktor yang penulis gunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Rasio Keuangan Profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba atau tingkat keuntungan. Rasio keuntungan atau rasio profitabilitas dikenal
57
juga dengan nama rasio rentabilitas. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan rasio keuangan NITA dan RETA sebagai proxy profitabilitas, dimana NITA (Laba Bersih/Total Aktiva) dan RETA (Laba ditahan/Total Aktiva) mempunyai pengaruh negatif terhadap kemungkinan terjadinya financial distress. Suatu perusahaan dapat dikatakan sedang mengalami kesulitan keuangan jika saldo laba bersih dan laba ditahan adalah negatif atau mengalami penurunan dari tahun ke tahun, maka semakin berkurangnya laba bersih dan laba ditahan akan menyebabkan perusahaan mengalami financial distress. Solvabilitas
(financial
leverage)
menunjukkan
kemampuan
suatu
perusahaan dalam memenuhi kewajibannya secara menyeluruh. Dalam penelitian ini digunakan rasio keuangan SETA (Nilai buku pemegang saham ekuitas/Total Aktiva) dan TDTA (Total Hutang/Total Aktiva) sebagai proxy dari solvabilitas (financial leverage), dimana SETA memiliki pengaruh negatif dan TDTA memiliki pengaruh positif terhadap kemungkinan terjadinya financial distress. Suatu perusahaan mengalami kesulitan keuangan ditandai dengan menurunnya kinerja operasional perusahaan yang menyebabkan laba perusahaan menurun dan kemungkinan terjadi laba negatif yang menyebabkan penurunan terhadap saldo laba dan akan berdampak pada defisiensi ekuitas, dimana kemungkinan terburuknya terjadi ekuitas negatif sehingga posisi kewajiban perusahaan akan melampaui jumlah aset yang dimiliki oleh perusahaan, maka hal tersebut akan menyebabkan perusahaan berada dalam kondisi financial distress.
58
2. Reputasi Underwriter Argumentasi yang mendasari dimasukannya variabel reputasi underwriter adalah karena masih sedikitnya peneliti yang memasukkan variabel reputasi underwriter dengan lebih jelas ke dalam model untuk memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan. Semakin tinggi reputasi underwriter maka semakin tinggi pula tingkat kepastian suatu perusahaan. Dalam penjaminan emisi efek, peranan dari underwriter sangat besar. Karena underwriter lebih sering berhubungan dengan pasar modal dan mempunyai pengalaman yang lebih dibandingkan dengan emiten. Apabila suatu emisi dilakukan oleh underwriter yang mempunyai reputasi yang baik, maka kemungkinan akan mendatangkan kesuksesan bagi emiten. Sehingga perusahaan akan mengurangi risiko terkena kondisi financial distress.
2.6
Rasio Keuangan dan Reputasi Underwriter Berpengaruh terhadap Financial distress pada Perusahaan Manufaktur Financial distress merupakan indikator awal kebangkrutan suatu
perusahaan. Finansial distress suatu perusahaan perlu diketahui secara dini dan dicari penyebabnya. Penanganan yang cepat dan tepat akan dapat memperbaiki kinerja perusahaan yang mengalami finansial distress. Menurut R. Agus Sartono dalam buku Manajemen Keuangan (2001:114) menyatakan bahwa: “Prediksi mengenai perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) yang kemudian mengalami kebangkrutan merupakan suatu analisis yang penting bagi pihak-pihak yang berkepentingan seperti kreditor, investor, otoritas pembuat peraturan, auditor maupun majemen”.
