BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kemajuan
dunia
perdagangan
tidak
dapat
dilepaskan
dan
pembangunan di bidang ekonomi yang pelaksanaannya dititikberatkan pada sektor industri. Salah satu kendala dalam melakukan pembangunan di Indonesia khususnya di bidang ekonomi adalah faktor perangkat hukum yang masih perlu dikembangkan dan ditegakkan guna mengimbangi kebutuhan kemajuan masyarakat. 1 Dititikberatkan pada aspek ekonomi terbuka, Indonesia tidak dapat menghindar dari era perdagangan bebas. Kesiapan Indonesia dalam menghadapi era perdagangan bebas tersebut amat penting, mengingat persetujuan TRIPs-WTO sudah efektif berlaku bagi semua negara anggota WTO termasuk Indonesia. Untuk itu, yang merupakan hal yang esensial adalah bagaimana mempersiapkan Indonesia untuk tetap eksis dalam era perdagangan bebas tersebut. Mempersiapkan agar Indonesia tetap eksis dalam era perdagangan bebas merupakan hal yang amat penting karena jika Indonesia tidak dapat bersaing dengan negara-negara lainnya. Dapat dipastikan Indonesia akan terpuruk dan jatuh dalam peraturan perdagangan Internasional. 2
1
Ranti Fauza Mayana, 2004, Perlindungan Desain Industri di Indonesia, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Hal. 1 2 Ranti Fauza Mayana, 2004, op.cit. hlm. 218
Dampak negative dari persaingan adalah terciptanya persaingan usaha yang tidak sehat di antara pelaku bisnis. Persaingan usaha tidak sehat diartikan sebagai persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Demikian pula dalam bidang HAKI. Banyak terjadi kasus-kasus pelanggaran HAKI yang merupakan salah satu bentuk persaingan tidak sehat berupa penjiplakan, pemalsuan, dan praktik-praktik tidak sehat lainnya. Tentu saja hal ini amat merugikan pemilik hak dan negara. 3 Juga dikhawatirkan terhadap pengusaha kecil yang tidak melakukan pendaftaran dan malah pendaftaran desain industri dilakukan oleh beberapa pengusaha menengah maupun besar dilakukan hanya demi untuk kepentingan bisnis tanpa memperhatikan etika persaingan bisnis yang sehat. Pendaftaran desain industri ditakutkan muncul dan berkembang dengan itikad tidak baik (bad faith) karena desain-desain industri yang didaftarkan jika ternyata tidak baru. Sertifikat desain industri bisa digunakan sebagai alas hak untuk melakukan penuntutan baik secara pidana maupun perdata terhadap pihakpihak yang dianggap melanggar hak desain industri. Permasalahan HKI adalah permasalahan yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan iptek. Pada awal perkembangannya permasalahan HKI hanya
menyangkut
dipergunakannya
tuntutan
hal-hal
3
Ranti Fauza Mayana, op.cit., Hal. 29
yang
agar telah
dapat
dikuasainya
ditemukan,
atau
diciptakan
dapat dengan
kemampuan tenaga dan intelektualnya dan siapa yang berhak menjadi pemilik dari suatu hasil karya apabila bahan bakunya berasal dari pihak lain, dan sebagainya. Memasuki era globalisasi, permasalahan HKI semakin terasa lebih kompleks. Permasalahannya sudah tidak mumi lagi hanya bidang HKI semata, tetapi sudah mulai terkait dengan bidang ekonomi antara Negara maju dengan Negara berkembang. Gambaran di atas menunjukkan bahwa HKI telah menjadi bagian terpenting suatu Negara untuk menjaga keunggulan industri dan perdagangannya. 4 Sebagai negara yang sedang mengarah ke Negara industri, Indonesia harus mempertimbangkan pentingnya eksistensi desain industri dalam kehidupan industrinya mengingat desain industri merupakan salah satu subjek HKI yang memberikan kontribusi besar bagi pembangunan ekonomi Indonesia yang juga harus mendapatkan perlindungan hukum yang sama dengan subjek HKI lainnya. Lebih jauh, dalam industrialisasi eksistensi desain industri mempunyai peranan yang sangat besar dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara di mana dalam suatu negara industri akan mengedepankan semua produk dari hasil industrinya sebagai prioritas utama untuk ekspor dan devisa bagi negaranya. Hal ini penting sekali mengingat selama ini aspek HKI jarang dijadikan bahan pertimbangan dalam penentuan strategi industri dan perdagangan di Indonesia sehingga mengakibatkan lemahnya persaingan
4
'Peran HKI di Kra Globalisasi',hltp.7/www.ristek.go.id/Kamis, 27 September 2001-10.13wib
