BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Jika dilihat secara nyata, saat ini pembangunan yang terjadi di beberapa kawasan wisata primadona di Bali sudah tidak terkendali lagi hingga melebihi daya tampung dari kawasan itu sendiri, seperti misalnya Kuta. Berbagai pembangunan fasilitas pariwisata dilakukan di kawasan-kawasan strategis tersebut dalam upaya memenuhi kebutuhan tamu. Namun pembangunan-pembangunan yang dilakukan sepertinya tidak efektif karena tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan pariwisata di kawasan tersebut. Ini yang mengakibatkan terjadinya kejenuhan pada perkembangan pariwisata tersebut karena apa yang ditawarkan tidak sesuai dengan apa yang menjadi minat dari wisatawan itu sendiri. Keadaan yang seperti inilah yang menuntut adanya rencana pengembangan suatu pariwisata yang sedikit berbeda yang sesuai dengan minat dari wisatawan tersebut untuk berkunjung. Seperti diketahui bahwa alam serta budaya merupakan daya tarik dari Bali. Wisatawan yang datang ke Bali sebagian besar karena alam dan budayanya. Bali memiliki berbagai potensi alam dan budaya yang tersebar di seluruh wilayahnya. Salah satu daerah di Bali yang keadaan alamnya masih lestari adalah Kabupaten Buleleng. Kabupaten Buleleng yang memiliki wilayah hampir sepertiga dari pulau Bali masih menyimpan potensi daya tarik wisata alam. Didukung dengan letak
1
2
kabupaten Buleleng yang Nyegare-Gunung yakni terletak diantara gunung dan pesisir pantai, potensi alam daerah ini sangat luar biasa beragam dan indah. Masih banyak wilayah-wilayah di Kabupaten Buleleng yang belum dikembangkan dengan optimal. Salah satu Daerah di kabupaten ini yang memiliki potensi alam yang indah dengan berbagai atraksi wisata adalah Desa Pancasari. Pemerintah Propinsi Bali dalam peraturan mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Bali mengeluarkan kebijakan terkait dengan Desa Pancasari. Pemerintah menetapkan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK). Melihat potensi alam yang dimiliki oleh Desa Pancasari, kawasan ini memang memiliki daya tarik wisata yang berbeda dengan daerah tujuan wisata lainnya. Potensi yang sangat menarik ini tentu ingin diselamatkan oleh Pemerintah sebagai salah satu aset pariwisata. Berdasar inilah kawasan tersebut ditetapkan sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus. Desa Pancasari merupakan salah satu desa yang terletak di kecamatan Sukasada, Buleleng, berdekatan dengan daerah tujuan wisata Candi Kuning, Bedugul. Berlokasi di dataran yang lebih tinggi tepatnya berbatasan dengan wilayah Candi Kuning pada bagian selatan, dengan Desa Wanagiri pada bagian utara, dan hutan Negara pada bagian barat dan timur , membuat desa ini memiliki potensi alam pegunungan yang indah. Daya tarik wisata alam yang bervariasi membuat Desa Pancasari diminati oleh para praktisi pariwisata. Pemerintah Kabupaten Buleleng dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kemudian mengelola kawasan ini dengan mengambil konsep pengembangan wisata alam.
3
Dimana potensi alam yang dimiliki oleh Desa Pancasari inilah yang merupakan produk utama yang ditawarkan kepada wisatawan. Sebagai suatu kawasan yang dikembangkan menjadi obyek wisata alam, Desa Pancasari mengalami perkembangan baik dari segi fasilitas maupun atraksi wisata. Berbagai pembangunan infrastruktur dilakukan untuk mendukung perkembangan pariwisata di daerah ini. Penginapan dan restoran mulai bermunculan baik dari yang standar maupun yang berkelas dalam rangka memenuhi kebutuhan wisatawan yang berkunjung ke daerah tersebut. Tercatat hingga akhir 2009 terdapat lima buah hotel, tiga restoran serta satu tempat rekreasi yang telah ada di kawasan tersebut. Berbagai atraksi wisata baik itu buatan atau tidak sebagai daya tarik juga mulai
berkembang
yang
mana
pengelolaannya
dilakukan
oleh
pihak
swasta/masyarakat setempat. Beberapa wilayah hutan sudah digunakan sebagai lintasan trekking. Selain itu, di daerah ini juga dibuat sebagai tempat perkemahan dimana di titik tertentu sengaja disiapkan sebagai tempat untuk membuat tenda dengan akses yang sangat mudah dengan fasilitas yang memadai seperti areal parkir dan toilet dengan biaya yang sangat terjangkau. Masih banyak lagi atraksi wisata lainnya yang dikelola oleh masyarakat setempat. Namun sistem pengelolaan dari berbagai fasilitas wisata tersebut masih belum jelas. Jika diselaraskan dengan kebijakan Pemerintah Daerah Propinsi Bali yang menetapkan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK), tentu ini sedikit berbeda dengan konsep daerah tujuan wisata khusus. Jika ini ditetapkan sebagai daerah tujuan khusus maka seharusnya pembangunan
4
yang dilakukan didaerah ini lebih memperhatikan lingkungan. Yang menjadi daya tarik utama dari daerah ini adalah tentunya alam. Jadi daya tarik inilah yang dimaksimalkan pengembangannya. Sedangkan yang terjadi dilapangan berbeda dengan konsep penetapan kebijakan pemerintah yang menetapkan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK). Seperti yang telah dijabarkan, berbagai jenis akomodasi telah dibangun di daerah wisata ini dari hotel berbintang hingga hotel non berbintang. Jumlah keseluruhan akomodasi tersebut yang tercatat dalam dokumen resmi tergolong memadai namun demikian terdapat isu-isu bahwa banyak pembangunan akomodasi di daerah ini dalam jenis penginapan yang disebut dengan villa yang dalam pegoperasiannya tidak memiliki ijin dari pihak yang berwewenang. Termasuk pengelolaan dari penginapan-penginapan tersebut pun belum ada kejelasannya. Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan pariwisata di daerah ini juga belum terlihat secara nyata. ini dapat dilihat dari catatan di kecamatan bahwa sebagian besar penduduk di daerah ini mata pencahariannya adalah sebagai petani. Bahkan tidak ada catatan berapa jumlah penduduk setempat yang terlibat sebagai karyawan swasta (termasuk industri pariwisata). Disamping itu pemberdayaan potensi alam sebagai daya tarik dari daerah yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK) masih belum optimal. Pengelolaan atraksi wisata yang ada saat ini juga belum optimal. Bahkan keterlibatan dari pihak terkait dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dapat dikatakan tidak maksimal. Sedangkan idealnya dalam suatu pengembangan daerah tujuan wisata harus ada keterlibatan dari para
5
penyelenggara pariwisata yakni pihak pemerintah, swasta serta masyarakat. Melihat fenomena seperti ini dengan berbagai permasalahannya, sangat menarik untuk diadakan penelitian di Desa Pancasari untuk menghasilkan suatu strategi pengelolaan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apa potensi-potensi yang dimiliki Desa Pancasari sebagai kawasan daya tarik wisata khusus? 2. Bagaimana keterlibatan stakeholder dalam pengelolaan Desa Pancasari sebagai kawasan daya tarik wisata khusus? 3. Bagaimanakah program pengelolaan pembangunan Desa Pancasari sebagai kawasan daya tarik wisata khusus?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.3.1 Tujuan Umum: Untuk dapat menghasilkan strategi pengelolaan pembangunan Desa Pancasari Kabupaten Buleleng sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus seperti yang telah ditetapkan berdasarkan kebijakan pemerintah.
6
1.3.2 Tujuan Khusus: Tujuan khusus dipaparkan sesuai dengan perumusan permasalahan dari penelitian ini, yaitu: 1. Untuk mengetahui berbagai potensi yang dimiliki oleh Desa Pancasari sebagai kawasan daya tarik wisata khusus. 2. Untuk mengetahui bagaimana keterlibatan stakeholder dalam pengelolaan Desa Pancasari sebagai kawasan daya tarik wisata khusus. 3. Untuk menghasilkan program pengelolaan pembangunan Desa Pancasari sebagai kawasan daya tarik wisata khusus.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara praktis maupun teoretis. 1.4.1
Manfaat Praktis:
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis terhadap pihak-pihak terkait yakni pemerintah Kabupaten Buleleng, pihak swasta serta masyarakat setempat dalam mengelola Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK) dengan segala potensi yang dimiliki oleh desa tersebut. 1.4.2
Manfaat Teoretis:
Secara teoretis diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan terhadap Pariwisata khususnya dalam strategi pengelolaan suatu daerah tujuan wisata khusus di Pancasari.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN
Pada bab ini dijabarkan kajian pustaka, beberapa konsep dan landasan teori yang terkait dengan penelitian, serta model penelitian. 2.1 Kajian Pustaka Ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yang serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Seperti pada tesis yang ditulis oleh Ida Ayu Tary Puspa (2006) yang berjudul ”Potensi dan Strategi Pengembangan Puri Sebagai Objek Dan Daya Tarik Wisata City Tour Di Kota Denpasar (Kasus Puri Satria)”, dinyatakan bahwa yang menjadi kekuatan dari Puri Satria diantaranya penari (seniman tua), raja (Raja Denpasar IX), arsitektur, nilai sejarah perjuangan, pertunjukan seni budaya, karya satra tradisional, event, Pura Pemerajan Agung, dan Gamelan. Sri Susanty pada tahun 2009 mengadakan penelitian yang berjudul ”Pengembangan Kota Bima Sebagai Daerah Tujuan Wisata”, yang berhasil mengidentifikasi beberapa hal di antaranya; sarana dan prasarana pariwisata di Kota Bima, potensi daya tarik wisata, dan daya tarik wisata budaya. Strategi pengembangan Kota Bima sebagai daerah tujuan wisata terdiri atas strategi umum, seperti strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk; dan strategi alternatif seperti pengembagan daya tarik wisata di Kota Bima, peningkatan keamanan, pengembangan sarana dan prasarana pariwisata, penetrasi pasar dan promosi daya tarik wisata, perencanaan dan pengembangan pariwisata
7
8
berkelanjutan dan berbasis kerakyatan, serta pengembangan kelembagaan dan SDM pariwisata. A.A Istri Maheswari (2010) melakukan penelitian mengenai strategi pengembangan ekowisata di kawasan danau Buyan, Desa Pancasari. Adapun permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini mencakup penjabaran potensi ekowisata di kawasan danau buyan, bagaimana upaya pengembangannya serta penentuan strategi pengembangan ekowisata di kawasan tersebut. Yang membedakan penelitian-penelitian tersebut diatas dengan penelitian ini adalah perbedaan konsep dari strategi pengelolaan yang dilakukan serta perbedaan lokasi tempat penelitian dilakukan. Namun demikian berbagai pembelajaran tentang bagaimana strategi-strategi yang dilakukan dalam pengelolaan suatu kawasan dapat dijadikan referensi. Dalam penelitian ini diteliti bagaimana pengeolaan yang tepat untuk Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK) berdasarkan potensi yang dimiliki oleh Desa tersebut yakni alam dengan degala hasil perkebunannya.
2.2 Konsep Beberapa deskripsi konsep didunakan terkait dengan penelitian ini 2.2.1 Pembangunan Pariwisata Berbasis Kerakyatan (Community Based Tourism Development) Sistem pembangunan pariwisata yang berbasis kerakyatan hendaknya dilandasi konsep hidup yang berkesinambungan yaitu yang sesuai dengan konsep Tri Hita Karana; hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan alam. Dalam kegiatan pembangunan
9
hendaknya digerakan dan dikendalikan oleh adanya keimanan yang kuat, ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral etika kepariwisataan, dengan memanfaatkan lingkungan, baik berupa sumber daya alam maupun kondisi geografis dan secara bersamaan melaksanakan pelestarian. Oleh karena itu, kepariwisataan berbasis kerakyatan bertumpu pada nasyarakat sebagai kekuatan dasar. Ada tiga alasan mengapa Community Based Management sangat penting dilaksanakan (korten, 1987); pertama, adanya sumber daya lokal yang secara tradisional dikuasai dan dikelola oleh masyarakat lokal. Kedua, adanya tanggung jawab lokal, artinya pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat setempat biasanya lebih bertanggung jawab karena kegiatan yang mereka lakukan secara langsung akan berpengaruh pada kehidupan mereka. Ketiga, adanya variasi antar daerah sehingga daerah yang satu dengan yang lainnya tidak boleh diperlakukan sama dan menuntut adanya sistem pengelolaan yang berbeda. Community Management (Pitana, 1999) disamakan dengan istilah Community Based Approach (pendekatan berbasis kerakyatan). Hal ini didasarkan pada suatu kenyataan bahwa masyarakat setempat sudah memiliki kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam yang ada di daerahnya dan hal itu diwariskan secara turun temurun. Titik dasar aktivitas pengelolaan dalam konsep “Community Management” dimulai dari masyarakat itu sendiri, yaitu identifikasi kebutuhan, analisis kemampuan dan kontrol terhadap sumber-sumber yang ada. Lebih jauh lagi Pitana (2002: 101-102) menyatakan bahwa pembangunan pariwisata
10
kerakyatan memiliki beberapa karakteristik ideal sebagai berikut.Usaha yang dikembangkan berskala kecil, bukan skala raksasa, pemilihan dan pengelolaan dilakukan oleh masyarakat lokal (locally owned and managed). Sesuai dengan skalanya yang kecil dan pengelolaanya oleh masyarakat lokal, maka sebagian besar input yang digunakan baik pada saat konstruksi maupun operasi berasal dari daerah setempat sehingga komponen impornya kecil. Aktifitas berantai (spin-off activity) yang ditimbulkan banyak, oleh karena itu adanya keterlibatan masyarakat lokal baik secara individual maupun secara melembaga, menjadi semakin besar. Adanya aktivitas berantai tersebut memberikan manfaat langsung yang lebih besar bagi masyarakat lokal. Berbasiskan kebudayaan lokal, karena pelakunya adalah masyarakat lokal. Pengembangan ramah lingkungan, yang terkait dengan adanya konversi lahan secara besar-besaran serta tiadanya perubahan bentuk bentang alam yang berarti. Melekatnya kearifan lokal (local wisdom) karena masyarakat telah beradaptasi dengan alam sekitarnya Penyebarannya tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan, tetapi dapat menyebar ke berbagai daerah. Pengembangan pariwisata kerakyatan diharapkan mampu memberikan keuntungan bagi masyarakat, seperti keuntungan ekonomi sehingga pemeliharaan lingkungan bisa dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat, adanya penyebaran penduduk dan menciptakan kawasan wisata alternatif. Nasikun (2000:26) mengatakan, pengembangan pariwisata berbasis kerakyatan memiliki karakteristik sebagai berikut; a) berskala kecil (small scale) sehingga lebih mudah diorganisasikan, b) lebih berpeluang untuk dikembangkan dan diterima oleh masyarakat lokal, c) lebih memberikan peluang bagi masyarakat
11
untuk ikut berpartisipasi, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, maupun penerimaan manfaat dan keuntungan, d) selain menekankan partisipasi masyarakat, pembangunan berwawasan kerakyatan juga sangat mementingkan keberlanjutan budaya, dan secara keseluruhan berupaya untuk membangkitkan penghargaan wisatawan terhadap kebudayaan lokal. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembangunan berwawasan kerakyatan akan lebih memberdayakan dan menguntungkan rakyat banyak, meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, selanjutnya keseimbagan dan keberlanjutan potensi atau modal dasar kepariwisataan di daerah tersebut akan tetap terjaga dan terpelihara. Disamping itu dalam konsep pembangunan pariwisata yang berbasis kerakyatan perlu pula diperhatikan suatu konsep keseimbangan antara resources dan resident. Dalam suatu pembangunan yang terintegrasi yang mana masyarakat sebagai pemain kunci dari kegiatan kepariwisataan tersebut. Keberhasilan pengelolaan suatu kawasan wisata dengan konsep pengelolaan berbasis masyarakat dapat diukur dengan terciptanya hubungan yang harmonis antara masyarakat lokal, sumber daya alam/budaya, dan wisatawan (Natori, 2001:11-22).
2.2.2 Perencanaan Pariwisata Perencanaan adalah suatu usaha untuk memikirkan masa depan (cita-cita) secara rasional dan sistematik dengan cara memanfaatkan sumber daya yang ada serta memperhatikan kendala (constrain) dan keterbatasan (limitation) seefisien dan seefektif mungkin (Paturusi, 2008).
12
Dalam sebuah perencanaan akan ada perancangan sebagai tindakan lanjutan dari perencanaan. Paturusi dalam bukunya berjudul Perencanaan Kawasan Pariwisata, memaparkan makna dari perencanaan, perancangan, dan rencana sebagai berikut: -
Perencanaan (planning): suatu kegiatan berpikir yang lingkupnya menyeluruh dan mencakup bidang yang sangat luas, kompleks, dan berbagai komponennya saling kait mengkait. Produk akhir perencanaan adalah rencana (plan). Perancangan ( design) : merupakan usaha penjabaran dari rencana. Dengan demikian perancangan lingkupnya lebih mikro jika dibandingkan dengan perencanaan. Produk dari perancangan adalah Rancangan.
-
Rencana (plan) : suatu pedoman atau alat yang terorganisasi secara teratur dan bersistem untuk mencapai suatu keinginan, cita-cita atau maksud yang sasaran dan jangkauannya di masa mendatang yang telah digariskan terlebih dahulu.
2.2.3 Pendekatan Perencanaan Pariwisata Ada beberapa pendekatan perencanaan pariwisata (Paturusi, 2008), antara lain:Pendekatan berkesinambungan, Inkremental, dan fleksibel. Pendekatan ini didasari kebijakan dan rencana pemerintah, baik di tingkat nasional maupun di tingkat regional. Perencanaan pariwisata dilihat dari proses berkesinambungan yang perlu di evaluasi berdasar pemantauan dan umpan balik dalam kerangka pencapaian tujuan dan kebijakan pengembangan pariwisata. Pendekatan sistem
13
(system approach). Pariwisata dilihat sebagai suatu sistem yang saling berhubungan (interrelated system); demikian halnya dalam perencanaan dan teknik
analisanya.
Pendekatan
menyeluruh
(comprehensive
approach).
Pendekatan ini biasa disebut dengan pendekatan holistik. Seluruh aspek yang terkait dalam perencanaan pariwisata yang mencakup institusi, lingkungan, dan implikasi sosial ekonominya, dianalisis dan direncanakan secara menyeluruh. Pendekatan terintegrasi (Integrated approach); Pendekatan ini mirip dengan pendekatan sistem dan pendekatan menyeluruh. Pariwisata dikembangkan dan direncanakan sebagai suatu sistem yang terintegrasi baik ke dalam maupun ke luar. Dalam perencanaan suatu kawasan wisata, kawasan sekitarnya tidak bisa diabaikan, bahkan dipandang sebagai bagian integral perencanaan. Pendekatan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan (environmental and sustainable development approach). Pariwisata direncanakan, dikembangkan, dan dikelola dengan memperhatikan kelestarian lingkungan fisik dan sosial budaya. Analisa daya dukung merupakan bagian yang paling penting dalam pendekatan ini. Komponen utama dalam pendekatan ini yaitu: industri pariwisata, linngkungan dan masyarakat, ketiganya direncanakan secara terpadu. Pendekatan Swadaya Masyarakat (Community Approach), Pendekatan ini melibatkan sebesar-besarnya masyarakat mulai dari proses perencanaan, membuat keputusan, pelaksanaan, sampai pengelolaan pengembangan pariwisata. Ciri pendekatan ini adalah: skala kecil, dimiliki oleh anggota/kelompok masyarakat tersebut, memberikan kesempatan kerja dan peluang ekonomi pada ekonomi setempat, lokasinya tersebar, tidak berkonsentrasi pada satu empat, desain dan
14
kegiatannya
mencerminkan
karakter
wilayah
setempat,
mengedepankan
kelestarian wawasan budaya, tidak memastikan industri dan kegiatan lainnya dan bersifat saling melengkapi, menawarkan pengalaman yang berkualitas pada wisatawan, merupaka kegiatan usaha yang menguntungkan. Pendekatan
Implementasi
(Implementation
Approach).
