BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2009). Kelancaran tugas pekerjaan dan kesuksesan suatu instansi dapat tercapai dengan memuaskan apabila para pelaksana dan pemimpin memiliki motivasi kerja dan kemampuan kerja yang memadai. Hal ini menandakan bahwa faktor Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur penting dan turut menentukan berhasil atau gagalnya sebuah organisasi. Oleh karenanya, instansi akan meraih sukses dan mampu bersaing apabila didukung manajemen dan sumber daya manusia yang berkualitas (Taryanti, 2010). Salah satu indikator SDM yang berkualitas dapat dilihat dari kinerja pegawai yang ditunjukkan dari perilaku kerja efektif, efisien, produktif, serta memiliki integritas tinggi. Deskripsi dari kinerja itu sendiri menyangkut tiga komponen penting yaitu tujuan, ukuran dan penilaian kinerja. Penentuan tujuan dari setiap unit organisasi, baik itu pemerintah atau swasta merupakan strategi untuk peningkatan kinerja. Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja pegawai yang diharapkan organisasi terhadap setiap pegawai. Walaupun demikian penentuan tujuan saja tidaklah 1
2
cukup, sebab itu dibutuhkan ukuran apakah seseorang pegawai telah mencapai kinerja yang diharapkan (Jauhariah, 2014). Untuk menghadapi tantangan dalam era globalisasi saat ini, pemerintah juga melakukan pembenahan, penyempurnaan serta peningkatan kualitas kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS), baik pembenahan dari sisi kelembagaan maupun perilaku aparaturnya sendiri. Perbaikan kinerja birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat akan mempengaruhi kinerja pegawai secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan daya saing PNS dalam suatu negara. Salah satu caranya yaitu dengan mewajibkan setiap PNS menyusun Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) setiap tahun. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 tahun 2011 tentang penilaian prestasi kerja pegawai negeri sipil, penilaian kinerja PNS tersebut terdiri dari dua unsur yaitu SKP dan perilaku kerja. SKP memuat kegiatan tugas jabatan dan target yang harus dicapai dalam kurun waktu penilaian yang bersifat nyata dan dapat diukur. Penilaian SKP ini paling sedikit meliputi aspek kuantitas, kualitas, dan waktu sesuai karateristik, sifat, dan jenis kegiatan pada masing – masing unit kerja. Sedangkan perilaku kerja merupakan setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang dilakukan oleh seorang PNS yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Adapun unsur perilaku kerja meliputi orientasi
pelayanan,
kepemimpinan.
integritas,
komitmen,
disiplin,
kerja
sama,
dan
3
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia sebagai salah satu lembaga negara yang memiliki ribuan PNS, telah mengimplementasikan sistem penilaian kinerja pegawai tersebut sejak tahun 2014. Setiap tahun para pegawai dievaluasi kinerjanya, tidak hanya pegawai pada bagian fungsional, tetapi juga pada bagian struktural. Diharapkan dengan evaluasi tersebut, kinerja pegawai menjadi lebih baik sehingga dapat meningkatkan kinerja BPK secara keseluruhan. Dikutip dari laman menpan.go.id Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen-PANRB) sejak tahun 2010, secara rutin telah melakukan evaluasi terhadap seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah provinsi. Proses evaluasi dilakukan dengan melihat seluruh aspek yang terkait dengan penerapan manajemen kinerja di instansi pemerintah sehingga mampu membangun etos kerja pemerintah yang berorientasi pada hasil yang bermanfaat bagi masyarakat, sebagai bentuk akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Pada tahun 2015 lalu, ada empat kementerian/lembaga dan dua pemerintah provinsi yang memperoleh predikat memuaskan dengan nilai di atas 80, salah satunya adalah BPK. Hal ini membuktikan bahwa kinerja BPK sebagai sebuah institusi maupun individu pegawai menurut Kemen-PANRB sudah baik, meskipun tetap harus ada perbaikan setiap tahunnya. Hasil audit akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga tahun 2015 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran I. Selanjutnya dikutip dari laman bpk.go.id, BPK dipercaya menjadi eksternal auditor di Internasional Atomic Energy Agency (IAEA). IAEA sendiri merupakan sebuah organisasi independen yang didirikan pada tanggal 29 Juli
4
1957 dengan tujuan mempromosikan penggunaan energi nuklir secara damai dan menangkal penggunaannya untuk keperluan militer.