59
Kesulitan keuangan yang terdiri dari kesulitan likuiditas sampai dengan kondisi perusahaan berpotensi bangkrut disebabkan oleh banyak hal, baik dari luar maupun dari dalam perusahaan. Meskipun sebab-sebab terjadinya kesulitan keuangan sangat bervariasi, tetapi kebanyakan penyebabnya adalah karena serangkaian keputusan manajemen yang salah sehingga kondisi perusahaan memburuk. Analisa laporan keuangan dapat menjadi salah satu alat untuk memprediksi kebangkrutan. Laporan keuangan dapat dijadikan dasar untuk mengukur kesehatan suatu perusahaan melalui rasio-rasio keuangan yang ada. Kesehatan suatu perusahaan akan mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menjalankan usahanya, distribusi aktivanya, keefektifan penggunaan aktivanya, hasil usaha atau pendapatan yang telah dicapai, beban-beban tetap yang harus dibayar, serta potensi kebangkrutan yang akan dialami. Oleh karena itu, rasio keuangan bermanfaat dalam memprediksi kebangkrutan dan itu sesuai dengan pernyataan dari Horigan (1965) yang dikutip oleh Tuasikal dalam Simposium Nasional Akuntansi IV (2001:764) yang menyatakan bahwa: “Rasio keuangan berguna untuk memprediksi kesulitan keuangan perusahaan, hasil operasi, kondisi keuangan perusahaan saat ini dan pada masa mendatang, serta sebagai pedoman bagi investor mengenai kinerja masa lalu dan masa mendatang”. Financial distress terjadi karena perusahaan tidak mampu mengelola dan menjaga kestabilan kinerja keuangan perusahaannya yang bermula dari kegagalan dalam mempromosikan produk yang dibuatnya yang menyebabkan turunnya penjualan sehingga dengan pendapatan yang menurun dari sedikitnya penjualan
60
memungkinkan perusahaan mengalami kerugian operasional dan kerugian bersih untuk tahun yang berjalan. Lebih lanjut, dari kerugian yang terjadi akan mengakibatkan defisiensi modal dikarenakan penurunan nilai saldo laba yang terpakai untuk melakukan pembayaran dividen, sehingga total ekuitas secara keseluruhan pun akan mengalami defisiensi. Jika hal ini terus terjadi, maka tidak mustahil bahwa suatu saat total kewajiban perusahaan akan melebihi total aktiva yang dimilikinya. Kondisi seperti yang telah disebutkan di atas mengasosiasikan suatu perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) yang pada akhirnya jika perusahaan tidak mampu keluar dari kondisi tersebut di atas, maka perusahaan tersebut akan mengalami kepailitan. Analisis laporan keuangan adalah proses penentuan ciri-ciri keuangan dan operasi suatu perusahaan yang diperoleh dari data akuntansi dan laporan-laporan keuangan lainnya. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui kondisi dan prestasi yang telah dicapai perusahaan, yang digambarkan melalui laporan keuangan. Melalui analisis keuangan, analis dapat mengukur besarnya tingkat likuiditas, profitabilitas, financial leverage atau indikator-indikator lainnya yang menunjukkan apakah perusahaan dijalankan secara baik. Sedangkan penggunaan reputasi underwriter dalam penelitian ini diasumsikan bahwa dengan pemilihan underwriter yang lebih berpengalaman dan lebih profesional dalam menangani perusahaan, maka akan memberikan keyakinan lebih bagi investor dalam keberhasilan perusahaan. Sehingga hanya perusahaan dengan kondisi keuangan yang baik, yang dapat menggunakan jasa
61
underwriter bereputasi tinggi. Menurut Luciana dalam Simposium Nasional Akuntansi VI (2003:549) menyatakan bahwa: “Semakin tinggi reputasi penjamin emisi, semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami kondisi financial distress”. Dari uraian di atas, maka kita dapat melihat bahwa terdapat hubungan antara rasio keuangan dan reputasi underwriter terhadap kondisi financial distress.
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1
Objek Penelitian Objek penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah analisis
rasio keuangan dan reputasi underwriter serta pengaruhnya terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dimana financial distress sebagai variabel Y yang diwakilkan oleh perusahaan listed dan delisted di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan media berupa laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang terhimpun dalam kelompok perusahaan yang dijadikan sampel penelitian yaitu pada periode 20042007. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi financial distress sebagai variabel X diperoleh dari perhitungan dengan model regresi logistik dimana rasio keuangan dan reputasi underwriter mejadi komponen utama dalam pembentukan model ini.
3.1.1 Unit Penelitian Unit penelitian yang diteliti dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini ditekankan pada ada atau tidaknya pengaruh rasio keuangan dan reputasi underwriter terhadap financial distress yang terjadi pada perusahaan menufaktur dalam periode 2004-2007 yang terdaftar di BEI karena pada periode 62
63
tersebut keadaaan perekonomian Indonesia cukup stabil. Hai ini bisa dilihat dari laporan keuangan, banyaknya saham yang beredar, dan besar nilai transaksi yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
3.1.2 Populasi Penelitian Menurut Sugiyono dalam buku Metode Penelitian Bisnis (2007:72) menyatakan bahwa: “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Sesuai dengan penelitian yang akan diteliti yaitu analisis rasio keuangan dan reputasi underwriter serta pengaruhnya terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indoesia selama periode 2004-2007, yaitu berjumlah 150 perusahaan.