Kebijakan,
rencana, rekomendasi, dan rumusan pengembangan pariwisata dibuat serealistis mungkin dan dapat diterapkan. Rumusan perencanaan dibuat jelas sehingga bisa dilaksanakan. Pendekatan yang dapat dimplementasikan memiliki ciri: logis, luwes, obyektif dan realistis. Penerapan Proses Perencanaan yang Bersistem (Application of Systematic Planning Process). Pendekatan ini dilakukan berdasarkan logika tahapan kegiatan, dimana tahapan ini bisa berdasarkan atas dimensi waktu (jangka pendek, menengah, dan panjang), sumber pembiayaan (APBN, APBD, Swasta, Swadaya, dst), sektoral berdasarakan departemen atau instansi internal atau eksternal pariwisata. Kesemua pembagian tahapan ini terapannya dalam perencanaan pariwisata dapat dipadukan sebagai suatu sistem dalam bentuk matriks perencanaan.
2.2.4 Strategi Pengelolaan Terlebih dulu dijabarkan beberapa pengertian strategi. Menurut Rangkuti ada beberapa definisi dari strategi, diantaranya: strategi adalah tujuan jangka panjang dari suatu perusahaan, serta pendayagunaan dan alokasi semua sumber daya yang penting untuk mencapai tujuan tersebut (Rangkuti, 2001). Strategi merupakan alat untuk menciptakan keunggulan bersaing. Dengan demikian salah
15
satu fokus strategi adalah memutuskan apakah bisnis tersebut harus ada atau tidak ada (Rangkuti, 2001). Strategi merupakan respon – secara terus menerus maupun adaptif – terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi (Rangkuti, 2001). Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terusmenerus dan dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan (Rangkuti, 2001). Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa strategi adalah hal yang penting untuk dirancang untuk meningkatkan kualitas dengan melihat segala peluang untuk dapat bersaing dipasar. Pengelolan suatu kawasan wisata merupakan hal yang penting dilakukan untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Dimana strategi pengelolaan suatu kawasan seharusnya ditentukan dengan matang sebelumnya sehingga tujuan dapat dicapai. Jadi strategi pengelolaan merupakan suatu tindakan yang dirancang sedemikian rupa yang dilakukan secara terus menerus untuk dapat mengambil keputusan yang tepat dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan. Jika dikaitkan dengan strategi pengelolaan pariwisata, tindakan-tindakan yang dirancang sedemikian rupa ini dilakukan untuk menuju pengembangan pariwisata yang berkelanjutan.
16
2.2.5 Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus Sebelum mendefinisikan daya tarik wisata khusus, perlu dijelaskan terlebih dulu pengertian dari daya tarik wisata. Seperti yang dijabarkan dalam Undang-Undang
Republik
Indonesia
nomor
10
tahun
2009
tentang
Kepariwisataan, daya tarik wisata adalah ”segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan”. Sebelumnya secara umum di beberapa pustaka daya tarik wisata telah diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok. Seperti; Natural Attractions, Built Attractions, Cultural Attractions dan Social Attractions (Yoeti, 2008). Tren dari kelompok-kelompok daya tarik wisata tersebut terus berkembang sesuai dengan keinginan dari pasar. Seperti penetapan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi Bali yang telah ditetapkan baru-baru ini, disebutkan istilah KDTWK yakni Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus. Yang dimaksud Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK) dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali adalah kawasan strategis pariwisata yang berada dalam geografis satu atau lebih wilayah administrasi desa/kelurahan yang didalamnya terdapat potensi daya tarik wisata, aksesibilitas yang tinggi, ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas pariwisata secara terbatas serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang saling mendukung dalam perwujudan kepariwisataan, namun pengembangannya sangat dibatasi untuk lebih diarahkan kepada upaya pelestarian budaya dan lingkungan hidup. Jika dilihat dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep pengembangan Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus adalah suatu konsep
17
pengembangan suatu daerah untuk menjadi suatu kawasan wisata yang dalam pembangunan
infrastrukturnya
dilakukan
secara
terbatas
dalam
rangka
penyelamatan serta pelestarian wilayah tersebut dengan segala potensinya. Desa Pancasari yang berlokasi di Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng merupakan salah satu desa yang ditetapkan sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK).
Melihat dari potensi serta konsep
pengembangan KDTWK seperti yang tercantum pada peraturan pemerintah propinsi Bali, Desa ini sangat sesuai untuk dikembangkan menjadi KDTWK. Desa Pancasari yang memiliki sumber daya alam yang indah serta budaya dan lingkungan yang masih alami sangat dapat dikembangkan menjadi salah satu daya tarik wisata namun tetap memperhatikan kelestarian potensi yang dimiliki.
2.2.6 Penyelenggara Pariwisata (stakeholder) Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan penyelenggara pariwisata (stakeholder) adalah pemerintah, pihak swasta serta masyarakat. Ketiga pilar ini dianggap sangat penting keterlibatannya dalam suatu pembangunan, dalam hal ini pembangunan Pariwisata. Karena suatu pembangunan pariwisata tidak akan dapat terselenggara secara harmonis apabila tidak ada keterlibatan daring masingmasing stakeholder tersebut. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan sebaiknya mampu menjalankan kebijakan yang melibatkan masyarakat sebagai komponen penting dalam pembangunan. Seperti yang dikatakan oleh Pitana dalam jurnalnya berjudul ”Kebijakan dan Strategi Pemerintah Daerah Bali dalam Pembangunan Pariwisata”, bahwa terwujudnya kepemerintahan yang baik (good governance)
18
merupakan suatu keharusan sehingga manajemen pemerintahan dan pembangunan terselenggara secara berdaya guna dan berhasil guna. Dimana good governance ini
bercirikan
antara
lain
demokratis,
desentralistik,
transparan
serta
pemberdayaan masyarakat. Begitu juga pentingnya peranan pihak swasta dalam hal ini mereka yang terlibat langsung dalam kegiatan perindustrian pariwisata, seperti pemilik hotel, restauran serta bisnis pariwisata lainnya. Tanpa para pihak swasta penanam modal ini, kegiatan perindustrian pariwisata juga tidak akan dapat berjalan. Melihat begitu pentingnya keterlibatan ketiga pilar pembangunan pariwisata ini maka dipandang perlu dalam menentukan suatu strategi pembangunan melihat keterlibatan dari para stakeholder (pemerintah, pihak swasta serta masyarakat) tersebut.
2.3 Landasan Teori Ada beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis persamasalahan yang dirumuskan. 2.3.1 Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Setiap pembangunan dan pengembangan sebaiknya dilakukan secara berkelanjutan,
termasuk
dalam
pengembangan
pariwisata.
Pembangunan
berkelanjutan merupakan konsep alternatif yang mencakup usaha untuk mempertahankan integritas dan diversifikasi ekologis, memenuhi kebutuhan dasar manusia, terbukanya pilihan bagi generasi mendatang, pengurangan ketidakadilan dan peningkatan penentuan nasib sendiri bagi masyarakat setempat. Pendekatan
19
pembangunan yang berkelanjutan, bertujuan untuk menghentikan disintegrasi, mengupayakan dan menyediakan pilihan budaya sebanyak-banyaknya bagi generasi yang akan datang. Ini yang kemudian dikenal dengan istilah sustainable development. Sustainable development terdiri dari 3 (tiga) elemen sistem yang menyangkut; keberlanjutan ekologi, keberlanjutan sosial dan keberlanjutan ekonomi. Sustainable development ini sesuai dalam laporan World Commission on Environent and Development (WCED, 1987 : 67) yang menyebutkan bahwa: sustainable development is development that meets the needs of the present without compromising that ability of the future generations to meet their own needs”. Menurut Bendesa (2003), pembangunan pariwisata dalam hal ini dapat dilihat dari tiga dimensi, diantaranya lingkungan, ekonomi dan sosial. Ketiga dimensi tersebut harus mendapat perhatian yang serius dari berbagai komponen masyarakat. Dari sisi lingkungan yang mencakup lingkungan alam, lingkungan pertanian, satwa liar, lingkungan yang sengaja dibangun, serta sumber daya alam harus dapat dipertahankan dan dilestarikan keberadaanya, sehingga pariwisata yang tidak bisa terlepas dari lingkungan tersebut dapat dipertahankan kelanjutannya. Pitana
(2002:53)
menyatakan
berkelanjutan
dalam
pariwisata
berkelanjutan tidak cukup hanya berkelanjutan secara ekologis dan keberlanjutan pembangunan ekonomi, tetapi yang tidak kalah penting berkelanjutan
20
kebudayaan, karena kebudayaan merupakan salah satu “sumber daya” yang sangat penting dalam pembangunan kepariwisataan. Pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat dicapai kalau tingkat pemanfaatan berbagai sumber daya tidak melampaui kemampuan regenerasi sumber daya tersebut. Adapun prinsip-prinsip dari pembangunan pariwisata berkelanjutan adalah: 1) menjaga kualitas lingkungan, 2) memberikan keuntungan bagi masyarakat lokal dan wisatawan, 3) menjaga hubungan antara pariwisata dengan lingkungan, 4) menjaga keharmonisan antara masyarakat lokal, kebutuhan wisatawan dan lingkungan, 5) menciptakan kondisi yang dinamis yang disesuaikan dengan carrying capacity, dan 6) semua stakeholders harus bekerja sama didasari oleh misi yang sama untuk merealisasikan pembangunan berkelanjutan (Burn dan Holden, 1997). Penjabaran
prinsip
pembangunan
berkelanjutan
dalam
kegiatan
kepariwisataan di daerah Bali dijiwai oleh “Tri Hita Karana”. Tri Hita Karana merupakan filosofi ajaran agama Hindu yang bermakna Tiga Penyebab Kebahagiaan, yakni terciptanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan (parahyangan), antara sesama manusia (pawongan) dan antara manusia dengan lingkungan (palemahan).
2.3.2 Teori Perencanaan Perencanaan adalah suatu usaha untuk memikirkan masa depan (cita-cita) secara rasional dan sistematik dengan cara memanfaatkan sumber daya yang ada
21
serta memperhatikan kendala dan keterbatasan seefisien dan seefektif mungkin (Paturusi, 2008). Perencanaan pariwisata adalah suatu proses pembuatan keputusan yang berkaitan dengan masa depan suatu destinasi atau atraksi wisata. Ini merupakan suatu proses dinamis dalam penentuan tujuan, yang secara bersistem mempertimbangkan berbagai alternatif tindakan untuk mencapai tujuan serta implementasinya terhadap alternatif terpilih dan evaluasi. Proses perencanaan mempertimbangkan lingkungan (politik, fisik, sosial, dan ekonomi) sebagai suatu komponen yang saling terkait dan saling tergantung satu dengan yang lainnya (Paturusi, 2005: 26).
A. Persyaratan Serta Faktor-faktor yang Dimiliki Dalam Perencanaan Ada beberapa persyaratan serta faktor-faktor dalam perencanaan yang dijadikan
sebagai
dasar
pertimbangan
dalam
merencanakan
sesuatu.Syarat-syarat suatu perencanaan serta faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan (Paturusi, 2008): -
Logis: bisa dimengerti dan sesuai dengan kenyataan yang berlaku
-
Luwes: fleksibel dan tanggap mengikuti dinamika perkembangan
-
Obyektif: didasari tujuan dan sasaran yang dilandasi pertimbangan yang bersistem dan ilmiah
-
Realistis: dapat dilaksanakan, memiliki rentang rencana: jangka panjang, menengah dan pendek.
22
Dalam pengelolaan suatu kawasan wisata perlu adanya perencanaan yang tepat untuk dapat mencapai tujuan pengembangan yang telah ditetapkan sebelumnya. Ada beberapa pendekatan dalam sebuah perencanaan seperti yang dijabarkan oleh Inskeep (1991:29), diantaranya: 1. Pendekatan berkelanjutan dan fleksibel. Walaupun masih berdasarkan pada suatu kebijakan dan rencana, perencanaan pariwisata dilihat sebagai proses berlanjut dengan penyesuaian yang dibuat pada monitoring dan umpan balik, dalam kerangka memelihara sasaran hasil dan kebijakan dasar pengembangan pariwisata. 2. Pendekatan sistem. Pariwisata dipandang sebagai suatu sistem saling berhubungan dan direncanakan sedemikian rupa dengan memanfaatkan teknik analisis sistem. 3. Pendekatan Menyeluruh. Semua aspek pembangunan pariwisata mencakup unsur-unsur kelembagaan dan implikasi sosial ekonomi dan lingkungan yang dianalisis dan direncanakan dengan penuh pemahaman, itu adalah sebuah pendekatan holistik. 4. Pendekatan yang Terintegrasi. Suatu pendekatan yang dihubungkan dengan sistem dan pendekatan menyeluruh, pariwisata direncanakan dikembangkan sebagai suatu sistemterintegrasi dalam dirinya dan juga terintegrasi
dalam
keseluruhan
rencana
dan
total
pola
teladan
pengembangan area. 5. Pendekatan Pengembangan Berkelanjutan dan Lingkungan. Pariwisata direncanakan, dikembangkan, dan diatur yang merupakan sumber daya
23
budaya dan alami tidaklah dihabiskan atau diturunkan kualitasnya, tetapi merawat sumber daya secara permanen untuk penggunaan masa depan berkelanjutan. Analisis daya dukung adalah suatu teknik penting menggunakan pendekatan pengembangan berkelanjutan dan lingkungan. 6. Pendekatan Masyarakat. Adanya keterlibatan maksimum masyarakat lokal di dalam perencanaan dan proses pengambilan keputusan pariwisata serta keikutsertaan masyarakat maksimum dalam pengembangan manajemen pariwisata dan manfaat sosial ekonominya. 7. Pendekatan Pelaksanaan. Kebijakan pengembangan pariwisata, rencana, dan rekomendasi dirumuskan untuk dapat dilaksanakan dan realistis, serta teknik implementasi dipertimbangakan sepanjang seluruh kebijakan dan perumusan rencana dengan teknik implementasi, mencakup suatu pengembangan dan program tindakan atau strategi, secara rinci diadopsi dan diketahui. 8. Aplikasi Proses Perencanaan Sistematis. Proses perencanaan yang sistematis diterapkan dalam perencanaan pariwisata berdasar pada suatu urutan aktifitas logis. Pariwisata dikembangkan dan direncanakan sebagai suatu sistem yang terintegrasi kegiatannya mencerminkan karakter wilayah setempat, mengedepankan kelestarian wawasan budaya, tidak memastikan industri dan kegiatan lainnya dan bersifat saling melengkapi, menawarkan pengalaman yang berkualitas pada wisatawan, merupaka kegiatan usaha yang menguntungkan.
24
2.3.3 Teori Siklus Hidup Area Wisata Menurut Butler (1980) siklus hidup suatu area wisata (tourism area life cycle ) meliputi tahapan sebagai berikut: -
Exploration (eksplorasi/penemuan) yakni daerah tujuan wisata baru ditemukan baik itu oleh wisatawan petualang, atau oleh pihak swasta, pemerintah, yang dikunjungi secara terbatas. Pada tahap ini terjadi tingkat interaksi yang tinggi antara masyarakat dan wisatawan.
-
Involvement (keterlibatan) yaitu dengan meningkatnnya kunjungan maka akaan muncul tahap involvement yang nantinya diikuti dengan local control. Sebagian masyarakat lokal mulai menyediakan berbagai fasilitas yang memang diperuntukan untuk wisatawan. Kontak antara wisatawan dengan masyarakat lokal masih sangat tinggi. Disinilah suatu daerah menjadi destinasi wisata.
-
Development (pembangunan) yakni pada tahap ini dengan adanya local control menunjukkan adanya peningkatan jumlah kunjungan secara drastis, hingga terkandang melebihi jumlah penduduk. Investasi dari luar mulai masuk dan promosi semakin intensif. Fasilitas lokal sudah mulai digantikan dengan fasilitas standar internasional.
-
Consolidation (konsolidasi) yakni dalam tahap ini yang diikiti dengan intitusionalism menunjukkan bahwa pariwisata sudah dominan dalam struktur ekonomi daerah dan dominasi ekonomi in dipegang oleh jaringan internasional. Jumlah kunjungan wisatawan naik dari segi total number tapi pada tingkat yang lebih rendah.
25
-
Stagnation (stagnasi) pada tahap ini kapasitas berbagai faktor telah terlampaui sehingga menimbulkan masalah ekonomi, sosial dan lingkungan. Pasca stagnasi di bagi menjadi dua bagian yakni; decline (penurunan) dan rejuvenation (peremajaan) Gambaran siklus area wisata tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1;
Gambar 2.1 Siklus area wisata
Jika dilihat dari tahapan-tahapan siklus area wisata tersebut, dapat dikatakan bahwa area wisata di Desa Pancasari masih berada pada tahap involvement (keterlibatan). Ini dapat dilihat dari ciri-ciri yang ada pada tahapan tersebut dengan keadaan yang ada sekarang di area wisata Desa Pancasari. Untuk itu perlu dilakukannya tindakan lebih lanjut untuk membangun area wisata tersebut sesuai dengan konsep pembangunan KDTWK.
2.3.4 Teori Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Komunitas Korten (1987) menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya berbasis komunitas merupakan pendekatan dengan cirri-ciri sebagai berikut: prakarsa dan
26
proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara bertahap harus diletakkan pada masyarakat itu sendiri, fokus utamanya adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memobilisasi sumber-sumber daya yang dimiliki masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka, mentoleransi keanekaragaman lokal karena itu sifatnya amat fleksibal dalam menyesuaikan diri dengan kondisi lokal, dalam pelaksanaan pembangunan ditekankan pada social learning yang berinteraksi dalam komunitas mulai dari proses perencanaan sampai pada evaluasi proyek dengan mendasarkan diri pada saling belajar, proses pembentukan jaringan kerja (net working) antara birokrat lembaga swadaya masyarakat, satuan-satuan organisasi tradisional yang mandiri merupakan bagian integral dari pendekatan ini, baik untuk meningkatkan kemampuan mengindentifikasi dan mengelola berbagai sumber maupun menjaga keseimbangan antara struktur vertikal dan horizontal.
2.3.5 Teori Fungsionalisme Struktural Dalam
pengembangan suatu daerah tujuan wisata sangat diperlukan
adanya partisipasi masyarakat. Untuk itu teori fungsionalisme struktural digunakan
juga
dalam
penelitian
ini.
Prinsip-prinsip
pokok
struktur
fungsionalisme menurut Sanderson (2000 : 23) adalah sebagai berikut; 1) masyarakat merupakan suatu sistem yang kompleks yang terdiri dari bagianbagian yang saling berhubungan dan saling bergantung, dan setiap bagian tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap bagian-bagian lainnya; 2) setiap bagian dari sebuah masyarakat eksis karena bagian tersebut memiliki fungsi penting
27
dalam memelihara eksistensi dan stabilitas masyarakat secara keseluruhan; karena itu, eksistensi satu bagian tertentu dari masyarakat dapat diperankan apabila fungsinya bagi masyarakat sebagai keseluruhan dapat diidentifikasikan; 3) semua masyarakat mempunyai mekanisme untuk mengintegrasikan dirinya, yaitu mekanisme yang dapat merekatkannya menjadi satu, salah satu bagian penting dari mekanisme ini adalah komitmen para anggota masyarakat kepada serangkaian kepercayaan dan nilai yang sama; 4) masyarakat cenderung mengarah kepada suatu keadaan ekuilibrium atau komeostatis, dan gangguan pada salah satu bagiannya cenderung menimbulkan penyesuaian pada bagian lain agar tercapai stabilitas; 5) perubahan sosialmerupakan kejadian yang tidak biasa dalam masyarakat, tetapi bila itu terjadi, maka perubahan itu pada umumnya akan mebawa pada konsekuensi-konsekuensi yang menguntungkan masyarakat secara keseluruhan. Menurut Parsons dan para pengikutnya dalam Nasikun (2007: 13), teori fungsionalisme struktural dilandasi dengan sejumlah anggapan dasar, diantaranya: masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem daripada bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain. Dengan demikian hubungan pengaruh mempengaruhi diantara bagian-bagian tersebut adalah bersifat ganda dan timbal balik. Sekalipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapai dengan sempurna, namun secara fundamental sistem sosial selalu cenderung bergerak ke arah equilibrium yang bersifat dinamis. Objek analisis fungsional struktural meliputi: 1) peran sosial, 2) pola-pola institusionalisasi, 2) proses sosial, 4) organisasi sosial, dan pengendalian sosial.
