BAB I PENDAHULUAN A.
Alasan Pemilihan Judul
Penulis memilih “Perspektif Hukum Nasional Indonesia dan Hukum Internasional Mengenai Kebebasan Beragama” sebagai judul penelitian karena didorong oleh alasan: Pertama, kebebasan beragama merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) di mana negara memiliki kewajibkan untuk menjamin, melindungi, serta menghormati hak tersebut. Bentuk perlindungan tersebut adalah melalui pengaturan hukum. Dalam rangka pengembanan Ilmu Hukum maka substansi/materi
muatan
pengaturan
hukum
tersebut
perlu
untuk
dimengerti/dipahami lewat penelitian ini.
Kedua, sebagai HAM, kebebebasan beragama dilindungi oleh hukum nasional dan hukum internasional. Dalam kaitan dengan pemberian perlindungan terhadap kebebasan beragama tersebut, hukum nasional dan hukum internasional adalah sebuah sistem, a body of law, yang seyogianya koheren. Namun penulis menemukan inkoherensi dalam pengaturan mengenai hak atas kebebasan beragama di dalam hukum nasional Indonesia dan hukum internasional (hal ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam Latar Belakang Masalah).
Alasan tersebut mendorong penulis untuk mengkaji aspek-aspek pengaturan kebebasan beragama di dalam hukum nasional Indonesia dan hukum internasional supaya pengaturan tersebut membentuk keterhubungan sebagai a
1
coherent body of law. Untuk itu, bagian-bagian dari pengaturan yang menurut penulis inkoheren harus ditiadakan. Makna dari koheren dalam penelitian ini ialah kesesuaian bagian-bagian dalam sebuah sistem, yakni sistem hukum. Sebagai sebuah sistem, seyogianya segala macam ketidaksesuaian harus dihilangkan karena akan mempengaruhi jalannya sebuah sistem yang berupa pengaturan mengenai hak atas kebebasan beragama.
B.
Latar Belakang Masalah
HAM merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.1 Salah satu bentuk HAM adalah hak atas kebebasan beragama.2
Hak atas kebebasan beragama mencakup kebebasan untuk meyakini agama
serta
kebebasan
dalam
menjalankan
dan
mengekspresikan
agama/keyakinannya tersebut.3 Kebebasan meyakini agama tersebut adalah kebebasan untuk meyakini atau tidak meyakini agama tertentu. Sementara kebebasan mengekspresikan agama/keyakinan
mencakup
kebebasan baik
1
Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
2
Franklin D. Roosvelt dalam Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004, hlm.170. Hak dasar yang dimiliki oleh setiap individu meliputi freedom of speech, freedom of religion, freedom from want, freedom from fear.
3
Fulthoni et. al, Jaminan Hukum dan HAM Kebebasan Beragama, Jakarta: The Indonesian Legal Resource Center (ILRC), 2009, Hlm. 9.
2
individual atau dalam komunitas dan di depan umum atau pribadi, untuk memanifestasikan agama/keyakinannya dalam pengajaran, praktik ibadah dan ketaatan. Hak atas kebebasan beragama merupakan salah satu non derogable rights4 yang bermakna bahwa hak tersebut tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun oleh siapapun.5 Non derogable rights menempati posisi teratas dalam hirarki HAM,6 dan diakui merupakan rules of jus cogens dalam hukum internasional.7
Mengingat urgensi dari hak atas kebebasan beragama tersebut, maka diadakanlah pengaturan di level nasional dan internasional yang memberikan perlindungan terhadap hak atas kebebasan beragama. Hukum nasional Indonesia menyediakan ketentuan mengenai kebebasan beragama di dalam: Pertama, Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 jis. Pasal 28E ayat (1) jo. ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945. Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 menyatakan,“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 menyatakan, “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,.....”. Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 menyatakan, “Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, 4
Pasal 28I ayat (1) UUD 1945; Pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999; Article 18 International on Civil and Political Rights; Malcolm N. Shaw, International Law, New York: Cambridge University Press, 2008, hlm. 275.
5
Manfred Nowak dan Tanja Vospernik, dalam Tore Lindholm et. al, Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan: Seberapa Jauh?, Yogyakarta: Kanisius, 2010, hlm. 201.
6
Ibid.
7
Article 53 Vienna Convention on The Law and Treaties 1969; Shaw, Malcolm N. Shaw, Op. Cit., hlm. 124. “Rules of jus cogens are substantive rules recognised to be of a higher status”.
3
sesuai dengan hati nuraninya.” Serta Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 menyatakan, “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.”