Selain itu, BPK juga
dipercaya sebagai auditor badan anti korupsi internasional International Anti Corruption Academy (IACA) bersama dengan Austria dan Rusia. Dimana secara khusus IACA memberikan kepercayaan kepada BPK sebagai ketua tim pemeriksa. Dengan berbagai pengakuan akan kinerja BPK tersebut, kinerja dan kompetensi pegawai yang dimiliki BPK harus sangat diperhatikan. Hal ini dikarenakan tantangan yang dihadapi BPK akan semakin besar. Salah satu unsur penting dari kompetensi seorang pegawai adalah tingkat pendidikan yang telah diraihnya. Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia,
terutama
untuk
mengembangkan
kemampuan
intelektual
dan
kepribadian manusia. Pendidikan dalam suatu organisasi sebagai upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia adalah suatu siklus yang harus terjadi terus-menerus. Hal ini terjadi karena instansi itu harus berkembang untuk mengantisipasi perubahan-perubahan di luar instansi tersebut. Untuk itu, kemampuan sumber daya manusia atau pegawai harus terus-menerus ditingkatkan seirama dengan kemajuan dan perkembangan instansi (Taryanti, 2010). Hasbullah (2009) menyatakan bahwa “Pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai nilai-nilai kebudayaan dan masyarakat.” Lebih lanjut Hasbullah (2009) menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi
5
dalam arti mental”. Dengan tingkat pendidikan yang memadai, seorang auditor dapat menjalankan profesinya seefektif dan seefisien mungkin. Bagi auditor, hal ini tentu akan berpengaruh pada kinerja yang dapat diindikasikan dari jumlah temuan dan kualitas hasil pemeriksaan (Herawati, 2015). Penelitian Deis dan Giroux (dalam Farkhani, 2004) menunjukkan pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas audit. Beragamnya jenjang pendidikan (SMA hingga S-3) mencerminkan kemampuan masing-masing anggota tim dalam memberikan kontribusi pada kinerja tim pemeriksaan secara keseluruhan. Pendidikan akan berdampak pada kualitas pekerja itu sendiri dan proses produksi yang dikerjakan. Ini terjadi karena pendidikan mempengaruhi kemampuan tenaga kerja secara mendalam bukan hanya fisik belaka. Salah satu usaha nyata dari BPK untuk meningkatkan tingkat pendidikan pegawainya yaitu dengan mewajibkan semua auditornya memiliki ijazah Strata-1 (S-1) pada tahun 2016 ini. Berdasarkan beberapa pengakuan kinerja BPK sebelumnya, sangat aneh jika saat ini publik justru meragukan kinerja BPK. Hal ini terjadi setelah Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama (Ahok) menilai investigasi yang dilakukan BPK terkait pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras tidak dapat dipercaya. Pasalnya, hasil audit BPK menyebutkan akibat penggelembungan, kerugian negara pada proyek ini mencapai Rp 191 miliar (metro.sindonews.com). Alasan lain yang membuat publik menyoroti kinerja BPK saat ini yaitu terseretnya nama Ketua BPK, Harry Azhar Aziz dalam skandal dokumen finansial Panama Papers (tempo.com). Panama Papers adalah kumpulan 11,5 juta dokumen rahasia yang dibuat oleh penyedia jasa perusahaan asal Panama,
6
Mossack Fonseca. Dokumen ini berisi informasi rinci mengenai lebih dari 214.00 perusahaan luar negeri, termasuk identitas pemegang saham dan direkturnya (Wikipedia.org). Dari data tersebut dapat dilihat dunia offshore (dunia tanpa pajak) bekerja dimana uang terus mengalir di dalam gelombang global tapi terjaga secara rahasia di surga bebas pajak (tempo.com). Dari dua kasus tersebut, terlihat bagaimana gaya kepemimpinan memiliki pengaruh penting dalam penilaian kinerja suatu instansi oleh masyarakat. Gaya kepemimpinan Ahok yang keras dan lantang di media, mampu menggiring opini masyarakat untuk meragukan kinerja BPK. Sedangkan ketua BPK, Harry Azhar Aziz, dengan gaya kepemimpinan tidak banyak berbicara kepada media, namun mampu melakukan pembelaan atas namanya dengan cara menghadap Presiden serta melakukan klarifikasi terkait kasus tersebut kepada Dirjen Pajak (lampung.com). Bagaimana kedua orang tersebut dalam menentukan sikap dalam menghadapi suatu masalah pasti berpengaruh