28
Secara fungsional masyarakat adalah sebuah mekanisme, karena masyarakat menjaga hidupnya dan memenuhi tujuannya dengan menetapkan kembali keseimbangan alamiah tertentu. Sekalipun
disfungsi,
ketegangan-ketegangan,
dan
penyimpangan-
penyimpangan senantiasa terjadi juga, akan tetapi di dalam jangka yang panjang keadaan tersebut pada akhirnya akan teratasi
dengan
sendirinya
dengan
penyesuaian-penyesuaian dan proses institusionalisasi. Dengan perkataan lain, sekalipun integrasi sosial pada tingkatnya yang sempurna tidak akan pernah tercapai, akan tetapi pada setiap sistem sosial akan senantiasa berproses ke arah itu.
Perubahan-perubahan di dalam sistem sosial pada umumnya terjadi secara
gradual, melalui penyesuaian-penyesuaian dan tidak secara revolusioner. Perubahan-perubahan yang terjadi secara drastis pada umumnya hanya mengenai bentuk luarnya saja, sedangkan unsur-unsur sosial
budaya
yang
menjadi
bangunan dasarnya tidak seberapa mengalami perubahan. Pada dasarnya perubahan-perubahan sosial timbul atau terjadi melalui tiga macam kemungkinan, penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan oleh sistem sosial tersebut terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar (extra sysmetic change); pertumbuhan melalui proses diferensiasi struktural dan fungsional; serta penemuan-penemuan baru oleh anggota-anggota masyarakat. Faktor paling penting yang mempunyai daya mengintegrasikan suatu sistem sosial adalah konsensus diantara para anggota masyarakat mengenai nilainilai kemasyarakatan tertentu.
29
Menurut Craib (1986 : 33), pandangan Parson menetapkan empat persyaratan fungsional yaitu: 1. Setiap sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan. 2. Setiap sistem harus memiliki alat untuk memobilisasi sumber daya supaya dapat mencapai tujuan tujuan dan dengan demikian mencapai gratifikasi. 3. Setiap sistem harus mempertahankan kondisi internal dari bagian-bagian dan membangun cara-cara yang berpautan dengan deviansi atau harus mempertahankan kesatuannya. 4. Setiap sistem harus mempertahankan dirinya sedapat mungkin dalam keadaan yang seimbang. Teori fungsional struktural menjelaskan bahwa masyarakat terbentuk atas substruktur-substruktur yang mempunyai fungsi sendiri-sendiri, saling bergantung sehingga perubahan-perubahan yang terjadi dalam fungsi yang satu akan menyebabkan perubahan di fungsi yang lain. Teori ini juga mengatakan bahwa setiap substruktur yang telah mantap akan menjadi penopang aktivitas-aktivitas atau substruktur-substruktur lainnya dalam suatu sistem sosial. Kaitan teori tersebut dengan penelitian ini sehubungan dengan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan pariwisata di Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK). Seperti dijelaskan diatas bahwa masyarakat merupakan suatu sistem. Dimana masyarakat dalam suatu kelompok memiliki fungsi dan peranan sesuai dengan strukturnya.
Dalam
sebuah
pengelolaan pariwisata keterlibatan masyarakat sangat penting. Dimana keterlibatan dari mereka dimaksimalkan sesuai dengan fungsi dan perananya sejak
30
dari perencanaan. Sehingga dalam pengelolaan pariwisata suatu daerah dapat berjalan dengan baik.
2.4 Model Penelitian Sebuah model penelitian digambarkan sebagai peta berpikir dalam penelitian ini. Dimana kerangka berpikir ini dalam penelitian ini berangkat dari tujuan untuk merumuskan strategi pengelolaan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK), yang diawali dengan melihat keadaan perkembangan pariwisata di desa tersebut dengan segala permasalahannya. Ini dibandingkan dengan apa yang seharusnya dilakukan dalam mengembangkan Desa tersebut sesuai dengan ketetapan dari Pemerintah Propinsi Bali yakni menetapkan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus. Dari fenomena yang terjadi maka dirumuskan beberapa permasalahan antara lain; apa potensi yang dimiliki Desa Pancasari sebagai kawasan daya tarik wisata khusus, Bagaimana keterlibatan stakeholder dalam pengelolaan Desa Pancasari sebagai kawasan daya tarik wisata khusus, serta Bagaimana strategi pengelolaan pembangunan Desa Pancasari sebagai kawasan daya tarik wisata khusus. Permasalahan-permasalahan tersebut dikaji dengan menggunakan teoriteori serta konsep-konsep yang terkait dengan strategi pengelolaan suatu kawasan wisata. Adapun teori-teori yang digunakan adalah teori perencanaan, teori pengelolaan sumber daya berbasis komunitas serta teori fungsionalisme struktural serta beberapa konsep meliputi konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan, konsep pembangunan pariwisata berbasis kerakyatan (Community Based Tourism
31
Development), konsep perencanaan pariwisata, konsep strategi pengelolaan serta konsep pengembangan Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus. Permasalahan-permasalahan tersebut diatas kemudian dianalisis dengan menggunakan rancangan penelitian kualitatif dan teknik SWOT. Ini dilakukan dengan teknik pengumpulan data antara lain observasi, wawancara dan kepustakaan. Teknik SWOT yakni dengan mencari faktor-faktor kekuatan (strengths), kelemahan (weakness), peluang (opportunity) dan ancaman (threat) dari Desa Pancasari yang kemudian di analisis untuk menghasilkan strategi pengelolaan yang tepat untuk Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK) sebagai rekomendasi. Dapat dijabarkan seperti pada gambar bagan 2.2;
32
Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan di Kabupaten Buleleng
Potensi SDM, SDA, dan Budaya
Pengelolaan KDTWK Pancasari belum maksimal
Pengelolaan KDTWK Pancasari
Potensi Desa Pancasari
-
Strategi Pengelolaan
Keterlibatan stakeholder
KONSEP Pembangunan Pariwisata Berbasis Kerakyatan Perencanaan Pariwisata Strategi Pengelolaan KDTWK Penyelenggara pariwisata (stakeholder)
TEORI -
-
-
Teori Pengembanan Pariwisata Berkelanjutan Teori Perencanaan Teori Siklus hidup area wisata Teori Pengelolaan sumberdaya berbasis komunitas Teori fungsionalisme Struktural
Pendekatan Kualitatif
SWOT
Pengelolaan pembangunan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus Gambar 2.2 Model Penelitian
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini, digunakan metode penelitian kualitatif yaitu metode penelitian yang digunakan pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan informan sumber data dilakukan secara purposif dengan teknik pengumpulan data dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif dan
hasil
penelitian
kualitatif
lebih
menekankan
makna
daripada
generalisasi
(Sugiyono:2007, 15). Pendekatan ini digunakan untuk menjabarkan berbagai potensi wisata yang dimiliki oleh Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK), bagaimana keterlibatan stakeholder dalam pengelolaan Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK) tersebut serta strategi pengelolaan yang tepat untuk Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK). Analisis SWOT yakni Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang), dan Threats (ancaman) digunakan untuk mengindentifikasi berbagai faktor yang selanjutnya digunakan untuk merumuskan strategi-strategi pengelolaan.
3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Pancasari sebagai salah satu desa di Kabupaten Buleleng yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Daerah Tujuan Wisata Khusus (KDTWK) oleh Pemerintah Daerah Propinsi Bali.
33
34
Lokasi ini dipilih karena merupakan satu-satunya desa yang ada di Kabupaten Buleleng yang ditetapkan baru-baru ini sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK) oleh pemerintah daerah propinsi Bali. Dimana jika dilihat Desa ini telah berkembang sebagai daerah pariwisata jauh sebelum kebijakan tersebut diturunkan. Dengan berbagai fenomena yang terjadi di desa tersebut jika diselaraskan dengan kebijakan pemerintah ini maka dipandang perlu untuk melihat kembali berbagai potensi yang ada di desa tersebut sehingga dapat menentukan strategi pengelolaan yang tepat sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK). Disamping itu, melihat berbagai potensi yang dimiliki, Desa Pancasari memiliki peluang untuk menjadi daerah tujuan wisata dengan konsep berbeda dengan kawasan wisata lainnya. Adapun titik-titik lokasi dari penelitian ini lebih di fokuskan di beberapa dusun yang merupakan titik kawasan daya tarik. Ini berdasar pada teori dan konsep yang menyatakan bahwa sebuah perencanaan akan dapat diterapkan dengan maksimal pada komunitas terbatas atau ruang lingkup kecil (small scale). Berdasarkan inilah maka Dusun Dasong dan Dusun Buyan dipilih sebagai titik lokasi penelitian.
35
3.3 Pengambilan Informan Informan yang dgunakan dalam penelitian ini adalah informan yang sengaja dipilih yakni para stakeholder dan nara sumber yang betul-betul memahami situasi eksternal dan internal potensi daya tarik wisata di Desa Pancasari. Adapan para informan tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng
2.
Kepala Bidang Pengembangan Obyek Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng
3.
Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Bappeda Kabupaten Buleleng
4.
Kepala seksi Obyek dan Daya Tarik Wisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng
5.
Ketua PHRI Kabupaten Buleleng
6.
Kepala Desa Pancasari
7.
Kelian Adat Desa Pancasari
8.
Beberapa Tokoh Masyarakat
9.
Beberapa Pengelola Hotel (yang tingkat huniannya rata-rata bagus)
10.
Beberapa Pengelola Restauran
11.
Beberapa penyedia jasa; perjalanan, transportasi, pemandu wisata, dan lainnya
3.4 Jenis dan Sumber Data 3.4.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif:
36
1. Data Kualitatif Data yang tidak berbentuk angka dan tidak dapat dihitung, hanya berupa uraian dan informasi, dimana data-data tersebut dapat dijabarkan secara rinci dan jelas untuk menarik suatu simpulan. Seperti potensi wisata yang dimiliki oleh Desa Pancasari, kebijakan oleh pemerintah serta strategi pengelolaan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daerah Tujuan Wisata Khusus (KDTWK) serta keterlibatan stakeholder dalam mengelola kawasan tersebut. 2. Data Kuantitatif Data yang berbentuk angka dan dapat dihitung atau diolah dengan menggunakan teori matematik atau statistik untuk menarik suatu simpulan. Contohnya jumlah kunjungan wisatawan ke Desa Pancasari.
3.4.2 Sumber Data Adapun sumber data dari penelitian ini adalah: 1. Data Primer Data yang diperoleh dari sumber pertama atau secara langsung diperoleh pada tempat penelitian baik lisan maupun tertulis dari para sumber. Sebagai contoh hasil interview dari para nara sumber yang telah ditentukan sebelumnya. 2. Data Sekunder Data yang didapat tidak dari sumber pertama/primer melainkan dari sumber-sumber lain yang masih terkait dengan penelitian ini. Seperti misalnya kebijakan-kebijakan pemerintah atau dari buku-buku cetakan yang beredar di masyarakat luas, potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumber daya budaya dan sumberdaya buatan.
37
3.5 Instrumen Penelitian Adapun instrument penelitian yang akan digunakan dalam pencarian data adalah menggunakan lembar catatan hasil observasi dan daftar pertanyaan untuk wawancara. Lembar catatan observasi digunakan untuk mencatat hasil observasi yang secara langsung dilakukan di lokasi penelitian. Sedangkan daftar pertanyaan untuk wawancara akan dibuat sedemikian rupa yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan dalam rangka menjawab segala permasalah yang dibahas dalam penelitian ini.
3.6 Metode Pengumpulan Data Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan pada penelitian ini, ditunjuk beberapa informan yang terkait dengan penetapan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK) serta para stakeholder pariwisata di Kabupaten Buleleng yang terkait dengan pengelolaan Desa Pancasari sebagai KDTWK. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Teknik Observasi yaitu mengadakan pengamatan secara langsung ke lokasi penelitian untuk mengetahui beberapa hal tentang obyek yang diteliti. Terkait dengan penelitian ini, pengamatan diadakan langsung ke lokasi penelitian dan dilakukan kegiatan pencatatan berbagai jenis data di Desa Pancasari. Adapun hal-hal yang diobservasi yaitu segala potensi pariwisata termasuk potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya budaya dan sumberdaya buatan yang dimiliki oleh Desa Pancasari yang memiliki peluang untuk dikembangkan menjadi suatu daya tarik wisata.
38
2. Teknik wawancara yaitu dengan mengadakan wawancara secara langsung kepada para responden yang telah dipilih dengan menggunakan purposive sampling dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Terkait dengan rumusan masalah dalam penelitian ini, ditunjuk beberapa informan, yaitu para stakeholder terkait dengan pengelolaan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daerah Tujuan Wisata Khusus, antara lain; Bappeda Kabupaten Buleleng, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng, Pengusaha Hotel dan Restaurant di Desa Pancasari serta perangkat desa serta tokoh masyarakat setempat. 3. Teknik Kepustakaan yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan studi kepustakaan yang mengambil beberapa buku, arsip dan dokumendokumen yang terkait dan relevan dengan penelitian. Dalam penelitian ini ada beberapa dokumen yang diperlukan sebagai sumber data untuk memecahkan permasalahan yang telah dirumuskan, antara lain; Buku-buku yang terkait dengan konsep pengembangan suatu kawasan wisata, Peraturan Pemerintah Propinsi Bali mengenai Tata Ruang dan Wilayah Tahun 2009, Profil Desa Pancasari yang di publikasikan oleh kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng, Data-data obyek serta daya tarik dan atraksi wisata yang dibuplikasikan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng serta dokumen lainnya yang terkait dengan penelitian ini. 3.7 Metode dan Teknik analisis Data Seperti yang telah dijabarkan, bahwa penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif adalah proses mengatur, mengurutkan, mengelompokan,
39
memberi kode, mengkategorikan, mengartikan dan menginterpretasikan/menafsirkan data dan informasi kualitatif dan kuantitatif tanpa ada penghitungan. Analisis SWOT digunakan untuk merumuskan berbagai rekomendasi untuk menghasilkan strategi pengelolaan yang tepat untuk Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK). Teknik SWOT yakni dengan mencari faktor-faktor kekuatan (Strengths), kelemahan (Weakness), peluang (Opportunity) dan ancaman (Threat) dari Desa Pancasari yang kemudian di analisis sedemikian rupa yang hasilnya dijabarkan secara deskriptif yang selanjutnya digunakan untuk menentukan langkah-langkah serta strategi yang seharusnya dilakukan untuk membangun serta mengelola Desa Pancasari sebagai KDTWK. Kombinasi antara kekuatan dan kelemahan dengan peluang dan ancaman diperoleh suatu strategi-strategi untuk menentukan langkah-langkah yang dilakukan terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini. Deskripsi SWOT yang dimaksud ditunjukan dalam diagram tabel berikut:
40
Kekuatan/Strenght (S) SW
Faktor-faktor internal
Kelemahan?Weaknesses (W)
kekuatan Faktor-faktor kelemahan internal
OT Peluang/oppotunities (O) Faktor-faktor peluang eksternal
Strategi SO 1 Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Strategi WO 3 Ciptakan strategi yang menimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
Ancaman/threats (T) Faktor-factor ancaman eksternal
Strategi ST 2 Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Strategi WT 4 Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Keterangan: 1. Strategi SO, yaitu memanfaatkan seluruh kekuatan yang dimiliki serta peluang yang sebesar-besarnya. 2. Strategi ST, yaitu memanfaatkan segala kekuatan untuk mengatasi ancaman. 3. Strategi WO, yaitu meminimalkan kelemahan-kelemahan yang dimiliki kawasan tersebut untuk dapat memanfaatkanpeluang yang ada. 4. Strategi WT, yaitu meminimalkan kelemahan-kelemahan yang dimiliki kawasan tersebut serta menghindari segala ancaman.
41
3.8 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Penyajian dari hasil penelitian iini dilakukan secara informal yakni dalam bentuk deskriptif naratif dan formal yakni dalam bentuk tabel. Penyajian dalam bentuk deskriptif naratif untuk menjabarkan berbagai potensi yang dimiliki oleh daerah ini. Sedangkan bentuk formal untuk menyajikan strategi pengelolaan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK).
BAB IV GAMBARAN UMUM DESA PANCASARI
4.1
Sejarah Desa Pancasari Tahun 1992-1919. Terbentuknya Desa Pancasari bermula dari tahun 1992, dimana
atas ijin Punggawa Distrik Sukasada (I Gusti Bagus Cakra) maka berangkatlah empat kepala keluarga asal Banjar Padangbulia Desa Padangbuli, Kepelemahan Gitgit tepatnya sekarang Desa Pancasari yaitu: 1. I Gusti K etut Jon (Kepala Rombongan) 2. I Gusti Ketut Panji 3. I Gusti Kompyang Batan 4. I Gusti Ketut Las Tidak lama kemudian di susul oleh I Gusti Made Panglat (asal padangbulia), pan Nyoman Kasel, pan Nengah Triug, pan Wardi (asal dari Amlapura), dan juga dari rombongan Banjar Taman Desa Padangbulia yang dapat disebutkan yaitu: 1. Pan Tolok
8. Pan Mulandra
2. Pan Gede`Oka
9. Pan Gumiarsa
3. Pan Pundak
10. Pan Mastra
4. Pan Sariatning
11. Pan Ngari
5. Pan Gari
12. Pan jaya
6. Pan sendri
13. Pan kasni
7.
14. Pan Atag
Pan Nuragia
42
43
Sedangkan yang berasal dari Desa Pegayaman diantaranya: 1. Pak Dulah
3. Pak Nursela
2. Pak Rapei
4. Pak Juaeni
Oleh karena pada saat itu wilayah yang dihuni (Desa Pancasari sekarang) adalah merupakan bagian dari wilayah Desa Gitgit, maka wilyah tersebut dipimpin oleh seorang kelian banjar yaitu: I Gusti Ketut Jon. Dan orang tersebut diatas telah memiliki kekuatan fisik dan mental didalam seperti misalnya kondisi alam yang sangat dingin, sering banjir, gempa bumi dan juga binatang-binatang buas yang mengancam kehidupanya. Tahun 1919-1920.
Jabatan kelian banjar digantikan oleh I Gusti Made Endra,
saat mana menunjukan adanya perubahan perkembangan perekonomian rakyat khususnya dibidang pertanian, sehingga sudah tentu mengundang para pedagang untuk menjual dan membeli ataupun mengadakan tukar menukar atas barang yang dimiliki dan yang diperlukan masing-masing. Mulai saat itulah oleh para pedagang menyebut banjar sari dengan nama “Benyahe” hal ini disebabkan karena lintasan jalan yang dilalui sering becek atau berlumpur, jalan mana saat ini berada sekitar ± 300M sebelah utara kantor kepala desa. Oleh karena itulah lama kelamaan nama desanya menjadi Desa Benyah. Tahun 1920-1942. Jabatan kelian banjar dipegang oleh: I gusti Made Murka, beliau adalah pejuang kemerdekaan RI yang telah gugur melawan penjajah belanda bersama saudara kandungnya I Gusti Ketut Teja. Tahun 1942-1947. Jabatan kelian banjar dipegang oleh Pan N adi Rasma.Tahun 1947-1948. Jabatan kelian banjar dipegang oleh I Gusti Kompyang Singaraja, dan pada masa tersebut keadaan masyarakat tidak stabil sehingga banjar benyah dipegang oleh 2 pimpinan yaitu:
44
-
Bagian utara: dipegang oleh Pan Widia Merta selama 1,5 bulan yang diteruskan oleh Pan Nila selama 16 tahun
-
Bagian selatan: dipegang oleh Nengah Raja, yang kemudian dilanjutkan oleh Wayan Sukertha.
Melihat keadaan tersebut diatas tambahlah ide untuk memperjuangkan banjar benyah menjadi desa yang berdiri sendiri terlepas dari bangunan wilayah desa gitgit. Atas perjuangan I Gusti Nyoman Sadra dan Pan Nila Cs. Maka pada tahun 1945 banjar benyah diberikan ijin untuk berdiri sendiri dimana jabatan keliatan manca pada saat itu langsung dipegang oleh I Gusti Nyoman Sadra samapi tahun tahun 1957. Tahun 1957-1965. Jabatan keliatan manca dipegang oleh I Nyoman Kenyan. Tahun 1965-1972. Jabatan kelian manca dipegang oleh I Wayan Widia selama 1 tahun 6 bulan, dan selanjutnya istilah kemancaan diganti menjadi keperbekelan, dimana I Wayan Widia langsung dipilih sebagai perbekelnya. Pada tahun 1966 atas perjuangan I Wayan Widia sebagai perbekel, nama Desa Benyah diganti oleh pemerintah menjadi Desa Pancasari. Adanya ide mengenai nama Desa Benyah menjadi Desa Pancasari disebabkan karena masyarakat desa sering mengalami mala petaka seperti banjir, longsor, hujan, angin yang sangat dasyat, sehingga bnayak menimbulkan korban baik jiwa maupun harta benda. Di dalam kepanikan masyarakat saat itu, para penglisir desa mengadakan musyawarah, kepada desa kita selalu mengalami kehancuran dan oleh yang hadir saat itu mengusulkan utuk mengganti nama desa, diantaranya ada`yang mengusulkan untuk mengganti nama Desa Karmapala, Desa Darma Saba, Desa Darma Laksana, dan lain-lain, namun kesemuanya itu tidak dimufakati.
