BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia terkenal sebagai negara yang kaya akan kebudayaan dan kesenian tradisional, salah satunya adalah kesenian batik. Kesenian batik merupakan kebudayaan asli Indonesia yang sudah diakui oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) pada tanggal 2 Oktober 2009 sebagai Warisan Budaya Dunia tak benda yang mempunyai keunikan dan filosofi mendalam1. Arti dari kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Sebelum diakui UNESCO, produksi batik di Indonesia tidak begitu tinggi. Akan tetapi, semenjak diakui UNESCO batik semakin populer di semua kalangan masyarakat Indonesia baik digunakan sebagai pakaian resmi maupun sebagai pakaian sehari-hari. Kesenian batik termasuk dalam seni kriya. Seni kriya adalah cabang seni yang menekankan pada keterampilan tangan yang tinggi dalam proses pengerjaanya. Seni kriya berasal dari kata “Kr” (Bahasa Sansekerta) yang berarti mengerjakan. Dari akar kata tersebut kemudian menjadi kriya, kriya dan kerja.
1
Surya. 2009. Batik Indonesia Resmi Diakui UNESCO. http://www.antaranews.com/berita/156389/batik-indonesia-resmi-diakui-unesco diakses tanggal 1Juli 2015
Dalam arti khusus adalah mengerjakan sesuatu untuk menghasilkan benda atau objek yang bernilai seni (Prof. Dr. Timbul Haryono, 2002). Kerajinan batik sudah dikenal sejak lama di Indonesia, khususnya di tanah Jawa. Bahan yang digunakan untuk membuat batik adalah dari sutra, katun, katun primisima 2 dan katun prima 3 . Pembuatan batik pada dasarnya adalah menutup permukaan kain menggunakan malam cair (lilin) agar ketika dicelupkan ke dalam cairan pewarna kain yang ditutup tersebut tidak ikut terkena warna. Perkembangan batik Indonesia tidak terlepas dari pengaruh bangsa asing. Salah satu bangsa yang memberikan pengaruh terhadap batik Indonesia adalah Tiongkok. Daerah tujuannya adalah bagian pesisir pantai utara Pulau Jawa seperti Cirebon. Menurut para budayawan, sejarah batik Cirebon berawal ketika Pelabuhan Muara Jati (kini disebut Cirebon) dijadikan tempat persinggahan para pedagang asing seperti dari negara Tiongkok, Arab, Persia dan India. Masuknya para pedagang asing ke Indonesia kemudian menciptakan asimilasi
4
dan
akulturasi5 beragam budaya yang menghasilkan banyak tradisi baru seperti batik Cirebon. Di Cirebon terdapat berbagai jenis batik, diantaranya adalah batik Pesisiran, batik Keratonan, dan batik Trusmi. Warna kain secara garis besar cerah dan ceria, seperti warna merah, merah jambu, biru langit, dan hijau pupus. Warna batik tradisional terpusat pada tiga warna yaitu krem, hitam, dan cokelat. Batik Indonesia berkaitan erat dengan masuknya negara Tiongkok ke Indonesia, karena negara Tiongkok memberikan pengaruh yang begitu besar 2
Katun primisima adalah kain katun dengan serat benang yang rapat, kain lebih tebal dan halus. Katun prima adalah kain katun yang bersifat kasar. 4 Asimilasi merupakan ialah pembaruan dua kebudayaan yang disertai hilangnya kekhasan budaya asli sehingga lahirlah budaya baru. 5 Akulturasi ialah masuknya budaya asing tanpa menghilangkan budaya sendiri. 3
dalam perkembangan batik Indonesia khususnya Cirebon. Adapun pengaruh tersebut mengakibatkan terjadinya perpaduan antara batik Indonesia dengan batik dari Tiongkok, salah satunya adalah perpaduan antara motif batik mega mendung dengan motif batik dari Tiongkok yang bermotif naga. Dengan latar belakang tersebut maka penulis ingin meneliti mengenai “Perbedaan dan Perpaduan Motif Batik Mega Mendung dengan Motif Batik dari Tiongkok di Cirebon”.
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah secara singkat sangat erat kaitannya dengan apa yang sudah dijelaskan dalam latar belakang, yaitu: 1. Apa pengertian batik? 2. Bagaimana sejarah dan perkembangan batik di Cirebon? 3. Bagaimana karakteristik motif batik mega mendung dan motif batik dari Tiongkok?
1.3 Batasan Masalah 1. Motif batik mega mendung yang diproduksi di Cirebon. 2. Batik dari Tiongkok yang diteliti hanya menenkankan pada motif naga.
1.4 Tujuan Penulisan Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan adalah: 1. Mengetahui pengertian batik. 2. Mengetahui sejarah dan perkembangan batik di Cirebon.
3. Mengetahui karakteristik motif batik mega mendung dan motif batik dari Tiongkok.
1.5 Manfaat Penulisan Adapun manfaat penulisan tugas akhir ini adalah: 1. Bagi Mahasiswa a. Menambah wawasan tentang batik. Selain itu juga diharapkan mampu memberikan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan kerja dalam proses membatik. 2. Bagi Prodi a. Sebagai salah satu literatur untuk penelitian selanjutnya. Di samping itu juga sebagai media memperkenalkan jurusan bahasa Mandarin kepada masyarakat. 3. Bagi Perusahaan a. Sebagai media promosi. Perusaaan akan memperoleh keuntungan dalam mempromosikan produknya.
1.6 Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk penulisan tugas akhir ini adalah: a. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data, dimana peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan dan mengidentifikasi hal-hal yang
berhubungan dengan objek penelitian, yaitu pembatik yang memadupadankan motif batik mega mendung dengan batik dari Tiongkok di Desa Trusmi, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. b. Wawancara, yaitu tanya jawab antara dua pihak yaitu pewawancara dan narasumber untuk memperoleh data, keterangan, atau pendapat tentang suatu hal. Dalam hal ini, wawancara akan ditujukan langsung kepada pemilik dan pegawai CV. Batik Hafiyan guna memperoleh informasi pendukung dalam pembuatan tugas akhir ini. c. Studi pustaka, yaitu suatu pembahasan yang berdasarkan pada bukubuku referensi yang bertujuan untuk menggunakan rumus-rumus tertentu dalam menganalisa dan mendesain suatu struktur. Studi pustaka digunakan untuk memecahkan masalah yang ada untuk menganalisa faktor-faktor dan data pendukung maupun untuk merencakan kontruksi.
1.7 Sistematika Penulisan Dalam penulisan Tugas Akhir yang berjudul “Motif Batik Mega Mendung Dan Motif Batik Dari Tiongkok Di Cirebon” ini disusun dalam lima bab, meliputi: Bab I
: PENDAHULUAN Pada bab I penulis akan menjelaskan tentang latar belakang yang berisi deskripsi mengenai hal-hal yang akan dibahas dan alasan pemilihan judul. Pada sub bab selanjutnya meliputi rumusan masalah yaitu hal-hal yang dibahas sesuai dengan objek penelitian, Batasan
Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan. Bab II
: TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan tentang penelitian yang sudah pernah ditulis terkait dengan tema motif batik mega mendung dan motif batik dari Tiongkok. Selain itu, pada landasan teori akan dijelaskan juga mengenai definisi batik serta hal-hal yang berhubungan dengan batik.
Bab III
: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN BATIK DI CIREBON Pada bab ini penulis akan menjelaskan sejarah lahirnya batik di Indonesia khususnya di Cirebon, Menjelaskan perkembangan batik di Cirebon, Menjelaskan pengaruh budaya Tiongkok terhadap batik di Cirebon, khususnya pada motif batik mega mendung.
Bab IV
: PERBEDAAN DAN PERPADUAN MOTIF BATIK MEGA MENDUNG DAN MOTIF BATIK DARI TIONGKOK Pada bab ini akan diuraikan mengenai karakteristik batik mega mendung dengan motif batik dari Tiongkok, menjelaskan perpaduan motif antara batik mega mendung dengan motif batik dari Tiongkok, dan menjelaskan perbedaan warna batik mega mendung dengan batik dari Tiongkok.
Bab V
: PENUTUP Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran yang diharapkan bisa bermanfaat bagi perusahaan batik dan pengrajin batik di Cirebon.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang tinjauan pustaka dan landasan teori. Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk mengetahui berbagai hasil penelitian yang sudah pernah diteliti dan ditulis sebelumnya. Landasan teori menguraikan tentang teori yang berhubungan dengan tema yang akan ditulis. Landasan teori berfungsi sebagai bahan acuan penulis untuk mendapatkan data yang real.
2.1 Tinjauan Pustaka Beberapa hasil penelitian yang terkait dengan tema yang akan ditulis diantaranya ialah penelitian oleh Prasetianingtyas (2011) yang berjudul Perkembangan Motif dan Warna Batik Mega Mendung di Kawasan Sentra Batik Trsumi Cirebon Jawa Barat. Skripsi tersebut menjelaskan tentang perkembangan motif batik mega mendung dari masa ke masa dan juga perkembangan warna dari motif batik mega mendung. Selain itu, penelitian tersebut juga membahas tentang perkembangan dan perbedaan motif batik mega mendung dari toko-toko yang ada di sentra batik Trusmi. Selanjutnya penelitian oleh Labib Ilmi (2012) yang berjudul Makna Motif Mega Mendung dan Wadasan pada Keraton di Cirebon. Penelitian ini menjelaskan tentang motif mega mendung yang terletak di tempattempat sakral pada ke dua keraton Cirebon yaitu keraton Kasepuhan dan keraton Kanoman. Selain itu, penelitian ini juga menjelaskan tentang pengaruh dari Tiongkok terhadap makna dan motif mega mendung, serta membahas juga
tentang penempatan motif mega mendung dan Wadasan dengan menelusuri sejarah kebudayaan Cirebon dan Keraton. Penelitian Perpaduan dan Perbedaan Motif Batik Mega Mendung dengan Motif Batik dari Tiongkok memiliki beberapa persamaan dengan penelitian diatas. Akan tetapi, yang membedakan penelitian ini ialah menguraikan tentang perbedaan dan perpaduan motif batik Cirebon dengan batik dari Tiongkok dan lebih fokus kepada motif batik mega mendung dan batik dari Tiongkok yang bermotif naga. Selain itu, karya tulis ini akan menjelaskan karakter dari kedua batik tersebut baik dari segi warna maupun filosofinya.
2.2 Landasan Teori Landasan teori sangat diperlukan dalam setiap penelitian yang bertujuan sebagai bahan pedoman dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Permasalahan yang akan penulis angkat mengenai seluk-beluk batik di Cirebon, untuk itu dalam menyelesaikan masalah tersebut akan diuraikan tentang hal-hal yang berhubungan dengan batik, seperti pengertian batik, karakteristik batik, corak batik, pola batik, motif batik, jenis-jenis batik, dan filosofi motif batik. A. Pengertian batik Secara etimologi, kata batik berasal dari bahasa Jawa, “amba” yang berarti lebar, luas, kain ; dan “titik” yang berarti titik atau matik (kata kerja membuat batik) yang kemudian berkembang menjadi istilah “batik”, yang berarti menghubungkan titik-titik menjadi gambar tertentu pada kain yang lebar atau luas.