terhadap kinerja bawahannya, hal ini dikarenakan seorang bawahan sedikit atau banyak pasti meniru perilaku pimpinannya. Mengutip pernyataan salah seorang tokoh di negeri ini “seribu kambing dipimpin oleh seekor harimau akan mengaum semua. Tetapi seribu harimau dipimpin seekor kambing akan embeeeek semua” (Prabowo, 2013). Gaya kepemimpinan itu sendiri merupakan cara pimpinan untuk mempengaruhi orang lain atau bawahannya sedemikian rupa sehingga orang tersebut mau melakukan kehendak pimpinan untuk mencapai tujuan organisasi meskipun secara pribadi hal tersebut mungkin tidak disenangi (Arumsari, 2014). Menurut Alberto et al (2005) dalam Trisnaningsih (2007) menyatakan
7
kepemimpinan berpengaruh positif kuat terhadap kinerja. Temuan ini memberikan sinyal bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin sangat berpengaruh terhadap kinerja bawahannya, di samping itu untuk mendapatkan kinerja yang baik diperlukan juga adanya pemberian pembelajaran terhadap bawahannya. Kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen organisasi. Kepemimpinan dibutuhkan manusia karena adanya keterbatasanketerbatasan tertentu pada diri manusia. Dari sinilah timbul kebutuhan untuk memimpin dan dipimpin. Kepemimpinan didefinisikan ke dalam ciri-ciri individual, kebiasan, cara mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam organisasi dan persepsi mengenai pengaruh yang sah (Baihaqi, 2010). Untuk menjaga akuntabilitas dan transparansi keuangan negara, BPK tersebar di seluruh provinsi dan kementerian/lembaga di Indonesia. Semua transaksi keuangan yang dalam penggunaannya menggunakan APBN/APBD, dapat menjadi ranah pemeriksaan BPK. Oleh karena itu pegawai BPK tersebar dari Sabang sampai Merauke, sehingga penempatan dan masa kerja pegawai merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan dengan cermat. Karena tidak mungkin seorang pegawai akan ditempatkkan di bagian atau perwakilan yang sama sejak awal karir hingga pensiun dari BPK. Menurut Septiana dari Universitas Pandanaran Semarang, masa kerja adalah lamanya seorang karyawan menyumbangkan tenaganya pada perusahaan tertentu. Sejauh mana tenaga dapat mencapai hasil yang memuaskan dalam bekerja tergantung dari kemampuan, kecakapan dan ketrampilan tertentu agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Masa kerja merupakan pengalaman individu yang akan menentukan
8
pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan. Seperti diungkapkan oleh Faizin dan Winarsih (2008) pertumbuhan jabatan dalam pekerjaan dapat dialami oleh seseorang hanya apabila dijalani proses belajar dan berpengalaman dan diharapkan orang yang bersangkutan memiliki sikap kerja yang bertambah maju kearah positif, memiliki kecakapan (pengetahuan) kerja yang bertambah baik serta memiliki ketrampilan kerja yang bertambah dalam kualitas dan kuantitas. Dalam kaitannya dengan PNS, masa kerja didefinisikan sebagai lama (jumlah tahun) bagi pegawai mengabdi kepada institusi (Undang-Undang No.14 Tahun 1969). Ada pendapat yang menyatakan bahwa apabila orang yang tepat harus ditempatkan di tempat yang tepat juga (The Right Man, In The Right Place). Oleh karena itu dengan memperhatikan masa kerja, pelaksanaan mutasi dan penempatan kerja yang tepat bagi pegawai, maka efektivitas dalam melaksanakan pekerjaan dan motivasi pegawai pun akan meningkat, begitupun sebaliknya. Menurut Nurhadis (2012) salah satu manfaat mutasi adalah mengatasi rasa bosan pegawai, pada pekerjaan, jabatan, dan tempat kerja yang sama. Hal ini sesuai dengan kondisi di BPK, keberadaan auditor yang terlalu lama pada satu auditee yang sama dapat menimbulkan interest conflict antara auditor dan auditee. Begitu pun pegawai pada unit kerja struktural, dengan mutasi maka wawasan dan pengalaman pegawai tersebut dapat terbuka, hal ini dikarenakan pada saat pegawai tersebut pindah ke perwakilan yang baru, unit kerjanya sangat mungkin berbeda, misal jika sebelumnya pegawai tersebut ditempatkan di sub bagian keuangan, mungkin saja di perwakilan yang baru pegawai tersebut ditempatkan di sub bagian umum.