45
Akhirnya oleh Bapak Wayan Widia, nama Desa Benyah harus diganti dengan nama Desa Pancasari. Dengan suatu pertimbangan agar tiga banjaran yang ada pada saat itu yaitu: 1. Banjaran Wates 2. Banjaran Kelod 3. Banjaran Sari, ditambah lagi dengan dua banjaran sehingga menjadi lima banjar sari, antara lain: Banjar Sari Kelod, Banjar Sari Kangin, Banjar Sari Kauh, Banjar Kaja, Banjar Sari Tenggah. Adanya penambahan banjar tersebut untuk mewujudkan kelengkapan dari lima arah mata angin yang didalam ajaran agama hindu bertujuan untuk mencapai keseimbangan kehidupan antara buana alit dan buwana agung. Tahun 1972-1990. Jabatan perbekel masih dipegang oleh I Wayan Widia sampai dengan tahun 1997 dengan membawahi 2 kelian banjar dinas yaitu: 1. Banjar Peken,`sebagai kelian dinasnya adalah: I made Wila 2. Banjar Karma, sebagai kelian dinasnya adalah: I gusti Made Kendra Pada tahun 1976, istilah keperbekelan diganti dengan istilah kepala desa, sehinnga mulai tahun 1977 sampai dengan sekarang jabatan kepala desa di pegang oleh I Wayan Widia yang membawahi 2 kepala dusun yaitu: 1. Dusun Peken, di kepalai oleh I Gusti Made Kendra 2. Dusun Karma, di kepalai oleh I Nyoman Pasek Dusun Peken yang dikepalai oleh I Gusti Made Kendra, membawahi 5 banjar pelopor antara lain yaitu: a.
Banjar Pelopor Sari Tengah, dengan kelian pelopornya
46
b.
Banjar Pelopor Sari Kangin, dengan kelian pelopornya Made Sukarya
c.
Banjar Pelopor Sari Kelod, dengan kelian pelopornya Nyoman Sri Dana
d.
Banjar Pelopor Sari Kauh, dengan kelian pelopornya Nyoman Ratip.
e.
Banjar Pelopor Yoh Mas, dengan kelian pelopornya Nengah Neggra.2 Dusun karma, yang dikepalai oleh I Nyoman Pasek membawahi 3 banjar
pelopor antara lain: a.
Banjar Pelopor Giri Loka, dengan kelian pelopornya I Wayan Tanda
b.
Banjar Pelopor Juwuk Mas, dengan kelian pelopornya I N yoman Tenda
c.
Banjar Pelopor Sari Kaja, dengan kelian pelopornya I Wayan Rupa
4.2 Kondisi Alam Desa Pancasari Luas Desa Pancasari mencakup 1280 ha dengan batas wilayah sebelah utara adalah Desa Wanagiri, sebelah selatan Candi Kuning, serta sebelah barat dan timur berbatasan dengan Hutan Negara. Kondisi geografis Desa Pancasari dapat dilihat dalam rincian sebagai berikut: - Ketinggian tanah dari permukaan laut mencapai 1200 m - Tingginya curah hujan 354mm/tahun - Topografi merupakan dataran tinggi - Suhu rata-rata 25º C Terkait dengan penggunaan tanah di Desa Pancasari, ada beberapa rincian dari penggunaan tanah di desa tersebut seperti terlihat pada tabel 4.1
47
Tabel 4.1 Penggunaan Tanah di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada-Buleleng No 1 2 3 4 5
Jenis Penggunaan Tanah Luas (Ha) Tanah yang dikelola berupa Hutan 357,76 Tanah sawah dan lading 365,73 Tanah Perkebunan 19,30 Tanah untuk pemukiman/perumahan 24 Tanah untuk bangunan umum 11,24 Sumber: Profil Desa Pancasari Tahun 2010
Batas-batas wilayah dari Desa Pancasari dapat terlihat dalam peta lokasi pada gambar 4.1
Gambar 4.1 peta Lokasi Desa Pancasari
48
4.3 Penduduk dan Demografi Jumlah penduduk Desa Pancasari saat ini adalah 4.860 orang, dengan rincian sebagai berikut; jenis kelamin laki-laki dengan jumlah 2.400 orang, perempuan 2.460 orang, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.079 kepala keluarga. Jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianut seperti pada Tabel 4.2. Sedangkan jumlah penduduk menurut usia seperti terlihat pada Tabel 4.3 Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Desa Pancasari berdasarkan Agama/Kepercayaan yang Dianut No 1 2 3 4 5
Agama yang di anut Jumlah (orang) Hindu 4.518 Islam 309 Kristen 25 Khatolik 4 Budha 4 Jumlah Total 4.860 Sumber: Profil Desa Pancasari Tahun 2010
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Desa Pancasari menurut Usia dalam Kelompok Pendidikan Usia Jumlah (Orang) 04 – 06 tahun 442 07 – 12 tahun 528 13 – 15 tahun 1.014 16 – 18 tahun 1.630 19 – ke atas 1.204 Jumlah Total 4.818 Sumber: Profil Desa Pancasari Tahun 2010 Ditinjau dari segi tingkat pendidikan jumlah penduduk desa ini juga dikelompokan menjadi dua kelompok yakni kelompok penduduk dengan lulusan pendidikan umum dan kelompok penduduk dengan lulusan pendidikan khusus. Tabel 4.5. menunjukan rincian jumlah penduduk Desa Pancasari berdasarkan tingkat pendidikan.
49
Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Desa Pancasari Menurut Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) 1 Taman Kanak-kanak 307 2 Sekolah Dasar 879 3 SMP/SLTP 1.495 4 SMA/SLTA 1.186 5 Lulusan Madrasah 26 6 Akademi/D1 – D3 857 7 Sarjana (S1 – S3) 134 Jumlah Total 4.884 Sumber: Profil Desa Pancasari Tahun 2010 Sedangkan menurut jenis pekerjaan jumlah penduduk Desa Pancasari tercatat dengan rincian seperti pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Desa Pancasari Menurut Mata Pencaharian No Jenis Pekerjaan jumlah 1 Karyawan - Pegawai Negeri Sipil 128 - ABRI 7 - Swasta 920 2 Wiraswasta/pedagang 521 3 Petani 2360 4 Pertukangan 83 5 Buruh Tani 689 6 Pensiunan 3 7 Nelayan 32 8 Pemulung 1 9 Jasa 116 Jumlah Total 4.860 Sumber: Profil Desa Pancasari Tahun 2010 Desa Pancasari terdiri dari delapan (8) banjar, sebagai berikut: •
Banjar Sari Tegal yang terdiri dari satu dusun yakni Dusun Peken
•
Banjar Sari Kelod yang terdiri dari satu dusun yakni Dusun Buyan
•
Banjar Sari Kauh yang terdiri dari satu dusun yakni
50
•
Banjar Yeh Mas yang terdiri dari satu dusun yakni Dusun Dasong
•
Banjar Sari Kaja yang terdiri dari satu dusun yakni Dusun Karma
•
Banjar Giri Loka dan Guwuh Mas yang terdiri dari satu dusun yakni Dusun Halang Linggah
•
Banjar Sari Kangin yang terdiri dari dari satu dusun yakni Dusun Buyan
Desa Pancasari juga terdiri dari 5 Dusun yakni: - Dusun Karma, dikepalai oleh Kepala Dusun Nengah Berata Yasa - Dusun Peken, dikepalai oleh Kepala Dusun Gusti Made Arjana - Dusun Buyan, dikepalai oleh Gede Adi Putra - Dusun Dasong, dikepalai oleh Nyoman Naba - Dusun Halang Linggah, dikepalai oleh Putu Wardana Jumlah penduduk masing-masing dari dusun tersebut adalah sebagai berikut? - Dusun Dasong terdiri dari 222 kepala keluarga, dengan rincian laki-laki berjumlah 472 orang dan perempuan berjumlah 503 orang - Dusun Karma terdiri dari 197 kepala keluarga, dengan rincian laki-laki berjumlah 431 orang dan perempuan berjumlah 423 orang - Dusun Lalang Linggah terdiri dari 270 kepala keluarga, dengan rincian laki-laki berjumlah 609 orang dan perempuan 598 orang - Dusun Buyan terdiri dari 212 kepala keluarga, dengan rincian laki-laki berjumlah 484 orang dan perempuan berjumlah 493 orang - Dusun Peken terdiri dari 172 kepala keluarga, dengan rincian laki-laki berjumlah 393 orang dan perempuan berjumlah 423 orang.
51
4.4 Keadaan Ekonomi dan Sosial Budaya Desa Pancasari Mata pencaharian yang digeluti oleh penduduk setempat sebagian besar adalah sebagai petani yakni dengan jumlah hingga 2360 orang. Namun demikian ada bebearapa profesi lain yang dijadikan sebagai mata pencaharian oleh penduduk setempat yakni meliputi Pegawai swasta dengan jumlah 920 orang, Buruh Tani berjumlah 689 orang, Wiraswasta/Pedagang berjumlah 521 orang, Pegawai Negeri Sipil berjumlah 128 orang, Usaha Jasa berjumlah 116 orang, Pertukangan berjumlah 83 orang, Nelayan berjumlah 32 orang, ABRI berjumlah 7 orang, dan Pemulung 1 orang. Kehidupan sosial penduduk Desa Pancasari dapat digolongkan masih asli dengan kehidupan khas agrarisnya yang masih menggunakan konsep Tri Hita Karana sebagai konsep menjalankan kehidupan sosialnya. Konsep ini diterapkan mulai dari pola pemukiman penduduk setempat dimana perwujudannya dapat dilihat dari pengaturan ruang. Setiap pekarangan rumah dapat dipisahkan menjadi tiga bagian, yaitu parahyangan (hulu), pawongan (tengah) dan palemahan (hilir) yang bermakna wawasan lingkungan hidup. Konsep Parahyangan digunakan dalam membangun tempat suci atau pura keluarga. Letak Pura atau sanggah ini biasanya di arah timur laut. Arah ini diyakini memiliki arti letak yang bagus untuk menjaga hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Konsep Pawongan digunakan dalam menentukan letak tempat tinggal dimana aktivitas anggota keluarga berlangsung dimana letaknya adalah ditengah-tengah. Bentuk dan Lokasi bangunan diklasifikasikan berdasarkan fungsinya, yang terdiri dari
52
Bale Daja dan Dangin (bangunan di sebelah selatan dan timur). Bale Dauh (bangunan disebelah barat) dimanfaatkan untuk bangunan tempat berkumpulnya keluarga. Tempat ini biasanya terletak dekat dengan pintu masuk karena tempat ini juga sekaligus berfungsi sebagai daerah keamanan. Bale Delod (bangunan di sebelah utara) berfungsi sebagai tempat untuk melakukan upacara kehidupan duniawi. Konsep palemahan disediakan untuk menempatkan tumbuh-tumbuhan dan hewan sebagai manifestasi keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan. Demikian masyarakat Desa Pancasari menjaga keseimbangan hubungan dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan. 4.5 Sarana dan Prasarana Desa Pancasari Sarana dan prasarana pokok seperti listrik, air dan komunikasi sudah tersedia di Desa Pancasari. 1. Listrik Saat ini pemanfaatan listrik bersumber dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan daya 450-1.200 watt. Hampir semua rumah penduduk di Desa Pancasari sudah memanfaatkan listrik tersebut. 2.
Air Bersih Sarana air bersih sudah tersedia di Desa Pancasari yang diperoleh dari
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Buleleng. 3.
Sarana Komunikasi Sarana komunikasi di Desa Pancasari sudah dapat dikategorikan moderen.
Sebagian masyarakat dan kantor-kantor sudah menggunakan jasa telepon rumah dari telkom maupun layanan CDMA hingga telepon sellular.
53
4.6 Kondisi fisik Desa Pancasari Desa Pancasari merupakan desa yang terletak di dataran tinggi dengan ketinggian 1200 m dari permukaan laut. Luas Desa Pancasari mencakup 1.280 Ha. Dengan dibatasi oleh Desa Candi Kuning, sebelah utara Desa Wanagiri dan hutan negara pada batas barat dan timur. Terletak pada suhu udara rata-rata 25ºC dengan curah hujan 354 mm/tahun membuat daerah ini menjadi wilayah yang subur untuk perkebunan dan juga pertanian. Seperti perkebunan kopi serta hasil pertanian diantaranya sayur-sayuran; kol, kentang, sawi, tomat, wortel dan yang lainnya serta sedikit buah-buahan. Dari sekian luas area Desa Pancasari perincinan penggunahan lahannya dapat dirincikan seperti Tabel 4.7. Tabel 4.7 Rincian Penggunaan lahan Desa Pancasari No 1 2 3 4 5 6 7
4.7
Peruntukan Luas (Ha) Sawah dan Ladang 365,73 Hutan 357,76 Pekarangan 1930 Perkebunan rakyat 65,5 Bangunan umum 11,24 Pemukiman 24 Lain-lain 668,76 Jumlah Total 3422,99 Sumber: Profil Desa Pancasari 2010
Kondisi Kepariwisataan Desa Pancasari Melihat berbagai potensi alam yang dimiliki oleh Desa Pancasari seharusnya
perkembangan kepariwisataan di desa tersebut dapat berkembang dengan baik. Namun pada kenyataannya perkembangan kepariwisataan di Desa Pancasari dapat digolongkan masih belum optimal. Jika dilihat dari kondisi alamnya, Desa Pancasari memiliki daya
54
tarik yang luar biasa. Dimana seharusnya daya tarik tersebut dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke desa tersebut. Namun pada kenyataannya kondisi kepariwisataan di Desa Pancasari masih perlu diperhatikan. Belum terlalu banyak wisatawan terutama wisatawan asing yang berkunjung ke kawasan wisata ini. Ini dapat dilihat dari data kunjungan wisatawan yang datang ke kawasan wisata tersebut. Tabel 4.8 adalah data kunjungan wisatawan ke kawasan wisata danau Buyan pada Tahun 2010. Sedangkan asal wisatawan seperti terlihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.8 Jumlah Kunjungan Wisatawan yang datang ke Kawasan Wisata Pancasari Tahun 2010 Bulan Jumlah Kunjungan Wisatawan (orang) Jumlah Kemah Domestik Mancanegara (orang) Januari 65 340 0 405 Februari 60 25 0 85 Maret 110 475 1 586 April 37 126 35 198 Mei 90 181 7 278 Juni 320 259 17 596 Juli 340 277 43 660 Agustus 430 214 126 770 September 350 78 11 439 Oktober 320 300 29 649 November 80 61 32 173 Desember 450 344 4 798 Jumlah Total 5637 Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng
55
Tabel 4.9 Jumlah Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Nusantara yang Berkunjung ke Kawasan Wisata Pancasari berdasarkan Daerah Asal Tahun 2010 Asal Pengunjung
Jumlah (orang)
Australia Belanda Belgia Denmark Jerman Perancis Swiss Badung Buleleng Denpasar Gianyar Jakarta Negara Tabanan Jumlah Total
1 4 8 2 10 14 3 701 1277 3003 239 4 191 144 5601
Sumber: Dinas Kedbudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng
Adapun tujuan dari para pengunjung tersebut antara lain untuk berkemah, outbound, trekking, rekreasi, pertemuan, dokumentasi dan kegiatan wisata lainnya. Jika dilihat dari data kunjungan diatas, wisatawan yang berkunjung sebagian besar adalah wisatawan domestik. Ini menunjukkan bahwa kemungkinan produk wisata yang tersedia saat ini di Desa Pancasari belum terlalu menarik bagi wisatawan manca negara atau potensi yang ada belum dikemas secara optimal sehingga ketertarikan wisatawan akan daya tarik yang dimiliki Desa Pancasari masih kurang. Disamping itu sarana serta prasarana yang ada juga belum memadai. Mulai dari aksesibilitas yang masih perlu diperhatikan. Jalan-jalan menuju tempat wisata masih rusak. Ini juga mempengaruhi kondisi kepariwisatan Desa Pancasari saat ini. Terlebih lagi
56
fasilitas-fasilitas pendukung lainnya masih sangat minim. Sebagai contoh toilet yang tersedia di tempat-tempat wisata masih belum memenuhi kelayakan sebagai fasilitas pariwisata dan masih banyak lagi yang lainnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa kondisi kepariwisataan di Desa Pancasari masih perlu pengelolaan yang lebih optimal untuk meningkatkan kegiatan pariwisata yang ada di kawasan tersebut.
BAB V POTENSI WISATA DESA PANCASARI
Desa Pancasari memiliki berbagai potensi baik fisik maupun non fisik yang dapat dikembangkan ataupun dikelola menjadi suatu atraksi wisata. Secara fisik, Desa Pancasari memiliki potensi yang amat beragam dilihat dari luas daerah tersebut. Adapun potensipotensi yang dimiliki Desa Pancasari dapat diuraikan sebagai berikut:
5.1 Potensi Fisik Potensi fisik yang dimiliki Desa Pancasari terkait dengan keadaan alam Desa tersebut yang masih alami yang sebagian besar terdiri dari lahan pertanian, hutan dan danau. a.
Keindahan Danau Buyan Daya tarik yang paling menonjol dari Desa Pancasari adalah danau Buyan. Danau yang memiliki luas permukaan air sebesar 3,67 km2 dan kedalaman maksimal 69 meter dengan daerah tangkapan air sebesar 24,10 km2 memiliki daya tarik tersendiri dibandingkan dengan danau-danau yang lain. Memiliki luas yang sedemikian rupa membuat berbagai aktivitas dapat dilakukan di danau tersebut. Seperti misalnya memancing, kanoing, ataupun mengintari danau menggunakan perahu bebek. (seperti terlihat pada Gambar 5.1a dan 5.1b. Dikelilingi oleh hutan yang masih alami membuat danau ini memiliki panorama yang indah. Didukung lagi dengan adanya perkebunan buah dan sayuran milik masyarakat setempat seperti kebun kol, strawberry, dan yang lainnya. Pengunjung dapat menikmati langsung aktivitas para petani yang sedang berkebun.
57
58
Gambar 5.1a Panorama Danau Buyan Sumber : Hasil Observasi juli 2011
Gambar 5.1b Danau Buyan Sumber : Hasil Observasi juli 2011
Melihat gambar diatas, berbagai aktivitas pariwisata dapat dilakukan di danau tersebut seperti mancing dan juga mengendarai perahu bebek untuk melihat keindahan sekitar danau.
59
b.
Suasana Pedesaan Suasana pedesaan masih sangat terasa di Desa Pancasari ini. Bangunan-bangunan rumah penduduk yang masih bergaya lama dengan pekarangan yang luas disekitarnya masih bisa dilihat di desa ini. Masih jarang terlihat bangunan-bangunan besar bergaya modern terkecuali beberapa hotel dan pondok wisata yang letaknya sudah diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu pemandangan suasana pedesaan. Kesedian fasilitas umum seperti jalan raya serta fasilitas komersil publik lainnya juga terbatas. Fasilitas-fasilitas umum yang ada masih minim dan sangat sederhana. Terlebih lagi terlihat aktivitas penduduk setempat yang masih melakukan tradisi seperti ritual persembahyangan serta aktivitas kerja seperti bertani (bercocok tanam) ataupun menangkap ikan. Bangunan-bangunan seperti bale banjar serta pasar tradisional juga menambah suasana pedesaan di daerah ini. Bale-bale banjar yang dibuat dengan gaya tradisional sesuai dengan filosofi Hindu digunakan sebagai tempat berkumpulnya masyarakat desa apabila ada kegiatan desa sedang berlangsung. Begitu pula dengan pasar yang masih berjalan dengan sistem tradisional. Barang-barang yang dijual diletakkan sedemikian rupa dalam wadah yang terbuat dari bahan-bahan alami. Sistem penjualannya pun masih tradisional dimana para pembeli berhak menawar harga dari barang yang ditawarkan oleh penjual. Suasana pedesaan ini juga didukung dengan iklim dan cuaca yang sangat sejuk dengan udara yang masih segar. Lahan perkebunan, pertanian serta hutan yang masih terjaga alami (Gambar 5.2) menyebabkan suasana pedesaan di daerah ini masih sangat terasa.