Batik juga mempunyai pengertian segala sesuatu yang berhubungan dengan membuat titik-titik tertentu pada kain mori. Menurut Konsensus Nasional 12 maret 1996, “Batik adalah karya seni rupa pada kain dengan pewarnaan rintang yang menggunakan lilin batik sebagai perintang warna”. Menurut konsensus tersebut dapat diartikan bahwa yang membedakan batik dengan tekstil pada umumnya adalah proses pembuatannya. B. Karakteristik Batik Karakteristik batik adalah sesuatu yang khas dan mencolok dari batik itu sendiri sesuai dengan keberadaan batik itu dimana diciptakan. Karakteristik batik di setiap daerah tidak sama karena memiliki keunikan masing-masing dan sebagai identitas dari batik itu sendiri. C. Corak Batik Corak batik merupakan susunan beberapa motif untuk menghasilkan motif yang kompleks sesuai dengan keteladanan dalam kehidupan. Biasanya corak batik lebih menekankan pada flora dan fauna. D. Pola Batik Pola batik ialah keseluruhan motif yang dibatik pada sehelai kain mori, yang telah disusun menjadi sebuah hasil karya seni yang indah. Pada umumnya, pembatik membuat pola sendiri sesuai dengan keinginan dan apa yang tergambar di pikirannya. Batik mempunyai pola yang sangat banyak, pola tersebut ada yang bersifat khusus yaitu mempunyai makna dan pesan dalam kehidupan pemakainya. Bukti pola batik mempunyai makna adalah kebiasaan orang Jawa yang memakai
kain batik dalam kehidupan sehari-hari dengan pola-pola tertentu, seperti apabila ada orang Jawa yang meninggal maka selalu ditutupi dengan kain batik dengan pola kaung. Pola batik terdiri dari dua golongan, yaitu: 1. Pola geometris. Pola geometris merupakan pola batik dengan motif yang
tersusun
secara
geometris.
Pembuatan
pola
tersebut
menggunakan ilmu dasar ukur yang sederhana, seperti persegi panjang, segitiga, lingkaran, dan segi empat. Susunan garis memperlihatkan garis vertikal, horizontal, dan diagonal, seperti pada motif batik ceplok. 2. Pola non-geometris. Pola non-geometris ialah pola batik yang disusun dengan tidak teratur menurut bidang geometris. Motif yang digunakan pada pola non-geometris terdiri dari flora, fauna, dan berbagai benda alam lainnya. Pola non-geometris ini dapat dilihat pada pola batik kakrasana, motifnya terdiri dari sayap-sayap dan tumbuhan-tumbuhan kecil dalam polanya. E. Motif Batik Motif merupakan keutuhan dari subyek gambar yang menghiasi kain batik tersebut. Biasanya motif batik ini berulang-ulang untuk memenuhi seluruh bidang kain. Kenneth F. Bates Mengungkapkan bahwa yang membentuk motif secara fisik adalah unsur spot (“berupa goresan, warna, dan tekstur”) line (garis) dan mass (masa atau berupa gambar) dalam sebuah kesatuan. Kemudian Motif
tersebut diduplikasikan atau diberi variasi dengan perulangan untuk membentuk pola atau field (Balitbang Industri Kerajinan dan batik, 1997). F. Jenis-jenis batik Menurut teknik pembuatannya, batik terdiri dari empat jenis, yaitu: a. Batik tulis Batik tulis adalah kain yang dihiasi dengan tekstur dan corak batik menggunakan canting sebagai alat bantu dalam melekatkan cairan lilin pada kain. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu yang sangat lama kurang lebih dua sampai tiga bulan. Bentuk gambar pada batik tulis tidak ada pengulangan motif yang berulang, sehingga motif terlihat agak kecil dibangdingkan dengan batik cap. Warna dasar lebih muda dibandingkan dengan warna pada motif. Dari segi harga batik tulis relatif mahal diantara jenis batik lainnya karena kualitas yang lebih bagus, unik, dan mewah. Batik tulis ini sangat eksklusif karena dibuat dengan tangan. Proses pertama, kain dilukis dengan pola atau motif yang sudah ditentukan. Kemudian akan melalui beberapa tahap untuk mendapatkan hasil yang maksimal, seperti tahap melukis, ngereng-reng, isen-isen, nembok dan nglorod 6 Semua tahap ini dilakukan sebanyak dua kali untuk mendapatkan satu potong kain batik jadi. Proses produksi batik tulis dalam dua bulan bisa memproduksi sebanyak 20 helai kain batik. 6
Ngereng-reng, isen-isen,nembok dan nglorod, lihat hal. 35.
b. Batik cap Batik cap adalah kain yang dihiasi dengan tekstur dan corak batik yang dibentuk dengan cap yang terbuat dari tembaga baik proses coletan 7 maupun keliran 8 . Pada awal proses pembuatannya cap terlebih dahulu dipanaskan di atas wajan yang berisi lilin. Proses pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih dua sampai tiga hari. Bentuk motif selalu berulang dengan ukuran yang sama dan garis motif lebih besar. Gambar batik cap tidak tembus pada kedua sisi kain sedangkan batik tulis tembus pada kedua sisi kain. Dalam segi warna, warna dasar kain lebih terang dibandingkan
dengan
warna
motif.
Proses
pengecapan
membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit untuk satu kain. Harga kain batik cap ini sesuai dengan kerumitan motifnya. Cap yang digunakan terbuat dari tembaga, dengan harga satuannya kurang lebih 700 ribu rupiah tergantung kerumitan motif dari cap tersebut. c. Batik printing Batik printing adalah batik yang diproduksi menggunakan mesin tanpa menggunakan malam (lilin), dan juga tanpa menggunakan teknik-teknik pembuatan batik. Batik printing tidak tembus pada kedua sisi kain, karena motif hanya dicetak pada satu permukaan kain saja.
7
Coletan adalah proses pewarnaan awal baik bagian yang detilnya maupun keseluruhan latar batik yang digradasi menggunakan kuas. 8 Keliran merupakan proses pewarnaan seperti proses pewarnaan batik pada umumnya.
d. Batik lukis Batik lukis adalah proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain putih. Batik lukis juga menggunakan malam sebagai perintang warna dan ada juga langsung memberi warna dengan sistem coletan seperti melukis pada kertas. Menurut daerah asalnya batik dibedakan menjadi beberapa jenis sesuai dengan pengaruh dari tradisi klasik sampai yang modern dan abstrak. Selain itu, banyaknya pengaruh dari interaksi antara bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa asing, seperti perdangan, hubungan diplomatik, maupun karena penjajahan bangsa Barat di Indonesia yang pada akhirnya menyebabkan banyak pengaruh terhadap perkembangan batik Indonesia. 1. Batik Pecinaan atau Cina Negara Tiongkok juga dikenal sebagai bangsa perantau dan dikenal teguh dalam melestarikan budaya bangsanya. Disamping itu, masyarakat Tiongkok terbiasa memadukan budaya sendiri dengan budaya lokal sebagai bentuk akulturasi budaya. Keturunan Tiongkok di perantauan biasanya memproduksi batik untuk komunitasnya dan diperdagangkan. Hal yang menyebabkan dikatakan batik Pecinaan atau cina karena memiliki warna yang cukup variatif dan cerah. Selain itu, motif yang digunakan pada batik Pecinaan banyak memasukkan unsur budaya Tiongkok, seperti motif burung hong (sejenis merak) dan naga dengan pola yang rumit dan halus. Daerah yang terkenal dengan batik Pecinaan
adalah Pekalongan karena di Pekalongan ada salah seorang yang terkenal memproduksi batik Pecinaan yang bernama Tan Tjie Hou. Pada zaman dulu, batik Pecinaan berbentuk sarung yang dipadukan dengan kebaya encim9 sebagai busana khas perempuan keturunan Tiongkok di Indonesia. Batik model encim dimasa sekarang juga sering diangkat sebagai trend mode pada masa tertentu, terutama bila menjelang tahun baru Tiongkok atau Imlek. 2. Batik Belanda Batik Belanda banyak diproduksi di Pekalongan sepanjang abad XIX sampai dengan abad XX. Tokoh yang terkenal sebagai pembuat batik Belanda di Pekalongan adalah Van Zuylen dan J.Jans. Ciri khas batik Belanda yaitu motifnya berupa bunga-bunga yang banyak terdapat di Eropa, seperti tulip, dan tokoh-tokoh cerita dongeng terkenal di negeri asalnya karena di pengaruhi oleh budaya Tiongkok. Dalam proses pewarnaan, batik Belanda menggunakan warna biru tua, putih, dan warna soga yang sangat muda, karena pola utamanya sesuai dengan selera Eropa. Warna biru dengan hitam pada batik Belanda melambangkan keabadian, warna putih melambangkan kehidupan, dan warna merah dengan soga melambangkan kebahagiaan.
9
Kebaya encim adalah hasil akulturasi bahasa Hokian untuk kata „cici‟ yang diperuntukkan sebagai sebutan kakak perempuan. Kata encim merupakan serapan dari bahasa Tionghoa yang ditujukan untuk panggilan wanita yang sudah berkeluarga, atau wanita paruh baya.
3. Batik Jawa Hokokai Batik jenis ini muncul pada masa pendudukan Jepang, yaitu tahun 1942 sampai tahun 1945. Modelnya pagi sore, maksudnya dalam satu kain terdapat dua pola atau dua corak yang berbeda. Motif yang terbanyak adalah motif bunga, seperti motif bunga sakura dan bunga krisan. Sampai saat ini, batik Jawa Hokokai masih diproduksi oleh keturunan Tiongkok di Pekalongan. Ciri khas warna dari batik Jawa Hokokai adalah warna kuning, merah, dan biru dengan ragam hias mirip kimono Jepang. 4. Batik Rifa‟iyah Batik Rafa‟iyah mendapat pengaruh Islam yang sangat kuat. Nama Rifa‟iyah diambil dari nama tarekat yang didirikan oleh KH Ahmad Rifa‟i. Komunitas Rifa‟iyah muncul di Kalisalak, Kabupaten Batang, Jawa Tengah pada tahun 1850.
Dalam budaya Islam, motif yang
berhubungan dengan benda bernyawa tidak boleh digambarkan sama persis sesuai aslinya. Oleh karena itu, batik Raf‟iyah motifnya berupa hewan yang terlihat dengan bagian kepalanya terpotong. Hal ini dikarenakan dalam ajaran Islam semua wujud binatang sembelihan yang dihalalkan harus dipotong
kepalanya. Batik Rifa‟iyah dibuat dalam
bentuk kain panjang, sarung, atau selendang yang bertujuan untuk menutupi aurat dan juga sebagai lambang kesopanan. Ciri khas dari batik Rifa‟iyah adalah motif-motif batik mengelilingi kain atau menghiasi
pinggir kain seperti permadani. Warna batik Rifa‟iyah bervariatif seperti warna kuning, merah, dan biru. 5. Batik Keraton Perbedaan batik Keraton dengan batik yang lain
adalah batik
Keraton lebih menekankan kepada makna dari lukisan tersebut, sedangkan batik lain hanya mementingkan warna dan coraknya. Biasanya batik Keraton menggunakan motif yang berhubungan dengan bendabenda yang ada di Keraton, seperti kereta kasepuhan, paksi naga liman. Batik Keraton mempunyai ciri tampilan warna dasar putih, bersih, dan mencolok. Pola geometri pada batik Keraton besar-besar dan diperkaya dengan nitik (motif yang dibuat dari unsur titik-titik). 6. Batik Sudagaran Batik Sudagaran adalah batik yang diciptakan oleh kaum saudagar sesuai keinginan dan selera masyarakat saudagar yang terangsang oleh motif larangan dari kalangan keraton. Desain batik Sudagaran umumnya terkesan “berani” dalam pemilihan bentuk, stilisasi atas benda-benda alam atau satwa, maupun kombinasi warna yang didominasi warna soga dan biru tua. Batik jenis ini menyajikan dengan kualitas dan kerumitan dalam proses pengerjaan ragam hias baru. Penciptaanya mengubah batik Keraton dengan isen-isenyang rumit dan mengisinya dengan cecek sehingga tercipta batik yang indah.
