BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas sehari-hari seperti bersekolah, dan bekerja merupakan kegiatan rutin, hal tersebut menjadi suatu hal yang alamiah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Untuk menjalankan aktivitas tersebut tubuh harus dalam kondisi yang baik dan sehat. Definisi sehat menurut World Health Organization (WHO) (2014) adalah suatu keadaan fisik, mental dan kesejahteraan sosial yang saling melengkapi, bukan hanya bebas dari suatu penyakit atau kecacatan. Keadaan fisik yang baik akan mempengaruhi kualitas dari aktivitas yang dikerjakan, maksudnya dengan keadaan fisik seseorang tanpa mengalami gangguan maka akan meningkatkan produktivitas yang berkualitas, sebaliknya bilamana seseorang tersebut mengalami gangguan maka akan menggangu aktivitas yang menyebabkan turunnya kualitas. Kemampuan melakukan aktivitas secara fungsional seharusnya dapat dilakukan secara mandiri tanpa melibatkan bantuan orang lain, oleh karena itu suatu fungsi gerak fisik pada manusia didukung beberapa aspek dasar. Aspek dasar tersebut yaitu: keseimbangan / postural equilibrium, performa otot, Daya tahan kardiopulmonal, fleksibilitas / mobilitas, stabilitas, dan kontrol neuromuskular / koordinasi (Kisner dan Colby, 2007). Fleksibilitas dan mobilitas otot termasuk komponen terpenting dalam suatu gerakan pada manusia. Memanjang dan memendek adalah sifat 1
2
fisiologis yang dimiliki oleh otot. Daya kontraktil pada otot dilakukan untuk menggerakan tulang dan memudahkan jarak dan gerak pada persendian. Fleksibilitas yang baik selain memiliki keuntungan yang positif bagi otot dan persendian, fleksibilitas otot juga mampu meningkatkan kualitas hidup serta kemampuan fungsional secara mandiri. Menurut Nelson dan Kokkonen (2007) fleksibilitas otot yang baik akan mencegah terjadinya cedera, mengurangi terjadinya muscle soreness, serta meningkatkan efisiensi dalam semua aktivitas fisik yang dilakukan sehari-hari. Banyak faktor yang mempengaruhi fleksebilitas otot menjadi terganggu salah satunya yakni Muscle Tightness (MTs). Muscle Tightness (MTs) merupakan suatu gambaran keterbatasan gerak akibat dari pemendekan adaptif pada jaringan lunak (Kisner dan Colby, 2007). Penderita MTs tidak tampak terlihat kelainan fisik bagi penderitanya namun secara umum penderita akan merasakan sensasi seperti rasa tegang dan nyeri serta terbatasnya gerakan pada otot yang mengalami tightness. MTs bisa terjadi pada siapa saja dan MTs merupakan faktor yang sangat berisiko terhadap terjadinya cedera pada otot (Witvrouw et al, 2003). Pada penelitian yang dilakukan Junge et al (2000) menemukan bahwa atlet muda sepak bola di Eropa yang mengalami cedera musculoskeletal ditemukan 17%-nya dari area otot yang mengalami ketegangan (tightness) dan 8% terjadi pada area paha bagian dalam (groin). Otot hamstring merupakan otot yang sering sekali mengalami cedera. Hal tersebut dikarenakan otot hamstring mengalami MTs dan
3
menyebabkan fleksibilitas otot hamstring jadi bermasalah. Klasifikasi nilai fleksibilitas otot hamstring oleh Davis et al (2000) berdasarkan usia 18-39 tahun, nilai “baik sekali” jika hasil score sit and reach test pada otot hamstring lebih dari 13cm dan nilai “buruk” jika dibawah 1cm. Jika otot hamstring mengalami MTs maka akan beresiko mengalami gangguan muskuloskeletal lainnya. Verrall et al (2001) menyatakan bahwa penderita HMTs beresiko sekitar 80% terkena hamstring muscle injury (HMI). Blackburn et al (2009) juga menyebutkan penderita HMTs beresiko sebesar 50% terkena anterior crusiatum ligament (ACL) injury dibandingkan yang tidak mengalami HMTs. Begitu juga yang dinyatakan oleh Aaron dan David (1997) bahwa resiko terkena low back pain (LBP) lebih beresiko sekitar 98% pada penderita HMTs, serta Harty et al
(2005) juga menyatakan
dampak resiko dari penderita HMTs. Harty menyebutkan penderita HMTs lebih beresiko sekitar 94% terkena plantar fascitis dibandingkan yang bukan penderita HMTs. Kurangnya aktivitas olahraga dan terlalu lama berakivitas dalam posisi duduk yang salah akan memperparah terjadinya HMTs. Hal tersebut merupakan faktor penyebab otot hamstring menjadi memendek (shortness) yang membuat fleksibilitas dan mobilitas dari otot hamstring terganggu. Mahasiswa dalam aktivitas sehari-harinya dipadatkan dengan jadwal perkuliahan, yang menyebabkan kurangnya aktivitas olahraga. Mahasiswa juga terlalu lama beraltivitas dalam posisi duduk dalam kegiatan proses belajar mengajar di kampus, sehingga beresiko terjadinya HMTs yang
4