60
Gambar 5.2 Suasana Desa Pancasari yang terlihat masih alami dengan kegiatan penduduknya yang lebih banyak bergerak dibidang pertanian. Sumber : Hasil Observasi juli 2011
c.
Pertanian dan Perkebunan Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya bahwa aktivitas penduduk setempat sebagian besar adalah bertani dan berkebun. Ini juga dapat dilihat dari catatan demografi Desa Pancasari. Beragam hasil perkebunan dihasilkan oleh masyarakat setempat meliputi sayuran dan buah-buahan. Seperti misalnya kubis mencakup 1,5 ha, kentang mencakup 1,5 ha, sawi mencakup 2 ha, tomat mencakup 4 ha, wortel mencakup 1,3 ha, buncis mencakup 1 ha, lombok mencapai 6 ha, mentimun mencapai 0,50 ha serta jenis sayuran lainnya hingga 3,0 ha. Buah-buahan, antara lain pisang sebanyak 0,60 ha, jeruk hingga 0,7 ha serta kopi yang mencakup hingga 7,4 ha. Dengan hasil pertanian serta perkebunan yang sedemikian rupa dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan. Seperti konsep pengembangan pariwisata di Buleleng yakni agro dan eko wisata, maka
61
aktivitas pertanian serta perkebunan ini merupakan salah satu andalan yang bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan. Dari potensi kegiatan pertanian dan perkebunan ini tentu dapat dikelola menjadi suatu produk wisata yang memungkinkan untuk dapat ditawarkan kepada wisatawan. Seperti misalnya ikut langsung dalam proses pemetikan atau pemupukan atau mungkin kegiatan bertani atau berkebun lainnya (gambar 5.3°, 53b dan 53c.) Seperti yang dilihat dalam pengamatan, sistem yang mereka gunakan dalam bertani masih tradisional dan sangat sederhana. Ini tentu dapat menjadi daya tarik tersendiri.
Gambar 5.3a pertanian penduduk setempat Sumber: Hasil observasi juli 2010
62
Gambar 5.3b daerah pertanian penduduk setempat Sumber: Hasil observasi juli 2010
Gambar 5.3c Tampak pada gambar kegiatan berkebun dan bertanipenduduk setempat Sumber : Hasil Observasi juli 2011
63
d.
Hutan Hutan yang mengelilingi Desa Pancasari tentu merupakan salah satu potensi dari desa tersebut. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 140/Kwl-5/1997 tanggal 22 Januari 1997, luas TWA danau Buyan-danau Tamblingan adalah 1.703 ha tentang penetapan sebagian kawasan Hutan Batukahu (RTK.4) yang terletak di Kabupaten Dati. II Tabanan dan Kabupaten Dati. II Buleleng Propinsi Dati. I Bali, yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuh-tumbuhan, jenis pohon, satwa alami, keanekaragaman hewan, yang diperuntukan bagi kepentingan peneliti, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budi daya, budaya, rekreasi, pariwisata, dan perkemahan atau camping, trekking. Berbagai macam aktivitas dapat dilakukan di kawasan hutan tersebut. Seperti yang dijabarkn diatas, untuk pendidikan, rekreasi dan yang paling sering dilakukan di kawasan hutan tersebut adalah perkemahan. Kawasan hutan Danau Buyan memiliki dua wilayah perkemahan yakni Buyan I dan Buyan II. Buyan I terletak di Dasong dan Buyan II terletak ±2.500 meter disebelah barat Buyan I. Dimana masing-masing wilayah tersebut memiliki pos penjagaan yang sekaligus pelayanan informasi serta petugas atau pemandu untuk masuk ke kawasan perkemahan.
Gambar 5.4 gambar suasana hutan di kawasan wisata danau buyan Sumber : Hasil Observasi juli 2011
64
Gambar 5.5 Salah satu kegiatan yang dilakukan di kawasan wisata danau buyan yaitu kemah Sumber : Hasil Observasi juli 2011
e.
Sarana dan Prasarana Meskipun belum maksimal, sarana dan prasarana yang dibutuhkan sebagai tempat tujuan wisata telah dimiliki oleh kawasan wisata danau Buyan. Seperti misalnya kesediaan toilet di setiap tempat wisata walaupun masih belum memadai (Gamba5.6.) Aksesibilitas, listrik, air bersih, sarana komunikasi, pedagang-pedagang hingga penginapan yang berkelas pun sudah tersedia di kawasan tersebut (Gambr 5.7 dan5.8.). Namun demikian untuk beberapa sarana dan prasarana masih perlu ditingkatkan kualitasnya.
65
Gambar 5.6 Salah satu sarana toilet di kawasan wisata danau buyan Sumber : Hasil Observasi juli 2011
Gambar 5.7 Tersedia prasarana air bersih dari PDAM Sumber : Hasil Observasi juli 2011
66
Gambar 5.8 Beberapa sarana hotel dan restauran tersedia di kawasan wisata danau buyan Sumber : Hasil Observasi juli 2011
5.2 Potensi Non-Fisik Potensi non fisik yang dimaksud adalah potensi yang tidak berupa bangunan fisik yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan wisatawan namun lebih menyagkut segala sesuatu yang berupa adat istiadat atau kebiasaan serta budaya penduduk setempat yang dapat menjadi suatu daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung. Adapun potensi non fisik yang dimiliki Desa Pancasari yang dapat menjadi sebuah daya tarik adalah meliputi sebagai berikut: a.
Prilaku Penduduk Setempat Penduduk Desa Pancasari adalah tergolong kelompok masyarakat yang masih menjalankan kegiatan sehari-harinya dengan cara yang masih sederhana yang sangat mencerminkan kehidupan pedesaan (gambar 5.9). Penduduk desa ini sangat ramah tidak hanya antara penduduk setempat tetapi juga dengan para pendatang. Kepolosan
67
senyum keramahan menyambut para pengunjung yang datang masih sangat terasa. Tidak hanya itu, mereka juga memiliki rasa membantu yang sangat besar. Jika ada pengunjung yang bertanya misalnya atau memerlukan bantuan untuk mengerjakan sesuatu, mereka dengan tulus mau mengulurkan tangan mereka untuk membantu. Lebih dari itu rasa kegotong-royongan yang dimiliki oleh penduduk setempat juga masih sangat terasa. Tidak hanya terjadi antara penduduk yang berasal dari satu dusun atau banjar tetapi rasa gotong royong mereka juga terjadi antar penduduk dusun atau banjar yang berbeda. Ini terjadi seperti misalnya saat ada pelaksanaan upacara-upacara adat atau keagamaan. Rasa gotong royong ini terjadi disamping karena memang karakter penduduk setempat seperti itu, rasa gotomg royong ini juga terjadi karena adanya hubungan kekerabatan antar penduduk setempat yang terjadi salah satunya melalui perkawinan.
Gambar 5.9 Peneliti bersamaPenduduk setempat yang sedang melakukan aktivitas Sumber : Hasil Observasi juli 2011
68
b.
Kesenian dan Ritual Upacara Adat/Keagamaan Kesenian merupakan unsur kedua sebagai potensi non fisik yang dapat menjadi daya tarik bagi para wisatawan. Penduduk Desa Pancasari masih menjaga nilai-nilai seni budaya seperti seni tari dan juga seni musik. Seni tari yang masih terpelihara di komunitas penduduk ini adalah Tari Rejang, Tari Pendet, Tari Topeng serta Calon Arang. Tarian-tarian tersebut biasanya ditarikan saat ada pelaksanaan upacara keagamaan di Pura-Pura. Kemudian seni musik yang dimaksud adalah seni musik tradisional Bali berupa gambelan. Seni gambelan tersebut terdiri dari beberapa sekeha gong dan sekeha angklung. Selain kesenian, ritual upacara adat atau keagamaan juga merupakan salah satu potensi non-fisik yang dapat menjadi daya tarik bagi para wisatawan. Penduduk Desa Pancasari sebagian besar adalah penganut Agama Hindu. Dimana adat istiadat yang telah diwariskan dari terdahulu masih ada seperti ritual upacara keagamaan yang masih sangat kental dijalankan dalam setiap aktivitas sosial serta
perekonomian
mereka
(Gambar
5.10).
Setiap
mengawali
aktivitas
perekonomiannya misalnya, penduduk Desa Pancasari selalu mengawalinya dengan pelaksanaan ritual keagamaan, seperti misalnya dalam bidang pertanian, peternakan, dalam membangun rumah dan sebagainya. Mereka memiliki keyakinan bahwa dengan melaksanakan ritual seperti itu maka segala kegiatan yang mereka laksanakan dapat berjalan dengan baik dan selamat.
69
Gambar 5.10 Salah satu kegiatan keagamaan Sumber : Hasil Observasi juli 2011
BAB VI KETERLIBATAN STAKEHOLDER DALAM PENGEOLAAN DESA PANCASARI SEBAGAIKAWASAN DAERAH TUJUAN WISATA KHUSUS Bab ini menjabarkan mengenai bagaimana keterlibatan masing_masing stakeholder; masyarakat setempat, pihak swasta dan pemerintah dalam pengelolaan Desa Pancasari sebagai kawasan daya tarik wisata khusus.
6.1
Keterlibatan Masyarakat Setempat Keterlibatan masyarakat secara umum dalam penyelenggaraan pariwisata di Desa ini
cukup memberikan andil dalam perkembangannya. Komponen masyarakat yang terlibat dalam penyelenggaraan pariwisata di desa ini meliputi para tokoh masyarakat yang dipimpin oleh kelian desa adat dan kelian desa dinas (kepala desa). Seperti yamg dikutip dari wawancara dengan bendesa setempat bahwa mereka telah merintis kembali kawasan tersebut; ”Kami sudah membentuk suatu tim kenten yang beranggotakan masyrakat setempat yang diambil dari seluruh banjar. Dimana mreka bertugas mulai dari pendataan, penataan hingga pengelolaan.” Masing-masing dari organisasi ini memiliki peranan yang berbedabeda sesuai dengan fungsi mereka masing-masing. Kelompok-kelompok pengelola aktivitas masyarakat seperti petani serta nelayan yang merupakan kegiatan utama dari masyarakat setempat juga ada dalam wadah organisasi yakni kelompok tani dan nelayan. Dimana dalam kegiatannya masing-masing kelompok tersebut berada dibawah pengawasan Kepala Desa. Untuk kelompok nelayan, mereka memiliki kegiatan yang terkait dengan atraksi wisata yakni memancing dan melihat pemandangan sekitar danau dengan perahu bebek. Untuk kegiatan memancing diselenggarakan oleh dua pihak yakni pihak swasta dan pihak
70
71
desa. Mereka memiliki sistem pengelolaan yang diatur oleh pihak desa. Untuk kegiatan yang dimiliki desa, sepenuhnya pemasukan yang diterima diserahkan ke desa. Namun untuk kegiatan mancing yang dikelola oleh perorangan/swasta dikenai iuran yang telah ditetapkan yakni Rp.2000 untuk setiap pancing yang disewakan. Berdasarkan atas wawancara terhadap salah satu penanggung jawab kegiatan pancing di kawasan danau tersebut, belum adanya kejelasan peran dari masing-masing pengemban tugas, seperti misalnya peran desa adat dalam mengelola atau memantau perkembangan pariwisata yang ada. Seperti yang dikatakan salah satu pengelola; “niki tiang yang bertanggung jawab, tiap minggu tiang bayar ke desa.” Setelah ditanya apa ada pengecekan langsung dari desa, mereka jawab: “ten ade, tiang ane langsung mayah ke desa”. Ini senada dengan apa yang dikatakan oleh penanggung jawab untuk kegiatan mancing yang dikelola oleh pihak swasta, “untuk satu pancing ini dikenakan biaya Rp. 2000 ke desa”. Mengenai pengecekan dari desa; “jarang pengawas dari desa kesini. Saya saja yg biasa langsung nyetor ke sana.” Dari penjelasan mereka dapat disimpilkan bahwa mereka memiliki misi untuk terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata di kawasan tersebut. Seperti contoh dalam salah satu kegiatan wisata yakni memancing. Namun demikian dalam pelaksanaannya belum dapat berjalan maksimal. ini disebabkan oleh adanya peraturan-peraturan serta kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah terkait dengan pengembangan pariwisata di desa tersebut. Sehubungan dengan ditetapkannya Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus juga menimbulkan permasalahan di kalangan kelompok masyarakat tersebut. Seperti apa yang didapatkan melalui wawancara bahwa mereka tidak mengetahui secara pasti mengenai penetapan tersebut. Seperti yang dikatakan oleh salah satu tokoh masyarakat yang
72
juga aktif dalam penataan kawasan tersebut: “ohh ditetapkan sebagai itu. KDTWK? Kami belum tahu soal itu.” Ini tentu akan menjadi suatu permasalahan. Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK) adalah kawasan strategis pariwsata yang berada dalam geografis satu atau lebih wilayah administrasi desa/kelurahan yang didalamnya terdapat potensi daya tarik wisata, aksesibilitas yang tinggi, ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas pariwisata secara terbatas serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang saling mendukung dalam perwujudan kepariwisataan, namun pengembangannya sangat dibatasi untuk lebih diarahkan kepada upaya pelestarian budaya dan lingkungan hidup. Dilihat dari definisi ini tentu keterlibatan masyarakat memegang peran yang penting. Konsep pengembangan pariwisata yang terbatas dengan tujuan pelestarian ini terkait dengan konsep pengembangan pariwisata yang berkelanjutan. Dimana disebutkan dalam konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan bahwa dalam mengembangkan pariwisata harus memperhatikan keberlanjutan tiga dimensi yakni lingkungan, ekonomi dan sosial. konsep ini tentunya sejalan dengan arti dari kawasan daerah tujuan wisata khusus. Sebuah konsep pengembangan yang lebih mementingkan kelestarian lingkungan, sosial dan budayanya. Konsep pengembangan seperti ini memerlukan keterlibatan masyarakat secara maksimal sebagai komponen yang termasuk sebagai yang dikembangkan sekaligus sebagai pelaksana dari pengembangan itu sendiri. Jika demikian maka hasil wawancara yang didapat yakni kurang tahunya masyarakat setempat tentang kebijakan pemerintah mengenai konsep pengelolaan pariwisata di Desa Pancasari ini akan merupakan sebuah kendala dalam menyelenggarakan pengelolaan pariwisata tersebut. Keterlibatan masyarakat mutlak dibutuhkan agar dapat terselenggaranya segala rencana pengelolaan pariwisata yang dicanangkan pemerintah. terlebih lagi dengan
73
konsep pengembangan kawasan daerah tujuan khusus. Untuk itu perlu adanya upaya yang dilakukan agar dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan wisata tersebut. Masyarakat merupakan suatu sistem dimana bagian-bagian dari sistem tersebut dapat saling mempengaruhi. Seperti yang dijabarkan dalam teori fungsionalisme struktural yang menyatakan bahwa masyarakat haruslah dipandang sebagai suatu sistem daripada bagianbagian yang saling berhubungan satu sama lain. Dimana hubungan pengaruh mempengaruhi diantara bagian-bagian tersebut adalah bersifat ganda dan timbal balik. Teori inilah yang dipandang perlu untuk diterapkan dalam permasalahan keterlibatan masyarakat dalam pengembangan serta pengelolaan pariwisata di Desa Pancasari. Permasalahan terkait dengan keterlibatan masyarakat Desa Pancasari dalam pengelolaan desa tersebut sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus juga dapat dikaitkan pengkajiannya dengan teori pengelolaan sumber daya berbasis komunitas. Teori tersebut menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya berbasis komunitas merupakan pendekatan dengan ciri-ciri; bahwa prakarsa dan proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara bertahap harus diletakkan pada masyarakat itu sendiri, fokus utamanya adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memobilisasi sumber-sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan mereka serta dalam pelaksanaan pembangunan ditekankan pada social learning yang berinteraksi dalam komunitas mulai dari proses perencanaan sampai pada evaluasi proyek dengan mendasarkan diri pada saling belajar. Dalam teori tersebut dikatakan pula bahwa proses pembentukan jaringan kerja antara birokrat, lembaga swadaya masyarakat serta satuan-satuan organisasi tradisional yang mandiri merupakan bagian integral dari pendekatan ini.
74
Teori-teori tersebut sangat tepat diaplikasikan dalam permasalahan yang dihadapi oleh Desa Pancasari. Seperti yang dijabarkan sebelumnya bahwa keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus masih sangat minim. Terbukti dari interview yang dilakukan oleh tokoh masyarakat bahwa mereka sama sekali belum mengetahui masalah kebijakan pemerintah yang telah menetapkan Desa Pancasari sebagai KDTWK. Jika disesuaikan dengan konsep-konsep serta teori-teori yang ada, keterlibatan masyarakat mulai sejak perencanaan sangat diperlukan. Dimana masyarakat merupakan salah satu komponen penting yang sangat berpengaruh dalam kesuksesan pengembangan atau pengelolaan suatu daerah. Dalam kasus yang dihadapi oleh Desa Pancasari, sebaiknya sosialisasi mengenai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah itu diberikan kepada masyarakat setempat sehingga mereka tahu dan mengerti apa yang akan dilakukan terkait dengan kebijakan tersebut. Dengan diberikannya sosialisasi tersebut maka diharapkan terjadi pemahaman oleh masyarakat yang berakibat pada pengambilan tindakan yang tepat. Masyarakat sebaiknya dilibatkan mulai sejak perencanaan pengelolaan yang akan dilakukan pemerintah terkait dengan kebijakan yang telah dibuat. Dengan demikian diharapkan terjadi pengertian antara masyarakat dan pemerintah dengan segala kebijakannya sehingga pengelolaan yang dilakukan dapat berjalan dengan maksimal.
75
6.2
Keterlibatan Pihak Swasta Keterlibatan pihak swasta dalam penyelenggaraan suatu kegiatan pariwisata juga
sangat diperlukan. Mengingat keterlibatan pihak swasta / para investor sangat penting dalam kesuksesan kegiatan pariwisata tersebut. Seperti bisa dilihat di beberapa kawasan wisata dimana sebagian besar fasilitas yang dibutuhkan untuk kegiatan pariwisata disediakan oleh para investor (pihak swasta). Terkait dengan permasalahan yang ada di Desa Pancasari, keterlibatan pihak swasta dalam pengelolaan Desa Pancasari sebagai KDTWK juga masih minim. Ini terindikasi dari ketidak tahuan mereka mengenai kebijakan pemerintah yang menetapkan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus. Para penyedia jasa oleh pihak swasta seperti jasa akomodasi dan restauran turut dalam wadah organisasi yakni PHRI Kabupaten Buleleng. Dimana dalam kegiatan PHRI, perkumpulan hotel dan restauran yang ada diwakili oleh satu pengelola hotel yang telah disepakati. Seperti hasil wawancara dengan beberapa pengelola hotel dan restauran di kawasan tersebut, mereka telah ikut dalam organisasi PHRI, namun demikian upaya- upaya peningkatan tingkat hunian di kawasan tersebut masih perlu dimaksimalkan; “kami ikut dalam PHRI tapi ga pernahlangsung hadir kalau ada pertemuan-pertemuan itu. Biasanya diwakili sama ketua perkumpulan hotel disini dan dia lebih sering ada di Denpasar.” Ini terlihat dari tingkat hunian yang tercatat masih minim dan masih di dominasi oleh wisatawan nusantara. Tercatat ada beberapa hotel melati dan pondok wisata yang tersedia di Desa Pancasari. Dalam pengamatan fasilitas yang disediakan cukup memadai memenuhi kebutuhan wisatawan. Namun demikian dalam operasionalnya, penyedia jasa tersebut masih menemukan kendala-kendala.