produk Indonesia di tingkat global dan lalai dalam memberikan perlindungan terhadap HKI Indonesia dari klaim monopoli pihak asing. Pengertian tersebut sebenarnya sudah ada dalam penjelasan pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian, yang menyatakan bahwa desain produk industri adalah hasil rancangan suatu barang jadi untuk diproduksi oleh suatu perusahaan industry. 5 Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Desain Industri (UUDI) menyatakan bahwa Hak Desain Industri diberikan untuk desain industri yang barn diberikan untuk desain industri yang baru dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama atau kesusilaan (pasal 4 UUDI). Seseorang dapat disebut sebagai pemegang hak desain industri apabila pihak tersebut merupakan pihak yang pertama kali mengajukan permohonan pendaftaran (pasal 12 UUDI). Melalui permohonan pendaftaran desain industri maka ada alasan yang efektif untuk menekan dari berbagai macam tindakan penjiplakan, pembajakan, atau peniruan atas desain industri. 6 Atau dengan kata lain mendapat perlindungan hukum. Di samping itu juga mempunyai keuntungan ekonomi dan budaya. Dengan didaftarkannya desain tersebut maka mereka akan mendapatkan beberapa keuntungan, antaranya : 1. Segi Hukum Jelas mereka akan mendapat perlindungan hukum terhadap siapapun yang akan melakukan penjiplakan dan pembajakan. 5
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian Rizwanto Winata Dan Sudargo Gautama, 2000, Hak Atas Kekayaan Intelektual (Peraturan Baru Desain Industri), Citra Aditya Bakti. Bandung. Hal. 10 6
2. Segi Ekonomi Keuntungan akan semakin bertambah karena ia dapat memberikan lisensinya kepada pihak lain yang menginginkannya. Desain
industri
diatur
dengan
undang-undang,perlu
diingat
kemungkinan timbulnya beberapa kelemahan (Disadvantages) yang akan dialami oleh pemilik desain industri terdaftar (Registered Industrial Design) sebagai berikut: 7 a. Desain Industri dibuat oleh berbagai industri kerajinan tradisional dalam masyarakat yang mungkin mempunyai banyak kesamaan atau kemiripan antara satu sama lain. b. Kemungkinan sulit menentukan daerah asal (Geographical Origin) oleh pejabat pendaftaran yang menerima permohonan pendaftaran desain industri tradisional yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Akan tetapi terkadang di dalam sebuah penegakan hukum yang salah satunya menjadi kendala adalah ketidaktahuan masarakat dan rendahnya kesadaran akan pentingnya hukum tersebut, dan ini tidak terkecuali bagi UndangUndang Desain Industri yang sebenarnya sudah ada dari tahun 2000. Sedangkan dengan rendahnya kesadaran hukum dan ketidaktahuan terhadap hukum itu sendiri akan berdampak pada indikasi munculnya tindak kecurangan atau pelanggaran di mana dalam hal ini konteksnya adalah desain industri dan pastinya akan ada pihak yang dirugikan dikarenakan tidak terdaftarnya
desain
industri
tersebut
sehingga
tidak
didapatkannya
7
Abdulkadir Muhammad, 2001, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan lntelektual, Bandung. Hal 268.
perlindungan hukum yang kuat untuk suatu desain industri yang tidak didaftarkan tersebut. Bidang desain industri juga sangat berkait dengan UKM. Seperti terbaca Penjelelasan umum UU Desain Industri, sasaran utama undangundang tersebut adalah LKM, terbukti dengan dianutnya sistem pemeriksaan pasif. Selain itu tarifpendaftaran serta biaya-biaya lain dikenakan separuh dari biaya yang dikenakan kepada non UKM namun fakta menunjukkan perspektif lain. 8 Dusun Bobung yang terletak di Kabupaten Gunung Kidul telah beberapa tahun beberapa penduduknya mengembangkan usaha kerajinan kayu dan batik kayu, yang pastinya diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat di desa tersebut. Sehingga saya rasa perlu diteliti apakah terdapat kendala-kendala yang berpengaruh terhadap kegiatan kerajinan kayu tersebut. Tentunya dalam hal ini adalah perlindungan hukum terhadap desain industri yang diharapkan bisa melindungi desain industri dari kecurangan terhadap persaingan di bidang industri.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri pada industri kerajinan kayu dan batik kayu Dusun 8
Achmad Zen Umar Purba.Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, PT Alunmi, Bandung.Hal. 191
Bobung Kabupaten Gunung Kidul sehubungan dengan pendaftaran desain industri, 2. Faktor-faktor yang memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan Desain Industri pada Industri kerajinan kayu dan batik kayu di Dusun Bobung Kabupaten Gunung Kidul.