3.1.3 Sampel Penelitian Menurut Sugiyono dalam buku Metode Penelitian Bisnis (2007:73) menyatakan bahwa: “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Berdasarkan populasi penelitian di atas, maka yang menjadi sampel penelitian adalah perusahaan-perusahaan yang termasuk ke dalam industri
64
manufaktur. Pemilihan perusahaan menufaktur sebagai sampel ini didasari oleh pertimbangan bahwa peneliti sebelumnya yang dilakukan oleh Luciana dan Emanuael (2003) maupun para peneliti lain untuk menciptakan model ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan industri khususnya industri manufaktur. Perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel adalah peusahaan yang mengalami financial distress yang diwakili oleh perusahaan yang didelisting dan yang masih terdaftar atau listed di Bursa Efek Indonesia pada periode 2004-2007. Perusahaan yang didelisting memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Perusahaan yang memiliki laporan keuangan empat tahun sebelum delisted yaitu tahun 2000-2003. 2. Agar mencerminkan bahwa perusahaan yang delisted adalah perusahaan yang mengalami financial distress, maka sampel perusahaan delisted yang diambil adalah perusahaan-perusahaan dengan memiliki laba operasi negatif, laba bersih negatif dan tidak melakukan pembayaran deviden. Sedangkan untuk perusahaan yang masih terdaftar atau listed di Bursa Efek Indonesia memiliki kriteria sebagai berikut: 1.
Perusahaan memiliki lima laporan keuangan terakhir yaitu tahun 2003 sampai dengan tahun 2007.
2.
Yang tidak memiliki laba operasi negatif, laba bersih negatif dan melakukan pembayaran deviden. Berdasarkan kriteria dari sampel di atas maka didapatlah 54 perusahaan,
yaitu 4 perusahaan yang termasuk dalam kriteria delisted dan 50 perusahaan yang termasuk dalam kriteria listed.
65
Perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam kriteria delisted adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Sampel Penelitian Perusahaan Delisted No. Kode Perusahaan Nama Perusahaan 1. KIAS PT. Keramika Indonesia Asosiasi Tbk 2. TPEN PT. Texmaco Perkasa Engineering Tbk 3. GDWU PT. Kasogi International Tbk 4. GRIV PT. Great River International Tbk Sumber: JSX 2005, 2006, 2007, dan IDX 2008 Sedangkan perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam kriteria listed adalah sebagai berikut: Tabel 3.2 Sampel Penelitian Perusahaan Listed No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
Kode Perusahaan AQUA DLTA FAST INDF MYOR MLBI TBLA ULTJ GGRM HMSP INDR PBRX BATA TIRT AKRA BUDI CLPI LTLS SOBI UNIC EKAD
Nama Perusahaan PT. Aqua Golden Mississippi Tbk PT. Delta Djakarta Tbk PT. Fast Food Indonesia Tbk PT. Indofood Sukses MakmurTbk PT. Mayora Indah Tbk PT. Multi Bintang Indonesia Tbk PT. Tunas Baru Lampung Tbk PT. Ultra Jaya Milk Tbk PT. Gudang Garam Tbk PT. HM Sampoerna Tbk PT. Indorama Synthetics Tbk PT. Pan Brothers Tex Tbk PT. Sepatu Bata Tbk PT. Tirta Mahakam Resources Tbk PT. AKR Corporindo Tbk PT. Budi Acid Jaya Tbk PT. Colorpak Indonesia Tbk PT. Lautan Luas Tbk PT. Sorini Corporation Tbk PT. Unggul Indah Cahaya Tbk PT. Ekadharma International Tbk
66
22. IGAR PT. Kageo Igar Jaya Tbk 23. TRST PT. Trias Sentosa Tbk 24. INTP PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk 25. SMGR PT. Semen Gresik Tbk 26. CTBN PT. Citra Tubindo Tbk 27. JPRS PT. Jaya Pari Steel Tbk 28. LMSH PT. Lionmesh Prima Tbk 29. LION PT. Lion Metal Works Tbk 30. ARNA PT. Arwana Citramulia Tbk 31. TOTO PT. Surya Toto Indonesia Tbk 32 ASGR PT. Astra Graphia Tbk 33. MLPL PT. Multipolar Corporation Tbk 34. ASII PT. Astra International Tbk 35. AUTO PT. Astra Otoparts Tbk 36. GJTL PT. Gajah Tunggal Tbk 37. HEXA PT. Hexindo Adiperkasa Tbk 38. BRAM PT. Indo Kordsa (Formerly Branta Mulia) Tbk 39. INTA PT. Intraco Penta Tbk 40. SMSM PT. Selamat Sempurna Tbk 41. TURI PT. Tunas Ridean Tbk 42. UNTR PT. United Tractor 43. SQBI PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 44. KLBF PT. Kalbe Farma Tbk 45. KAEF PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 46. MERK PT. Merck Tbk 47. TSPC PT. Tempo Scan Pacifik Tbk 48. TCID PT. Mandom Indonesia Tbk 49. MRAT PT. Mustika Ratu Tbk 50. UNVR PT. Unilever Indonesia Tbk Sumber: Indonesian Capital Market Directory (ICMD) 2005 & 2008