76
Berdasarkan interview serta observasi yang dilakukan. kendala yang dihadapi itu dari luar maupun dari dalam sendiri. Seperti kendala yang dihadapi dari dalam terkait dengan operasionalnya. Ini mencakup peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh pihak desa. Sebagai contoh mengenai perekrutan pegawai yang sebagian besar harus dari penduduk setempat. Jika menggunakan pegawai dari luar Desa Pancasari maka pegawai tersebut akan terkena iuran desa mingguan dan bulanan dengan wajib lapor. Ini tentu mempengaruhi produktivitas dari perusahaan tersebut. Karena sumber daya manusia yang dipekerjakan bisa jadi tidak sesuai dengan kebutuhan. Namun karena aturan yang ditetapkan desa sedemikian rupa maka harus diikuti, “Ini salah satu kendala dari dalam terkait dengan operasional hotel kami. Kami terikat aturan desa mengenai perekrutan pegawai.” Dan masih banyak lagi permasalahan yang lainnya. Keluhan-keluhan seperti itu pun belum dapat ditangani hingga sekarang. Dilihat dari peran serta mereka dalam pengembangan pariwisata di Desa Pancasari dapat dikatakan bahwa para pihak swasta mendukung dengan apa yang bisa mereka lakukan dan itu cenderung terkait dengan penyelenggaraan operasional hotel. Sedangkan seperti dijabarkan tadi bahwa keterlibatan mereka dalam pengelolaan Desa Pancasari sebagai KDTWK secara langsung belum ada mengingat kebijakan yang dibuat oleh pemerintah belum tersosialisasi dengan baik. Seperti yang dikatakan oleh salah satu manager hotel disana,”Kami tak tahu tentang KDTWK tapi kalo medengar penjelasan dari mbak tadi mengenai KDTWK kami secara tidak langsung sudah melakukan beberapa kegiatan terkait kenservasi lingkungan.” Ini menunjukkan bahwa perlu diadakannya upaya-upaya untuk lebih melibatkan pihak swasta dalam pengelolaan suatu kawasan agar dapat terwujud tujuan yang diinginkan dari sebuah pengelolaan kawasan.
77
Melihat keadaan seperti ini, pihak swasta sebagai salah satu stakeholder dalam penyelenggaraan pariwisata seharusnya dilibatkan secara maksimal dalam penyelenggaraan kebijakan pariwisata di suatu kawasan wisata dalam hal ini Desa Pancasari. Sehubungan dengan kebijakan pemerintah mengenai penetapan Desa Pancasari sebagai KDTWK sangat perlu disosialisasikan sehingga dapat memberikan pengertian kepada pihak swasta yang nantinya berakibat pada pengambilan kebijakan yang tepat terkait pengelolaan pariwisata di desa tersebut.
6.3
Keterlibatan Pemerintah Pemerintah sebagai penyelenggara pariwisata adalah terlibat penuh dalam
pengambilan kebijakan. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan penuh memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan suatu kegiatan di suatu daerah. Untuk itu pemerintah dalam membuat suatu kebijakan sebaiknya mampu menjalankan kebijakan tersebut yang melibatkan masyarakat sebagai komponen utama dalam suatu pembangunan. Dalam pembangunan ataupun pengelolaan suatu daerah dibutuhkan adanya keterlibatan antar komponen yang memiliki peran dalam pembangunan atau pengelolan tersebut. Seperti juga dalam pengelolan pariwisata suatu kawasan wisata. Dimana dalam pengelolaanny dibutuhkan adanya keterlibatan pemerintah, masyarakat dan pihak swasta. Para stakeholders; pemerintah, masyarakat dan pihak swasta, memiliki peran yang samasama penting dan saling ketergantungan. Untuk itu keterlibatan ketiga stakeholders tersebut sangat diperlukan dalam pengelolaan suatu kawasan wisata. Sesuai dengan permasalahan yang terjadi di Desa Pancasari, bahwa pemerintah Propinsi Bali telah menetapkan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus.
78
Sebagai kelanjutannya adalah seharusnya pemerintah Kabupaten Buleleng sebagai pemegang autorisasi untuk Desa Pancasari, membuat rancangan tata ruang kembali berdasarkan dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Propinsi Bali. Tetapi pada kenyataannya pemerintah Kabupaten Buleleng belum merancang hal tersebut. Namun demikian, menurut Bappeda Kabupaten Buleleng, untuk penetapan kawasan-kawasan strategis, seperti kawasan pariwisata, mengikuti kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Propinsi Bali. Berbeda dengan konsep pengembangan pariwisata yang berkelanjutan serta pengembangan pariwisata berbasis masyarakat yang menyatakan bahwa keterlibatan masyarakat dalam pengembangan ataupun pengelolaan suatu kawasan wisata sangat diperlukan bahkan sejak perencanaan, sosialisasi mengenai kebijakan yang telah dibuat tersebut kepada masyarakat belum ada. Masyarakat sebagai komponen penting dalam pengelolaan suatu kawasan wisata tentu sangat penting untuk dilibatkan. Pemerintah seyogyanya mendiskusikan dengan para tokoh masyarakat serta pihak swasta yang terlibat dalam kegiatan pariwisata sebelum mengambil kebijakan tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng, bahwa Desa Pancasari memiliki potensi wisata yang unik, berbeda dengan kawasan wisata lainnya yang ada di Kabupaten Buleleng. Namun demikian masih diperlukan adanya upaya-upaya yang lebih intensif mulai dari keterlibatan masyarakat setempat serta pihak swasta dalam pengelolaan pariwisata di kawasan tersebut. Ini tentu harus dilakukan secara bersama-sama sehingga dapat menampung serta merealisasikan segala tujuan dari para stakeholder dalam rangka peningkatan kegiatan pariwisata di kawasan wisata danau buyan. Pemerintah sebagai penyelenggara serta pembina masyarakat memiliki wewenang untuk mengatur sesuai dengan kebutuhan masyarakat karena tujuan pembangunan adalah
79
untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Seperti yang terjadi dilapangan, masyarakat setempat serta pihak swasta yang terlibat dalam kegiatan kepariwisataaan di desa tersebut belum mengetahui pasti mengenai kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Ini menjukkan bahwa pemerintah belum menggunakan perannya secara maksimal dalam pengelolaan Desa Pancasari sebagai kawasan daerah tujuan wisata khusus. Sedangkan tentu saja program yang telah ditetapkan tidak akan dapat berjalan lancar dan optimal apabila tidak ada keterlibatan masyarakat ataupun pihak swasta sebagai pengemban tanggung jawab (stakeholders). Jadi, jika dibandingkan antara keadaan yang terjadi saat ini di Desa Pancasari terkait dengan permasalahan mengenai pengelolaan desa tersebut sebagai KDTWK dengan kosep pengembangan serta teori-teori terkait yang ada, keterlibatan pemerintah sebagai penyelenggara pariwisata masih belum optimal. Yang tentu saja hal ini berdampak pada hasil yang belum maksimal.
BAB VII STRATEGI PENGELOLAAN PEMBANGUNAN DESA PANCASARI SEBAGAI KAWASAN DAERAH TUJUAN WISATA KHUSUS
Dalam penentuan strategi pengelolaan pembangunan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK), terlebih dulu diidentifikasi berbagai kekuatan, kelemahan dan peluang yang dimiliki, serta ancaman yang mungkin terjadi dalam penjabaran SWOT sederhana. Berdasarkan hasil dari identifikasi itulah maka ditentukan strategi pengelolaan pembangunan yang tepat untuk Desa Pancasari sebagai KDTWK. Berdasarkan pengamatan langsung serta wawancara yang dilakukan, maka didapatkan potensi-potensi yang menjadi kekuatan dari desa tersebut, hal-hal yang menjadi kelemahan, peluang-peluang yang dimiliki serta ancaman yang mungkin dihadapi dalam pengelolaan pembangunan desa tersebut sebagai KDTWK.
7.1 Potensi-potensi yang Menjadi Kekuatan yang Dimiliki oleh Desa Pancasari Seperti yang telah dijabarkan dalam pembahasan sebelumnya bahwa Desa Pancasari memiliki berbagai potensi yang dapat menjadi kekuatan dari desa tersebut. Dilihat dari kondisi fisik, Desa Pancasari memiliki potensi alam yang sangat bagus untuk dijadikan sebagai daya tarik wisata. Potensi alam yang paling menonjol adalah danauny. Panorama danau Buyan sangatlah indah. Danau tersebut memiliki luas permukaan air sebesar 3,67 km2 yang dikelilingi oleh hutan dengan beraneka ragam pohon. Berbagai macam aktivitas dapat dilakukan di danau tersebut, seperti memancing, keliling dengan perahu bebek atau pun hanya sekedar duduk menikmati udara yang segar dipinggir danau. Di daerah sekitar danau Buyan yang dimasuki melaui desa Dasong juga dapat di gunakan sebagai tempat berkemah.
80
81
Dimana area yang disediakan untuk berkemah itu sangat luas. Daya tarik wisata lainnya yang bisa dinikmati di Desa Pancasari adalah suasana pedesaan yang masih sangat terasa. Alam Desa Pancasari masih sangat alami. Bercocok tanam, bertani dan juga nelayan masih menjadi kegiatan sehari-hari sebagai sumber mata pencaharian desa setempat. Keadaan alam dengan cuaca dan iklim sedemikian rupa membuat kegiatan pertanian serta perkebunan tersebut sangat cocok dilakukan di daerah ini. Daya tarik lainnya yang dapat dinikmati di desa ini adalah hutannya. Hutan yang masih alami dengan berbagai jenis tanaman langka yang ada di dalamnya dapat menjadi tempat untuk berekreasi, perkemahan hingga wisata pendidikan. Selain memiliki daya tarik alam yang luar biasa, Desa Pancasai juga memiliki beberapa kelibahan yang menjadi kekuatan dari kawasan wisata tersebut. Sarana dan prasarana pariwisata yang ada di kawasan tersebut juga sudah mendukung, seperti misalnya sarana akomodasi. Akomodasi dari yang berklasifikasi bintang hingga pondok wisata tersedia di Desa Pancasari. Fasilitas-fasilitas yang tersedia di hotel tersebut juga sudah memenuhi kebutuhan dari wisatawan. Selain akomodasi, fasilitas restoran juga tersedia di kawasan wisata pancasari. Disamping itu sarana prasarana seperti air, listrik dan telekomunikasi juga sudah tersedia. Aksesibilitas menuju kawasan tersebut juga mudah, baik dari arah utara maupun dari arah selatan. Kendaraan umum yang bertujuan ke kawasan wisata inipun sudah banyak. Jadi wisatawan yang ingin berkunjung ke kawasan wisata ini tidak akan kesulitan untuk sampai disana. Disamping potensi fisik, potensi non fisik yang dimiliki Desa Pancasari juga menjadi kekuatan dari kawasan wisata tersebut. Prilaku penduduk setempat yang merupakan ciri prilaku masyarakat pedesaan yakni ramah dan masih menjadikan bertani sebagai mata pencaharian mereka. Kepercayaan-kepercayaan mengenai filosofi hindu masih sangat kental.
82
Hal ini dapat dilihat dari kehidupan mereka sehari-hari, seperti misalnya cara mereka merancang tata ruang dan letak dari rumah mereka. Kesenian-kesenian yang sarat nilai budaya juga masih dijalankan oleh penduduk setempat, contohnya tari-tarian. Kegiatan ritual keagamaan yang terkait dengan kehidupan mereka juga masih dilaksanakan, seperti misalnya upacara untuk kesuburan pertanian mereka dan lainnya. Kekuatan yang dimiliki oleh Desa Pancasari tersebut dapat dijabarkan secara sederhana sebagai berikut: a.
Merupakan salah satu kawasan lindung
b.
Memiliki letak yang strategis yaitu merupakan penghubung antara DenpasarSingaraja
c.
Tersedianya fasilitas umum
d.
Memiliki fasilitas pariwisata yang memadai
e.
Aktivitas sosial masyarakat yang sarat akan budaya keterkaitannya dengan perwujudan kepariwisataan
7.2
Faktor-faktor yang Menjadi Kelemahan Desa Pancasari Walaupun memiliki potensi-potensi yang menjadi kekuatan, Desa Pancasari juga
memiliki beberapa permasalahan yang menjadi kelemahan dari desa tersebut. Seperti dikatakan tadi bahwa Desa Pancasari memiliki kondisi alam yang masih alami yang menjadi daya tarik, seperti danaunya, hutan dan lingkungannya. Namun demikian penataan dari kawasan tersebut masih kurang. Dapat dilihat dari fasilitas-fasilitas yang tersedia di kawasan tersebut, seperti misalnya sarana toilet yang secara kasat mata sangat tidak memenuhi syarat. Tempat sampah yang tersedia juga masih sangat minim sehingga kebersihan di kawasan
83
tersebut belum bisa ditangani dengan baik. Jalan menuju tempat wisata pun masih perlu perbaikan, seperti jalan menuju danau daerah perkemahan. Jalan menuju area itu sangat rusak bahkan saat musim hujan akan lebih susah untuk dilalui. Mengenai fasilitas-fasilitas pariwisata yang tersedia di kawasan ini, ada beberapa akomodasi yang pengelolaannya masih kurang sehingga seperti hotel yang tidak terurus. Promosi yang dilakukan oleh hotel_hotel tersebut pun masih sangat terbatas. Dibeberapa hotel bahkan sebagian besar pasar mereka hanya wisatawan domestik. Ini tentu terkait dengan promosi yang terbatas yang dilakukan oleh hotel-hotel tersebut dan juga kondisi sumber daya manusia dari hotel tersebut yang kurang. Sehubungan dengan sumber daya manusia, karakter SDM yang berkecimpung dalam dunia pariwisata ini bisa dibilang masih relative rendah. Ini dapat dilihat dari perkembangan pariwisata di Desa Pancasari. Keterbatasan SDM ini sangat berpengaruh terhadap kegiatan pariwisata di kawasan tersebut. Kelembagaan pengelola obyek juga masih belum jelas peran dan pertanggung jawabannya. Keadaan pariwisata di kawasan ini berada dibawah tanggung jawab desa dinas dan juga adat serta perkumpulan pengusaha hotel dan restauran yang ada disana. Namun demikian peran dari masing-masing kelembagaan tersebut masih belum jelas. Kurangnya koordinasi antar pengemban tanggung jawab tersebut juga masih kurang. Sehingga komunikasi kurang yang berakibat pada perkembangan pariwisata di daerah itu sendiri. Kesiapan penduduk setempat untuk berpariwisata juga masih kurang. Ini disebabkan karena pembinaan yang kurang dari pemerintah serta keterlibatan mereka dalam kegiatan pariwisata di kawasan tersebut.
84
Adapun faktor-faktor kelemahan yang dimiliki oleh Desa Pancasari adalah sebagai berikut : a.
Pengelolaan obyek wisata yang belum optimal
b.
Keadaan jalan raya menuju kawasan masih banyak yang tidak layak
c.
Fasilitas umum yang tersedia belum memadai
d.
Pengelolaan akomodasi dan restoran masih belum optimal
e.
Kesiapan penduduk setempat untuk berpariwisata masih kurang
7.3 Faktor-faktor Peluang yang Bisa Menjadikan Desa Pancasari sebagai Daerah Tujuan Wisata yang Diminati Wisatawan Beberapa faktor pendukung dari luar dapat menjadikan peluang bagi Desa Pancasari untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata yang diminati oleh para wisatawan baik wisatawan domestik maupun wisatawan manca negara. Jika dilihat dari perkembangan ekonomi saat ini, kegiatan pariwisata sepertinya masih menjadi sektor industri yang diandalkan. Kegiatan pariwisata dunia pada umumnya dan Bali pada khususnya masih terlihat terus berkembang. Ini dapat dilihat dari data kunjungan wisatawan yang datang ke Bali. Dengan menggunakan prinsip-prinsip pengembangan pariwisata yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dan budaya, Bali tetap menjadi daerah tujuan wisata favorit. Seperti kita ketahui bersama bahwa nilai-nilai budaya tersebut sangat melekat pada tingkah laku sehari-hari dari penduduk setempat. Perilaku penduduk yang sarat akan nilai budaya inilah menjadi suatu keunikan tersendiri yang menarik bagi para wisatawan. Begitu juga dengan prinsip pembangunan yang berwawasan lingkungan. Alam masih menjadi salah satu daya tarik yang dimiliki Bali. Kondisi alam dan lingkungan yang masih alami memberikan nilai lebih terhadap para wisatawan. Mereka bisa menikmati pemandangan alam yang susah
85
mereka nikmati di negara asal mereka. Melihat fenomena seperti ini, Desa Pancasari yang memiliki kondisi alam yang masih alami serta prilaku penduduk yang masih sarat akan budaya tentu memiliki peluang untuk menjadi salah satu kawasan wisata yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung. Faktor pendukung dari luar lainnya yang juga dapat menjadi peluang adalah adanya kemajuan teknologi yang memudahkan orang dari manapun untuk mengakses suatu daerah. Peluang ini dapat digunakan untuk mempromosikan Desa Pancasari sebagai kawasan wisata yang memiliki daya tarik berbeda. Tersedianya alat transportasi yang memadai dan lengkap juga mempermudah para wisatawan untuk berkunjung ke suatu kawasan wisata. Sehingga letak Desa Pancasari yang berada di perbatasan selatan Kabupaten Buleleng tidak sulit untuk dikunjungi. Sarana komunikasi juga tidak menjadi masalah. Kemajuan teknologi di bidang komunikasi juga memberikan kemudahan semua orang untuk berkomunikasi di mana saja. Termasuk di Desa Pancasari yang sudah dilengkapi sarana komunikasi yang baik. Kestabilan keadaan politik pemerintahan juga menjadi sebuah peluang untuk dapat berkosentrasi membangun Desa Pancasari sebagai sebuah kawasan daerah tujuan wisata khusus. Terlebih lagi penyelenggaraan daerah yang diselenggarakan secara otonomi memberikan peluang bagi Kabupaten Buleleng untuk membangun industri pariwisatanya. Terkait dengan keunikan yang dimiliki oleh Desa Pancasari, maka desa ini sangat memiliki peluang untuk dibangun sedemikian rupa sehingga menjadi kawasan wisata idola wisatawan. Didukung dengan situasi keamanan Pulau Bali pada umumnya, dan Buleleng pada khususnya yang kondusif lebih mempermudah lagi penyelenggaraan pariwisata di kawasan wisata tersebut. Dengan situasi yang aman tentu membuat para wisatawan merasa nyaman untuk berwisata. Dan ini merupakan salah satu peluang yang bagus untuk mempromosikan Desa
86
Pancasari sebagai kawasan wisata kepada wisatawan baik domestik maupun manca negara. Namun terlepas dari semua faktor peluang diatas, faktor lain yang memberikan peluang bagi suatu daerah di jadikan sebagai kawasan wisata adalah masih besarnya kecendrungan penduduk dunia untuk berpariwisata dalam mengisi waktu luang mereka. Faktor-faktor peluang tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: a.
Pembangunan
pariwisata
dengan
prinsip-prinsip
perkembangan
yang
berwawasan lingkungan
7.4
b.
Kemajuan teknologi dan kemudahan transportasi
c.
Penyelenggaraan otonomi daerah
d.
Kecenderungan perubahan tren dalam berpariwisata
e.