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian pada penulisan skripsi ini adalah : 1. Subjektif Penelitian ini dilakukan untuk mencari data atau keterangan sebagai penulisan skripsi dan sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2. Objektif Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Bagaimana pelaksanaan Undang-Undang nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri pada Industri Kerajinan Kayu Karya Manunggal di Gunung Kidul dalam kaitannya dengan pendaftaran, 2) Serta faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaannya dalam kaitannya dengan pendaftaran.
D. Telaah Pustaka Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui
Undang-Undang No. 7 Tahun 1994. Konsekwensi Indonesia menjadi adalah melaksanakan kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasionalnya dengan ketentuan WTO, termasuk yang berkaitan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights. 9 TRIPs adalah suatu perjanjian internasional. Kelahirannya telah sempurna dan didukung oleh mayoritas negara di dunia ini. Walaupun demikian, hingga sekarang TRIPs masih terus dalam sorotan termasuk oleh negara-negara berkembang berkenaan dengan beberapa isu tertentu. Sebagai bagian dari WTO Agreement, TRIPs mempakan perjanjian perjanjian Internasional yang punya peranan penting. Artinya, suatu negara tidak dapat menerapkan sistem hak kekayaan intelektual tanpa ada referensi kepentingan khusus bagi perekonomiannya atau secara umum pembangunan pembangunan negara tersebut. 10 Tujuan utama persetujuan TRIPs-WTO adalah untuk meningkatkan perlindungan yang efektif dan memadai terhadap HKI dan untuk menjamin bahwa prosedur langkah-langkah penegakan hukum HKI itu sendiri tidak menjadi hambatan terhadap perdagangan. 11 Sedangkan prinsip-prinsip dasar TRIPs adalah sebagai berikut : 12 1. Standar Minimum TRIPs hanya memuat ketentuan-ketentuan minimum yang wajib diikuti oleh para negara anggotanya. Artinya, mereka dapat menerapkan 9
Afrillyanna Purba. Gazalba Saleh, Adriana Krisnawati. Trips-WTO dan Hukum HKI Indonesia. PT Rineka Cipta, Jakarta, hal. 1 10 Achmad Zen Umar Purba, op.cit., hlm. 8 11 Afrillyanna Purba, Gazalba Saleh, Adriana Krisnawati, op.cit., hlm.2 12 Achmad Zen Umar Purba, op, cit., hlm. 24-25
ketentuan-ketentuan yang lebih luas lagi, asalkan sesuai dengan ketetuanketentuan TRIPs itu sendiri dan prinsip hukum Internasional. 2. National Treatment Inti national treatment adalah pada pemberian periakuan yang sama dalam kaitan dengan perlindungan kekayaan intelektual antara yang diberikan kepada warga negara sendiri dan warga negara lain. 3. Most-Favoured-National-Treatment (MFN ) Prinsip ini yang juga sudah dikenal dalam WTO Agreement berintikan pengertian keberpihakan
bahwa
pemberian
(favour),
hak
sesuatu
istimewa
kemanfaatan (privilege)
atau
(advantage), kekebalan
(immunity) yang diberikan oleh satu negara anggota kepada warga dari satu negara anggota lain harus diberikan juga immediatelly (dengan segera) dan unconditionally (tanpa syarat) kepada warga negara-negara anggota yang lain. Perjanjian mengenai Trade Related Aspects Of Intellectual Property Rights (TRIPs) atau aspek Perdagangan HaKI merupakan salah satu perjanjian utama yang dihasilkan oleh perundingan Uruguay Round yang telah berjalan dari tahun 1986 hingga 1994. Atas desakan negara maju, masalah perlindungan HaKI merupakan masalah yang harus dirundingkan sebagai bagian dari paket perjanjian Uruguay Round. Untuk memahami isi perjanjian HaKI tersebut secara lengkap kiranya perlu juga dikemukakan latar belakang perkembangan sebelum putaran Uruguay dimulai serta perkembangan pada waktu perundingan berjalan. Dalam