9
Karyawan sebagai individu dalam sebuah organisasi merupakan bagian terpenting karena memiliki peranan besar dalam menentukan keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Sebagai aset organisasi yang terpenting, fungsi dan peran karyawan dibutuhkan untuk memaksimalkan kinerja, produktivitas, maupun efektivitas organisasi melalui cara kerja yang efisien sehingga menghasilkan nilai tambah bagi organisasi (Desvaliana, 2012). Kinerja suatu organisasi atau instansi sangatlah bergantung pada kinerja individu – individu di dalamnya. Seluruh pekerjaan di intansi tersebut, para pegawailah yang menentukan keberhasilannya. Salah satu cara untuk mendorong motivasi kerja pegawai adalah dengan memberikan penghargaan atau dalam hal ini berupa kompensasi. Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan (Hasibuan, 2006). Karyawan memandang kompensasi sebagai ukuran nilai karya mereka. Bila karyawan memandang kompensasi mereka tidak memadai, kinerja mereka bisa turun secara dramatis. Oleh karena itu, kompensasi memegang peranan yang sangat penting untuk dapat meningkatkan atau menurunkan kinerja, kepuasan kerja, maupun motivasi karyawan (Muryanto, 2011). Hal ini sejalan dengan tujuan utama setiap individu bekerja yaitu untuk mendapatkan imbalan atau balas jasa atas apa yang telah diberikannya kepada instansi tempat dia bekerja. Jadi imbalan atau kompensasi jelas mempunyai peran strategis untuk mendorong peningkatan kinerja pegawai (Badera, 2015). Pemberian kompensasi yang menarik dan sesuai kinerja, akan membuat pegawai
10
merasa lebih dihargai dan termotivasi untuk lebih giat dalam menyelesaikan pekerjaan serta meningkatkan kinerja pegawai tersebut secara keseluruhan (Kurniadi, 2012). Apalagi BPK merupakan salah satu instansi pemerintah yang sudah merasakan adanya kebijakan remunerasi, sehingga diharapkan kinerja BPK selalu mengalami peningkatan. Penelitian terkait kinerja auditor baik untuk auditor BPK maupun auditor di Kantor Akuntan Publik (KAP) sudah cukup banyak dilakukan, antara lain seperti penelitian yang dilakukan oleh Riani (2013) yang menyatakan bahwa pengetahuan audit, akuntabilitas, dan independensi berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas hasil kerja auditor pada BPK Perwakilan Sumatera Barat, lalu Gerianta Wirawan Yasa dan I Gede Widya Saputra (pada BPK Perwakilan Bali) menyatakan bahwa independensi, profesionalisme, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja auditor. Konsekuensinya adalah bahwa semakin tinggi independensi, profesionalisme, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja, maka kinerja auditor akan semakin meningkat. Sementara penelitian terkait kinerja auditor di lingkungan KAP dan pemeriksa lainnya antara lain penelitian yang dilakukan oleh Herawati dkk (2015), penelitian terhadap kinerja auditor junior pada Kantor Akuntan Publik yang ada di Bali menyebutkan bahwa etika profesi auditor, profesionalisme motivasi, budaya kerja, dan tingkat pendidikan berpengaruh positif dan signifikan secara parsial dan simultan terhadap kinerja auditor junior. Lalu Yulistiani (2014) menemukan bahwa independensi auditor, gaya kepemimpinan, komitmen
11