Keadaan politik yang kondusif serta situasi yang aman
Faktor Luar yang Dapat Menjadi Ancaman dalam Pembangunan Desa Pancasari sebagai KDTWK Faktor yang datang dari luar tidak hanya dapat menjadi peluang tetapi juga dapat
menjadi sebuah ancaman. Perkembangan pariwisata dunia pada umumnya dan Bali pada khususnya terus mengalami kemajuan. Setiap daerah berlomba membangun kawasan wisata dengan berbagai kreatifitas dan keunikan yang bertujuan untuk menarik perhatian wisatawan. Bahkan penyedia jasa pariwisata mampu membangun kawasan atau daya tarik wisata yang menyediakan jasa yang sama dengan kawasan atau daya tarik wisata di daerah lain. Ini menyebabkan terjadinya persaingan di industri pariwisata yang berbuntut pada konflik soasial dan ekonomi. Fenomena yang seperti ini yang perlu disikapi lebih arif untuk memotivasi suatu kawasan wisata untuk lebih kreatif dan inovatif. Adanya persaingan yang tidak sehat antara penyelenggara pariwisata juga dapat
87
menjadi sebuah ancaman dalam pembangunan Desa Pancasari sebagai KDTWK. Seperti dijelaskan tadi bahwa perkembangan pariwisata saat ini semakin pesat dimana hal ini dapat menimbulkan persaingan antar kawasan wisata yang ada. Sebagai contoh akibat dari persaingan tersebut adalah adanya kecendrungan meniru atau menjiplak suatu konsep pembangunan di suatu kawasan wisata. Ini tentu dapat menghambat perkembangan kawasan wisata lainnya yang memiliki konsep pengembangan yang mirip, terlebih lagi salah satu dari kawasan tersebut berada pada posisi yang lebih strategis. Ini tentu merupakan sebuah ancaman. Akibat dari fenomena diatas juga dapat dilihat dari kejadian-kejadian yang merugikan diindustri pariwisata. Seperti adanya istilah "jual beli kepala" antar pramuwisata, atau adanya pengalihan jalur tour. Fenomena-fenomena seperti yang dijabarkan diatas inilah yang terjadi di Bali saat ini. Sehingga kegiatan Pariwisata di Bali sepertinya masih di dominasi oleh Bali Selatan. Ini merupakan ancaman yang membuat Bali Utara harus bekerja lebih keras lagi dalam membangun pariwisatanya, termasuk di dalamnya pembangunan Desa Pancasari dengan segala potensinya sebagai kawasan daya tarik wisata khusus. Ancaman keamanan juga masih menjadi suatu faktor yang harus dipertimbangkan. Meski keadaan saat ini telah membaik dilihat dari ancaman terorisme namun para pengemban tanggung jawab juga mesti harus waspada akan hal tersebut. Tidak hanya itu, ancaman keamanan dari tingkat kriminalitas yang terjadi di Bali juga harus diwaspadai. Jika dilihat dari pemberintaan, kasus kriminalitas yang menimpa wisatawan dapat dikatakan cukup tinggi. Ini tentu menjadi sebuah pekerjaan rumah bagi para pengemban tugas yang bertanggung jawab atas hal tersebut. Pemberitaan kriminalitas yang menimpa wisatawan yang tersebar hingga ke penduduk dunia tentu menjadi ancaman untuk pembangunan suatu
88
kawasan karena rasa aman adalah hal yang penting bagi wisatawan untuk mengunjungi suatu kawasan wisata. Penyelenggaraan pemerintah yang masih belum jelas kebijakannya. Kebijakan yang telah ditetapkan masih belum dapat dilaksanakan secara nyata. Ini terjadi karena banyak faktor, salah satunya kurangnya koordinasi antara para penyelenggara pariwisata itu sendiri. Sebagai contoh penetapan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK). Penetapan kawasan strategis tersebut ditetapkan oleh Pemerintah Tingkat I yang dituangkan dalam RTRW propinsi Bali. Pemerintah Kabupaten Buleleng sebagai penanggung jawab atas keberlangsungan desa tersebut semestinya membuat suatu perencanaan mengacu terhadap penetapan Desa Pancasari sebagai KDTWK. Yang selanjutnya disosialisasikan kepada semua stakeholder penyelenggaraan pariwisata di desa tersebut. Sehingga arah kebijakan menjadi jelas dan dapat dilaksanakan sesuai dengan perencanaan. Kebijakan tersebut juga terkait dengan penegakan hukum yang masih lemah. Seperti diketahui begitu banyak permasalahan pariwisata yang terjadi di Desa Pancasari yang masih belum ada jalan keluarnya; seperti keberadaan villa-villa liar dan sebagainya. Ini tentu mempengaruhi perkembangan pariwisata yang ada di desa tersebut. Terlebih lagi adanya penyalah gunaan lahan serta tindakan-tindakan pelanggaran lainnya yang masih perlu diperhatikan dan ditindak tegas sehingga penyelenggaraan pariwisata dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Faktor-faktor ancaman tersebut dapat dirangkum sebagai berikut: a. Adanya beberapa kawasan lindung lainnya di Bali b. Adanya persaingan yang tajam antar daerah tujuan wisata
89
c. Adanya tindakan-tindakan merugikan seperti istilah jual beli kepala wisatawan d. Tersebarnya isu-isu negatif dikalangan wisatawan tentang Bali khususnya dan Indonesia pada umumnya e. Penyelenggaraan kebijakan pemerintah yang masih belum jelas 7.5
Strategi Pengelolaan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus Dari penguraian faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman diatas maka
akan ditentukan strategi-strategi pengelolaan yang tepat untuk Desa Pancasari menuju pembentukan desa tersebut sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus. Faktor-faktor tersebut diuraikan dan dianalisis dengan SWOT sederhana untuk menentukan strategi yang tepat untuk pengelolaan desa tersebut. Berdasarkan keempat faktor tersebut yakni faktor kekuatan, faktor kelemahan, faktor peluang serta faktor ancaman yang telah diuraikan, didapatkan strategi-strategi khusus yang tersusun menjadi langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk pengelolaan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus. Adapun strategi-strategi yang disusun yaitu, strategi pengelolaan pembangunan daya tarik wisata yang ada untuk menuju Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus, strategi promosi, strategi pengembangan kelembagaan serta pendidikan dan pelatihan SDM pariwisata, strategi pengelolaan serta pengembangan fasilitas penunjang pariwisata yang berwawasan lingkungan dan kerakyatan dan strategi sosialisasi bidang pariwisata. Strategi-strategi ini diperoleh dari analisis SWOT dan disesuaikan dengan keadaan desa serta kebutuhan masyarakat setempat. Uraian analisis SWOT terkait pengelolaan Desa Pancasari sebagai KDTWK dapat dilihat dalam table berikut:
90
Tabel 7.1 Analisis SWOT Pengelolaan Desa Pancasari sebagai KDTWK Faktor Internal
1. 2.
3. 4.
5.
Faktor Eksternal Peluang (Opportunities)
1. Pembangunan pariwisata dengan prinsip-prinsip perkembangan yang berwawasan lingkungan dan budaya 2. Kecenderungan perubahan trend dalam berpariwisata 3. Kemajuan teknologi dan kemudahan transportasi 4. Penyelenggaraan otonomi daerah 5. Keadaan politik yang kondusif serta situasi yang aman
Ancaman (Threats) 1.
2.
3.
4.
5.
Adanya beberapa kawasan lindung lainnya di Bali Adanya persaingan yang tajam antar daerah tujuan wisata Adanya tindakan-tindakan merugikan seperti istilah jual beli kepala wisatwan Penyelenggaraan kebijakan pemerintah yang masih belum jelas Tersebarnya isu-isu negative tentang Bali khususnya Indonesia pada umumnya
Kekuatan (Strengths) Merupakan salah satu kawasan lindung Memiliki letak yang strategis yaitu merupakan penghubung antara Denpasar-Singaraja Tersedianya fasilitas umum Memiliki fasilitas pariwisata yang memadai Aktivitas sosial masyarakat yang sarat akan budaya keterkaitannya dengan perwujudan kepariwisataan
1. 2.
3. 4.
5.
Kelemahan (Weaknesses) Pengelolaan obyek wisata yang belum optimal Keadaan jalan raya menuju ke kawasan masih banyak yang tidak layak Fasilitas umum yang tersedia belum memadai Pengelolaan akomodasi dan restoran masih belum optimal Kesiapan penduduk setempat untuk berpariwisata masih kurang
Strategi SO (Strenghts Opportunities)
Strategi WO (Weaknesses Opportunities)
Memanfaatkan potensi dengan melihat peluang - Inventarisasi daya tarik wisata yang ada di Desa Pancasari kemudian melakukan pengelolaan yang berwawasan lingkungan yakni membatasi pembangunan dengan tujuan konsevasi lingkungan - Memaksimalkan kemudahan aksesibilitas dengan memanfaatkan kemajuan teknologi dan transportasi - Memaksimalkan ketersediaan fasilitas umum serta membuat kebijakankebijakan terkait dengan penyelenggaraan pariwisata - Melibatkan masyarakat setempat dalam mewujudkan kepariwisataan
Mengatasi kelemahan dalam rangka menggunakan peluang yang ada - Mengoptimalkan pengelolaan kawasan tersebut yang berwawasan lingkungan dengan memaksimalkan potensi yang ada - Perbaikan segala sarana dan prasarana terkait dengan memudahkan aksesibilitas menuju kawasan - Mengoptimalkan koordinasi antara para stakeholder dalam menentukan kebijakan terkait peningkatan kegiatan pariwisata - Memberikan pengarahan terhadap masyarakat untuk kesiapan mereka dalam berpariwisata
Strategi ST (Strenghts Threats ) Memanfaatkan kekuatan untuk menghadapi ancaman Memaksimalkan pengelolaan kawasan dengan menonjolkan kekuatan yang ada serta mengelola segala fasilitas, sarana dan prasarana kepariwisataan untuk memenuhi pasar. Penentuan kebijakan yang jelas terkait dengan pengelolaan pariwisata dengan segala komponennya. Mengajak seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama menciptakan situasi yang aman dan kondusif demi berlangsungnya kegiatan pariwisata.
Strategi WT (Weaknesses Threats) Mengatasi kelemahan untuk mengantisipasi ancaman - Mengoptimalkan daya tarik yang ada dan segala fasilitas pariwisata yang tersedia untuk dapat menarik para wisatawaan - Memudahkan aksesibilitas - Memaksimalkan keterlibatan pihak terkait dalam penyelenggaraan pariwisata - Memberikan pelatihan serta pengertian terhadap masyarakat mengenai pentingnya kegiatan pariwisata tersebut untuk kesejahteraan mereka sendiri.
91
Selanjutnya diuraikan setiap strategi yang akan digunakan dalam pengelolaan daya tarik di Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK). 1.
Strategi SO (Strength Oppurtunity) merumuskan strategi menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada, menghasilkan: inventarisasi daya tarik wisata yang ada di Desa Pancasari kemudian melakukan pengelolaan yang berwawasan
lingkungan,
memaksimalkan
kemudahan
aksesibilitas
dengan
memanfaatkan kemajuan teknologi dan transportasi, mengoptimalkan ketersediaan fasilitas umum serta membuat kebijakan-kebijakan terkait dengan penyelenggaraan pariwisata, melibatkan masyarakat setempat dalam mewujudkan kepariwisataan. 2.
Strategi WO (Weaknesess Oppurtunity) merumuskan strategi dengan cara mengatasi segala kelemahan dalam rangka menggunakan peluang yang ada, menghasilkan: mengoptimalkan pengelolaan kawasan tersebut yang berwawasan lingkungan dengan memaksimalkan potensi yang ada, perbaikan segala sarana dan prasarana terkait dengan memudahkan aksesibilitas menuju kawasan, mengoptimalkan koordinasi antara para stakeholder dalam menentukan kebijakan terkait peningkatan kegiatan pariwisata, memberikan pengarahan terhadap masyarakat untuk kesiapan mereka dalam berpariwisata.
3.
Strategi ST (Strength Threats) merumuskan strategi dalam rangka memanfaatkan segala kekuatan untuk menghadapi ancaman, menghasilkan: memaksimalkan pengelolaan kawasan dengan menonjolkan kekuatan yang ada serta mengelola segala fasilitas, sarana dan prasarana kepariwisataan untuk memenuhi pasar, penentuan kebijakan yang jelas terkait dengan pengelolaan pariwisata dengan segala komponennya, mengajak seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama
92
menciptakan situasi yang aman dan kondusif demi berlangsungnya kegiatan pariwisata. 4.
Strategi WT (Weaknesses Threats), merumuskan strategi dalam rangka mengatasi kelemahan untuk mengantisipasi ancaman, menghasilkan: mengoptimalkan daya tarik yang ada dan segala fasilitas pariwisata yang tersedia untuk dapat menarik para wisatawaan, memudahkan aksesibilitas, memaksimalkan keterlibatan pihak terkait dalam penyelenggaraan pariwisata, memberikan pelatihan serta pengertian terhadap masyarakat mengenai pentingnya kegiatan pariwisata tersebut untuk kesejahteraan mereka sendiri.
7.6 Program Pengelolaan Dari strategi-strategi yang telah dipaparkan sebelumnya maka dibuat beberapa program nyata untuk menuju Desa Pancasari sebagai kawasan daerah tujuan wisata khusus. Program-program tersebut dipaparkan berdasarkan strategi SO, strategi WO, strategi ST dan strategi WT. 7.6.1 Program Pengelolaan dari Strategi SO Dari strategi SO maka akan didapatkan program-program pengelolaan sebagai berikut: 1. Program Inventarisasi Daya Tarik Sebelum melakukan program-program yang lainya inventarisasi daya tarik wisata yang ada di Desa Pancasari perlu dilakukan. Melihat segala potensi atau kekuatan yang dimiliki oleh desa tersebut maka sangat penting diadakan inventarisasi terlebih dulu sehingga apa program-program yang akan dilakukan selanjutnya tepat pada sasarannya. Inventarisasi ini sebaiknya dilakukan secara terkoordinasi dengan
93
stakeholder untuk menemukan kesepakatan potensi daya tarik wisata yang mana yang membutuhkan pengelolaan. Seperti diketahui bahwa masih banyak daya tarik wisata yang ada di desa tersebut belum mendapatkan pengelolaan yang optimal dan jelas. Seperti kegiatan memancing yang ada di danau Buyan. Dalam hasil pengamatan, terdapat dua tempat berbeda untuk memancing namun dengan pengelolaan yang berbeda. Ini juga terjadi pada wilayah perkemahan yang ada di kawasan tersebut. Disamping itu masih banyak lagi daya tarik yang dapat dikembangkan di kawasan tersebut, misalnya kegiatan pertanian atau perkebunan. Melihat keadaan yang ada di kawasan tersebut maka inventarisasi daya tarik ini sangat perlu dilakukan untuk memperkaya aktivitas pariwisata di kawasan tersebut.
2. Pengelolaan Potensi Wisata dengan Melihat Peluang yang ada dengan Berwawasan Lingkungan Setelah menginventarisasi daya tarik yang ada, langkah-langkah pengelolaan terhadap setiap obyek sesuai dengan konsep pengelolaan KDTWK. Seperti yang tertera pada peraturan bahwa KDTWK adalah kawasan strategis pariwsata yang berada dalam geografis satu atau lebih wilayah administrasi desa/kelurahan yang didalamnya terdapat potensi daya tarik wisata, aksesibilitas yang tinggi, ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas pariwisata secara terbatas serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang saling mendukung dalam perwujudan kepariwisataan, namun pengembangannya sangat dibatasi untuk lebih diarahkan kepada upaya pelestarian budaya dan lingkungan hidup. Terlihat jelas dalam pengertian tersebut diatas bahwa dalam pengelolaan KDTWK, pelestarian budaya dan lingkungan adalah yang utama.
94
Jika dilihat keadaan KDTWK saat ini, apa yang perlu dilakukan hanyalah penataan. Penataan dilakukan untuk memperindah lagi apa yang sudah ada. Seperti, penataan fasilitas umum yang ada di sekitar obyek, kebersihan, serta kejelasan pengelolaan dari kawasan tersebut. Penciptaan berbagai kegiatan wisata yang tetap berwawasan lingkungan juga penting dilakukan. Ini merupakan upaya untuk menarik wisatawan untuk datang dan merasa senang berkunjung ke kawasan tersebut. Kegiatan-kegiatan yang diciptakan bisa berupa berbagai kegiatan yang terkait dengan alam, pendidikan atau sekedar rekreasi. Dengan adanya pengelolaan seperti itu maka membuat kawasan tersebut akan terlihat lebih menarik. 3. Memudahkan Aksesibilitas Meningkatkan segala sarana dan prasarana terkait dengan tujuan memudahkan aksesibilitas ke kawasan tersebut juga perlu dilakukan. Ini dimuali kemudahan alat transportasi menuju lokasi ini hingga perbaikan sarana jalan menuju lokasi. Kemudahan aksesibilatas menuju suatu lokasi pariwisata sangat penting. Ini terkait untuk mempermudah wisatawan mengunjungi suatu destinasi. Untuk itu segala program terkait dengan aksesibilitas menuju kawasan ini harus dilakukan dengan segera dan baik. 4. Memperbaiki Kesediaan Fasilitas Umum Seperti yang terlihat dari hasil pengamatan langsung ke lokasi, fasilitas umum yang tersedia di kawasan ini masih belum memadai. Sebagai contoh saja untuk WC umum yang ada di kawasan. Jika dilihat keadaannya masih jauh dari standar WC umum untuk wisatawan. Baik dari segi kebersihan serta kelengkapannya. Contoh lain juga
95
jalan-jalan menuju lokasi dan tempat parkir yang tersedia. Jalan menuju lokasi masih banyak perlu perbaikan begitu juga dengan penyediaan lahan parkir. 2. Penentuan Kebijakan-kebijakan terkait Penyelenggaraan Pariwisata di Kawasan tersebut yang Melibatkan Segenap Komponen Masyarakat Setempat Selanjutnya penentuan kebijakan-kebijakan yang jelas terkait dengan penyelenggaraan pariwisata di kawasan tersebut sangat penting dilakukan oleh pemerintah. Keterlibatan masyarakat
sebagai
komponen
utama
pelaku
pariwisata
penting
untuk
dipertimbangkan. Dengan adanya kebijakan-kebijakan yang jelas maka ini akan mempermudah penyelenggaraan pariwisata di kawasan tersebut. Seperti hasil wawancara dengan beberapa masyarakat setempat yang bertindak sebagai pelaku pariwisata langsung, masih belum ada kejelasan peran antara para pelaku pariwisata di kawasan tersebut. Sehingga penyelenggaraan pariwisata di kawasan tersebut masih belum maksimal.
7.6.2 Program Pengelolaan dari Strategi WO Dari faktor WO di jabarkan beberapa program sebagai berikut: 1. Penataan Kawasan Potensi Seperti dijabarkan sebelumnya bahwa pengelolaan daya tarik yang ada di kawasan ini masih belum optimal. Setelah langkah inventarisasi dilakukan maka selanjutnya harus dilakukan penataan yang lebih baik lagi pada masing-masing daya tarik yang ada. Ini dimulai dari penataan fisik hingga pada sistem pengelolaan yang jelas.
96
2. Perbaikan Sarana Jalan Menuju Lokasi Seperti dikatakan sebelumnya bahwa kemudahan dan kenyamanan aksesibilitas sangat mempengaruhi kunjungan wisatawan ke suatu destinasi. Melihat keadaan jalan menuju kawasan tersebut yang masih banyak rusak maka perbaikan jalan harus dilakukan. 3. Menentukan Kebijakan-kebijakan Terkait dengan Penyelenggaraan Pariwisata yang Dikoordinasikan dengan Para Stakeholder Koordinasi antara para stakeholder dalam penentuan kebijakan terkait dengan penyelenggaraan pariwisata sangat penting dilakukan untuk menghindari kesalah pahaman antar penyelenggara dan pelaku pariwisata. Ini menghindari terjadinya konflik-konflik dalam berlangsungnya kegiatan pariwisata di kawasan tersebut. Ini dimulai dari kejelasan tugas masing-masing para pelaku sehingga arah dan hasil yang dicapai jadi lebih jelas. 4.
Memberikan Pengarahan serta Pelatihan kepada Masyarakat Setempat Pemberian pengarahan kepada masyarakat serta pelatihan terhadap mereka yang menjadi pelaku pariwisata secara langsung sangat penting dilakukan. Karena apabila kawasan sudah disiapkan tetapi masyarakat setempat belum siap untuk berpariwisata maka ini juga akan percuma. Masyarakat sebagai komponen terdepan yang secara langsung berinteraksi dengan wisatawan sangat perlu diberikan pengarahan dan pelatihan agar mampu berinteraksi dengan benar sehingga dapat memberikan kesan yang baik terhadap wisatawan yang berkunjung.
97
7.6.3 Program Pengelolaan dari Strategi ST Dari penjabaran faktor-faktor ST maka didapatkan beberapa program pengelolaan sebagai berikut: 1.
Mengoptimalkan Segala Fasilitas, Sarana dan Prasarana Program pengoptimalan segala fasilitas, sarana serta prasarana dan penataan kawasan diperlukan untuk memenuhi pasar yang dituju. Bertujuan untuk membuat para wisatawan tertarik untuk berkunjung dan merasa nyaman berada disana. Melihat adanya kawasan-kawasan wisata lain yang ada di Bali yang memiliki konsep pengembangan yang sama maka perlu diadakannya pengelolaan yang lebih optimal sehingga membuat kawasan ini memiliki daya tarik tersendiri yang membedakan dengan kawasan lain yang memiliki konsep hampir sama. Membuat kemasan wisata yang menarik serta memiliki fasilitas lengkap sesuai kebutuhan pasar. Ini dimulai dengan mengadakan perbaikan ataupun menambah fasilitas pariwisata sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
2.