wujud terakhirnya HaKI putaran Uruguay merupakan perjanjian yang sifatnya sangat teknis dan mengandung banyak aspek yuridis yang berkaitan dengan klausula dan ketentuan yang terdapat pada perjanjian Internasional lainnya di bidang HaKI. Untuk mendalami secara lengkap diperlukan pula upaya untuk lebih mendalami aspek hukumnya dan mengenai aspek teknis dari berbagai jenis kekayaan intelektual. HAKI mempakan suatu bagian integral dari perjanjian putaran Uruguay. Perjanjian itu mempakan sesuatu yang kompleks, komprehensif, dan akstensif. Secara keseluruhan perjanjian tersebut mempakan cakupan dan batas-batas dari perjanjian HAKI yang cukup luas. Perjanjian putaran Uruguay menentukan jenis-jenis hak atas kepercayaan intelektual yang termasuk dalam perjanjian. Hak tersebut menyangkut: copyrights atau hak cipta dan hak-hak yang terkait, trade marks atau merek dagang, geographical indication, industrial design, paten, topografi mengenai integrated circuit undisclosed information atau rahasia dagang. 13 Dalam Persetujuan TRIPs-GATT, perlindungan desain industri diatur dalam Pasal 25 dan 26. 14 Pasal 25 Persetujuan TRIPs-GATT berbunyi: 1. Anggota wajib memberikan perlindungan terhadap karya cipta yang berupa desain produk industri yang baru atau asli. Anggota dapat menentukan bahwa suatu desain tidak baru atau asli apabila desain yang bersangkutan tidak secara jelas berbeda dari desain atau 13
Kartadjoemana, HS 1997, GATT, WTO dan Hasil Uruguay Round,Ul-Press, Jakarta, hlm 252253 14 Ranti Fauza Mayana, op.cit., him. 20-21
kombinasi beberapa desain yang sudah terkenal. Anggota dapat menetapkan bahwa perlindungan yang diberikan tidak mencakup desain yang sangat tergantung pada pertimbangan-pertimbangan teknis dan fungsi. 2. Anggota wajib menjamin bahwa persyaratan untuk memperoleh perlindungan terhadap desain terkstil berkaitan dengan biaya, pemeriksaan atau pengumuman, tidak menghambat secara tidak wajar kesempatan untuk memperoleh perlindungan dimaksud. Anggota dapat memenuhi kewajiban ini melalui peraturan perundang-undangan tentang desain industri atau hak cipta. Adapun Pasal 26 Persetujuan TRIPs-GATT berbunyi: 1. Pemilik suatu desain industri yang dilindungi mempunyai hak untuk mencegah pihak ketiga yang tidak memperoleh izin darinya untuk membuat, menjual atau mengimpor benda yang mengandung atau memuat desain yang merupakan salinan dari desain yang dilindungi, apabila tindakan-tindakan tersebut dilakukan untuk tujuan komersial. 2. Anggota dapat menetapkan pengecualian secara terbatas atas perlindungan yang diberikan terhadap desain produk industri, sepanjang pengecualian dimaksud tidak bertentangan secara tidak wajar dengan tata cara pendayagunaan secara normal dari desain produk industri yang dilindungi dan tidak mengurangi secara tidak wajar kepentingan sah pemilik dari desain yang dilindungi, dengan memperhatikan kepentingan sah dari pihak ketiga.