10
Cecek adalah bintik-bintik pada motif kain batik
10
7. Batik Modern Batik Modern adalah jenis batik dengan proses pewarnaan dan pencelupan batik telah menggunakan sistem baru berupa gradasi, urat kayu, maupun rintang blokat11. Motif ini berhubungan dengan estetika dengan komposisi gaya bebas. Batik ini terkenal pada tahun 1980 dan hingga sekarang masih banyak diminati. Batik modern inilah yang mendorong perkembangan batik di Indonesia karena lebih ekspresif, lebih bebas, dan dimodifikasi dengan berbagai macam tekstil yang dapat digunakan oleh kalangan anak muda. 8. Batik Kontemporer Batik ini tidak lazim disebut batik, tetapi proses pembuatannya sama seperti membuat batik. Warna dan coraknya cenderung seperti kain pantai khas Bali atau kadang warna dan coraknya seperti kain sasirangan12. Batik jenis ini banyak dikembangkan oleh disainer sebagai terobosan baru dalam mengembangkan batik dan mode pakaian yang di disain. Selain dari jenis-jenis batik di atas ada juga jenis-jenis batik lainnya yang merupakan perkembangan dari batik tersebut.
11
Rintang blokat teknologi yang digunakan dalam pembuatan batik. teknik celup rintang pembuatannya semula dikerjakan dengan cara ikat celup motif yang sangat sederhana, kemudian menggunakan zat perintang warna. 12 Kain sasirangan merupakan kain adat yang biasa digunakan pada acara-acara adat Suku Banjar.
1. Batik Purbalingga Batik ini berasal dari Jawa Tengah dengan ciri khasnya menggunakan pewarna alami. Caranya dengan mencelupkan canting ke larutan kayu mahoni dan jantung pisang. Perbedaan batik purbalingga dengan batik dari daerah lain adalah pada warnanya, yaitu dengan memakai warna agak gelap, seperti hitam dan cokelat, meskipun warna lain tetap ada. 2. Batik Keris Batik keris ini diproduksi oleh sebuah perusahaan batik yang ada di Surakarta tepatnya di kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah. Batik ini sangat terkenal, karena peminatnya banyak berasal dari luar negeri. Hal itu terjadi karena desain dari batik keris sangat beragam dan selalu menciptakan kreasi baru. Karakteristik dari batik keris adalah corak motif yang diciptakan merupakan motif klasik. Selain itu juga ada motif dengan pewarnaan yang moderen. 3. Batik Madura Batik Madura mempunyai karakteristik yang dapat dilihat pada motif dan warnanya. Motif batik Madura banyak diambil dari motif tumbuh-tumbuhan, binatang, dan juga motif kombinasi yang diciptakan oleh pembatik. Sedangkan dari segi warna, karakteristik batik lebih menggunakan warna-warna cerah dan tegas, seperti warna merah, kuning, hijau, dan biru. Warna-warna tersebut dihasilkan dari pewarna alami
yang diambil dari tumbuh-tumbuhan alam. Untuk memperkuat efek warna maka ditambah tawas pada proses pewarnaan. Sedangkan untuk efek terang dan gelap tergantung kepada lamanya perendaman, semakin lama direndam maka warna yang dihasilkan semakin gelap. Proses perendaman kain bisa direndam selama satu bulan, tiga bulan, bahkan satu tahun. Selain itu, ciri khas dari batik Madura adalah banyaknya garis yang terpampang dalam satu desain kain batik, desain tersebut menceritakan kehidupan sehari-hari orang Madura. 4. Batik Pekalongan Batik Pekalongan mempunyai kekuatan pada motifnya dengan menjaga faktor keindahan. Teknik yang digunakan dalam pembuatan batik yaitu dengan menggunakan mesin, tulis dan cap. Meski berbeda hasil, namun ketiganya memiliki keunggulan tersendiri. Ciri khas dari batik Pekalongan adalah motif batik jlamprang yang dijadikan sebagai simbol batik Pekalongan. Selain itu, ciri khas dari batik Pekalongan yaitu kaya warna dan ragam hias yang bersifat naturalis. Kemudian, batik Pekalongan mempunyai ragam hias yang bebas dan menarik, karena dipengaruhi oleh pendatang dari Tiongkok dan Arab. 5. Batik Cirebon Batik Cirebon mempunyai satu motif batik yang sangat terkenal, yaitu motif mega mendung. Oleh penduduk setempat batik Cirebon dikategorikan sebagai batik pesisir, karena kepopulerannya dimulai dari
daerah utara Jawa. Batik ini sangat terkenal, sehingga Departemen Kebudayaan dan Pariwisata mendaftarkan motif batik mega mendung ke UNESCO yang bertujuan untuk mendapatkan pengakuan sebagai warisan dunia. Batik Cirebon mempunyai dua corak utama yaitu batik keratonan dan juga batik pesisiran. Ciri khas dari batik keratonan adalah sebagian besar motif terdiri dari gambaran dari lingkungan keraton. Contoh motif keraton tersebut seperti taman arum sunyarangi,singa barong, naga seba, ayam alas, dan wadasan. Sedangkan ciri khas motif batik Pesisiran adalah gambar lebih bebas yang melambangkan kehidupan masyarakat pesisir seperti aktivitas masyarakat pesisir di pedesaan, gambar awanawan, flora dan fauna seperti pohon, dedaunan, dan binatang laut dengan menggunakan warna yang lebih berani tampil mencolok. Pada daerah pesisir motif-motif lebih banyak dipengaruhi motif kain dari bangsa asing misalnya Tiongkok, India, Persia dan Arab. Hal ini terjadi karena daerah pesisir merupakan tempat persinggahan atau tempat pertemuannya kapal dari bangsa asing. Ciri khas dari batik Cirebon adalah motif yang melambangkan hutan dan margasatwa dan juga melambangkan motif-motif laut yang dipengaruhi oleh pemikiran orang Tiongkok. 6. Batik Yogyakarta Yogyakarta merupakan cikal bakal batik dengan adanya batik keraton. Batik di kota ini tidak terlepas dari sejarah berdinya Kerajaan
Mataram Islam oleh Panembahan Senopati. Setelah pemindahan pusat kerajaan dari Pajang ke Mataram, Panembahan Senopati sering mengadakan tapa brata (bertapa, bersemedi) di sepanjang pesisir selatan, menyusuri Pantai Parangkusuma ke Dlepih Parang Gupita, menyisiri tebing Pegunungan Seribu yang tampak seperti pereng atau tebing berbaris. Tempat pengembaraan itu akhirnya melahirkan ilham pembuatan motif batik lereng atau parang yang merupakan ciri khas batik mataram yang berbeda dengan batik-batik sebelumnya. Hak eksklusif penggunaan batik parang tentu saja menjadi milik raja pembuatannya dan keturunannya. Kalangan di luar keraton dilarang menggunakan batik motif parang tersebut. Larangan tersebut pernah dicanangkan oleh Sri Sultan HB I pada tahun 1785, yang antara lain termasuk kain batik motif parang rusak barong dan beberapa motif parang lainnya. Terakhir, Sri Sultan HB VIII menetapkan revisi larangan tersebut dengan membuat Pranatan Dalam bab Namanipun Pengangge ing Nagasari Ngayogyakarta Hadiningrat, yang dimuat dalam Rijksblad van Dyogyakarta No 19 Tahun 1972. Pranatan ini sampai sekarang tidak diperbaharui dan menjadi semacam aturan tidak tertulis yang menjadi tradisi di lingkungan keraton. Batik tradisional di lingkungan keraton Yogyakarta mempunyai ciri khas dalam tampilan warna dasar putih dan hitam yang mencolok bersih. Pola geometri keraton Yogyakarta sangat khas, besar-besar, dan sebagian diantaranya diperkaya dengan parang
dan nitik. Batik Yogyakarta mempunyai motif batik yang beragam diantaranya: a. Motif batik pamiluto, umumnya dipakai ketika melangsungkan upacara perkawinan. Pamiluto sendiri artinya perekat yang mengisyaratkan hubungan pasangan yang selalu terikat. b. Motif batik ciptoning, biasanya dipakai pada saat menghadiri acara-acara resmi. Batik ini memberikan kesan bijak, sopan, dan berwibawa. c. Motif batik wahyu tumurun cantel, biasanya dipakai pada saat acara tradisi Jawa yaitu Temu Manten atau pertemuan pengantin. d. Motif batik wahyu tumurun, jenis batik ini hampir sama dengan motif batik wahyu tumurun cantel hanya saja motif ini bersifat umum serta dipakai oleh masyarakat dalam acara formal maupun informal. 7. Batik Solo Selain terkenal dengan kekentalan budaya Jawa, Solo juga dikenal dengan icon batiknya. Beberapa sentra batik Solo seperti kampung batik Laweyan, dan kawasan kampung wisata batik Kauman. Batik Solo terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya, baik batik cap maupun batik tulisnya. Batik Solo mempunyai ciri khas baik dalam proses cap maupun tulisnya. Bahan pewarnaannya merupakan bahan dari dalam negeri, seperti soga. Batik Solo memiliki warna dominan coklat (sogan) sebagai simbol warna tanah lempung yang subur. Warna biru tua yang
memberikan efek rasa ketenangan dan warna hitam yang sebenarnya warna biru tua yang melambangkan kekuatan, kemewahan, dan sensualitas. Motif yang sangat terkenal adalah sido mukti dan sido luruh. Motif batik Solo diciptakan beranekaragam dengan harapan membawa kebaikan bagi pemakainya. Motif batik Solo yang terkenal diantaranya adalah: a. Motif batik Solo parang rusak, barong, kawung, dan sawat, yang merupakan motif batik yang dianggap sakral dan hanya dipakai oleh raja dan keluarganya. b. Motif batik Solo slobog, yang berarti longgar atau besar, yang dipakai pada saat melayat. c. Motif batik sido mukti, biasanya dipakai pada saat acara pernikahan, sido artinya terus-menerus, dan mukti artinya berkecukupan. Jadi sido mukti maksudnya agar pemakainya dapat hidup bahagia serta rezeki yang senantiasa tercukupi. d. Motif batik truntum, biasanya dipakai oleh orang tua pengantin. Truntum artinya menuntun, maksudnya agar dalam sebuah pernikahan orang tua selalu menuntun anaknya dalam menempuh hidup baru. e. Motif batik satrio manah, biasanya dipakai oleh wali pengantin pria pada saat prosesi lamaran atau meminang. Makna dari motif batik ini adalah supaya lamaran dapat diterima oleh pihak calon pengantin wanita beserta keluarganya.
f. Motif batik parang kusumo. Parang adalah motif vertikal, berupa garis berlekuk-lekuk dari sisi atas ke sisi bawah kain. Sedangkan kusumo artinya bunga. Motif ini menjelaskan pengguna memiliki darah raja (keturunan raja) g. Motif batik sekar jagad, Sekar artinya bunga dan jagad artinya dunia. Paduan kata ini mengartikan kumpulan bunga sedunia. F. Filosofi motif batik a. Arti filosofi Kata filosofi dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) dapat diartikan sebagai filsafat atau falsafah dalam bahasa Arab, dan philosophy dalam bahasa Inggris. Sifat dasar filsafat yaitu berfilsafat, artinya berpikir secara radikal. Filsuf adalah pemikir yang radikal dan bisa juga diartikan sebagi pemburu kebenaran yang hakiki. Karena keterbiasaan berpikir secara radikal atau tidak terpaku dan berhenti kepada suatu objek saja. Hal ini bertujuan untuk menemukan sesuatu yang baru dan menemukan akar dari suatu pengetahuan. Berpikir
radikal
bukan
berarti
mengubah,
membuang,
menjungkirbalikkan sesuatu, melainkan dalam arti yang sebenarnya adalah berpikir secara mendalam untuk mencapai akar persoalan yang dipermasalahkan. Ada empat hal yang melahirkan filsafat, yaitu ketakjuban, ketidakpuasan, hasrat bertanya, keraguan (Rapar,1996:16).
b. Filosofi motif batik Setelah dijelaskan diatas bahwa filosofi itu diartikan sebagai hasil dari pemikiran para filusuf. Hal tersebut sangat berkaitan erat dengan filosofi motif batik. Setiap motif batik yang diciptakan bukanlah sebagai hiasan saja melainkan mempunyai arti yang terkandung di dalamnya. Filosofi motif batik merupakan makna kehidupan yang terkandung dalam batik sesuai dengan motif yang digambar. Filosofi di setiap motif batik berbeda-beda karena motif-motif tersebut merupakan sebagai simbol kehidupan yang mengandung harapan dan manfaat bagi pemakainya.