Kedua, pengaturan konstitusional tersebut dipertegas dengan adanya Pasal 4 jo. Pasal 22 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM menyatakan “..... hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.” Sedangkan Pasal 22 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM menyatakan “Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannnya itu.” Pengaturan hukum nasional Indonesia tersebut memberikan pengakuan dan kebebasan bagi setiap warga negara untuk memeluk serta menjalankan agama dan kepercayaannya sebagai bentuk HAM yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
Hukum internasional juga menyediakan pengaturan yang bermuatan perlindungan terhadap hak atas kebebasan beragama. Article 18 The Universal Declaration of Human Rights menyatakan:
“Everyone has the right to freedom of thought, conscience and religion; this right includes freedom to change his religion or belief, and freedom, either alone or in community with others and in public or private, to manifest his religion or belief in teaching, practice, worship and observance.”
4
Article 18 International Covenant on Civil and Political Rights yang sudah diratifikasi Indonesia dengan UU No. 12 Tahun 2005, menyatakan:
“1. Everyone shall have the right to freedom of thought, conscience and religion. This right shall include freedom to have or to adopt a religion or belief of his choice, and freedom, either individually or in community with others and in public or private, to manifest his religion or belief in worship, observance, practice and teaching; 2. No one shall be subject to coercion which would impair his freedom to have or to adopt a religion or belief of his choice; 3. Freedom to manifest one's religion or beliefs may be subject only to such limitations as are prescribed by law and are necessary to protect public safety, order, health, or morals or the fundamental rights and freedoms of others; 4. The States Parties to the present Covenant undertake to have respect for the liberty of parents and, when applicable, legal guardians to ensure the religious and moral education of their children in conformity with their own convictions.” Hal ini menunjukkan bahwa hak setiap individu untuk memeluk agama dan keyakinannya masing-masing dilindungi secara universal.8 Indonesia terikat oleh ketentuan tersebut karena telah berpartisipasi dengan jalan melakukan ratifikasi,9 atau manakala ketentuan tersebut telah berstatus sebagai customary international law10 (seperti Article 18 the Universal Declaration of Human Rights). Sebagai tambahan, sumber hukum internasional lain yang statusnya dapat dipandang sebagai customary international law adalah Declaration on the Elimination of all Forms of Intolerance and of Discrimination Based on Religion or Belief 1981.
8
Tore Lindholm, et al. Op. Cit. Hlm. 51.
9
Sesuai dengan prinsip “consent to be bound by treaty” dalam Article 11 dan Article 14 Vienna Convention on the Law of Treaties 1969.
10
Customary international law adalah salah satu sumber hukum internasional berdasarkan Pasal 38 ayat (1) Statuta ICJ.
5
Aturan-aturan hukum internasional tersebut memberikan kebebasan, baik individual atau dalam komunitas dan di depan umum atau pribadi, untuk memanifestasikan agama/keyakinannya dalam pengajaran, praktik ibadah, dan ketaatan.11 Esensi dari substansi pengaturan nasional Indonesia dan internasional di atas adalah adanya perlindungan, jaminan, serta penghormatan terhadap hak atas kebebasan beragama sebagai non derogable human rights.
Aturan hukum nasional dan internasional harus koheren sebagai suatu sistem.12 Akan tetapi penulis mendapati terjadinya inkoherensi dalam existing laws (hukum nasional Indonesia dan hukum internasional) sehingga a body of law yang seharusnya koheren tersebut tidak terjadi.13 Hal ini ditunjukkan oleh keberadaan pengaturan atas kebebasan beragama di Indonesia yang “antikebebasan” yang membatasi secara ekstrem praktik kebebasan beragama di Indonesia, baik secara individu ataupun kolektif di depan umum ataupun secara pribadi.
Pertama, UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama secara keseluruhan menutup kemungkinan seseorang ataupun sekelompok orang untuk menafsirkan suatu agama sesuai keyakinannya masing-masing secara individu, serta terdapat ketentuan pidana atas tindakan
11
Paul Taylor, Freedom of Religion, New York: Cambridge University Press, 2005, hlm. 203-204.
12
Peter Malanczuk, Modern Introduction to International Law, London: Routledge, 1997, hlm. 69; Lihat Hans Kelsen, Principles of International Law, New York: Rinehart & Company Inc, 1966, hlm. 553–88; Lihat juga Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, Bandung: Alumni, 2009, hlm. 61.
13
Theodor Kampschulte, Situasi HAM di Indonesia: Kebebasan Beragama dan Aksi Kekerasan, Internationales Katholisches Missionswerk e.V. Fachstelle Menschenrechte, 2001, hlm. 27-29.