3.1.4 Teknik Sampling Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel dari suatu populasi penelitian. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Menurut Sugiyono dalam buku Metodologi Penelitian dan Bisnis (2007:73), teknik sampling terbagi menjadi dua, yaitu:
67
1. Probability Sampling 2. Non Probability Sampling Berikut akan diuraikan lebih rinci kedua teknik sampling di atas, yaitu: 1. Probability Sampling Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi, simple random sampling, proportionate stratified random sampling, disproportionate stratified random, sampling area (cluster) sampling (sampling menurut daerah). 2. Nonprobability Sampling Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampel ini meliputi, sampling sistematis, kuota, aksidental, purposive, jenuh, snowball. Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Nonprobability sampling, lebih tepatnya teknik purposive sampling. Purposive sampling yaitu teknik sampling yang dilakukan oleh peneliti jika peneliti memiliki pertimbangan-pertimbangan atau kriteria-kriteria tertentu dalam pengambilan sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian. Alasan pemilihan sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling adalah karena banyaknya sampel yang dapat dijadikan sampel dalam penelitian ini, sementara penulis memiliki keterbatasan waktu, selain itu tidak semua sampel memiliki kriteria sesuai dengan fenomena yang diteliti. Oleh karena itu penulis
68
memilih
teknik
purposive
sampling
dengan
menetapkan
pertimbangan-
pertimbangan atau kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh sampelsampel yang digunakan dalam penelitian ini.
3.1.5 Prosedur Penentuan Objek Penelitian Prosedur-prosedur yang dilakukan penulis dalam memilih objek penelitian adalah sebagi berikut: 1. Penulis melakukan studi kepustakaan guna mendapatkan pemahaman mengenai teori-teori yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti. 2. Penulis malakukan survey pendahuluan melalui situs resmi, yaitu www.idx.co.id dan Pojok Bursa Efek Indonesia untuk memperoleh objek yang diteliti. 3. Penulis mengajukan usulan mengenai objek penelitian tersebut kepada Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan dan akhirnya penulis mendapat persetujuan mengenai objek yang akan diteliti. 4. Penulis mengadakan penelitian di Pojok Bursa STIE YPKP sesuai dengan objek yang akan diteliti kemudian menyusun data yang didapat ke dalam laporan penelitian.
69
3.2 Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian perlu adanya suatu metode, cara atau taktik sebagai langkah-langkah yang harus ditempuh oleh peneliti dalam memecahkan suatu permasalahan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Sugiyono dalam buku Metode Penelitian Bisnis (2007:1) menyatakan bahwa: “Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.
3.2.1 Pendekatan Penelitian Berdasarkan tingkat eksplanasinya, jenis ini merupakan penelitian deskriptif dan penelitian asosiatif dengan bentuk hubungan kausal (hubungan sebab-akibat). Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki sedangkan penelitian asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Sedangkan berdasarkan jenis datanya, penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana data tersebut selanjutnya akan diolah dan dianalisis dengan alat bantu statistik parametris untuk menguji hipotesis yang diajukan.
