BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar rakyatnya hidup dari sektor pertanian. Kondisi alam, cuaca dan budaya masyarakat di Indonesia juga sangat mendukung sektor pertanian, dimana tanah Indonesia merupakan tanah yang relatif subur sehingga produktif untuk ditanam. Pertanian memang cocok untuk dikembangkan di Indonesia. Oleh karenanya, pertanian memegang peranan penting dari perekonomian nasional. Hal ini dibuktikan dari banyaknya jumlah penduduk yang mengandalkan hidupnya untuk bekerja pada sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian (Mubyarto, 1972:11). Penduduk Indonesia yang mengandalkan hidupnya bekerja pada sektor pertanian sebagian besar berada di perdesaan. Hal ini disebabkan wilayah perdesaan di Indonesia lebih luas dibandingkan dengan wilayah perkotaan. Salah satu wilayah yang memiliki potensi pertanian produktif dengan kualitas yang baik adalah Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Prestasi Kabupaten Bantul dalam ketahanan pangan khususnya sektor pertanian sudah diakui pada tingkat provinsi dengan mendapatkan penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara pada Tingkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bahkan pengakuan tersebut didapatkan hingga tingkat nasional (bkppp.bantulkab.go.id).
14
Peristiwa yang terjadi pada Tahun 2006 menghentikan sementara aktifitas pertanian di Kabupaten Bantul. Pada tanggal 27 Mei 2006, gempa bumi mengguncang bagian tengah wilayah Indonesia, termasuk Kabupaten Bantul. Berdasarkan data yang diambil dari Ringkasan Laporan Penyusunan Rencana Strategis Pengembangan Ekonomi Lokal Kabupaten Bantul Tahun 2007, gempa bumi terjadi pada pagi hari sekitar pukul 05:53 waktu setempat, saat sebagian besar orang sudah terbangun dan sibuk dengan pekerjaan rutin pagi hari di luar rumah. Gempa berpusat di Samudera Hindia pada jarak sekitar 33 kilometer di selatan Kabupaten Bantul. Kekuatan gempa mencapai 5,9 Skala Richter dan berlangsung selama 52 detik. Kedalaman gempa relatif dangkal yakni 33 kilometer di bawah tanah, namun berhasil menimbulkan guncangan lebih dasyat dibandingkan gempa yang terjadi pada lapisan yang lebih dalam dengan kekuatan gempa yang sama. Dasyatnya guncangan gempa yang terjadi Tahun 2007, mengakibatkan kehancuran dan kelumpuhan sementara pada Kabupaten Bantul dan sekitarnya. Berdasarkan data yang diambil dari Ringkasan Laporan Penyusunan Rencana Strategis Pengembangan Ekonomi Lokal Kabupaten Bantul Tahun 2007, 2 (dua) kabupaten paling parah terkena dampak bencana gempa adalah Kabupaten Bantul di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Klaten di Provinsi Jawa Tengah. Dampak bencana gempa yang ditimbulkan pun terkonsentrasi di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Klaten. Lebih dari 70 % bangunan yang ada di 2 (dua) kabupaten tersebut rusak. Sebagian besar kerusakan terjadi pada bangunan rumah penduduk dan bangunan sektor swasta. Selain kerusakan bangunan, gempa
15
bumi juga merusak sarana dan prasarana umum yang sering digunakan masyarakat untuk menunjang aktifitas, misalnya bangunan sekolah, balai desa, dan lain sebagainya. Bencana gempa bumi yang terjadi Tahun 2006 telah meluluh lantahkan aktifitas di Kabupaten Bantul untuk waktu yang tidak sebentar. Kabupaten Bantul yang pada mulanya begitu aman dan dinamis dalam sekejap seakan tidak tersisa lagi. Seluruh sektor kehidupan di Kabupaten Bantul mengalami kelumpuhan total, mulai dari sektor ekonomi, sektor pendidikan, sektor budaya, dan sektor lainnya. Jika dianalisis dari berbagai sektor yang ada, maka sektor ekonomi merupakan sektor terparah yang merupakan dampak dari terjadinya gempa.
Kenyataan
tersebut seakan tidak terbantahkan dengan berhentinya seluruh kegiatan perekonomian di Kabupaten Bantul mulai dari produksi, distribusi hingga konsumsi. Desa Kebonagung, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu desa yang terkena dampak terparah dari terjadinya gempa bumi Tahun 2006. Desa Kebonagung ini tidak mampu mengelak dari hebatnya bencana gempa bumi yang terjadi tanggal 27 Mei 2006. Seluruh segmen kehidupan, khususnya sektor ekonomi di desa ini mengalami kehancuran yang sama dengan berbagai daerah lainnya. Bahkan, kehancuran dan kelumpuhan ekonomi di Kampung Candran, salah satu kampung dalam wialayah Desa Kebonagung mengalami kerusakan paling besar. Semua bangunan yang ada di kampung Candran ini rusak dan hampir rata dengan tanah sehingga tidak ada satu pun rumah yang masih berdiri dan bisa difungsikan.