organisasi, dan budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor pada Kantor Akuntan Publik di Surakarta dan Jogjakarta. Selanjutnya Yusuf (2009) membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kompetensi, objektivitas dan integritas auditor terhadap kualitas hasil kerja auditor di lingkungan BPKP Provinsi Riau. Berdasarkan apa yang sudah peneliti ungkapkan, penelitian terkait auditor BPK sudah pernah dilakukan, bahkan cukup banyak, namun peneliti tetap tertarik untuk melakukan penelitian kembali terhadap kinerja pegawai di lingkungan BPK, pegawai yang peneliti maksud tidak hanya sebatas pada auditor saja, tetapi juga pegawai pada bagian struktural. Dikarenakan mereka juga memegang peranan yang sama pentingnya dengan pegawai pada unit kerja fungsional (auditor). Oleh karena itu, peneliti menambahkan faktor penempatan bagian kerja pegawai tersebut sebagai variabel kontrol. Hal ini lah yang menjadi perbedaan utama dengan penelitian – penelitian sebelumya. Berdasarkan pada hasil penelitian sebelumnya dan penjelasan peneliti di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian terkait kinerja pegawai di lingkungan BPK dengan judul “Pengaruh Kompensasi, Tingkat Pendidikan, Masa Kerja, Mutasi, dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Di Lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah Tuntutan untuk menjadi pegawai negeri profesional yang berkinerja baik sudah tidak dapat ditawar kembali seiring dengan berlakunya Undang-Undang
12
Aparatur Sipil Negara (ASN), namun banyak yang belum memahami hal tersebut sehingga belum mampu mengubah sikap perilaku yang santai tanpa merasa bersaing antara sesamanya. BPK, dengan Rencana Strategisnya tahun 2016-2020, yaitu “Menjadi Pendorong Pengelolaan Keuangan Negara untuk Mencapai Tujuan Negara Melalui Pemeriksaan yang Berkualitas dan Bermanfaat” pasti akan menghadapi tantangan yang besar untuk terus meningkatkan kinerjanya. Selain itu, rencana peningkatan peran BPK untuk increasing insight dan fasilitating foresight dalam pengelolaan keuangan negara, dapat membuat kualitas dan manfaat hasil pemeriksaan BPK untuk menguatkan dan mencapai peran-peran BPK sehingga menjadi lembaga pemeriksa yang semakin matang (bpk.go.id) Oleh karena itu BPK memerlukan auditor – auditor handal untuk mewujudkan rencana – rencana tersebut. Namun hal itu tidak akan pernah terjadi tanpa dukungan yang mumpuni dari bagian struktural, maka kinerja pada bagian tersebut pun harus turut ditingkatkan, sehingga dapat terjadi sinergi antara fungsional dan struktural agar target yang BPK telah rencanakan dapat tercapai. Variabel – variabel yang peneliti gunakan dalam faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai BPK pada penelitian ini adalah kompensasi, tingkat pendidikan, masa kerja, mutasi, gaya kepemimpinan, serta penempatan kerja sebagai variabel kontrol Peneliti menggunakan variabel – variabel tersebut karena peneliti merasa variabel – variabel tersebut mempunyai perubahan yang dinamis serta dapat berdampak sistemik pada kinerja pegawai di lingkungan BPK.
13
Berdasarkan uraian tersebut, pertanyaan yang peneliti rumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Apakah kompensasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja pegawai di lingkungan BPK?
2.
Apakah tingkat pendidikan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja pegawai di lingkungan BPK?
3.
Apakah masa kerja pegawai mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja pegawai di lingkungan BPK?
4.
Apakah mutasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja pegawai di lingkungan BPK?
5.
Apakah gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja pegawai di lingkungan BPK?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian pada bagian sebelumnya, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Memperoleh bukti empiris bahwa kompensasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai di lingkungan BPK.
2.
Memperoleh bukti empiris bahwa tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai di lingkungan BPK.