6
tersebut.14 Kedua, pengaturan mengenai kebebasan beragama di Indonesia yang berupa SKB No: 3 Tahun 2008, No: Kep-033/A/JA/6/2008, dan No: 199 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat oleh Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung; SKB Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1979 tentang Tatacara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri Kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia; Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No: 9 Tahun 2006 dan No: 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian
Rumah
Ibadat
juga
membatasi
kebebasan
umat
beragama
mengekspresikan agama/keyakinannya secara publik termasuk di dalamnya untuk melaksanakan ibadah secara kolektif dan menyebarkan agamanya.
Atas dasar problematik yang dikemukakan di atas maka fokus penelitian penulis adalah mengenai aspek-aspek hukum dalam rangka perlindungan kebebasan beragama melalui hukum nasional Indonesia dan hukum internasional. Dalam melakukan penelitian tersebut penulis menempatkan hukum nasional Indonesia dan hukum internasional sebagai sebuah sistem (a body of law). Sebagai sebuah sistem maka inkoherensi/disharmoni yang ada harus dieliminir. Dalam kaitan dengan itu maka melalui penelitian ini penulis hendak
14
Lihat Jazim Hamidi & Husnu Abadi, Intervensi Negara Terhadap Agama, Yogyakarta: UII Press, 2001, hlm. 8.
7
mereformulasi a body of laws yang ada, hukum nasional Indonesia dan hukum internasional, supaya koheren.
C.
Rumusan Masalah
1. Konsep yuridis (legal concept) kebebasan beragama sebagai Hak Asasi Manusia. 2. Aspek-aspek hukum nasional Indonesia dan internasional mengenai kebebasan beragama sebagai a coherent body of law.
D.
Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan konsep yuridis kebebasan beragama sebagai HAM yang meliputi: pengertian, fundasi, ruang lingkup/cakupan, kewajiban negara dan prinsip-prinsipnya. 2. Memaparkan dan menjelaskan materi muatan aturan hukum nasional Indonesia dan hukum internasional berkenaan dengan hak atas kebebasan beragama, identifikasi inkoherensi yang terjadi, serta solusi atas inkoherensi untuk menjadikannya a coherent body of law.
E.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian hukum (legal research). Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah statute approach, comparative approach dan conceptual approach. Statute approach digunakan karena a coherent body of law dalam penelitian ini bahan-
8
bahan/material-material penyusunnya adalah peraturan perundang-undangan nasional maupun internasional.15
Comparative approach digunakan dalam rangka memahami persoalan kebebasan beragama dengan dibantu oleh praktik yang berlangsung di negara lain, baik
berupa
peraturan
perundang-undangan
maupun
putusan-putusan
pengadilan.16 Comparative approach digunakan karena kebebasan beragama adalah isu universal sebagai HAM. Terakhir, conceptual approach digunakan untuk mengetahui pendapat hukum dari sarjana atau yuris yang relevan berkenaan dengan kebebasan beragama.17
Sehubungan dengan pendekatan-pendekatan tersebut maka bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah peraturan perundangundangan Indonesia dan aturan-aturan hukum internasional yang relevan, aturanaturan hukum atau putusan-putusan pengadilan negara lain dan buku-buku hukum yang relevan dengan topik dan permasalahan penelitian. Adapun unit-unit analisa penelitian adalah:
1. Konsep yuridis mengenai kebebasan beragama sebagai HAM.
15 16 17
-
Pengertian kebebasan beragama sebagai HAM.
-
Fundasi/ratio legis kebebasan beragama sebagai HAM.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2005, hlm. 97-98. Ibid., hlm. 93-95. Ibid., hlm. 138. Lihat juga Johny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang: Banyumedia Publishing, 2006, hlm. 295.
9
-
Ruang lingkup/cakupan hak atas kebebasan beragama sebagai HAM.
-
Kewajiban-kewajiban negara berkenaan dengan hak atas kebebasan beragama sebagai HAM.
-
Prinsip-prinsip hukum mengenai hak atas kebebasan beragama sebagai HAM.
2. Hukum nasional Indonesia dan hukum internasional sebagai a body of law yang koheren dalam rangka perlindungan terhadap kebebasan beragama sebagai HAM.
-
Pengaturan hukum nasional Indonesia mengenai kebebasan beragama.
-
Pengaturan hukum internasional mengenai kebebasan beragama.
-
Identifikasi adanya inkoherensi dan solusi atas inkoherensi dalam rangka a coherent body of law.
10