70
3.2.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian Menurut Sugiyono dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Bisnis (2007:31) menyatakan bahwa: “Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya”. Sesuai dengan judul penelitian ini, yaitu analisis rasio keuangan dan reputasi underwriter serta pengaruhnya terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), maka variabel penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini terditi dari: 1. Variabel Independen (X) Variabel
independen
atau
variabel
bebas
adalah
variabel
yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variabel terikat). Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah rasio keuangan dan reputasi underwriter. a. Rasio Keuangan (X1) NITA = Laba Bersih/Total Aktiva RETA = Laba ditahan/Total Aktiva SETA = Nilai buku pemegang saham ekuitas/Total Aktiva TDTA = Total Hutang/Total Aktiva b. Reputasi Underwriter (X2) Reputasi underwriter diukur berdasarkan peringkat dari nilai transaksi dimana underwriter yang aktif bertransaksi termasuk kedalam peringkat
71
10 besar (The Big Ten). Pemeringkatan tersebut dilakukan oleh tim Litbang, dimana hasil pemeringkatan tersebut dapat dilihat pada JSX Statistics. Berdasarkan hal di atas, underwriter yang termasuk besar dikategorikan pada penjamin emisi yang mempunyai reputasi yang lebih tinggi dan lainnya dikategorikan mempunyai reputasi rendah. Selanjutnya reputasi underwriter diukur dengan menggunakan variabel dummy, nilai 1 untuk underwriter dengan reputasi tinggi dan nilai 0 untuk underwriter dengan reputasi rendah atau tidak memiliki reputasi. Underwriter yang masuk kedalam peringkat 10 besar berdasarkan nilai transaksi (The Big Ten) dapat dilihat pada bagian lampiran. 2. Variabel Dependen (Y) Variabel dependen atau veriabel tidak bebas adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Pada penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah financial distress. Variabel dependen yang digunakan adalah probabilitas perusahaan yang mengalami financial distress. Kondisi financial distress suatu perusahaan diwakili oleh perusahaan yang delisted. Financial distress diukur dengan menggunakan variabel dummy, nilai 1 untuk perusahaan yang delisted dan nilai 0 untuk perusahaan yang masih tetap listed. Operasional variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:
72
Tabel 3.3 Operasionalisasi Variabel Penelitian Variabel Variabel X: Rasio Keuangan (X1)
Reputasi Underwriter (X2)
Variabel Y: Financial Distress
Skala Pengukuran
Indikator NITA = Laba Bersih/Total Aktiva RETA = Laba ditahan/Total Aktiva SETA = Nilai buku pemegang ekuitas/Total Aktiva TDTA = Total Hutang/Total Aktiva (Luciana, 2003)
Rasio saham
Underwriter dengan reputasi tinggi termasuk dalam 10 underwriter dengan nilai transaksi tertinggi (The Big Ten). Sedangkan underwriter dengan reputasi rendah tidak termasuk dalam The Big Ten. (Surya, 2008)
Nominal
Financial distress diwakili oleh perusahaan yang delisted. (Luciana, 2003)
Nominal
3.2.3 Sumber Data Penelitian Penelitian ini menggunakan data kuantitatif yaitu data yang dinyatakan dalam angka-angka, yang menunjukan nilai terhadap besaran atau variabel yang diwakilinya. Data yang akan diteliti berupa data sekunder, yang artinya data tersebut diperoleh dari laporan-laporan yang memuat berbagai informasi mengenai masalah yang diteliti.
73
Adapun data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini diantaranya adalah laporan keuangan, data rasio keuangan, reputasi underwriter dan kondisi financial distress dengan periodisasi dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 yang diperoleh dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia baik melalui internet (situs resmi BEI dan situs resmi permodalan lainnya) maupun Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan Pojok Bursa YPKP.
3.2.4 Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk memperoleh hasil penelitian yang diharapkan adalah studi kepustakaan (library research). Dalam studi kepustakaan ini, penulis mengumpulkan dan mempelajari berbagai teori dan konsep dasar yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori dan konsep dasar tersebut diperoleh dari buku-buku, artikel-artikel yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.