Motif batik di setiap daerah berbeda-beda, karena mempunyai filosofinya masing-masing. Ada beberapa daerah yang mempunyai motif batik yang filosofinya sangat berkaitan dengan kehidupan manusia dan juga berkaitan dengan pemakainya. 1. Motif batik Kuto Kosod. Batik ini merupakan batik tulis buatan Katura, RS. Cirebon. Bahan yang digunakan adalah naphtol dan indigosol, kegunaan batik ini sebagai kain panjang dengan unsur motif wadasan dan gapura. Motif batik ini mempunyai ciri khas yaitu lorodan dan filosofinya adalah menggambarkan gapura keraton kasepuhan Cirebon yang terbuat dari batu bata yang dihaluskan tanpa dilapisi semen (Kuto = tembok, Kosod = dihaluskan).
2. Motif batik Sido Asih. Motif batik ini berasal dari Yogyakarta, zat pewarna yang digunakan adalah naphtol 13 . Kain batik ini digunakan sebagai kemben14 yang dipakai pada saat upacara adat “mitoni”. Unsur motifnya adalah gurda
15
dan tumbuh-tumbuhan dengan ciri khas
kerokan16. Filosofi motif batik ini adalah sido berarti jadi dan asih berarti sayang. Jadi harapan kepada pemakainya adalah agar disayang oleh setiap orang. 3. Motif batik Sido Mukti. Motif batik ini berasal dari Jawa Tengah. Jenis batik ini adalah batik tulis dengan zat pewarna naphtol. kain batik ini berfungsi sebagai kain panjang dan untuk upacara panggih pengantin, unsur motifnya adalah Lar
17
dan candi dengan ciri khas teknik
pemecahan lilin dan kerokan. Filosofi motif batik ini berati darma, kemakmuran, dan melindungi bumi, yang mempunyai harapan atau tujuan baik. 4. Motif batik Garing Ngander. Jenis batik ini adalah batik cap yang berasal dari Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Zat pewarna yang digunakan adalah naphtol dan rapid. Kegunaan kain batik ini untuk pria dan wanita. Unsur motif yang terkandung di dalamnya adalah Garing Ngander dengan ciri khas motif ukiran kayu Dayak. Filosofi batik Garing Ngander adalah sukah lampung, mantan andan, bagian bawah melambangkan bumi sebagai awal kehidupan, diakhiri dengan bagian puncak terdapat 13
Napthol adalah zat pewarna sintetis yang terbuat dari bahan kimia atau kostik soda. Kemben adalah kain panjang yang menutupi pinggang sampai kaki 15 Gurda berasal dari kata garuda yang memiliki kedudukan yang tinggi. 16 Kerokan yaitu batik yang proses pembuatannya disertai proses meremukkan lilin yang telah menempel pada kain untuk memunculkan motif unik. 17 Lar adalah sisa bulu primer pada merpati yang terletak pada bagian atas yang belum berganti. 14
burung tinggang sebagai simbol keberadaan Tuhan. Kehidupan dunia dilambangkan dengan tangkai berdaun, dan bulu ekor burung tinggang18. Kekayaan alam dilambangkan dengan bunga dan buah. Tombak melambangkan penunjuk jalan kebenaran.
18
Burung Tinggang adalah sejenis burung enggang yang terdapat di hutan rimba Kalimantan.
BAB III SEJARAH DAN PERKEMBANGAN BATIK
3.1 Sejarah Batik Sejarah perkembangan batik di Indonesia tidak terlepas dari keberadaan kerajaan Majapahit sebagai kerajaan terbesar, makmur, dan memiliki masa kejayaan selama beberapa abad yang telah menciptakan tradisi dan kebudayaan. Perkembangan batik gencar pada masa kerajaan Mataram pada tahun 1600 masehi sampai dengan tahun 1700 masehi. Pada kurun waktu tersebut kesenian batik meluas keseluruh pelosok pulau Jawa. Pada mulanya, batik dikerjakan di lingkungan keraton saja dan juga batik merupakan pakaian raja dalam keraton yang dibuat oleh abdi dalem keraton. Selanjutnya, batik semakin eksis pada masa kerajaan Majapahit yang meluas ke seluruh nusantara. Hal ini dapat dibuktikan dengan penemuan arca dalam Candi Ngrimbi dekat Jombang yang menggambarkan Raden Wijaya, raja pertama kerajaan Majapahit (memerintah 1294-1309) yang memakai kain batik bermotif kawung. Namun data yang lebih pasti tentang sejarah dan perkembangan batik mulai terekam jelas sejak kerajaan Mataram Islam, yang bersumber dari keraton, seperti motif parang rusak, semen romo, dan lain-lain. Pada awalnya, batik digunakan sebagai hiasan pada daun lontar yang berisi naskah yang bertujuan untuk memperindah tulisan agar tampak lebih menarik. Seiiring berjalannya perkembangan interaksi bangsa Indonesia dengan
bangsa asing, maka mulailah dikenal membatik pada kain. Pada saat itu, batik hanya dibuat diatas kain berwarna putih yang terbuat dari kapas, kain tersebut bernama kain mori. Namun seiiring berkembangnya zaman, batik tidak hanya dibuat diatas kain mori saja, tetapi juga dibuat diatas kain sutra, polyester 19 , rayon20, dan bahan sintetis lainnya. Sampai saat ini, proses penciptaan batik di Indonesia masih belum ada waktu yang pasti kapan awal mula terciptanya. Namun motif-motif batik dapat ditemukan pada beberapa artefak budaya, seperti pada candi-candi. Motif dasar lereng dapat ditemukan pada patung emas Syiwa yang dibuat pada abad IX di Gemuruh, Wonosobo. Dasar Motif ceplok ditemukan pada pakaian patung Ganesha di Candi Banon dekat candi Borobudur yang dibuat pada abad IX (Wulandari, 2011). Perkembangan batik di nusantara sangat pesat dari masa ke masa, baik perkembangan lokasi penyebarannya, tekonologinya maupun desainnya. Pada mulanya batik hanya dikenal di lingkungan keraton di Jawa. Pada waktu itu batik hanya dibuat dengan sistem tulis sedangkan pewarna yang digunakan berasal dari tumbuh-tumbuhan maupun binatang. Pertumbuhan dan perkembangan batik di Indonesia sebagai manifestasi dari kekayaan budaya daerah-daerah perbatikan seperti Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, Madura, Sukoharjo dan Cirebon mempunyai ciri khas dan keunikan tersendiri yang dapat dibedakan berdasarkan perwujudannya.
19
Polyester adalah jenis kain sintetis yang memiliki arti serat buatan dan tidak tersedia secara bebas di alam yang digunakan sebagai penambah kualitas jenis kain yaitu sebagai pemberi efek keras pada pakaian. 20 Rayon adalah kain yang terbuat dari serat yang berasal dari kayu pinus dan cemara.
3.1.1
Sejarah Batik Cirebon Perkembangan batik di Cirebon tidak terlepas dari pemerintahan Sunan
Gunung Jati sebagai pemerintahan kerajaan Islam tertua di Pulau Jawa. Motif batik Cirebon mempunyai keunikan dan daya tarik tersendiri karena adanya pengaruh dari budaya Tiongkok. Hal ini nampak pada bentuk hiasan yang mendatar, seperti lukisan ragam hias khas mega mendung dan Wadasan. Sejarah batik Cirebon juga terkait dengan perkembangan gerakan tarekat yang berpusat di Banjarmasin. Para anggota tarekat yang mengabdi di keraton mengerjakan pekerjaan membatik sebagai sumber penghasilan untuk membiayai kehidupan kelompok tarekat tersebut dan menetap di Desa Trusmi. Oleh karena itu, sampai sekarang ini batik Cirebon identik dengan batik Trusmi. Batik Cirebon mempunyai keunggulan dibandingkan dengan produksi batik dari daerah luar Cirebon, diantaranya sebagai berikut : 1. Desain klasik batik Cirebon selalu mengikutsertakan motif wadasan (batu cadas) pada bagian motif tertentu walaupun motif utamanya bukan ragam hias awan. 2. Dalam pewarnaan warna latar belakang motif berwarna lebih muda dibandingkan dengan warna motif utamanya. 3. Garis pada motif menggunakan garis tunggal yang tipis dengan warna lebih tua dibandingkan dengan warna latarnya. Hal ini dikarenakan batik Cirebon menggunakan canting khusus, sehingga secara proses batik Cirebon lebih unggul dibandingkan dengan batik lainnya.
4. Warna batik klasik Cirebon biasanya didominasi oleh warna kuning, hitam (sogan gosok) dan warna dasar krem, sebagiannya lagi berwarna merah tua, biru, hitam dengan dasar warna kain krem atau putih gading.
3.2 Perkembangan Batik di Nusantara Kerajinan batik merupakan salah satu kebudayaan yang ada di kerajaan Majapahit. Hal tersebut dapat ditelusuri di daerah Mojokerto dan Tulung Agung. Pada saat kerajaan Majapahit memperluas daerah kekuasaannya, kesenian membatikpun ikut menyebar dan berkembang. Ketika tentara kerajaan Majapahit menaklukkan Tulung Agung dan tinggal di Tulung Agung dengan membawa kesenian batik. Batik yang diproduksi di daerah tersebut berwarna dasar putih dengan corak coklat dan biru tua. Zat pewarna tersebut merupakan zat pewarna alami yang diproleh dari tanaman soga jambal, mengkudu, nila tom, tinggi, dan lain sebagainya. Sejarah mencatat bahwa perkembangan batik berawal dari Surakarta dan Yogyakarta karena lebih terkenal dengan keorisinilan produknya. Seni membatik mulai membudaya pada abad ke XII, mula-mula batik berkembang di pulau Jawa terutama di daerah Surakarta (Solo) dan Yogyakarta. Batik diperkirakan dikenal pada abad ke XVII. Awalnya batik ditulis di daun lontar yang didominasi bentuk binatang dan tanaman. Namun, lambat laun muncul motif batik abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber, dan lain sebagainya. Sebuah literatur menyebutkan bahwa batik baru muncul pada tahun 1518 di wilayah Galuh, disekitaran barat laut Jawa di masa pra- Islam.