Persetujuan TRIPs memberikan kebebasan kepada negara anggota WTO untuk mengatur desain industri dalam peraturan perundangundangannya baik melalui peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur desain industri atau digabungkan dengan undang-undang yang mengatur tentang hak cipta. Setelah Indonesia merdeka, untuk pertama kali pengaturan desain industri dapat dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1984 tentang Perindustrian. Dalam pasal 17 UndangUndang Nomor 5 tahun 1984 dinyatakan: Desain Produk Industri mendapat perlindungan hukum yang ketentuan-ketentuannya diatur dalam peraturan pemerintah. Berdasarkan ketentuan pasal 17 ini. Jelaslah bahwa desain industri atau desain produk industri diberikan perlindungan hukum yang ketentuan ketentuannya akan diatur dengan peraturan pemerintah. Dengan adanya perlindungan hukum atas desain industri tersebut, pihak lain dilarang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan peniruan desain industri yang telah dicipta atau didaftar. Namun, sampai dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 31 tahun 2000 tentang Desain Industri (selanjutnya disebut UUDI), peraturan pemerintah yang dimaksud tidak pernah ada, walaupun sebelumnya telah dipersiapkan konsep rancangan peraturan pemerintah yang mengatur mengenai ketentuan-ketentuan desain industri atau desain produk industri. 15
15
Usman, Rachmadi 2003, Hukum Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia. Alumni Bandung, Hlm. 416-417
Desain industri
adalah merupakan
bagian
dari
hak atas
kekayaan intelektual. Perlindungan atas desain industri didasarkan pada konsep pemikiran bahwa lahirnya desain industri tidak terlepas dari kcmampuan kreativitas cipta, rasa dan karsa yang dimiliki oleh manusia. Jadi ia merupakan produk intelektual manusia, produk peradaban manusia. Ada kesamaan antara hak cipta bidang sent lukis (seni graft) dengan desain industri, akan tetapi perbedaannya akan lebih terlihat ketika desain industri itu dalam wujudnya lebih mendekati paten. Jika desain industri itu semula diwujudkan dalam bentuk lukisan, karikatur atau gambar/grafik, satu dimensi yang dapat diklaim sebagai hak cipta, maka pada tahapan berikutnya ia disusun dalam bentuk dua atau tiga dimensi dan dapat diwujudkan dalam satu pola yang melahirkan produk materiil dan dapat diterapkan dalam aktivitas industri. Dalam wujud itulah kemudian ia dirumuskan sebagai desain industri. 16 UUDI adalah UU Desain Industri pertama yang dimiliki oleh Indonesia. UU ini disahkan oleh pemerintah pada tanggal 20 Desember tahun 2000. Definisi mengenai desain industri dalam UUDI adalah sebagai berikut: "Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan 16
Saidin. H. OK. 2003. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelekivul (Intellectual Property Right. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hlm. 467-468.
kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan". 17 Unsur-unsur dari desain industri adalah sebagai berikut: 1. Kreasi dilindungi oleh UU desain dapat berbentuk tiga dimensi ( bentuk dan konfigurasi ) serta dua dimensi (komposisi garis atau warna). 2. Kreasi tersebut memberikan kesan estetis 3. Kreasi tersebut dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas, industri, atau kerajinan tangan. Berdasarkan ketiga unsur tersebut, kalimat yang menyatakan bahwa kreasi memberikan kesan estetis merupakan hal yang dapat mendatangkan kesulitan bagi pemilik desain maupun pemeriksa desain. Hal ini dikarenakan penilaian estetika bersifat sangat 18 subjektif. Begitu pentingnya unsur seni atau estetis dalam desain produk industri ini. Seni yang mengandung unsur keindahan atau estetika itu adalah hasil kreasi atau aktifitas manusia, karenanya ia merupakan karya intelektualitas manusia yang seharusnya dilindungi sebagai property rights. Disisi lain jika karya jika karya intelektualitas itu dapat diterapkan dan menghasilkan suatu produk berupa barang atau komoditas industri,
17
Ahmad Fauzan, Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual, CV. Yrama Widya, Bandung, hlm. 70 18 Tim Lindsey. dkk, Hak Kekayaan Intelektual ; suatu pengantar. Alumni Bandung. Hlm. 220
maka gabungan dari keduanya (antara nilai estetika dan nilai produk) dirumuskan sebagai desain industri. 19 Pembentukan UUDI dimaksudkan untuk memberikan untuk memberikan perlindungan hukum yang memadai terhadap desain industri, yang pada gilirannya akan mempercepat pembangunan industri nasional serta sekaligus mendorong lahirnya berbagai kreasi dan inovasi di bidang desain industri. 20 Kandungan materi UUDI jika dikaji secara seksama mengatur pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Memberikan perumusan dari 13 istilah yang terdapat atau digunakan dalam UUDI agar terdapat keseragaman pengertian istilah yang merupakan konsep-konsep dasar yang nantinya akan dikembangkan dalam pengaturan mengenai hukum desain produk industri (pasal 1); 2. Meletakkan lingkup desain industri yang meliputi pengaturan persyaratan desain industri yang mendapatkan perlindungan dan yang tidak