16
Banyaknya kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan akibat gempa sangat berpengaruh
pada kehidupan dan aktifitas masyarakat di Desa
Kebonagung maupun Kampung Candran. Secara otomatis, pengangguran dan kemiskinan mengalami peningkatan yang cukup tajam di wilayah ini. Rendahnya kualitas sumber daya manusia yang ada semakin memperkeruh dan memperburuk situasi. Bahkan, masyarakat di Desa Kebonagung, khususnya Kampung Candran pada saat itu kesulitan membiayai living cost atau biaya hidup primer sekalipun yakni makan dan minum. Tidak tersisanya harta benda, hilang pekerjaan, ditinggal pergi sanak saudara dan keluarga, menjadi pukulan hebat yang membuat masyarakat yang tinggal di desa Kobonagung khususnya Kampung Candran berada pada di “titik nol” bahkan “minus”. Situasi tersebut menimbulkan berbagai penyakit sosial baru, mulai dari problem ekonomi, problem psikologi, bahkan meningkatnya tingkat kriminalitas di tengah-tengah masyarakat. Ini terpahami karena berbagai problem tersebut tidak pernah berdiri sendiri, melainkan akan berkembang membentuk mata rantai yang terus menimbulkan bias dan saling merefleksikan satu sama lain. Selain menimbulkan kerugian materi maupun psikologi, gempa bumi yang terjadi Tahun 2006 juga menimbulkan dampak positif bagi penguatan kekerabatan yang terjadi di tengah masyarakat, khususnya di Kampung Candran. Setelah terjadinya gempa, kekerabatan yang ada di masyarakat menjadi menguat baik antar sesama warga dalam satu masyarakat maupun antar masyarakat dengan pihak luar. Kondisi ini terjadi karena adanya rasa keprihatinan, panggilan
17
kemanusiaan dan perasaan senasib sepenanggungan yang ditimbulkan sebagai akibat dari gempa tersebut. Nilai kekerabatan yang menguat seperti gotong royong, tenggang rasa, kepercayaan, dan lain sebagainya merupakan modal sosial masyarakat yang sesungguhnya telah lama ada dan mengakar dalam masyarakat. Namun dengan adanya bencana gempa, modal sosial tersebut berkembang dan semakin menguat. Modal sosial inilah yang bekerja pada masyarakat, khususnya masyarakat di Kampung Candran yang membuat masyarakat bangkit dari kondisi keterpurukan lebih cepat dari yang diperkirakan berbagai pihak. Seiring berjalannya waktu, masyarakat di Kampung Candran mulai memperbaiki kehidupan dan sendi-sendi perekonomian mereka. Masyarakat mulai kembali pada profesi yang menjadi mata pencaharian mereka sebelum bencana gempa terjadi. Namun, tidak sedikit dari mereka yang tidak bisa kembali pada profesi pekerjaan yang dahulu dikerjakan. Hal ini dikarenakan ada beberapa orang yang mengalami keterbatasan fisik akibat tertimpa reruntuhan bangunan sehingga tidak bisa beraktifitas seperti sebelumnya. Selain itu, ada pula yang tidak bisa kembali ke profesi sebelumnya karena kerugian materil yang ditimbulkan terlalu besar sehingga menyebabkan alat produksi yang biasa digunakan sebagai modal mata pencaharian tidak dapat digunakan kembali. Tidak lama setelah terjadinya gempa, dengan dukungan berbagai pihak, prores pemulihan kondisi masyarakat dan perekonomian masyarakat secara bertahap mulai membaik dan membuahkan hasil. Masyarakat sudah kembali beraktifitas, membangun kembali rumah yang dijadikan tempat tinggal dan
18
meneruskan mata pencaharian yang sebelumnya sempat ditinggalkan. Profesi petani dan buruh tani pun kembali menjadi profesi mayoritas yang dipilih masyarakat sebagai mata pencaharian, khususnya di Kampung Candran, Desa Kebonagung. Kembali menjalani aktifitas sebagai petani dan buruh tani ternyata tidak menyelesaikan masalah sepenuhnya yang dihadapi masyarakat yang berbasis pertanian seperti masyarakat di Kampung Candran. Ada persoalan klasik yang dihadapi masyarakat petani pada umumnya, dimana hal ini juga dialami masyarakat tani di Kampung Candran yakni adanya jarak waktu (gap) antara aspek ekonomi dengan aspek pertanian. Jarak waktu ini dikenal dengan istilah “gestation period” yang berarti adanya jarak waktu antara pengeluaran yang dilakukan petani dengan penerimaan hasil penjualan. Selain permasalahan pertanian, permasalahan yang ada di kampung Candran yang merupakan wilayah perdesaan pasca gempa bumi Tahun 2006 adalah berkembangnya anggapan bahwa desa saat ini dipandang sudah tidak lagi mampu menjadi tempat hidup dan penghidupan yang layak bagi warganya. Indikatornya ialah semakin banyaknya warga desa yang bermigrasi ke kota-kota besar untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Untuk memulihkan kondisi masyarakat yang ada di wilayah ini, tentunya dibutuhkan sebuah pandangan baru yang tidak lagi menempatkan masyarakat sebagai obyek, melainkan sejak awal menempatkan masyarakat pada posisi yang tepat, yakni sebagai subyek dari proses yang hendak dibangun dan dikembangkan. Oleh karenanya, untuk dapat menyelesaikan berbagai persoalan dan mencapai tujuan bersama, masyarakat