3.2.5 Model Penelitian Model penelitian merupakan abstraksi dari fenomena-fenomena yang sedang diteliti. Sesuai dengan judul penelitian ini, yaitu analisis rasio keuangan dan reputasi underwriter serta pengaruhnya terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), maka model penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
74
Rasio Keuangan (X1)
Financial Distress (Y)
Reputasi Underwriter (X2)
Gambar 3.1 Model Penelitian
Bila digambarkan secara sistematis, hubungan dua variabel di atas adalah sebagai berikut:
Dimana : X1 = Rasio keuangan
Y = f (X , X )
X2 = Reputasi underwriter Y = Financial Distress f = Fungsi Yang berarti
bahwa
rasio keuangan dan
reputasi
underwriter
berhubungan dengan financial distress.
3.2.6 Analisis Data dan Rancangan Pegujian Hipotesis 3.2.6.1 Analisis Data Data yang akan dianalisis dalam penelitian ini berkaitan dengan hubungan antara variabel-variabel Menurut Sugiyono dalam buku Metode Penelitian Bisnis (2007:142) menyatakan bahwa:
75
“Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokan data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menstabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan”. Dalam melakukan analisis terhadap data yang dikumpulkan untuk mencapai suatu kesimpulan, penulis melakukan pengolahan dan penganalisisan data. Berikut ini adalah tahap-tahap pengolahan dan analisis data sampai pengujian hipotesis yang diajukan oleh peneliti, yaitu sebagai berikut: 1. Mendapatkan data berupa laporan keuangan perusahaan yang akan diteliti yaitu neraca serta laporan keuangan yang berakhir pada tanggal 31 Desember periode 2004-2007 yang diperoleh dari data publik dan ICMD yang ada dipusat referensi pasar modal BEI. 2. Menghitung rasio-rasio keuangan yang diperlukan dalam model regresi logistik untuk masing-masing perusahaan periode 2004-2007. 3. Menentukan tingkat reputasi underwriter berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. 4. Melakukan analisis terhadap financial distress dengan menggunakan model regresi logistik, lalu membuat persamaan regresi yang akan mengukur tingkat variabel X terhadap variabel Y. 5. Melakukan pengujian statistik untuk menguji hipotesis sekaligus mengintepretasikan dan membuat analisis terhadap hasil pengujian hipotesis yang sudah dilakukan. 6. Berdasarkan hasil pengujian statistik dan verifikasi di atas maka akan dilakukan suatu penarikan kesimpulan.
76
Analisis dan urutan pengolahan data yang dilakukan yaitu untuk mengetahui hubungan dan derajat keeratan antara variabel-variabel yang diteliti menggunakan analisis regresi logistik karena veriabel independen yang diteliti terdiri atas variabel-variebel yang mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Adapun analisis data yang akan digunakan dalan penelitian ini yaitu analisis regresi logistik. Menurut Mudrajad Kuncoro dalam buku Metode Kuantitatif (2004:235), menyatakan bahwa kelebihan metode regresi logistik adalah lebih fleksibel dibanding teknik lain, yaitu: 1. Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel bebas yang digunakan dalam model. Artinya, variabel penjelas tidak harus memiliki distribusi normal, linear maupun memiliki varian yang sama dalam setiap grup. 2. Variabel bebas dalam regresi logistik bisa campuran dari variabel kontinu, diskrit, dan dikotomis. 3. Regresi logistik amat bermanfaat digunakan apabila distribusi respon atas variabel terikat diharapkan nonlinear dengan satu atau lebih variabel bebas. Karena model yang dihasilkan dengan regresi logistik bersifat nonlinear, persamaan yang digunakan untuk mendeskripsikan hasil sedikit lebih kompleks dibandingkan regresi berganda. Variabel hasil, Y adalah probalilitas mendapatkan 2 hasil atau lebih berdasarkan fungsi nonlinear dari kombinasi sejumlah variabel bebas (predictors).