Pada awalnya, batik diciptakan oleh abdi dalem kerajaan yang digunakan sebagai keperluan upacara adat dan pakaian bangsawan. Adanya interaksi antara pengikut kerajaan dan masyarakat awam yang lama-kelamaan kesenian membatik ditiru oleh masyarakat dan menjadi mata pencaharian sehari-hari. Perkembangan batik sampai keluar pulau Jawa disebabkan oleh seringnya kerjaaan Mataram memberikan hadiah kain batik kepada raja-raja di luar Pulau Jawa. Selain itu, perkembangan batik di nusantara melalui pedagang dan utusan kerajaan yang sengaja memperkenalkan budaya membatik dari Jawa ke seluruh wilayah kerajaan Majapahit di nusantara. Perkembangan batik di Jawa Tengah mulai pesat pada zaman kerajaan Mataram. Pada mulanya, batik merupakan pakaian raja-raja Mataram dan seluruh bangsawan serta keluarga kerajaan. Setelah itu, perkembangan batik mulai meluas keluar pulau Jawa. Perkembangan batik di seluruh nusantara mengakibatkan banyaknya muncul variasi baru dengan corak dan motif yang berbeda dan mempunyai keunikan tersendiri.
3.2.1
Perkembangan Warna Batik dari Masa ke Masa Pada zaman dahulu, proses pewarnaan kain batik menggunakan pewarna
alami yang diperoleh dari alam. Pewarna alami sangat baik digunakan karena resiko pencemaran lingkungan sangat sedikit. Pewarna alami dapat diperoleh dari beberapa tumbuh-tumbuhan yang ada di alam, diantaranya adalah pohon dan daun indigofera, kulit kayu tingi atau bakau, kulit kayu nangka, kulit kayu mahoni,
kulit kayu tegeran, akar mengkudu, daun mangga kweni, buah jelawe, akar pohon jambu biji, batang dan kulit pohon secang, batang dan kulit pohon soga Pengunaan bahan alami bisa menghasilkan warna-warna yang indah, diantaranya dengan cara: 1. Apabila menginginkan warna soga atau cokelat cukup merebus batang dan kulit pohon soga, dan apabila tidak ada batang dan kulit pohon soga maka bisa menggunakan kulit pohon tingi, mahoni, dan tegeran dengan cara merebus ketiga jenis pohon ini untuk mendapatkan warna soga yang dibutuhkan. 2. Apabila ingin mendapatkan warna biru, maka daun indigo direndam beberapa hari dengan mencampurkan kapur supaya membentuk pasta. Biasanya10 kilogram daun indigo menghasilkan 500 gram sampai dengan 1 kilogram pasta pewarna biru alami. 3. Apabila menginginkan warna kuning, maka cukup merebus buah jelawe kering dan daun mangga kweni. Biasanya warna yang di dapat dengan merebus bahan ini adalah warna kuning ke hijau-hijauan. Selanjutnya, untuk memperoleh warna kemerah-merahan dan jingga, maka cukup merebus akar mengkudu.
Pada saat sekarang ini, penggunaan warna untuk membatik sudah jarang mengunakan warna alami, karena proses pembuatan warna memakan waktu agak lama dibandingkan dengan penggunaan pewarna sintetis. Alasan pengrajin lebih memilih pewarna sintetis dibandingkan dengan pewarna alami adalah zat pewarna
sintetis lebih mudah didapatkan dan tidak memakan waktu yang lama. Keunggulan menggukan zat pewarna sintetis adalah lebih gampang dan simple. Selain itu, pewarna sintetis bisa menghasilkan beragam warna dengan cara mengkombinasikan zat pewarna yang satu dengan yang lainnya dan juga mampu menghasilkan warna yang senada sesuai dengan permintaan warna di pasar.
3.2.2
Perkembangan Batik dari Segi Motif Perkembangan motif batik dari tahun ke tahun sangat bervariasi.
Keberagaman motif batik sekarang ini tidak terpaku lagi pada motif motif batik klasik. Perkembangan batik dan motifnya sampai saat ini sangat luas dan bebas, mulai dari perkembangan unsur motif klasik sampai kepada unsur motif batik yang lebih ekspresif dengan warna-warna yang beragam. Keberagaman motif batik sangat tergantung kepada kekreatifan pengrajin. Motif batik bisa mengunakan unsur-unsur keindahan yang ada pada flora dan fauna, selain itu juga bisa diambil dari kisah-kisah kehidupan manusia di masa lalu maupun di masa sekarang.
3.2.3
Perkembangan Batik dari Segi Bahan Bahan batik pada masa lalu berupa bahan katun atau mori. Akan tetapi,
saat ini bahan batik yang digunakan sudah beragam. Selain katun mori juga menggunakan organdy21, organdy chiffon22, organdy sutra23, sutra, sutra ATBM
21 22
Organdi adalah kain katun tipis, kaku, dan tembus pandang dengan sistem tenun sederhana. Organdi chiffon yaitu kain tipis dan lembut, namun kaku dibandingkan kain chiffon.
(bukan mesin), chiffon 24 , chiffon sutra 25 , denim 26 , suede 27 , dan masih banyak bahan yang lainnya.
3.2.4
Perkembangan Batik dari Segi Teknik Pembuatannya Pada zaman dahulu, teknik batik perintangan dengan malam pada proses
pembuatan batik dilakukan dengan menggunakan berbagai macam canting. Seiring berkembangnya kemampuan pengrajin dalam membatik, maka tidak hanya canting yang digunakan tetapi juga menggunakan kuas. Selanjutnya, teknik pewarnaan tidak hanya dengan mencelupkan kain saja tetapi juga bisa dengan menggunakan air-brush atau dengan teknik colet. Perkembangan teknik membatik mampu mengembangkan berbagai efek dan tekstur dalam motif batik masa kini. Perkembangan teknik pembuatan batik sampai saat ini mampu menghasilkan teknik membatik yang sangat menguntungkan bagi pengrajin tanpa menggunakan proses yang memakan waktu lama.
Adapun proses pembuatan batik melalui beberapa cara, diantaranya: 1. Ketel, yaitu perebusan kain mori dengan ramuan merang biasanya hanya sebagian pengrajin saja yang melakukan proses ini. Proses ini bagi kalangan pembatik disebutnya “diketeli”. Selain menggunakan merang,
23
Organdi sutra merupakan kain tipis yang terbuat dari benang sutra. Chiffon adalah jenis kain yang tipis, transparan, dan ringan. 25 Chiffon sutra yaitu kain yang terbuat dari sutra yang bersifat tipis dengan kilau samar. 26 Denim merupakan bahan pembuatan celana jeans. 27 Suede yakni jenis kulit dengan permukaan halus, seperti beludru. 24
minyak kacang juga digunakan sebagai pelicin permukaan kain, melemaskan dan merapatkan benang pada kain mori tersebut. 2. Nyoret, yaitu membuat pola corak-corak batik, seperti pola-pola geometris atau cerita yang membutuhkan proses “nyoret” sebelum “nglowong”. Proses nyoret ini juga bisa diartika sebagai proses pelukisan kain sebelum masuk kepada proses pembatikan yang bertujuan untuk memudahkan membatik. 3. Nglowong, merupakan tahap pertama pelekatan malam atau lilin dengan menggunakan cap maupun canting. Proses ini para pengrajin batik menyebutnya dengan nama “ngereng-reng”. 4. Nembok, yaitu proses pengimbuhan malam pada tahap kedua untuk membuat warna-warna tertutup menjadi tegas setelah pencelupan berikutnya. Malam yang digunakan untuk proses nembok ini berbeda dengan jenis malam yang digukan pada saat nglowong. Sifat Malam yang digunakan untuk nembok biasanya lebih liat dan kuat melekat pada kain. 5. Medel, yaitu proses pencelupan warna pertama pada kain batik. 6. Ngerok atau Nglorod, yaitu proses perontokan malam dengan menggunakan cawuk atau pisau tumpul, sikat atau alat-alat kerik lainnya disebut ngerok. Proses nglorod yaitu proses perontokan malam dengan cara merebus kain. 7. Mbironi, yaitu pelepasan malam tahap ketiga untuk mempertegas pola. Tujuan dari proses mbironi adalah untuk membiarkan warna gelap pada bagia-bagian yang di inginkan.
8. Nyolet, yaitu pembubuhan warna dengan menggunakan kuas pada bagian kain yang sudah digambari pola dengan menggunakan malam. Tujuan dari proses nyolet ini adalah untuk memberi efek warna-warni pada kain selain itu juga berfungsi untuk mempertegas motif-motif tertentu. 9. Nyoga, yaitu proses pencelupan kain tahap kedua. Kata soga ini berasal dari tanaman sejenis tanaman keras, kulit dan batangnya digunakan sebagai bahan pewarnaan untuk mendapatkan warna cokelat. Biasanya warna cokelat ini merupakan warna batik pedalaman.
3.2.5
Perkembangan Batik dalam Kehidupan Sehari-hari Pada zaman dahulu, kain batik digunakan kaum laki-laki sebagai busana
resmi untuk menghadiri acara-acara resmi, untuk pakaian ke kantor, dan untuk pergi ke sekolah. Dulunya, kain batik digunakan sebagai kain bawahan oleh kaum laki-laki, tetapi sekarang digunakan sebagai atasan. Perubahan ini dimulai semenjak Gubernur DKI Jakarta, pada tahun 1973 mempromosikan batik lengan panjang sebagai busana nasional bagi kaum laki-laki (Iskandar,2008). Penggunaan kain batik oleh perempuan berawal dari kaum perempuan Jawa yang nyaman dengan memakai busana tradisional, yaitu kain panjang dengan kebaya. Setelah beberapa abad kemudian setelah adanya pengaruh dari barat, kaum perempuan meninggalkan kebiasaan memakai pakaian tradisional tersebut karena busana barat lebih cepat dan praktis dibandingkan dengan busana tradisional yang agak lama dalam memakainya. Akan tetapi, tidak semua kaum perempuan yang meninggalkan pakaiaan tradisional tersebut, masih banyak yang
memakai busana tradisional terutama wanita lanjut usia. Busana tradisional wanita masih banyak ditemukan pada saat acara resmi seperti acara pernikahan.
3.3 Sejarah Perusahaan Tempat penelitian dalam menyelesaikan tugas akhir ini adalah CV. batik Hafiyan yang berlokasi di Jalan Trusmi Kulon No. 187a Plered, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, lebih kurang 4 kilometer ke arah barat dari pusat kota Cirebon. Secara umum batik diperusahaan ini merupakan batik pesisiran dan juga batik keraton. Batik Hafiyan berdiri pada tahun 2002 yang dirintis oleh pemilik Heri Kismo Rusima. Nama batik Hafiyan diambil dari nama anak pertama pemiliknya. Usaha ini dimulai pada tahun 2004 di kawasan sentra batik desa Trusmi atas berkembangnya usaha yang dijalaninya. Show room yang terletak di Trusmi kulon tersebut merupakan show room pertamanya yang berdiri di atas tanah seluas 9 x 9 meter persegi. Usaha batik ini merupakan usaha turun-temurun dari keluarga kemudian seiring dengan kemajuan di berbagai bidang dan tingginya permintaan barang maka pada tahun 2007 Batik Hafiyan membuka cabang baru yang terletak di pasar Kanoman Cirebon. Hingga tahun 2015, Batik Hafiyan sudah mempunyai lima show room batik yang tersebar di wilayah pusat perbatikan Trusmi. Keadaan dalam show room Batik Hafiyan sangat nyaman karena pelayanannya yang ramah dan tata letak kain batiknya yang rapi. Show room Batik Hafiyan mulai di buka pada pukul 08.00 sampai 21.00 WIB. Batik Hafiyan menyediakan kain batik asli Trusmi Cirebon, mega mendung, batik sutra tulis dan
juga menyedikan baju batik, kemeja batik, tas batik, dompet, kain cendramata berupa wayang, kalung dan bando, selain itu juga ada mukenah dengan harga terjangkau dan berkulitas.