mendapatkan
mendapatkan
perlindungan
jangka
waktu
perlindungan desain industri, subjek desain industri lingkup hak desain industri (pasal 2 sampai dengan pasal 9); 3. Mengatur mengenai mekanisme pendaftaran dan pemeriksaan desain industri (Pasal 10 sampai dengan pasal 30 ); 4. Pengalihan hak dan perjanjian lisensi hak desain industri (pasal 31 sampai dengan pasal 36); 19 20
Saidin, H.OK. Op.cit, hlm 421 Usman, Rachmadi. Op.,cit, hlm 421
5. Mengatur mengenai mekanisme dan cara pembatalan desain industri (pasal 37 sampai dengan pasal 44 ); 6. Mengatur biaya permohonan pendaftaran desain industri (pasal 45); 7. Pengaturan gugatan ganti kerugian dan lembaga penyelesaiannya (pasal 46 sampai dengan pasal 48); 8. Mengatur mengenai penetapan sementara pengadilan (pasal 49 sampai dengan 52); 9. Kewenangan penyidik tindak pidana di bidang desain industri (pasal 53); 10. Ancaman dan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana di bidang desain industri (pasal 54) 11. Ketentuan peralihan (pasal 55); 12. Ketentuan pernyataan tidak berlakunya undang-undang yang lama dan mulai berlaku dan pengundangan UUDI (pasal 56 sampai dengan pasal 57)
E. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Dalam skripsi ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan atau ditujukan pada peraturanperaturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lainnya mengenai bagaimana kaedah-kaedah hukum tersebut hidup atau berlaku di dalam masyarakat. Adapun teknik yang dipergunakan adalah sebagai berikut:
2. Teknik Pengumpulan Data a. Penelitian Kepustakaan Penelitian Kepustakaan atau studi dokumen atau studi pustaka yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari data yang terdapat dalam buku-buku atau literatur, tulisan-tulisan ilmiah, dokumen-dokumen dan peraturan perundangundangan serta sumber pustaka lain yang berhubungan dengan objek penelitian 1) Jenis Data a) Bahan Hukum Primer Bahan-bahan hukum yang mengikat, baik terkodifikasi maupun yang belum terkodifikasi yaitu peraturan perundangundangan dengan objek penelitian terdiri dari : ̇
Undang-undang nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
̇
Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
b) Bahan Hukum Sekunder Bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mcngenai bahan hukum primer,terdiri dari; ̇
Buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian
̇
Artikel, berita, laporan, dan tulisan lainnya yang dianggap relevan dengan objek penelitian.
̇
Internet
c) Bahan Hukum Tersier Bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yang terdiri dari; ̇
Kamus Hukum
̇
Kamus Bahasa Inggris
2) Alat Pengumpul Data Dalam penelitian kepustakaan ini alat yang menjadi pengumpul data adalah diantaranya bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier seperti yang telah diuraikan di atas. b. Penelitian Lapangan Penelitian Lapangan yaitu dengan melakukan wawancara langsung dengan nara sumber dan responden untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan berkenaan dengan masalah yang diteliti. 1) Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di perusahaan pengrajin kayu Karya Manunggal, Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2) Nara Sumber a. Para pemilik usaha kerajinan kayu di desa Semingkar Kabupaten Gunung kidul.
F. Kerangka Penulisan BAB I.
Pendahuluan Menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian,serta sistematika penelitian.
BAB II.
Tinjauan Umum Mengenai Desain Industri Menguraikan mengenai Sejarah Perkembangan Hak Desain Industri, Pengertian Desain Industri, Hubungan Hak Desain Industri dengan Merek, Hubungan Hak Desain Industri dengan Hak Cipta, Hubungan Hak Desain Industri dengan Paten, Ruang Lingkup Hak Desain Industri, Permohonan Pendaftaran Hak Desain Industri, Asas Hukum Perlindungan Hak Desain industry, Pembatalan Pendaftaran Hak Desain Industri, Pengalihan Dan Lisensi Hak Desain Industri dan Penyelesaian Sengketa Dan Penetapan Sementara Pengadilan
BAB III.
Perlindungan Hukum Desain Industri Kerajinan Kayu dan Batik Kayu di Dusun Bobung Kabupaten Gunung Kidul Menguraikan mengenai Gambaran Mengenai Desa Bobung, Mengenai Kerajinan Kayu dan Batik Kayu di Dusun Bobung Kabupaten Gunung Kidul dan Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Kaitannya dengan Pendaftaran Desain Industri pada Kerajinan Kayu dan Batik Kayu di Dusun Bobung Kabupaten Gunung Kidul
BAB IV. PENUTUP Berisi mengenai kesimpulan dan saran.