77
3.1.6.2 Rancangan Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis ini akan dimulai dengan penetapan hipotesis penelitian, pemilihan, dan penghitungan tes statistik serta penetapan tingkat signifikasi. Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada atau tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, dalam hal ini adalah variabel rasio keuangan dan reputasi underwriter terhadap kondisi financial distress periode penelitian tahun 2004-2007. Hipotesis nol menyatakan bahwa tidak ada pengaruh dari variabel independen yaitu X terhadap variabel dependen yaitu Y. Sedangkan hipotesis alterenatif adalah hipotesis tandingannya, yaitu hipotesis yang menunjukan adanya pengaruh antara variabel X terhadap variabel Y. Adapan hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Penetapan Hipotesis Nol dan Hipotesis Alternatif Penetapan hipotesis ini bertujuan untuk menguji apakah variabel bebas (independen) yang dalam penelitian ini adalah rasio keuangan dan reputasi underwriter memiliki pengaruh terhadap variabel dependen yaitu financial distress baik secara parsial maupun simultan. Hipotesis-hipotesis yang dibentuk dari variabel-variabel di atas adalah: Secara Parsial Ho1 :
=0
: tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara rasio keuangan terhadap financial distress
Ha1 :
≠0
: terdapat pengaruh yang signifikan antara rasio keuangan terhadap financial distress
78
Ho2 :
=0
: tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara reputasi underwriter terhadap financial distress
Ha2 :
≠0
: terdapat pengaruh yang signifikan antara reputasi underwriter terhadap financial distress
Secara Simultan Ho3 :
=0
: tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan antara rasio keuangan dan reputasi underwriter terhadap financial distress.
Ha3 :
≠0
: terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan antara rasio keuangan dan reputasi underwriter terhadap financial distress.
2.
Pemilihan Uji Statistik a. Penetapan Model Regresi Logistik Regresi logistik dirancang untuk melakukan prediksi keanggotaan grup.
Dengan kata lain, tujuan analisis adalah seberapa jauh model yang digunakan mampu memprediksi secara benar kategori (grup) dari sejumlah sampel. Dalam penelitian ini untuk melihat apakah variabel bebas X berpengaruh terhadap variabel tidak bebas Y yang berbentuk kategori, menurut Rayenda dalam ppiuk.files.wordpress.com (2007:7), model logistik yang digunakan adalah sebagai berikut: P(Y=1|X ,X , . . ,X ) = P(X) = atau logit P(X) =
+
–
Σ
79
dimana Y = 1 jika kejadian yang diamati sebagai variabel tidak bebas dan variabel X sebagai variabel bebas. b. Uji Wald Untuk menguji apakah variabel bebas secara parsial berpengaruh terhadap varibel
terikat,
maka
dilakukan
uji
wald.
Menurut
Rayenda
dalam
ppiuk.files.wordpress.com (2007:7), uji wald dirumuskan sebagai berikut: =
(
)
Dengan kriteria uji tolak Ho pada α yang ditetapkan. (uji signifikan atau nilai koefisien bermakna) jika
>
Apabila Ho diterima, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat suatu pengaruh atau hubungan yang tidak signifikan. Sedangkan apabila Ho ditolak, maka pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat adalah signifikan.
c. Uji -2 Log likelihood Untuk menguji apakah variabel bebas secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap varibel terikat, dilakukan uji keberartian/kecocokan model dengan statistik -2 log likelihood ( ( )).
Menurut Rayenda dalam ppiuk.files.wordpress.com (2007:7) dengan
kriteria uji tolak Ho untuk α yang ditetapkan jika ( ) >
,
Bila Ho diterima, maka hal ini diartikan bahwa pengaruh suatu variabel
bebas secara simultan terhadap variabel terikatnya dinilai tidak signifikan.
80
Sedangkan penolakan Ho menunjukan pengaruh yang signifikan variabel bebas secara simultan terhadap suatu variabel terikat.
d. Penetapan Tingkatan Signifikan Tingkatan signifikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 95% (α = 0,05) karena dinilai cukup kuat dalam menguji hubungan antara variabel-variabel yang diuji atau menunjukkan hubungan bahwa korelasi antara kedua variabel cukup nyata. Di samping itu, tingkat signifikan ini umum digunakan dalam penelitian-penelitian ilmu-ilmu sosial. Tingkat signifikan 0,05 artinya kemungkinan besar dari hasil penarikan kesimpulan mempunyai probabilitas 95% atau toleransi kesalahan adalah 5%.
e. Penarikan Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan akan terdapat dasar untuk penarikan kesimpulan atas penelitian yang dilakukan. Berdasarkan hasil kesimpulan tersebut penulis selanjutnya akan mencoba memberikan pandangan dan saran-saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak perusahaan maupun bagi penelitian selanjutnya.