3.3.1
Visi dan Misi Perusahaan Dalam mejalankan usaha dalam bidang distributor batik, CV batik Hafiyan
mempunyai Visi dan Misi, yaitu: Visi Perusahaan: 1. Melestarikan dan menumbuhkan tradisi batik Cirebon sebagai salah satu upaya untuk menumbuhkan industri kerajinan batik Indonesia. Misi Perusahaan: 1. Batik tradisional Trusmi Cirebon bisa lebih dikenal di kancah dunia batik nasional dan batik internasional. 2. Meningkatkan kualitas dan daya saing yang berpotensi untuk memasuki pasar global. 3. Memperkaya desain motif untuk menambah perbendaharaan motifmotif tradisional yang sudah ada dan memasyarakat.
3.3.2
Struktur Organisasi Struktur organisasi CV. Batik Hafiyan cukup sederhana. Di bawah
pimpinan seorang pemilik yang bernama Heri Kismo Rusima dengan tugas utama bertanggungjawab atas kelangsungan perusahaan dan mempunyai wewenang
penuh atas semua keputusan demi keberlangsungan perusahaan. Terdapat lima divisi di CV. Batik Hafiyan antara lain Desain dan Produksi, Admin, Finance, Sales Manager dan Gudang. Divisi Desain dan Produksi bertugas menciptakan atau merancang motif-motif baru yang betujuan untuk memperbanyak perbendaharaan motif pada CV. Batik Hafiyan. Admin bertugas mengatur semua administrasi perusahaan. Divisi Finance bertugas untuk mengatur keuangan yang masuk dan keluar serta pembayaran
upah
karyawan.
Divisi
Sales
Manager
bertugas
dalam
mempromosikan produk, mengontrol dan mengawasi semua kegiatan perusahaan. Divisi Gudang bertugas mengatur persediaan barang yang masuk maupun barang yang keluar. Adapun pada Divisi Desain dan Produksi membawahi dua bagian, yaitu bagian penjahit dan bagian pengrajin. Bagian penjahit bertugas untuk menjahit kain yang sudah dibatik menjadi baju atau menjadi barang jadi. Kemudian pada Divisi Sales Manager membawahi empat supervisor yang bertugas mengatur operasional toko, membuat laporan persediaan maupun laporan penjualan dan menyimpan dokumen penting.
3.3.3 Asal Bahan Batik Banyaknya pengrajin kain batik di desa Trusmi sangat memudahkan bagi penjual untuk memperoleh kain batik, seperti CV.
Batik Hafiyan
memperoleh kain batik tersebut dari pengrajin batik di sekitar show room nya.
A. Pengrajin Batik Tulis Usaha kain batik Iman merupakan usaha kain batik tulis. Lokasi tempat pembuatan batik tulis ini terletak di Trusmi Kulon tepatnya di belakang show room Batik Hafiyan. Pada awalnya Iman hanya mempunyai dua orang pengrajin, seiring berkembangnya usaha tersebut akhirnya sampai sekarang mempunyai dua puluh tujuh orang yang diperkerjakan untuk memproduksi kain batik. Empat orang diantara pengrajin tersebut adalah laki-laki, dan selebihnya pengrajin perempuan. Selain memproduksi di tempat yang sudah disediakan untuk membatik, proses membatik juga diperbolehkan untuk membatik di rumah, seperti yang dilakukan tiga orang pekerja lainnya. Para pengrajin batik tulis ini berasal dari desa Kaliwuluh. Cara perekrutan tenaga kerja tidak berdasarkan riwayat pendidikan, karena pendidikan tidak dikaitkan untuk menjadi seorang pengrajin batik. Syarat untuk menjadi pengrajin pada batik Iman adalah mempunyai bakat dalam membatik dan kesanggupan calon pengrajin untuk membatik dengan motif yang sudah ditentukan. (wawancara dengan Iman, 2015). Pada saat memproduksi kain batik, kendala yang sering dihadapi yaitu pada tahap pewarnaan, pada tahap ini sering terjadi warna yang dihasilkan tidak sesuai dengan warna yang sudah ditentukan. Untuk mengatasi kesalahan tersebut maka dilakukan pewarnaan lagi dengan menggunakan zat pewarna yang berbeda. Sekitar enam tahun yang lalu batik tulis di Desa Trusmi kulon mempunyai perkumpulan batik di koperasi batik Budi Tresna yang berlokasi di utara tempat pembuatan batik tulis. Proses turun-temurunnya batik tulis sini sampai kepada
Iman tidak ada yang mengajari, pengalaman sejak kecil yang menjadikan Iman bisa menjadi pengrajin sukses sampai saat ini dan juga karena orang pribumi yang tinggal di sentra pengrajin batik. Jenis-jenis batik yang diproduksi seperti batik Dalem, dan batik Pesisiran. Hasil produksi berupa kain batik dan hiasan dinding. Barang hasil produksi akan di pasarkan ke show room- show room disekitarnya seperti, show room Hafiyan batik, show room Lia batik, dan show room Salma batik. Selain itu, kain batik juga di ekspor ke Meksiko, Taiwan, dan Tiongkok. B. Pengrajin Batik Cetak atau Batik Cap Usaha batik cetak ini dirintis oleh Susila sejak tahun 1994 yang berlokasi di desa Trusmi. Batik cetak ini diberi nama Fy-Batik, sebelum memulai usaha batik Susila bekerja sebagai pengjahit baju di Jakarta selama tiga belas tahun, karena susahnya hidup di Jakarta akhirnya memutuskan untuk kembali ke Cirebon dan memulai usaha batik cetak. Hasil produksi batik cetak berupa kain batik cetak dan baju. Pada awalnya Susila memproduksi kain batik cetak hanya berdua dengan istri. Seiiring berkembangnya usaha kain batik cetak sampai saat ini pengrajin bertambah menjadi delapan belas pengrajin, dua belas tenaga kerja yang memproduksi
kain
batik
di
rumah
Susila
dan
enam
orang
lainnya
memproduksinya dirumah sendiri. Pengrajin batik cetak terdiri dari tujuh orang pengrajin laki-laki dan sebelas orang pengrajin perempuan. Pada umumnya pengrajin batik cetak ini berlatar belakang pendidikan tamatan SMP (Sekolah Menengah Pertama). Sepanjang perjalan usaha batik cetak ini tidak berjalan mulus bahkan pernah mengalami kemerosotan karena tidak ada yang membantu
dalam usahanya, seperti pemasaran kain batik. Akhirnya Susila bertemu dengan Heri pemilik batik Hafiyan dan sampai saat ini berkat kerjasamanya usaha yang dijalani kembali meningkat. Batik cetak karya Susila mempunyai ciri khas yaitu batik Lawasan. Batik lawasan ini hanya Susila saja yang memproduksinya dan tidak ada pengrajin lain yang memproduksi batik lawasan ini di Batik Trusmi. Batik lawasan merupakan kain batik yang mempunyai warna pudar karena menggunakan warna yang lembut. Batik lawasan ini sangat sulit dalam memproduksinya karena sangat rentan gagal dalam proses pewarnaannya. Dalam memproduksi batik cetak, kendala yang sering dihadapi seperti pengeringan menggunakan sinar matahari karena matahari sangat berperan untuk membantu proses pengeringan menggunakan sinar ultraviolet disebabkan obat yang dipakai dalam pewarnaan sangat bergantung kepada sinar ultraviolet seperti indigosol. Sedangkan pewarna lainnya bersifat netral artinya tanpa menggunakan sinar matahari karena tidak akan berpengaruh kepada warna, seperti tjinteksol.
BAB IV PERBEDAAN DAN PERPADUAN BATIK MEGA MENDUNG DENGAN BATIK DARI TIONGKOK
4.1 Batik Mega Mendung Motif batik mega mendung tergolong kedalam kelompok motif wadasan. Motif wadasan merupakan motif yang berbentuk batu karang laut yang mempunyai alur seperti awan-awan yang menggumpal. Motif mega mendung dipengaruhi oleh budaya Tiongkok yang masuk ke Cirebon pada abad ke XVI. Pengaruh tersebut dapat dilihat pada warna motif mega mendung yang berwarna biru dan putih yang diambil dari warna-warna keramik dari Tiongkok yang diberikan Putri Ong Tien kepada Sunan Gunung Jati. Warna motif mega mendung terdiri dari warna biru tua sampai warna biru muda (lihat Gambar 4.1). Dapat dilihat pada Gambar 4.1 bahwa motif batik mega mendung tersebut berwarna biru tua dan biru muda. Warna biru tua pada motif mega mendung menggambarkan awan yang mengandung hujan, sedangkan awan yang berwarna biru muda menggambarkan langit yang cerah yang mengisyaratkan kehidupan manusia semakin cerah. Motif mega mendung awalnya tidak hanya berwarna biru muda dan biru tua saja, tetapi juga memakai warna merah. Hal tesebut dikarenakan proses pembuatan batik di Cirebon tidak hanya dilakukan oleh wanita saja, tetapi pria
juga berperan dalam proses pembuatan batik. Warna merah pada batik mega mendung menyimbolkan kedinamisan dan kemaskulinitasan pembuatnya. Selain itu warna biru dan merah tersebut juga melambangkan psikologis masyarakat pesisir yang bebas dan terbuka. Sekarang ini, perkembangan gradasi warna pada motif mega mendung lebih beragam. Dulunya, motif batik mega mendung hanya mempunyai gradasi bitu tua sampai biru muda dan warna putih. Akan tetapi, penggunaan warna pada batik mega mendung sudah bervariasi sampai saat ini dengan menggunakan warna-warnah yang cerah, seperti warna merah, hijau, jingga, dan warna ungu. Gradasi warna pada motif batik mega mendung pun lebih bervariasi, mulai dari tiga gradasi, lima gradasi, bahkan sampai sebelas gradasi. Contoh variasi dan gradasi dari motif batik mega mendung dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.1 Gambar motif batik mega mendung(kiri) Gambar 4.2 Variasi dan gradasi pada motif batik mega mendung (kanan)
Motif batik mega mendung sekarang ini sudah banyak dikombinasikan dengan motif-motif batik yang ada di Cirebon. Hal tersebut dapat dilihat pada karya pengrajin batik di desa Trusmi Cirebon disebabkan permintaan pasar yang tinggi terutama kalangan perancang busana. Para pengrajin selalu memasukkan
unsur awan pada motif batik yang dibuatnya karena motif awan ini merupakan ciri khas dari motif-motif batik di Cirebon walaupun motif awan tersebut bukanlah motif yang utama. Biasanya motif awan hanyalah sebagai motif-motif pendamping atau motif pembantu terhadap motif yang akan ditonjolkan seperti pengrajin menginginkan motif kupu-kupu, maka motif awan dijadikan sebagai latar dari gambar kupu-kupu yang menggambarkan kupu-kupu terbang di atas awan. Kemudian motif mega mendung dikombinasikan dengan ikan, maka fungsi motif mega mendung adalah sebagai air. Untuk itu, alasan pengrajin batik mengkombinasikan antara motif batik mega mendung dengan motif-motif flora maupun fauna adalah karena motif batik mega mendung sangat cocok dan mudah dikombinasikan dengan motif apa saja dan menghasilkan suatu karya yang indah. Penggunaan gradasi pada motif batik mega mendung tidak ada aturan dalam pewarnaannya, karena hal tersebut merupakan sebuah seni pada motif batik yang bertujuan untuk memperkaya, menambah jenis motif tanpa meninggalkan secara keseluruhan nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya. Pada awalnya motif batik mega mendung hanya memakai gradasi warna yang sama, misalnya warna merah muda sampai warna merah tua.
Gambar 4.3 Gambar gradasi merah pada motif batik mega mendung
Akan tetapi semakin berkembangnya motif dan warna pada batik mega mendung, para pengrajin sudah mengkombinasikan warna-warna yang berbeda pada gradasi motif batik. Contohnya motif berwarna hijau, warna gradasinya adalah warna putih pada garis tepi motif, gradasi pada bagian tengah motif berwarna hijau muda sampai warna hijau tua, dan pada bagian paling dalam motif berwarna hitam.
Gambar 4.4 Gambar gradasi warna hijau pada motif batik mega mendung
Hal tersebut dilakukan untuk menekankan bentuk motif dan warna yang unik dan menghidarkan konsumen dari rasa kejenuhan terhadap motif yang sama. Perbedaan warna gradasi pada motif tentu saja harus penuh pertimbangan dan haruslah dengan warna yang senada, seperti penggunaan warna putih yang dikombinasikan dengan warna biru muda sampai warna biru tua. Warna putih yang dikombinasikan dengan warna biru muda sampai biru tua adalah memberi kesan awan yang sejuk dan nyaman. Kemudian contoh selanjutnya warna putih dengan warna jingga tua dan warna coklat. Warna tersebut merupakan warna
motif mega mendung klasik yang mempunyai makna kestabilan, keagungan, dan penuaan (Prasetioningtyas, 2011:119).
4.1.1 Karakteristik Motif Batik Mega Mendung Karakteristik motif batik mega mendung mempunyai perbedaan dibandingkan dengan motif-motif batik dari daerah yang ada di pesisir pantai pulau Jawa. Adapun karakteristik dari motif batik mega mendung ini adalah motif yang berbentuk awan-awan dan berwana cerah serta tegas. Selain itu juga mempunyai filosofi dan nilai-nilai sosial dan keagamaan.
4.1.2 Filosofi Motif Batik Mega Mendung Motif batik mega mendung diciptakan sebagai suatu karya seni yang unik, selain itu juga mempunyai filosofi yang mendalam. Adapun filosofi dari motif ini adalah dalam paham Taoisme28 motif ini menggambarkan dunia atas yang luas, dimana diatas langit itu merupakan tempat tinggal para dewa. Sedangkan makna motif batik mega mendung dalam ajaran Islam adalah sebagai pembawa hujan yang dinanti-nantikan masyarakat Cirebon. Hujan merupakan sumber kehidupan tanpa adanya hujan manusia tidak bisa hidup. Pada motif batik mega mendung, warna biru tua menggambarkan awan gelap yang membawa air hujan, sedangkan warna biru muda menggambarkan
28
Paham Taoisme juga dikenal dengan Daoisme (道家 dào jiā atau 道教 dào jiào), yang diprakarsai oleh Lao Tzu (老子 lăo zi). Taoisme merupakan aliran filsafat yang berasal dari Tiongkok yang berumur ribuan tahun dan merupakan akar pemikiran yang sudah ada sebelum masa konfusiusme.
kehidupan manusia yang semakin cerah. Garis-garis gambar dari motif mega mendung merupakan gambaran perjalanan kehidupan manusia mulai dari lahir, anak-anak, menuju remaja, dewasa, sampai berumah tangga, dan mati. Pada motif mega mendung ini antara lahir tersambung garis yang kesemuanya menyimbolkan kebesaran Tuhan.
4.2 Batik Dari Tiongkok Negara Tiongkok sudah mengenal batik semenjak beberapa abad yang lalu. Kerajinan batik mulai tumbuh berkembang di Tiongkok pada masa Dinasti Sui (隋 suí) pada tahun 581 masehi sampai dengan tahun 618 masehi. Daerah yang memproduksi batik di Tiongkok adalah Provinsi Guizhou yang terletak di barat daya Tiongkok. Masyarakat yang masih mempertahankan tradisi memproduksi batik adalah masyarakat suku Miao (苗族 miáozú), Bouye (布依族 bùy zú), dan Kejia atau Hakka (客家 k jiā). Suku Kejia adalah bagian dari suku Miao yang menetap di Desa Matang. Suku minoritas mulai membatik pada saat berusia enam dan tujuh tahun bertujuan untuk pelestarian budaya yang harus dibiasakan dari kecil. Selain itu, dikarenakan supaya kebudayaan asli tidak hilang seiiring dengan zaman yang semakin maju. Persamaan pada motif batik dari Tiongkok dengan motif batik Indonesia adalah dalam satu kain batik terdapat berbagai motif binatang, seperti motif perempuan suku Miao di sawah, motif kerbau dengan burung. Akan tetapi, pada dasar kain sangat jarang diisi dengan motif-motif ceplok maupun motif-motif yang lain. Bagian dasar kain biasanya berwarna hitam
dengan motif berwarna biru, merah, dan hijau yang bertujuan untuk menonjolkan bentuk motif.
4.2.1 Karakteristik Batik Dari Tiongkok Karakteristik dalam keterampilan membatik yang dilakukan oleh suku minoritas Tiongkok yang paling menonjol adalah motif wanita yang sedang berada di kebun bambu. Selain dari itu, motif yang sering diproduksi adalah polapola bunga atau ide dari cerita-cerita rakyat, seperti motif dewi kupu-kupu. Kemudian motif yang khas dari suku minoritas ini adalah bentuk desain spiral melingkar dan spiral ganda yang mewakili tanduk-tanduk kerbau yang melambangkan nenek moyang masyarakat Tiongkok dan melambangkan kematian. Contoh desain tersebut dapat dilihat pada lampiran Gambar 4.5.
4.2.2 Teknik Membatik Suku Minoritas Tiongkok Teknik yang digunakan dalam membatik oleh masyarakat Tiongkok mempunyai kesamaan seperti pewarnaan pada teknik pembatikan di Indonesia yaitu teknik coletan. Canting yang digunakan tidak mempuyai kantung penyimpan malam (lilin). Jenis canting yang digunakan adalah canting yang mirip dengan pahat pada seni ukir dengan permukaan pahat sangat tajam. Akan tetapi lebih sering menyebutnya dengan pisau batik. Pisau batik ini berbentuk segitiga dengan tangkai seperti pensil dan juga pada bagian tengahnya mempunyai belahan untuk menyimpan malam. Jenis canting ini ada beberapa macam ada yang triangular,
semi sirkular, dan jenis lainya tergantung dengan pola yang akan digambar (Lihat Gambar 4.6). Pola yang digambar menggunakan pisau batik diatas kain putih kemudian pisau batik tersebut dicelupkan ke dalam lilin yang berwarna biru tua atau nila. Untuk memperoleh warna biru tua atau nila diperoleh dari rumput biru yang terdapat di Guizhou. Rumput biru banyak ditemukan di Guizhou pada bulan Juli dan Agustus, karena pada bulan-bulan tersebut sudah bisa dipanen. Rumput tersebut bisa dipanen ketika batang rumput tersebut sudah mencapai panjang dua sampai tiga kaki. Sedangkan untuk bahan pewarna yang berwarna kuning pada batik dari Tiongkok diperoleh dari lilin lebah. Lilin lebah tersebut tidak larut dalam air, namun apabila direbus maka lilin tersebut akan mencair. Bahan kain yang digunakan terbuat dari katun yang berwarna putih, warna putih tersebut diperoleh dari Banlangen (sejenis obat herbal). Adapun hasil kain batik yang diproduksi oleh suku minoritas Tiongkok berupa cadar, taplak meja, pakaian, dan banyak jenis lainnya. Suku minoritas Tiongkok memproduksi kain batik tidak hanya untuk keperluan pribadi saja, melainkan juga dijual kepada wisatawan-wisatawan yang berkunjung ke daerahnya. lihat lampiran Gambar 4.4. Desain motif batik dari Tiongkok yang paling tradisional adalah bentuk geometris dan garis-garis pada bidang putih. Hal ini dipengaruhi oleh Dinasti Han (汉 hàn) yaitu dengan desain yang lebih figuratif seperti bunga, burung, dan ikan yang telah berkembang selama berabad-abad. Pada awalnya, batik dari Tiongkok menciptakan motif-motif yang berasal dari hewan-hewan mitos Tiongkok. Adapun hewan mitos tersebut adalah burung phoenik, naga, dan kura-kura. Semua
ragam hias yang ada pada batik dari Tiongkok sering didominasi oleh warna merah, atau disisipkan juga warna biru. Pada tahun 1910, batik dari Tiongkok mulai mengambil motif-motif batik dari gambar bunga atau buketan yang terpengaruh oleh batik Belanda. Hasil produksi batik dari Tiongkok banyak ditemui pada gendongan bayi, lengan jaket, dan rok (Shopie:2009)29. Hewan naga merupakan makhluk legendaris dalam mitologi orang Tiongkok. Naga Tiongkok sama mempunyai kesamaan dengan naga Jepang, Korea, Vietnam, Bhutan, Turki, dan Barat. Akan tetapi naga tersebut tidak sama dengan naga dari Eropa, karena naga dari Eropa mempunyai karakter yang jahat. Hewan naga biasanya digambarkan dengan makhluk ular yang panjang yang mempunyai empat kaki. Bagi orang Tiongkok, naga merupakan lambang kekuatan dan keberkahan, karena naga dianggap sebagai pusat kontrol alam, seperti mengontrol seluruh air yang ada di bumi, kemudian mengontrol atas air hujan, badai, dan banjir. Naga mempunyai makna secara simbolis, seperti yang ada pada sejarah Tiongkok bahwa Kaisar dianggap sebagai naga karena kebaikan dan sikap kebijaksanaan yang luar biasa. Asal usul naga Tiongkok ini belum diketahui pasti, akan tetapi munculnya motif naga dalam budaya Tiongkok dapat diketahui kembali ketika ditemukannya patung naga pada beberapa ribu tahun lalu, penemuan ini pada milenium ke lima sebelum masehi dari budaya
ngsh u(阳寿) di Henan pada tahun 1987.
Dalam mitologi Tiongkok, naga mempunyai kaitan dengan angka sembilan,
29
BALT RA.COM “56 Etnis Suku di China : The Miaos” by Shopie on 20 December 2009
seperti mempunyai sembilan orang anak, selain itu juga memiliki sembilan karakter yang berbeda. Adapun kesembilan karakter dari naga tersebut adalah: 1. Memiliki kepala seperti kepala unta. 2. Mempunyai sisik seperti sisik ikan. 3. Tanduknya seperti tanduk rusa. 4. Mata naga tersebut seperti mata siluman. 5. Telinga seperti lembu. 6. Memiliki leher seperti leher ular. 7. Perutnya seperti tiram. 8. Telapaknya seperti telapak harimau. 9. Cakar naga tersebut seperti cakar rajawali. Dalam budaya Tiongkok naga banyak digunakan sebagai simbol kelas dalam masyarakat, naga juga termasuk kedalam tahun Tiongkok, selain itu naga juga menjadi suatu unsur yang terpenting dalam kesenian Tiongkok baik dari seni bangunan maupun seni rupa. Naga masih digunakan dalam fengshui(风水 fēng shuĭ), hiasan dalam Imlek, seni barongsai, dan juga sebagai lambang kekuatan positif Yáng (阳) serta kekuatan negatif
n(阴).
Menurut kepercayaan orang Tiongkok, naga merupakan makhluk yang suci dan dijadikan sebagai makhluk spiritual yang mendapatkan penghormatan
yang tertinggi dibandingkan tiga makhluk spiritual lainnya seperti phoenik, kirin (麒麟 qílín), dan kura-kura. Selain mendapatkan penghormatan tertinggi, naga juga merupakan makhluk yang paling perkasa, sehingga naga dilambangkan sebagai makhluk yang mempunyai kekuatan tertinggi, sebagai lambang kebaikan, membawa kesuburan, dan sebagai harga diri. Sehubungan dengan hal tersebut, kaisar-kaisar Tiongkok yang mempunyai kekuatan yang tinggi, gagah, dan perkasa dianggap sebagai naga. Pada dasarnya, naga mempunyai tiga cakar, akan tetapi bagi kebudayaan Tiongkok naga dilambangkan dengan mempuyai lima cakar karena kaisar dianggap sebagai bukan naga yang biasa. Naga bercakar lima ini hanya kaisar saja yang boleh menggunakannya, apabila ada orang yang menggunakan naga bercakar lima maka akan dihukum mati.
Dalam budaya Tiongkok, naga
dibedakan dalam beberapa tingkatan sesuai dengan kekuatan, warna, dan bentuknya. Selain itu, naga juga dibedakan dalam beberapa arti sesuai dengan budaya orang Tiongkok. Adapun fungsi tersebut sebagai berikut : 1. Naga Qiu Niu ( 囚牛 qíuníu) adalah anak pertama raja naga yang berwatak lemah lembut dan suka akan musik, maka naga Qiu Niu ini diukir pada bagian pemutar alat-alat musik Tiongkok, karena naga suka mendengarkan musik tradisional Tiongkok yang merdu. 2. Naga Yazi (睚訾 y z ) merupakan anak kedua raja naga, yang diukir pada pedang dan mempuyai arti bahwa naga bisa membunuh.
3. Naga Chao feng ( 嘲讽 ch o f ng) merupakan anak ketiga raja naga yang diukir di pinggir jembatan, mempunyai arti bahwa naga sebagai pemberi air. 4. Naga Pu lao ( 蒲牢 púláo) merupakan anak keempat raja naga yang diukir pada bel dan gong. Hal ini diyakini bahwa naga yang berteriak pada saat berperang dengan ikan paus, karena naga Pu Lao takut dengan ikan paus. Orang Tiongkok menggunakan kayu yang berukiran ikan paus sebagai kayu pemukul lonceng. 5. Naga Suan Ni ( 狻猊 suānní) adalah anak kelima raja naga yang mirip seperti singa yang menyukai ketenangan, biasanya diukir pada kursi tempat tahta Budha atau di perdupaan tempat abu leluhur. 6. Naga Baxia ( 霸下 bàxià) adalah naga seperti kura-kura yang diukir di bawah monumen batu, karena naga dipercaya dapat menyanggah berat batu. 7. Naga Bi An ( 狴犴 bìàn) atau juga disebut “Xianzhang” merupakan anak ketujuh raja naga yang berbentuk seperti harimau. Bi An adil dan bijak, biasanya yang diukir pada gerbang penjara mempunyai arti bahwa melambangkan keadilan. 8. Naga Fu xi ( 负屃) mirip naga namun berkepala harimau yang diukir diatas meja batu, maksudnya adalah naga sangat menyukai literatur dan menulis kaligrafi.
9. Naga Chi Wen (鸱吻 ch w n)merupakan naga yang diukir di atas atap tempat ibadah, maksudnya adalah bahwa naga bisa memberikan tanda bahaya. Saat ini ukiran-ukiran naga tidak hanya terdapat pada benda-benda yang telah disebutkan diatas, tetapi motif naga sudah masuk kepada motif-motif batik di Indonesia. Pemakaian motif naga pada batik melahirkan suatu kebudayaan baru di nusantara. Akan tetapi, perpaduan antara motif batik dengan naga ini bukanlah sesuatu yang baru bagi kebudayaan Tiongkok. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyaknya motif-motif batik mega mendung yang di padukankan dengan naga pada bangunan-bangunan kuno Tiongkok, seperti yang ada pada Forbidden City ( isatana terlarang) di Beijing, selain itu juga dapat dilihat pada bangunan Summer Palace ( istana musim panas) di Beijing. Tidak hanya pada kedua tempat tersebut, tetapi masih banyak lagi terdapat pada bangunan-bangunan di Tiongkok, seperti yang terdapat pada Hangging temple yang terletak di gunung Hengshan, Shanxi, Tiongkok.
4.3 Perbedaan Batik Mega Mendung Cirebon dengan Motif Awan Cina Perbedaan antara motif mega mendung dengan motif awan Cina adalah: 1. Motif mega mendung Cirebon memiliki awan yang cenderung lancip, lonjong dan berbentuk segitiga (Gambar 4.5), sedangkan motif awan pada batik dari Tiongkok memiliki awan yang bulat cenderung melingkar (Gambar 4.5).
Gambar 4.5 Gambar Motif batik mega mendung Cirebon (kiri) dan motif awan Cina (kanan)
2. Pada motif mega mendung berbentuk garis lengkung yang beraturan, mulai dari lengkung paling dalam kemudian melebar keluar yang menunjukkan gerak yang teratur dan harmonis. 3. Garis lengkung yang beraturan ini memberi makna bahwa dalam kehidupan manusia yang selalu berubah (kadang di atas kadang di bawah), kemudian berkembang keluar untuk mencari jati diri (kehidupan ekonomi, politik, sosial, dan budaya). 4. Pada motif mega mendung garis melengkung yang tidak terputus mempunyai makna yaitu keberkahan yang tidak ada putusnya. 5. Pada motif awan batik dari Tiongkok, bentuk awan menggumpal dengan mempunyai ekor, sedangkan pada motif batik mega mendung bentuk awan lebih utuh dan selalu terikat pada motif awan yang lainnya.
4.4 Perpaduan Motif Batik Mega Mendung Dengan Motif Batik Naga Dari Tiongkok Motif batik mega mendung merupakan hasil dari akulturasi budaya yang lahir dari citra dan karya seniman Cirebon. Corak dan motif mega mendung yang di padu-padankan dengan batik dari Tiongkok yang bermotif naga sangat cocok, karena naga merupakan hewan mitos Tiongkok yang merupakan lambang kekuatan dan keberanian. Selain itu, bagi orang Tiongkok naga merupakan hewan yang membawa berkah dan keberuntungan. Setelah kedua motif mega mendung dan motif naga di padu-padankan maka banyak terjadi perubahan mulai dari warna sampai bentuk asli motif. Contohnya pada motif batik mega mendung, yaitu motif mega mendung bukan menjadi motif utama tetapi hanya sebagai penghias motif utama. Selanjutnya, gradasi pada motif mega mendung terkadang digunakan dan di lain sisi juga tidak digunakan, tapi hanya memberi garis yang mengikuti pola motif mega mendung tersebut. Warna yang dipakai untuk pewarnaan motif naga lebih menekankan kepada warna-warna emas, merah, dan biru. Penggunaan warna pada motif naga di Cirebon lebih memilih warna emas dan merah karena menunjukkan estetika dan ke indahan dari motif tersebut. Sedangkan di Tiongkok, warna motif naga pada kain batik lebih memilih warna biru, karena bahan pewarna yang digunakan merupakan pewarna alami, dimana untuk memperoleh bahan tersebut tergantung kepada musim di Tiongkok.
Motif naga yang dimasukkan ke dalam motif batik di Cirebon adalah naga yang memiliki empat cakar, karena naga yang bercakar empat adalah melambangkan rakyat biasa. Sedangkan naga yang bercakar lima adalah melambangkan kekaisaran. Dalam
penggunaan motif naga, pengrajin tidak
memakai bentuk naga secara utuh, karena beberapa bagian dari naga itu terbentuk dari motif mega mendung, seperti pada bagian rahang dan telinga. Sedangkan bagian tanduk terdiri dari motif daun yang diberi isen-isen. Kemudian bagian punggung naga yang berupa geridi juga diganti dengan motif yang mirip dengan lidah api. Menurut kepercayaan masyarakat Tiongkok perpaduan motif naga dengan mega mendung menggambarkan naga yang terbang ke awan pada musim semi yang bertujuan untuk mendatangkan hujan yang diperlukan untuk pertanian yang dibutuhkan oleh masyarakat agraris. Selain itu, motif naga juga dipadu-padankan dengan awan, dimana awan tersebut digambarkan sebagai air laut. Maksud dari motif naga yang menyelam ke dasar samudra menceritkan pada saat musim gugur naga sedang berhibarnasi30. Perpaduan antara motif batik mega mendung dengan motif naga mempunyai ciri khas yaitu menggunakan dasar kain yang berwarna merah. Hal tersebut dikarenakan untuk menampilkan motif secara bersih dan mencolok. Kemudian apabila warna dasar kain dan warna motif mega mendung maupun
30
Berhibernasi adalah kondisi dimana hewan tidur nyenyak yang berbeda dengan tidur normal yang dilakukan oleh hewan berdarah panas yang bertujuan untuk melindungi diri dari cuaca ekstrim.
naga berwarna merah maka pengrajin menggunakan warana hijau pada motif utama yang bertujuan untuk menghidarkan motif dari ketidakkontrasan. Perpaduan motif mega mendung dengan motif naga merupakan sebuah cerita yang ditulis pengrajin batik yaitu hewan naga yang hidup diatas awan. Sesuai dengan kepercayaan masyarakat Tiongkok, naga merupakan pengendali awan dan juga pemberi hujan sebgai berkah. Sebelum
masyarakat Cirebon
menemukan perpaduan kedua motif tersebut, motif naga dan motif awan di Tiongkok sudah ada, dimana kedua motif tersebut menghiasi bangunan-bangunan kuno di Tiongkok seperti pada bagian bangunan resmi kekaisaran, istana kaisar, kuil-kuil, bangunan resmi pemerintahan,dan pada rumah bangsawan. Pada batik Cirebon terdapat beberapa jenis naga yang dipadukan dengan motif mega mendung yaitu jenis naga Yun long cheng xiang ( 云龙呈祥 yúl ng chéng xiáng ) artinya adalah naga melayang di atas awan memberi berkah dan kemakmuran, dan Long yin ( 龙吟 l ng yín) adalah naga bersenandung. Makna yang terkandung di dalam motif batik mega mendung yang dipadukan dengan naga ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai pembawa energi positif dan sebagai penambah karisma serta kepercayaan diri kepada pemakainya. 2. Terkandung didalamnya suatu harapan supaya selalu mendapatkan berkah dari Tuhan.
3. Perpaduan batik mega mendung dengan motif naga ini banyak ditemukan pada pakaian pria. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perpaduan kedua motif tersebut mengandung unsur kekuatan. 4. Dari segi keindahan, perpaduan kedua motif tersebut menampilkan kemewahan motif dan memiliki nilai jual yang tinggi. 5. Motif naga dan motif mega mendung melambangkan kejantanan dan kesuburan. 6. Perpaduan antara motif batik mega mendung dengan motif naga menciptakan sesuatu yang baru, dimana motif-motif tersebut mengandung nilai positif, yaitu kebijaksanaan dan kebaikan yang luar biasa. Untuk itu, harapan kepada pemakainya memberikan kebaikan kepada semua makhluk yang ada di alam semesta.