Pelatihan Bagi Seluruh Pelaku Pariwisata Perlu diadakan suatu pelatihan dan koordinasi yang baik kepada seluruh komponen masyarakat baik selaku pelaku langsung dalam kegiatan pariwisata ataupun tidak. Ini perlu dilakukan untuk menciptakan kondisi dan situasi yang kondusif dalam penyelenggaraan kegiatan pariwisata di kawasan wisata ini. Seperti diketahui bahwa sering terjadi adanya konflik diantara pelaku pariwisata yang disebabkan oleh pembuatan kebijakan yang belum jelas sehingga tentu saja berpengaruh terhadap penyelenggaraan pariwisata tersebut. Hal seperti ini sangat penting dilakukn karena apabila dalam suatu kegiatan pariwisata, penyelenggarany atau
98
pelakunya saja masih belum terkoordinasi maka bagaimana bisa dapat menberikan situasi dan kondisi yang bagus terhadap wisatawan yang berkunjung. Dilakukannya tindakan ini juga secara tidak langsung dapat menciptakan situasi yang aman di kawasan tersebut. 3.
Menciptakan Situasi yang Aman serta Mempromosikannya Pemerintah beserta pihak terkait harus mampu menciptakan situasi yang aman pada kawasan wisata ini. Situasi aman sangat perlu diciptakan pada suatu kawasan wisata. Ini untuk memberikan kenyamanan pada wisatawan yang berkunjung ke kawasan tersebut. Terlebih lagi sering ada isu tentang keamanan di Indonesia pada umumnya dan Bali pada khususnya. Ini tentu sangat mempengaruhi minat dari wisatawan untuk berkunjung. Untuk itu sangat penting diciptakannya situasi aman serta menunjukkan ke dunia luar melalui iklan atau pemberintaan bahwa keadaan di kawasan wisata ini aman.
7.6.4 Program Pengelolaan dari Strategi WT Dari faktor-faktor W dan T maka dapat dijabarkan beberapa program pengelolaan untuk kawasan daerah tujuan wisata khusus tersebut: 1.
Membuat Produk-Produk Wisata Membuat produk-produk pariwisata yang variatif namun tetap berpedoman pada konsep pengelolaan KDTWK. Produk-produk wisata tersebut bisa berkaitan dengan pendidikan, kehidupan sosial masyarakat ataupun sekedar berekreasi atau piknik. Dengan menawarkan berbagai aktivitas yang memiliki daya tarik berbeda dengan kawasan wisata yang lain yang memiliki pola pengelolaan yang sama,
99
maka dapat membuat kawasan Pancasari ini memiliki daya tarik tersendiri. Menonjolkan berbagai potensi yang berbeda dengan KDTWK yang lain yang ada di Bali. Produk wisata yang dibuat bisa dalam bentuk produk wisata paket sehari ataupun lebih dari sehari seperti misalnya paket rekreasi bersepeda, tracking, hikking, kemah, atau kegiatan wisata lainnya. 2.
Mempromosikan Produk Wisata KDTWK Setelah mengkemas berbagai produk wisata yang sesuai dengan konsep pengelolaan KDTWK maka perlu diadakannya promosi. Promosi dilakukan pada berbagai media baik cetak maupun elektronik. Promosi kepada para pelaku pariwisata diluar daerah juga perlu dilakukan. Dengan demikian kawasan wisata ini lebih dikenal. Seperti diketahui kawasan ini belum terlalu dikenal oleh dunia luar. Padahal kawasan Pancasari ini memiliki letak yang sangat strategis.
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN
8.1
Simpulan Dari uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat di tarik simpulan sebagai berikut:
1.
Kawasan wisata Pancasari memiliki berbagai potensi alam yang sangat bagus yang menjadikan kawasan tersebut memang cocok menjadi Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK). Potensi-potensi yang dimiliki seperti hutanya yang sangat luas dengan berbagai ragam tanaman di dalamnya, danaunya yang sangat indah, keadaan alam yang masih alami serta suasana pedesaan yang masih sangat kental terasa, menjadikan kawasan ini memiliki daya tarik tersendiri. Terlebih lagi kegiatan sosial budaya masyarakat setempat yang masih sarat akan budaya menjadikan kawasan ini lebih menarik lagi untuk dikunjungi. Berbagai aktivitas aktivitas wisata pun dapat dilakukan di kawasan ini. Terutama kegiatan wisata yang terkait dengan alam. Seperti sesuai dengan konsep pengelolan KDTWK.
2.
Keterlibatan stakeholder dalam hal ini pemerintah, pihak swasta dan masyarakat terkait dengan penyelenggaraan pariwisata di kawasan ini masih ada kekurangankekurangan yang perlu di tutupi demi terselenggaranya kegiatan pariwisata ini dengan baik. Pemerintah, pihak swasta dan masyarakat selaku stakeholder harus saling berkoordinasi dan bekerja sama sesuai dengan perannya masing-masing untuk menentukan kebijakan-kebijakan pariwisata sehingga dapat tercapai tujuan yang diinginkan. Kerja sama serta koordinasi yang baik antara para stakeholder ini juga dibutuhkan untuk menghindari terjadinya konfilk dalm penyelenggaraan kegiatan pariwisata di kawasan wisata Desa Pancasari ini.
100
101
3.
Strategi pengelolaan Desa Pancasari sebagai KDTWK meliputi:
- Strategi SO (Strength Oppurtunity) merumuskan strategi menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada, menghasilkan: inventarisasi daya tarik wisata yang ada di Desa Pancasari kemudian melakukan pengelolaan yang berwawasan
lingkungan,
memaksimalkan
kemudahan
aksesibilitas
dengan
memanfaatkan kemajuan teknologi dan transportasi, mengoptimalkan ketersediaan fasilitas umum serta membuat kebijakan-kebijakan terkait dengan penyelenggaraan pariwisata, melibatkan masyarakat setempat dalam mewujudkan kepariwisataan. - Strategi WO (Weaknesess Oppurtunity) merumuskan strategi dengan cara mengatasi segala kelemahan dalam rangka menggunakan peluang yang ada, menghasilkan: mengoptimalkan pengelolaan kawasan tersebut yang berwawasan lingkungan dengan memaksimalkan potensi yang ada, perbaikan segala sarana dan prasarana terkait dengan memudahkan aksesibilitas menuju kawasan, mengoptimalkan koordinasi antara para stakeholder dalam menentukan kebijakan terkait peningkatan kegiatan pariwisata, memberikan pengarahan terhadap masyarakat untuk kesiapan mereka dalam berpariwisata. - Strategi ST (Strength Threats) merumuskan strategi dalam rangka memanfaatkan segala kekuatan untuk menghadapi ancaman, menghasilkan: memaksimalkan pengelolaan kawasan dengan menonjolkan kekuatan yang ada serta mengelola segala fasilitas, sarana dan prasarana kepariwisataan untuk memenuhi pasar, penentuan kebijakan yang jelas terkait dengan pengelolaan pariwisata dengan segala komponennya, mengajak seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama
102
menciptakan situasi yang aman dan kondusif demi berlangsungnya kegiatan pariwisata. - Strategi WT (Weaknesses Threats), merumuskan strategi dalam rangka mengatasi kelemahan untuk mengantisipasi ancaman, menghasilkan: mengoptimalkan daya tarik yang ada dan segala fasilitas pariwisata yang tersedia untuk dapat menarik para wisatawaan, memudahkan aksesibilitas, memaksimalkan keterlibatan pihak terkait dalam penyelenggaraan pariwisata, memberikan pelatihan serta pengertian terhadap masyarakat mengenai pentingnya kegiatan pariwisata tersebut untuk kesejahteraan mereka sendiri.
8.2
Saran Untuk mewujudkan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus
(KDTWK), dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut: 8.2.1 Saran untuk Pemerintah Pengelolaan Desa Pancasari sebagai KDTWK harus ditindak lanjuti dengan serius. Mengingat penetapan tentang Desa Pancasari sebagai KDTWK telah lama ditetapkan. Ini juga sebagai upaya membuat Desa Pancasari khususnya serta Buleleng pada umumnya menjadi lebih memiliki daya tarik wisata yang bervariasi dengan tujuan peningkatan kegiatan pariwisata Buleleng umumnya, Desa Pancasari khususnya. Dalam mewujudkan hal ini pemerintah harus melibatkan semua pihak dalam hal ini para stakeholder dalam menentukan kebijakan terkait dengan pengelolaan Desa Pancasari tersebut. Sehingga dapat mewujudkan kebijakan yang tepat dan
103
menghindari konflik yang terjadi antar penyelenggara dan pelaku pariwisata di lapangan. 8.2.2 Saran untuk Pihak Swasta Pihak swasta dalam hal ini selaku pelaku industri seharusnya dapat memberikan konstribusi yang tepat untuk keberlangsungan kegiatan pariwisata di kawasan tersebut. Organisasi yang telah ada terkait industri pariwisata dalam hal ini sebagai contoh PHRI sebaiknya memaksimalkan fungsinya dalam memanage anggotanya dalam mendukung pemerintah sebagai penyelenggara dalam mengelola Desa Pancasari sebagai KDTWK. 8.2.3 Saran untuk Masyarakat Melihat adanya pengelolaan Desa Pancasari sebagai KDTWK, masyarakat setempat sebaiknya mempersiapkan diri dengan segala potensi yang mereka miliki. Kesadaran akan pentingnya hal ini dilakukan karena tujuan dari semua pengelolaan adalah untuk kesejahteraan masyarakat setempat. Koordinasi yang tepat dan benar perlu dilakukan dengan pihak swasta dan pemerintah untuk dapat menentukan kebijakan yang tepat terkait pengelolaan Desa Pancasari sebagai KDTWK. Memaksimalkan fungsi dari organisasi kemasyarakatan untuk menghindari berbagai konflik yang mungkin terjadi dalam proses pengelolaan kawasan tersebut. 8.2.4 Saran untuk Penelitian Lebih Lanjut Untuk penelitian selanjutnya mungkin lebih bisa melakukan penelitian yang lebih luas dan mendalam yang mencakup komponen yang lebih banyak mengenai pengelolaan Desa Pancasari sebagai KDTWK. Ini bisa jadi melihat bagaimana
104
pengembangan produk KDTWK dalam berbagai faktor yang lebih bervariasi dan luas. Sehingga dapat melengkapi data-data dan informasi dari penelitan sebelumnya.
105
DAFTAR PUSTAKA
Anonym.2009-2029. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali, Peraturan Daerah Provinsi Bali. Denpasar: Dinas Pariwisata Provinsi Bali Anonym.2010. Profil Desa Pancasari. Buleleng: Kantor Camat Sukasada Anonym.2010. Informasi Kepariwisataan Kabupaten Buleleng 2009. Buleleng: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng. Anonym.2009. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tentang Kepariwisataan. Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Andiani, Dini, Nyoman.2007. Pengembangan Ekowisata Yang Berbasis Masyarakat Menuju Pariwisata Berkelanjutan di Kelurahan Serangan Bali. Tesis: Pascasarjana Universitas Udayana. Bendesa, I Gde Komang, 2003. Kumpulan Materi Mata Kuliah Pariwisata Berkelanjutan. Denpasar: Kajian Pariwisata Universitas Udayana. Bungin, Burhan.2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada & Soons, New York Burn, and Holden.1997.Tourism: A new Perspective.Prentice Hall Butler,
Richard.1980. The Tourism Area Life Modifications.Cromwell Press.Great Britain.
Cycle:
Applications
and
Craib, Ian. 1986. Teori-Teori Sosial Modern dari Parsons sampai Habernas. Jakarta: CV Rajawali. Inskeep, Edward. 1991. Tourism Planning an Integrated and Sustainable Development Approach. New York: VanNostrand Reinhold. Kortern, David, 1987. Community Management. New Delhi: Kumarian Press. Gunawan, Myra P. 1997. Perencanaan Pariwisata Berkelanjutan. Pusat Penelitian Kepariwisataan Lembaga Penelitian ITB Nasikun.2007. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta:Rajawali Press. Nasir, 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
106
Natori, Masahito. 2001. A Guidebook for Tourism Based Community Development. APTEC. Osaka-Japan Paturusi,Syamsul Alam. 2005. Perencanaan Tata Ruang Kawasan Pariwisata. Denpasar: Program Magister Kajian PariwisataUniversitas Udayana. Paturusi, Syamsul Alam. 2008. Perencanaan Kawasan Pariwisata. Denpasar: Universitas Udayana. Pemerintah Provinsi Bali. 2009. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali tahun 2009-2029. Pitana, I Gede, 1999. Pelangi Pariwisata Bali. Denpasar: PT. Bali Post. Pitana, I Gede, 2002. Pelangi Pariwisata Bali. Denpasar: PT Bali Post. Pitana, I Gede, 2003. Kebijakan dan Strategi Pemerintah Daerah Bali dalam Pembangunan Pariwisata. Denpasar: Program Studi Magister (S2) Kajian Pariwisata Universitas Udayana.Tidak dipublisasikan. Rangkuti, Freddy. 2001. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sanderson, Stephen.K. 2000. Makro Sosiologi: Sebuah Pendekatan Terhadap Realita Sosial. Jakarta.RajaGrafindo Persada. Strauss, A dan J. Coprbin. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Pustaka pelajar. Yogyakarta Sugiyono.2007. Metode Penelitian PendidikanPendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung: PenerbitAlfabeta.
dan
Susanty,Sri. 2009. “Pengembangan Kota Bima Sebagai Daerah Tujuan Wisata”. Tesis Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tary, Ida Ayu. 2006. Potensi dan Strategi Pengembangan Puri sebagai Objek dan Daya Tarik Wisata City Tour di Kota Denpasar (Kasus Puri Satria). Program Pascasarjana Universitas Udayana Wahab, S. 1988. Manajemen Kepariwisataan. Jakarta: Pradnya Paramita Yoeti, Oka A. 2008. EkonomiPariwisata: Introduksi, Informasi, dan Implementasi. Jakarta: PT KompasMedia Nusantara.
107
Lampiran 1 PANDUAN WAWANCARA
Opened Interview Stake holder: Pemerintah A. Bappeda 1.
Apa yang saudara ketahui mengenai peraturan pemerintah Propinsi Bali mengenai kebijakan penentuan Desa Pancasari sebagai KDTWK?
2.
Apa tindak lanjut Bappeda selaku perancang RTRW kabupaten mengenai kebijakan tersebut?
3.
Bagaimanakah konsep pengelolaan KDTWK menurut saudara?
4.
Bagaimana menurut anda kondisi/potensi Desa Pancasari sehubungan dengan ditetapkannya desa tersebut sebagai KDTWK? Dilihat dari potensi serta kekurangan dari Desa tersebut.
5.
Instansi apa sajakah yang terlibat dalam penentuan pengelolaan Desa Pancasari sebagai KDTWK?
6.
Bagaimanakah bentuk keterlibatan masing-masing instansi tersebut?
7.
Kendala-kendala apa yang dhadapi dalam penentuan pengelolaan Desa Pancasari sebagai KDTWK?
108
B. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 1.
Apa yang saudara ketahui mengenai peraturan pemerintah Propinsi Bali mengenai kebijakan penentuan Desa Pancasari sebagai KDTWK?
2.
Bagaimanakah konsep pengelolaan KDTWK menurut saudara?
3.
Bagaimana perkembangan pariwisata di Desa Pancasari saat ini?
4.
Bagaimana keterlibatan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagai dinas teknis pelaksana pariwisata di Kabupaten Buleleng terkait dengan kebijakan tersebut?
5.
Potensi-potensi apa sajakah yang dimiliki oleh Desa Pancasari sebagai suatu KDTWK?
6.
Melihat potensi yang dimiliki, pengembangan aktivitas pariwisata apa saja yang mungkin untuk dikembangkan di kawasan tersebut sesuai dengan konsep KDTWK?
7.
Kelemahan-kelamahan apa saja yang ada di daerah tersebut yang masih perlu untuk ditingkatkan?
8.
Bagaimana Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten berkoordinasi dengan masyarakat serta para pihak swasta pariwisata setempat terkait dengan pengelolaan Desa Pancasari sebagai KDTWK?
9.
Kendala-kendala apa saja yang ditemukan dalam pengelolaan Desa Pancasari sebagai KDTWK?
10. Langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan untuk mewujudkan pembangunan Desa Pancasari sebagai KDTWK serta untuk menjaga kawasan tersebut agar perkembangan pariwisata di daerah tersebut tidak melenceng dari konsep pengembangan KDTWK?
109
Stakeholder: Masyarakat Perangkat Desa, Tokoh Masyarakat 1.
Bagaimana jumlah kunjungan wisatawan yang berkunjung ke Desa Pancasari?
2.
Daerah atau wilayah bagian mana yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan?
3.
Kegiatan wisata apa yang banyak diminati oleh wisatawan yang berkunjung ke Desa Pancasari?
4.
Bagaimanakah pengelolaan atraksi wisata di Desa Pancasari?
5.
Berapa jumlah hotel, restaurant serta bisnis wisata lainnya yang ada di Desa Pancasari?
6.
Bagaimana bentuk koordinasi perangkat desa/masyarakat dengan para pengusaha wisata di Desa Pancasari?
7.
Bagaimana status keberadaan dari usaha-usaha tersebut dilihat dari kepemilikannya?
8.
Bagaimana keterlibatan masyarakat setempat terkait dengan pembangunan pariwisata di Desa Pancasari?
9.
Kendala-kendala apa yang ditemui dalam penyelenggaraan pariwisata di kawasan wisata Desa Pancasari?
10. Potensi-potensi wisata apa saja yang masih memiliki peluang untuk dikembangkan?
Stakeholder: Pihak swasta Pengusaha/pemilik usaha wisata 1. Bagaimana jumlah kunjungan wisatawan yang datang ketempat usaha saudara? 2. Wisatawan asal negara mana/darimana yang banyak berkunjung ketempat usaha saudara? 3. Berapa lama rata-rata lama tinggal tamu menginap di penginapan saudara? (pemilik hotel)
110
4. Berapa jumlah karyawan ditempat usaha saudara? Adakah karyawan dari penduduk setempat? Berapa jumlahnya? 5. Bagaimana bentuk kerjasama saudara sebagai pengusaha dengan masyarakat setempat? 6. Sepengetahuan saudara atraksi wisata apa yang paling diminati oleh wisatawan yang berkunjung ke Desa Pancasari? 7. Menurut saudara hal-hal apa yang masih perlu ditingkatkan terkait dengan pengembangan pariwisata di kawasan wisata Desa Pancasari? 8. Menurut saudara adakah potensi/ kegiatan wisata yang masih berpeluang untuk dikembangkan dikawasan wisata ini? 9. Kendala-kendala apa yang saudara temukan/hadapi dalam penyelenggaraan kegiatan pariwisata terkait dengan usaha yang saudara miliki?
111
Lampiran 2 LEMBAR OBSERVASI Potensi-potensi Wisata Desa Pancasari No. Potensi 1. Sumber Daya Manusia
2.
Sumber Daya Alam
3.
Sumber Daya Budaya
4.
Sumber Daya Buatan
Deskripsi
112
Lampiran 3 Daftar Informan No. 1.
NAMA Drs. I Putu Tastra Wijaya, M.M
PROFESI Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng
2.
I Nyoman Suma Argawa, S.H, M.M
Kepala Bidang Pemasaran DISBUDPAR Kabupaten Buleleng
3.
Nyoman Dodi Irianto, S.Pd
Kepala Bidang Pengembangan Obyek DISBUDPAR Kabupaten Buleleng
4.
Ir. Nyoman Genep, M.T
Kepala
Bidang
Fisik
dan
Prasarana
BAPPEDA Kabupaten Buleleng 5.
Ni Nengah Susantini
Kepala Seksi Obyek dan daya Tarik Wisata DISBUDPAR Kabupaten Buleleng
6.
Dewa Ketut Swardipa
Ketua PHRI
7.
I Wayan Darsana
Kepala Desa Pancasari
8.
Gusti Ngurah Agung Darma Wirata
Kelian Adat Pancasari
9.
Gusti Ngurah Arjana
Pengelola kegiatan pancing
10.
Siti Budiartini
Penanggung pancing yang dikelola swasta
11.
Suma
Penjaga pancing
12.
Ketut Wati
Penjaga pancing
13.
Made Merta
Petani
14
Ketut Purni
Petani
15.
Nengah Sutawan
Petani
16.
I Kadek Yasa
Pegawai
17.
Ngurah magma
Pencinta alam
18.
Wati
Pegawai kantor depan Hotel Pancasari Inn
19.
Putu Mela
Pegawai restoran Hotel Puri Indah
20.
Rei Myashita
Manager Hotel Puri Indah