3.
Memperoleh bukti empiris bahwa masa kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai di lingkungan BPK.
14
4.
Memperoleh bukti empiris bahwa mutasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai di lingkungan BPK.
5.
Memperoleh bukti empiris bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai di lingkungan BPK.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang diharapkan terwujud dari penelitian ini sebagai berikut. 1. Bagi Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman tentang faktor – faktor mempengaruhi kinerja pegawai BPK, sehingga nantinya dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian serupa pada periode mendatang. 2. Bagi Praktisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi praktisi terkait evaluasi kinerja pegawai sehingga dapat memberi pemahaman yang lebih mendalam terkait kinerja pegawai di masa yang akan datang. 3. Badan Pemeriksa Keuangan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi BPK dalam pengelolaan pegawai, baik struktural maupun fungsional, sehingga dapat ditemukan formula yang tepat agar kinerja pegawai terus meningkat serta memberikan gambaran untuk mengembangkan sistem yang dapat mengantisipasi menurunnya kinerja pegawai.
15
1.5 Orisinalitas Penelitian Penelitian tentang faktor yang mempengaruhi kinerja telah dilakukan, antara lain oleh: Yusuf (2014); Ikhlas (2014); Arumsari (2014); Riani (2013); Muryanto (2011); Putra (2010). Di lain pihak, penelitian tentang kompensasi sebagai faktor yang mempengaruhi kinerja telah banyak dilakukan, antara lain oleh: Hatta dan Rachbini (2015); Bangun (2014); Megawati (2012); Mazura dkk (2012); Kurniadi (2012). Lalu untuk pengaruh tingkat pendidikan terhadap kinerja pegawai telah diteliti oleh Herawati dkk (2015); Vionita (2013); Taryanti (2010). Sedangkan untuk pengaruh masa kerja terhadap kinerja pegawai telah dilakukan oleh Rahmawati (2012), Nasir (2008), Zainal (2016), dan Madris (2009). Selanjutnya penelitian terkait pengaruh mutasi terhadap kinerja pegawai telah diteliti oleh Jauhariah (2014) dan Nurhadis (2012). Dan penelitian terkait pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai telah diteliti oleh Saputra (2014); Prasetiyo (2014); dan Rochmanasari (2013). Penelitian ini sendiri merupakan replika dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sigit Prasetiyo (2014) dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening pada Hotel Berbintang di Yogyakarta”. Selanjutnya pada penelitian ini, peneliti akan menguji bagaimana pengaruh variabel kompensasi, tingkat pendidikan, masa kerja, mutasi, gaya kepemimpinan, dan penempatan unit kerja sebagai variabel kontrol terhadap kinerja pegawai di lingkungan BPK, namun demikian penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam beberapa hal, antara lain:
16
1.
objek penelitian pada penelitian ini adalah BPK RI, namun terdiri dari beberapa Kantor Perwakilan BPK dan Kantor Pusat, sehingga tidak terfokus pada satu atau dua tempat penelitian.
2.
sampel penelitian pada penelitian ini adalah pegawai BPK pada bagian struktural dan fungsional, baik di Kantor Pusat maupun Kantor Perwakilan sehingga diharapkan dapat menggambarkan kinerja pegawai BPK secara keseluruhan.
1.6 Sistematika Penelitian Penelitian skripsi ini dibagi dalam lima bab, yang terdiri dari: BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini mendiskripsikan mengenai definisi kinerja, kompensasi, tingkat pendidikan, masa kerja, mutasi, gaya kepemimpinan, telaah pustaka, kerangka teoritis dan pengembangan hipotesis.
BAB III
: METODOLOGI PENELITIAN Bab ini mendeskripsikan tentang desain penelitian, populasi, dan sampel, metode pengumpulan data, variabel dan pengukurannya, instrument penelitian, metode analisis data dan alat bantu analisis data.
BAB IV
: HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas gambaran umum kinerja pegawai BPK, gambaran umum responden, hasil pengumpulan data, analisis data, dan ringkasan hasil analisis data.
17
BAB V
: KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN Bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari analisis data, keterbatasan penelitian, dan saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya.