BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki kesenian yang beragam. Keberagaman kesenian di berbagai daerah tersebut meliputi kesenian musik, tari, dan drama. Salah satu wujud dari kesenian tari di Indonesia adalah tarian ronggeng. Kesenian ronggeng ini pada mulanya berkembang di Pulau Jawa, namun kesenian ronggeng juga berkembang di Luar Jawa seperti di Sumatera. Perkembangannya kesenian ronggeng ini menyebar seiring dengan migrasi orang Jawa ke berbagai tempat.1 Bentuk kesenian ronggeng di luar Jawa seperti di Sumatera berbeda dengan di Jawa. Ronggeng di Sumatera dimainkan oleh pria yang berpakaian wanita. Perkembangan kesenian ronggeng di Sumatera yang beragam juga terdapat di Aceh suatu jenis pertunjukan semacam ronggeng yang tidak mempunyai sebutan. Seorang penari wanita (atau pria yang berpakaian seperti wanita) menari sambil menyanyikan pantun-pantun. Seni tari ini diiringi musik biola, lima atau enam buah gendang yang disebut dab, dan sebuah gong. Penari tersebut diiringi seorang pelawak, dan tidak mengundang penari yang berasal dari kalangan penonton.2
1
Rachmat, Susatyo, Seni dan Budaya Politik Jawa, Jakarta: Koperasi Ilmu Pengetahuan Sosial, 2008, hlm. 54. 2
Takari, Muhammad. Ronggeng dan Serampang Dua Belas(Dalam Kajian Ilmu-ilmu Seni), Medan: USU Press, 2014. Hlm.120
1
Khusus untuk Sumatera Barat, kesenian ronggeng berkembang di Pasaman. Kesenian ronggeng yang berkembang di Pasaman ini sering disebut ronggeng Pasaman. Umumnya Seni tari dan musik ini berakulturasi dengan tradisi lisan Minangkabau, berupa seni pertunjukan yang terdiri atas pantun, tari atau joget, dan musik, yang khususnya terdapat di Simpang Empat dan Simpang Tonang, Pasaman Barat.3 Ronggeng Pasaman sebagai sebuah seni tradisi mempunyai fungsi hiburan atau sebagai pelipur lara. Biasanya, seni tradisi ini dipertunjukkan pada malam hari, mulai pukul sepuluh malam sampai pagi menjelang Shubuh (kira-kira pukul lima pagi). Tempat pertunjukan, biasanya di lapangan terbuka atau di pentas yang dibuat khusus untuk pertunjukan dan dipertunjukkan dalam acara helat perkawinan atau dalam acara peringatan keagamaan, seperti pada hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Ronggeng di Pasaman banyak yang bercerita seputar isu interaksi budaya, Pasaman sebagai salah satu wilayah administratif di Sumatera Barat dihuni oleh tiga etnis dominan, yaitu Minangkabau, Mandailing, dan Jawa (Ketiga etnis dominan yang mendiami daerah Pasaman tersebut sudah tinggal hingga beberapa generasi di daerah tersebut).4 Masing-masing etnis memberi pengaruh terhadap budaya, tradisi, serta bahasa di sana.
3
Ibid, hlm.125
4
Amir, Adriyetti,dkk. Pemetaan Sastra Lisan Minangkabau, Padang, Andalas University Press.2006, hlm.90
2
Secara historis, ronggeng di Pasaman tidak bisa dipisahkan dengan ronggeng yang ada di Jawa, secara bahasa memang sangat identik dengan “Ronggeng” di daerah Jawa. Dalam bahasa Minangkabau, sebetulnya tidak dikenal adanya kata “Ronggeng”, sehingga menurut sumbernya dapat diketahui bahwa “Ronggeng” ini sebelumnya berasal dari tradisi di Jawa. Sebagai sebuah seni tradisi yang berkembang di wilayah Sumatera Barat, dalam pertunjukannya secara keseluruhan terlihat ada perpaduan pengaruh kebudayaan di dalamnya. Kata ronggeng itu berasal dari bahasa Jawa yang berkembang di Pasaman. Ketika tradisi ronggeng ini menjadi salah satu tradisi di Minangkabau, pemakaian nama ronggeng itu sendiri sudah menggambarkan akulturasi antara seni tradisi Jawa dengan seni tradisi Minangkabau. Konsep pertunjukan ronggeng di Jawa, yaitu berupa tarian yang ditarikan oleh beberapa orang perempuan yang kemudian didekati oleh penari laki-laki sehingga tercipta tari berpasangan antara laki-laki dan perempuan.5 Proses percampuran budaya dalam kesenian ronggeng Pasaman adalah bahasa yang digunakan adalah bahasa Minangkabau yang dicampur dengan bahasa mandailing bukan bahasa Jawa. Irama dendang dan alunan musik pengiring kesenian ronggeng Pasaman adalah irama dendang dan alunan musik Melayu.6
5
Amir, Adriyetti,dkk. Pemetaan Sastra Lisan Minangkabau, Padang, Andalas University Press.2006, hlm.79 6 Hasanadi. Kesenian Ronggeng Pasaman Sebagai Media Pembaharuan Masyarakat Multietnis Di kabupaten Pasaman Barat, BPSNT Padang: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.2011, hlm.23
3
Masyarakat Pasaman Barat dalam kehidupan kesehariannya memakai bahasa Minangkabau dialek Pasaman, atau campuran bahasa Minangkabau dialek Pasaman dengan bahasa Batak (Mandailing), dan atau bahasa Batak (Mandailing) saja. Oleh karena itu, konteks kepemilikan dan penggunanaan bahasa sebagaimana terjadi di daerah Pasaman Barat akan berkonsekuensi pada berbagai aspek kehidupan sosial budaya masyarakat. Demikian pula halnya, berbagai refleksi seni dan kesastraan pun menjadi sesuatu yang unik dan menarik, seperti yang terjadi pada kesenian ronggeng Pasaman. 7 Kedatangan etnis Jawa ke Pasaman Barat juga dilatarbelakangi oleh budaya merantau yang dimiliki etnis itu, karena merantau sebenarnya sudah merupakan bagian dari kebudayaan suku-suku bangsa Indonesia walaupun tingkat intensitas merantau antara satu kelompok etnik berbeda dengan kelompok etnik lainnya. Grup-grup Ronggeng yang ada di Kecamatan Pasaman terdiri dari 6 grup Ronggeng diantaranya : 1. Nagari Aia Gadang Kecamatan Pasaman, mempunyai satu grup ronggeng yaitu grup Ronggeng Ranah Basamo Jorong Rimbo Janduang 2. Nagari Lingkua Aur Kecamatan Pasaman, mempunyai dua grup ronggeng yaitu grup Ronggeng Ranah Saiyo Jorong Batang Biyu dan Grup Ronggeng Sinar Pasaman Simpang Ampek
7
Ibid. hlm,30
4
3. Nagari Aua Kuniang Kecamatan Pasaman, mempunyai tiga grup ronggeng yaitu Grup Ronggeng Ranah Saiyo, Grup Ronggeng Tuah Basamo Jorong Pinaga dan Grup Ronggeng Pematang Tujuh Jorong Lubuak Landua8 Grup ronggeng Ranah Saiyo berdiri pada tanggal 15 Februari 2005 yang di ketuai oleh Anasrul. Anasrul merupakan ketua ronggeng pada saat itu, menurut beliau ronggeng Ranah Saiyo merupakan sebuah grup yang beranggotakan 12 orang dan juga grup ini dilatih sesuai dengan kemampuan bidang masing-masing anggota grup serta mempunyai persatuan asli. Pada tahun 2000 grup ini mengalami kemunduran kemudian pada tahun 2010 Anasrul sudah tidak aktif lagi dalam grup ronggeng ranah saiyo. 9 Setelah tahun 2000 grup ronggeng Ranah Saiyo mulai diperlombakan ketingkat kabupaten. Acara-acara yang mengikut sertakan grup-grup ronggeng pada saat itu adalah : 1. Festival Minangkabau (Batusangkar) 2. Ulang Tahun Kabupaten Pasaman Barat di Lubuk Sikaping 3. PEDATI (Pekan Dagang Industri) di Bukittinggi 4. Ulang Tahun Kabupaten Pasaman Barat Grup ronggeng yang siap untuk dipertandingkan pada saat itu berjumlah 27 grup ronggeng. Ketika Anasrul sudah tidak aktif dalam ronggeng kemudian
8
Sudarsono. Ronggeng Pasaman. Jakarta: Erlangga.1998,hlm.50
9
Ibid, hlm. 56
5
digantikan oleh Afrizal Tanjung sampai sekarang masih menjadi ketua pimpinan grup ronggeng Ranah Saiyo.10 Ronggeng Ranah Saiyo dewasa ini sudah sangat berbeda jika dibandingkan dengan ronggeng dahulu. Hal ini disebabkan oleh tidak tetapnya anggota grup tersebut, anggota yang sekarang selalu berganti-ganti sehingga dengan demikian grup tersebut kurang kompak jika tampil di acara-acara helat perkawinan. Grup ronggeng Sinar Pasaman berdiri pada tanggal 12 agustus 2008 di pimpin oleh Zulpani Dt. Reno Manti, menurut beliau kata ronggeng berasal dari Jawa kemudian dalam bahasa minangnya yaitu “ronggiang” Orang Simpang Ampek umumnya menyebut ronggeng itu adalah ronggiang. Kesenian ronggeng ini terdiri atas lima unsur yaitu gerak, perpaduan gerak, bunyi musik, berpantun menjadi sebuah cerita, pakaian (kostum). Maka ke lima unsur inilah yang akan di nilai di dalam sebuah pertandingan kesenian.11 Saat ini kondisi lembaga pembinaan kesenian tradisional tiga etnis masih terlihat lemah, terbatasnya sarana dan prasarana fasilitas alat-alat kesenian menyebabkan setiap organisasi seni tradisional yang ada dan perkembangan di tiap-tiap daerah tidak aktif sehingga sedikit kreatifitas keseniannya yang dapat di banggakan. Lemahya sumber daya manusia (SDM), mengakibatkan terbatasnya pengetahuan masyarakat di bidang kesenian tradisional sehingga mengakibatkan 10
Ibid,hlm.40
11
Hasanadi. Kesenian Ronggeng Pasaman Sebagai Media Pembaharuan Masyarakat Multietnis Di kabupaten Pasaman Barat, BPSNT Padang: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.2011, hlm.45
6
kurangnya minat masyarakat, para generasi muda untuk mempelajari kesenian tradisional yang ada. Adapun masalah ini diangkat ialah untuk mengetahui perkembangan ronggeng dan posisi ronggeng Pasaman dalam konteks sejarah yang lebih luas serta hal-hal apa saja yang menyebabkan kesenian ronggeng dapat bertahan pada masyarakat Pasaman Barat sampai saat ini, serta apa saja yang membedakan antara ronggeng Jawa dengan ronggeng Pasaman.
B. Batasan dan Rumusan Masalah Judul penelitian ini “Eksistensi dan Peran Tarian Ronggeng di Kecamatan Pasaman Pasaman Barat Tahun 2000-2015. Fokus penelitian ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan ronggeng dari tahun 2000-2015, serta halhal yang menyebabkan kesenian ronggeng dapat bertahan pada masyarakat Pasaman Barat, perbedaan geografis dan lingkungan serta interaksi budaya yang telah menyebabkan terjadinya perbedaan antara ronggeng di Jawa dengan ronggeng yang ada di Pasaman Barat. Batasan spasial penelitian ini yaitu Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat. Di wilayah ini kesenian ronggeng telah hidup selama bertahun-tahun lamanya. Batasan temporal yang diambil yaitu tahun 2000-2015. Tahun 2000 diambil sebagai batasan awal karena pada tahun ini kesenian ronggeng yang ada di Kecamatan Pasaman mulai berkembang namun ciri khas dari ronggeng tersebut mulai berakulturasi dengan budaya Minangkabau. Pada tahun 2015 kesenian
7
ronggeng sudah
terdaftar dan sudah di perlombakan di tingkat Kabupaten
maknanya kesenian tersebut sudah menjadi salah satu kekayaan budaya lokal. 1. Dari uraian diatas terlihat perkembangan yang signifikan dari kesenian ronggeng Pasaman tersebut. Apakah penyebab perkembangan ronggeng dari tahun 2000-2015 itu? 2. Perkembangan ronggeng di Pasaman semakin bercampur dengan kesenian Minangkabau, artinya kesenian ronggeng sudah menjadi kesenian masyarakat Pasaman Barat. Bagaimanakah proses akulturasi itu bisa terjadi? Unsur-unsur apa sajakah yang berakulturasi? 3. Ronggeng Jawa dengan ronggeng Pasaman memiliki fungsi yang berbeda. Apakah perbedaan kedua ronggeng tersebut? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran informasi tentang: 1. Mendeskripsikan bagaimana perkembangan ronggeng dari tahun 20002015 hal-hal
yang melatarbelakangi munculnya tarian ronggeng di
Pasaman Barat 2. Mendeskripsikan bagaimana kesenian ronggeng berakulturasi dengan kesenian Minangkabau serta unsur-unsur yang mempengaruhinya 3. Mendeskripsikan bagaimana perbedaan fungsi tarian ronggeng yang ada di Jawa dengan di Pasaman
8
D. Tinjauan Pustaka Adapun penelitian yang berkaitan dengan hal ini diantaranya, tulisan Hasanadi “Kesenian Ronggeng Pasaman Sebagai Media Pembaruan Masyarakat Multietnis Di Kabupaten Pasaman Barat”. Tulisan ini bidang kajiannya adalah kajian antropologi karena di dalam tulisan ini lebih banyak membahas tentang fenomena budaya pada kesenian Ronggeng Pasaman serta menjadikan ronggeng Pasaman sebagai media Pembaruan Masyarakat Multietnis Di Kabupaten Pasaman Barat. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan analisis konten. kemudian metode penelitiannya bersifat kualitatif data dikumpulkan dengan teknik observasi, teknik wawancara, teknik rekam, studi kepustakaan dan teknik analisis data.12 Tujuan utama dari tulisan ini adalah untuk menganalisis proses pertunjukan dan aspek sosial budaya masyarakat Pasaman Barat yang mengalami pengaruh dari keberadaan kesenian ronggeng Pasaman, kemudian ronggeng Pasaman ini digunakan sebagai media pembaruan yang didalamnya tidak terusik serta tidak merasa dikucilkan arti penting dinamika dan keberagaman masyarakat Pasaman Barat secara keseluruhan. Tulisan Muhammad Takari :” Ronggeng dan Serampang Dua Belas: Dalam kajian ilmu-ilmu seni”. Sisi lain pentingnya kajian terhadap ronggeng Melayu adalah perlunya melakukan kebijakan kontinuitas dan perubahan dalam kebudayaan, sesuai dengan perkembangan zaman. Tulisan ini
memaparkan
12
Hasanadi. Kesenian Ronggeng Pasaman Sebagai Media Pembaharuan Masyarakat Multietnis Di kabupaten Pasaman Barat, BPSNT Padang: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.2011, hlm.5
9
adanya persamaan dan hubungan budaya antara kebudayaan-kebudayaan etnik di Nusantara dalam satu kesatuan Dunia Melayu seni joget (ronggeng) rumpun Melayu. Pendekatan yang dipakai dalam buku ini adalah teori Fungsionalisme baik dalm ilmu antropologi maupun dalam etnologi tari, yang ditawarkan oleh beberapa pakar. Metode penelitiannya menggunakan metode kualitatif .Tujuan utama dari analisis ini adalah untuk mengkaji fakta yang terjadi dilapangan, tentang proses persebaran dan akar budaya seni Serampang dua belas dan joget (ronggeng) dan sejenisnya di Nusantara. Seni ronggeng dan Serampang Dua Belas ini merupakan pengejewantahan kesenian-kesenian Melayu, yang kemudian diakui sebagai garda depan (avant garde) kebudayaan Melayu. Bahkan Serampang Dua Belas secara kultural dan politis, adalah penyumbang kepada aset budaya nasional Indonesia, yang kemudian juga difungsikan untuk tujuan kultural di Singapura, Malaysia, dan negeri-negeri rumpun Melayu. Kajian lain yang mengkaji tentang ronggeng adalah karya Mulyadi yang berjudul “Sastra Lisan Ronggeng Pasaman Sebuah Deskripsi” kajian ini membahas tentang perkembangan pertunjukan sastra lisan Ronggeng Pasaman di Kenagarian Aur Kuning. Pendekatan yang dipakai adalah analisis sastra yang bukan hanya hasil ide seseorang, sastra lisan sangat kuat pengaruhnya terhadap masyarakat. Di dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian lapangan sehingga memperoleh data kemudian disajikan dalam bentuk deskripsi. Intinya skripsi ini lebih banyak membahas tentang bagaimana perkembangan pertunjukan sastra lisan ronggeng Pasaman di kenagarian Aur Kuning kemudian penelitian ini
10
sangat berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan, disamping daerah objek penelitiannya, perbedaan lainnya adalah terdapat pada objek kajian yang diteliti.13 Kajian lain adalah karya Nova Ugayani Irta, “Pantun Ronggeng Pasaman Dalam Kaset Rekaman Grup Ranah Malintang : Tinjauan Strukturalisme” kajian iini membahas tentang struktur pantun dalam lirik lagu grup ronggeng Ranah Malintang berdasarkan bentuk pantun, yang terdiri dari bentuk pantun pendek dan bentuk pantun yang panjang yang pada dasarnya menggunakan
teori
strukturalisme, tentang konsepsi puisi yang dikemukakan oleh I. A Richards, seorang kritikus terkenal di bidang puisi yang dirujuk oleh Waluyo dalam bukunya Teori dan Apresiasi Puisi. Metode penelitian ini adalah metode analisis, yang pertama observasi lapangan, transkripsi dan transliterasi, analisis pantun. Intinya penelitian ini lebih khusus membahas tentang bentuk pantun dan menganalisis unsur-unsur yang membangun struktur pantun dalam ronggeng Pasaman dan dapat menjelaskan hal -hal sebagai berikut: Jenis-jenis pantun yang terdapat dalam lirik -lirik lagu ronggeng Pasaman. Jenis -jenis pantun itu dapat dilihat dari beberapa segi, yakni dari segi bentuk, jumlah baris dan isi pantun.14 Berikutnya adalah karya Meri Gusti Putri, “Eksistensi Kesenian Ronggeng Pada Masyarakat Di Ranah Minang (Studi Kasus : Jorong Lubuk Gadang,
13
Mulyadi. “Sastra Lisan Ronggeng Pasaman Sebuah Deskripsi”, Skripsi, Padang: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Andalas, 2006.hlm, 12 14
Nova Ugayani Irta. “Pantun Ronggeng Pasaman Dalam Kaset Rekaman Grup Ranah Malintang: Tinjauan Strukturalisme”, Skripsi, Padang: Jurusan Sastra Daerah Minangkabau Fakultas Sastra Universitas Andalas,2002.hlm, 15
11
Kanagarian Parik, Kecamatan Koto Balingka, Kabupaten Pasaman Barat)”. Bidang kajian dari skripsi ini adalah
bersifat antropologi dimana kajian ini
membahas tentang keberadaan ronggeng yang ada di Jorong Lubuk gadang serta membahas faktor-faktor yang menyebabkan kesenian tradisional ronggeng di Jorong Lubuk Gadang masih bertahan dan diminati oleh masyarakat sampai sekarang dan juga nilai-nilai budaya yang terkandung dalam kesenian ronggeng. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan deskriptif, metode penelitiannya adalah metode kualitatif. Intinya skripsi ini lebih khusus membahas tentang ronggeng yang ada pada masyarakat Jorong Lubuk Gadang, Kesenian ronggeng selain merupakan bentuk kesenian tradisional Lubuk Gadang yang murah meriah, terbuka untuk umum, dan merakyat, juga mempunyai nilai-nilai tertentu yang dikandungnya.15 Berbeda dengan penelitian diatas, penelitian yang penulis lakukan masih mengenai kesenian ronggeng, dan ini lebih membahas mengenai eksistensi kesenian ronggeng, penelitian ini akan menjelaskan mengenai perkembangan ronggeng dari tahun 2000- 2015 serta faktor-faktor yang menyebabkan fungsi ronggeng jawa dengan fungsi ronggeng Pasaman berbeda. Kemudian juga menjelaskan fenomena-fenomena yang ada pada ronggeng Pasaman.
15
Meri Gusti Putri, “Eksistensi Kesenian Ronggeng Pada Masyarakat Di Ranah Minang (Studi Kasus : Jorong Lubuk Gadang, Kanagarian Parik, Kecamatan Koto Balingka, Kabupaten Pasaman Barat)”, Skripsi, Padang: Jurusan Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2015.hlm, 52
12
E. Kerangka Analisis Pada dasarnya penulisan ini dapat dikelompokkan kedalam penulisan sejarah kebudayaan. Dalam bahasa Inggris ada perbedaan antara istilah culture dan civilization, dalam bahasa Indonesia terdapat budaya dan peradaban, dan dalam bahasa Melayu ada istilah tamadun, yang dapat membuat pembicaraan tentang sejarah kebudayaan menjadi sulit, semata-mata karena terbentur pada peristilahan. Menurut Burckhardt kebudayaan ialah sebuah kenyataan campuran. 16
Tugas sejarawan ialah mengkoordinasikan elemen-elemen kedalam gambaran umum. Dari segi metodologis, Burckhardt telah menunjukkan bahwa sejarah kebudayaan telah mendahului bermacam jenis penulisan sejarah sesudahnya, dalam setidaknya dua hal. Pertama, pendekatannya sinkronis, sistematis, tetapi tanpa kesalahan kronologi dalam kajiannya. Kedua, usahanya memperluas bahan-bahan kajian sejarah kebudayaan dengan memberi gambaran tentang keseluruhan. Gambaran umum dapat dicapai dengan menemukan konsep inti (central concept) sebuah kebudayaan, meskipun ada kalanya sebuah kebudayaan mempunyai banyak pusat (Plural Centers). Kalau orang akan menulis bagianbagian dari kebudayaan, tanpa mengaitkan dengan konsep sentral, hasilnya bukanlah sejarah kebudayaan, tetapi sejarah yang tertentu yang khusus. Sejarah kesenian, misalnya yang ditulis tanpa mengingat tema umum budayanya, adalah sejarah kesenian, bukan sejarah kebudayaan. 16
Kuntowijoyo, metodologi sejarah , Tiara Wacana Yogya : Edisi Kedua 2003, hlm. 135
13
Penulisan sejarah yang memenuhi persyaratan Burckhardt dan Huizinga bukan hanya mungkin untuk kehidupan masa lalu. Bahkan kebudayaan kontemporer pun dapat dituliskan sejarahnya. Tantangan terbesar sejarawan justru pada penulisan sejarah kebudayaan kontemporer, sebab dengan penulisan itu kita akan dapat melihat masa kini kita dengan jelas. Masa kini kita memang masih menjadi milik banyak orang, tetapi sejarawanlah sebenarnya mempunyai posisi paling menguntungkan. Sebab, sejarawan dapat melakukan refleksi kritis melintas waktu, masa lalu, masa kini, dan masa depan.17 Menurut Chris Jenks, Kebudayaan adalah sebuah kategori
sosial,
kebudayaan dipahami sebagai seluruh cara hidup yang dimiliki oeh sekelompok masyarakat.18 Kebudayaan, selanjutnya diwariskan secara terus menerus kepada generasi berikutnya, yaitu melalui sebagai pranata sosial yang secara sekaligus merupakan infrastruktur tempat kebudayaan itu dioperasionalkan. Kemudian, kebudayaan tersebut semestinya dijadikan referensi dalam menginterpretasi lingkungan hidupnya, yang mendorong terwujudnya sikap, tindakan dan kelakuan oleh generasi berikut tadi dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup. Kesenian adalah salah satu unsur kebudayaan universal manusia. Dalam sebuah kelompok masyarakat, kesenian ini ada yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut, tidak dipengaruhi oleh kesenian dari luar. Kesenian yang demikian ini merupakan hasil dari proses inovasi para senimannya. Namun disisi lain ada juga beberapa genre seni yang merupakan peminjaman atau adopsi dari kesenian luar, 17
Ibid, hlm.143
18
Chris Jenks. Culture Studi Kebudayaan, Pustaka Pelajar Yogyakarta: Cetakan Pertama 2013, hlm.11
14
atau unsur-unsur kesenian tersebut diambil dari kebudayaan luar. Kesenian sedemikian ini dapat dihasilkan sebagai hasil proses dari akulturasi, yaitu percampuran dua kebudayaan menjadi satu kebudayaan baru.19
Menurut beberapa ahli, kesenian sebagai produk kebudayaan, di dalamnya terkandung nilai-nilai yang semestinya menjadi referensi bersama dari masyarakat pendukungnya secara keseluruhan. Bahkan, ada juga pendapat yang menguatkan bahwa pengelolaan konflik antar etnis dapat dijembatani dengan kesenian. Pada konteks ini, keberadaan dari kesenian yang mengisyaratkan terjadinya perpaduan nilai budaya dari beberapa etnis diasumsikan mampu menjadi perekat dan pemersatu.
Konsekuensinya adalah, perbedaan-perbedaan yang muncul disebabkan oleh berbagai aspek dalam keragaman budaya tersebut tidak menjadi memicu untuk munculnya berbagai persoalan kolektif yang berujung pada terjadinya konflik. Justru, perbedaan-perbedaan tersebut bisa menjadi pendorong semangat untuk saling melengkapi antara kelompok masyarakat berbeda etnis tersebut.
Dengan demikian yang dimaksud dengan eksistensi dan peran tarian ronggeng adalah keberadaan ronggeng yang eksis pada masyarakat Pasaman Barat dan memberikan peranan penting bagi masyarakat yang menyukai kesenian tersebut.
19
Koentjaranigrat, Pengantar ilmu antropologi, jakarta: Rineka Cipta, 1990. hlm 247-248
15
F. Metode Penelitian dan Sumber Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini sesuai dengan metode sejarah. Terdapat beberapa langkah dalam melakukan penelitian yaitu heuristik, kritik,
interpretasi dan historiografi. Metode pengumpulan data atau sumber
dilakukan dengan cara studi pustaka dan studi wawancara.20 Studi pustaka yaitu pengumpulan data atau bahan-bahan tertulis seperti mengambil sumber-sumber buku yang berhubungan dengan tarian ronggeng di Pasaman Barat dan arsip seperti surat-surat administrasi. Studi kepustakaan dilakukan di perpustakaan Jurusan Ilmu Sejarah Unand, Fakultas Ilmu Budaya Unand, Perpustakaan Pusat Unand. Sumber-sumber tulisan dan lisan dibagi atas dua jenis: Sumber primer dan sekunder. Sebuah sumber primer adalah kesaksian dari pada seorang saksi dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan pancaindera yang lain, atau dengan alat mekanis seperti diktafon, yakni orang atau alat yang hadir pada peristiwa yang diceritakannya (disini selanjutnya secara singkat disebut pandangan mata). Sebuah sumber sekunder merupakan kesaksian daripada siapapun yang bukan merupakan saksi pandangan mata, yakni dari seorang yang tidak pada peristiwa yang dikisahkannya.21 Sumber Primer di bagi menjadi dua, sumber lisan dan sumber tulisan. Sumber lisan contohnya seperti wawancara kepada grup Ronggeng dan juga kepada orang-orang yang telah melakukan penelitian yang berkaitan dengan 20
Louis Gottschalk. Mengerti Sejarah, Terjemahan Nugroho Notosusanto. Jakarta: UI Press, 1986, hlm.35 21
Ibid.hlm.35
16
ronggeng. Sumber tulisannya seperti arsip-arsip Nagari. surat kabar yang memuat informasi tentang ronggeng dan juga foto-foto pertunjukan dari Rongeng tersebut. Sumber Sekundernya adalah buku- buku yang berkaitan dengan Ronggeng contohnya seperti : buku Hasanadi yang berjudul Kesenian Ronggeng Pasaman Sebagai Media Pembaruan Masyarakat Multietnis Di Kabupaten Pasaman Barat, buku Muhammad Takhari: Ronggeng dan Serampang Dua belas : dalam kajian ilmu-ilmu seni dan juga buku-buku teori serta artikel-artikel yang terkait dengan ronggeng tersebut. Tahap kedua dari metode penelitian sejarah ini adalah kritik terhadap sumber. Proses ini dimaksudkan untuk mendapatkan kebenaran dan kevalidan sumber-sumber yang telah ada. Kritik ini terdiri dari dua bentuk yaitu kritik intern dan kritik ekstern. Kritik ekstern ditujukan untuk melihat atau meneliti kertasnya, tintanya, gaya tulisannya, bahasanya, kalimatnya, ungkapan kata-katanya, huruf dan semua penampilan luarnya. Sedangkan kritik intern ditujukan untuk melihat kredibilitas dari isi sumber tersebut. Kemudian tahap ketiga setelah dilakukan kritik adalah interpretasi yang berupa penafsiran-penafsiran yang merujuk pada fakta-fakta yang dihasilkan. Fakta sejarah dapat didefenisikan sebagai suatu unsur yang dijabarkan secara langsung atau tida langsung dari dokumen-dokumen sejarah yang dianggap kredibel setelah pengujian yang seksama sesuai dengan hukum-hukum metode sejarah.22
22
Ibid. Hlm. 96.
17
Dalam
interpretasi
terdapat
dua
komponen
yaitu
analisis
dan
sintesis.Analisis yaitu menghubungkan antara beberapa fakta yang ada sehingga terjadi hubungan kausalitas yang kompleks dan saling mempengaruhi, sedangkan sintesis merupakan hasil dari pernyataan analisis. Tataran interpretasi ini akan berkaitan dengan pendekatan yang sesuai dengan tema yang dibahas. Setelah dilakukan interpretasi dengan menghubungkan satu fakta dengan fakta lainnya, dilanjutkan dengan tahap terakhir dari metode sejarah yaitu proses penulisan atau historigrafi. Suatu penulisan dari sumber-sumber yang didapat yang telah di kritik dan di interpretasikan. Metode penulisan ini diarahkan pada penulisan sejarah yang bersifat deskriptif analisis. G. Sistematika Penulisan Rangkaian penulisan dalam membahas penulisan masalah pada tulisan ini dituangkan dalam beberapa bab, yang tiap-tiap bab tersebut membahas hal yang berbeda satu sama lain. Bagian pertama sampai kelima tersusun secara berurutan dalam bentuk sistematika pembahasan. Bagian-bagian tersebut adalah: Bab I sebagai awal penulisan, berisikan pengantar pada pembahasan masalah. Pada bagian ini dibahas tentang alasan pemilihan judul dan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, studi relevan, kerangka analisis, metode penelitian dan bahan-bahan yang digunakan sebagai sumber kajian.
18
Bab II, membahas tentang etnis Jawa dan kesenian ronggeng di Pasaman yang subbab nya meliputi, sejarah kedatangan etnik Jawa di Pasaman, suasana multi-etnis/multikultur, dan struktur kesenian ronggeng. Bab III, membahas tentang perkembangan ronggeng Pasaman dari tahun 2000-2015 yang subbab nya meliputi, sejarah ronggeng Pasaman sebelum tahun 2000, perkembangan grup ronggeng Pasaman 2000-2015, apresiasi masyarakat dan pemerintah terhadap ronggeng. Bab IV, membahas tentang ronggeng Pasaman dan transformasi sosialbudaya yang subbab nya meliputi, pertunjukan ronggeng Pasaman, ronggeng sebagai sarana komunikasi, kehidupan pelaku kesenian ronggeng Pasaman, dan perbedaan ronggeng Jawa dengan ronggeng Pasaman. Bab V, berisikan kesimpulan dari permasalahan bab-bab sebelumnya sekaligus merupakan jawaban atas pertanyaan yang akan diajukan pada perumusan masalah sekaligus penutup dari hasil penelitian.
19