menyebabkan otot hamstring-nya memendek. Beach et al (2008) dalam penelitiannya terhadap 10 wanita dan 9 pria, yang mengukur derajat perputaran dari pelvis dalam kondisi duduk di kursi kerja dan kursi mobil. Ditemukan bahwa pria lebih cendrung pelvis berputar kearah posterior (posterior pelvic tilt/ PPT) dibandingkan wanita dengan hasil rata-rata 22ᵒ pria pelvisnya berputar ke arah posterior dan wanita hanya 6ᵒ pelvisnya berputar ke arah posterior, dalam kondisi duduk dikursi kerja, sedangkan pada saat duduk di kursi mobil tidak terlalu signifikan perbedaannya antara pria maupun wanita. Beach et al (2008) menyatakan bahwa kondisi pelvis yang berputar kearah posterior dalam posisi duduk tersebut akan menyebabkan otot hamstring dalam keadaan memendek (Muscle Shortness). Cressey (2012) juga menyatakan bahwa seseorang yang kesehariannya beraktivitas dalam posisi duduk dalam waktu yang lama akan beresiko mengalami tight hamstring. Muscle shortness dan keterbatasan gerak otot (flexibility) merupakan ciri dari MTs (Kisner dan Colby, 2007). Untuk meningkatkan fleksibilitas otot hamstring, bagi penderita yang mengalami tightness dapat menggunakan stretching, massage seperti Dynamic Soft Tissue Mobilisation (Hopper et al, 2004), dan juga olahraga seperti Yoga dan Pilates (Nelson dan Kokkonen, 2007). Pada penlitian ini metode yang digunakan adalah stretching. Menurut Martin (2005) Stretching adalah suatu metode atau cara untuk meningkatkan dan menjaga fleksibiltas serta mobilitas dari otot dan persendian, serta stretching juga
5
mampu mengurangi terjadinya cedera dan gangguan postur tubuh. Sedangkan menurut Spernoga et al (2001) stretching sangat penting untuk meningkatkan performa saat berolahraga dan semua jenis physical fitness lainnya. Pada orang dewasa yang aktivitas fisiknya kurang dan mengalami MTs pada hamstring maka dapat mencoba beberapa macam teknik stretching yang ada. Metode stretching untuk mengurangi terjadinya MTs pada
otot
banyak
sekali
metodenya
seperti
Ballistic
Stretching
(Woolstenhulme et al, 2006), Muscle Energy Technique (Chaitow, 2001), Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF) yang terdiri dari Hold Relax (HR), Static Stretching (SS) dan Contrax Relax (CR) (Hwang, 2013), dan Active Isolated Stretching (AIS) (Longo, 2009). Dari terbatasnya literatur yang membahas perbandingan metode AIS dan metode HRS serta resiko yang diakibatkan HMTs terhadap penderitanya maka, penulis memilih untuk meneliti dan membandingkan metode active isolated stretching (AIS) dengan metode hold relax stretching (HRS) untuk meningkatkan fleksibilitas otot hamstring terhadap penderita hamstring muscle tightness (HMTs).
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1.
Apakah penggunaan metode active isolated stretching (AIS) efektif dalam meningkatkan fleksibilitas otot hamstring pada mahasiswa Akademi
6
Fisioterapi Widya Husada Semarang yang mengalami hamstring muscle tightness (HMTs). 2.
Apakah penggunaan metode hold relax stretching (HRS) efektif dalam meningkatkan fleksibilitas otot hamstring pada mahasiswa Akademi Fisioterapi Widya Husada Semarang yang mengalami hamstring muscle tightness (HMTs).
3.
Apakah penggunaan metode active isolated stretching (AIS) lebih meningkatkan fleksibilitas otot hamstring daripada metode hold relax stretching (HRS) pada mahasiswa Akademi Fisioterapi Widya Husada Semarang yang mengalami hamstring muscle tightness (HMTs).
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 1.
Tujuan Umum Untuk mengetahui perbedaan hasil penggunaan metode active isolated stretching (AIS) dan penggunaan metode hold relax stretching (HRS) dalam meningkatkan fleksibilitas otot hamstring pada mahasiswa Akademi Fisioterapi Widya Husada Semarang yang mengalami hamstring muscle tightness (HMTs).
2.
Tujuan Khusus 1. Untuk membuktikan penggunaan metode active isolated stretching (AIS) efektif dalam meningkatkan fleksibilitas otot hamstring pada mahasiswa
7
Akademi Fisioterapi Widya Husada Semarang yang mengalami hamstring muscle tightness (HMTs). 2. Untuk membuktikan penggunaan metode hold relax stretching (HRS) efektif dalam meningkatkan fleksibilitas otot hamstring pada mahasiswa Akademi Fisioterapi Widya Husada Semarang yang mengalami hamstring muscle tightness (HMTs). 3. Untuk membuktikan penggunaan metode active isolated stretching (AIS) lebih meningkatkan fleksibilitas otot hamstring daripada metode hold relax stretching (HRS) pada mahasiswa Akademi Fisioterapi Widya Husada Semarang yang mengalami hamstring muscle tightness (HMTs). 1.4. Manfaat Penelitian Berdasarkan
tujuan
yang
telah
disebutkan
diatas
peneliti
mengharapkan hasil penelitian ini bermanfaat bagi : 1. Peneliti Dapat mendalami efek AIS dan HRS terhadap HMTs sehingga, dapat memberi transformasi ilmu bagi praktisi dan peneliti lainnya. 2. Fisioterapis Untuk dapat mengaplikasikan metode penggunaan HRS dan AIS pada pasien atau masyarakat yang mengalami gangguan HMTs. 3. Atlet dan Masyarakat umum Dapat
mengaplikasikan
secara
mandiri
HRS
dan
AIS
secara
berkesinambungan untuk menghindari resiko terjadinya komplikasi cedera
8
seperti ACL injury, Plantar Fascitis, Postural Dysfuntion, dan Low Back Pain.