19
perlu dilibatkan dalam penggalian dan pengelolaan potensi yang ada di wilayahnya. Potensi tersebut dikelola agar bisa dijadikan sumber peningkatan pendapatan masyarakat sehingga dapat memecahkan masalah bersama. Salah satu potensi yang bisa dikembangkan tanpa meninggalkan unsur kearifan lokal adalah menjadikan wilayah desa sebagai daerah tujuan wisata (destination zones). Daerah tujuan wisata adalah daerah dengan satuan geografis tertentu yang dapat menampung sejumlah wisatawan, daerah itu memiliki cukup banyak dan cukup beragam atraksi wisatanya, memiliki berbagai pelayanan yang dapat ditemui oleh wisatawan untuk memenuhi kebutuhannya (Gunn, 1994:27). Dengan demikian, daerah tujuan wisata merupakan satu kawasan yang secara terencana dipersiapkan untuk dipilih sebagai daerah yang dapat memberikan kenyamanan dan kepuasan wisatawan dalam berekreasi. Desa Kebonagung khususnya Kampung Candran memiliki potensi pariwisata yang bisa dikembangkan. Dimana jika potensi ini dikembangkan, maka potensial menjadi pemersatu dengan sektor-sektor lainnya. Pada dasarnya, Pariwisata terkait dengan banyak sektor, seperti kerajinan, pendidikan, kebudayaan, kesenian, investasi sampai keamanan (Sugiantoro, 2000:127). Oleh karenanya, menjadikan desa sebagai daerah tujuan wisata merupakan titik temu yang cukup efektif. Masyarakat desa tidak harus meninggalkan desa untuk mencari mata pencaharian baru, bahkan masyarakat di luar desa yang akan berdatangan ke desa untuk menikmati keindahan alam dan kearifan lokal yang ada di desa tersebut.
20
Pada dasawarsa belakangan ini, perkembangan desa wisata yang termasuk pada wisata minat khusus mengalami banyak peningkatan. Beberapa hal yang melatarbelakangi peningkatan tersebut salah satunya dikarenakan akhir-akhir ini wisatawan merasa jenuh terhadap pola perjalanan model lama. Banyak wisatawan yang ingin mencari tantangan dalam perjalanan wisata, serta membentuk pola hubungan emosional dengan tempat dan
masyarakat yang
dikunjungi. Selain itu, wisatawan saat ini lebih tertarik untuk mendapatkan pengalaman yang berarti dan bersifat mendidik. Fenomena tersebut sebagai akibat dari berbagai hal, seperti keinginan wisatawan yang berasal dari kota untuk melepaskan diri sejenak dari kebisingan dan kesibukkan kota yang menyesakkan. Ada pula wisatawan yang melakukan perjalanan wisata ke desa karena merindukan suasana perdesaan. Hal ini merupakan peluang bagi pengembangan potensi desa untuk dijadikan desa wisata. Banyak wisatawan yang menginginkan kegiatan pariwisata aktif dimana mereka dapat menghabiskan waktu luangnya untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan petualangan, fantasi, nostalgia dan pengalamanpengalaman eksotik lainnya. Oleh karenanya, banyak wisatawan yang menginginkan untuk berkunjung ke daerah yang relatif sunyi dan bernuansa alami. Daerah yang menyajikan kearifan lokal masyarakat dengan nuansa budaya yang kental. Daerah perdesaan adalah lokasi yang memiliki karakteristik tersebut. Salah satu desa wisata yang saat ini eksis memberikan pelayanan kepada wisatawan adalah desa wisata Candran. Desa wisata Candran merupakan wilayah yang pada Tahun 2006 menjadi korban gempa dengan kerusakan dan kerugian
21
yang signifikan. Namun, masyarakat yang tinggal di Kampung Candran, Dusun Mandingan, Desa Kebonagung, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan segera bangkit dari keterpurukan. Dengan modal sosial yang dimiliki, masyarakat di kampung Candran bersatu membangun daerah dengan menjadikan kawasan mereka sebagai tempat wisata atau biasa disebut “desa wisata”. Desa wisata Candran memiliki eksotika alam bernuansa pedesaan yang kental dengan berbasis pertanian. Daya tarik yang dimiliki desa wisata Candran mampu membawa wisatawan menyelami tradisi budaya tani Indonesia. Perlu diakui bahwa tidak mudah untuk mengubah desa yang tadinya berbasis pertanian menjadi desa wisata. Tidak mudah mengubah karakter masyarakat petani menjadi masyarakat penjual jasa pariwisata. Perubahan ini jika tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan konflik di masyarakat. Perubahan ini juga bisa menguatkan atau melemahkan modal sosial yang sebelumnya ada di masyarakat. Bahkan mungkin akan mengganti modal sosial itu dengan modal sosial yang baru.
1.2. Rumusan Permasalahan Dari pemaparan yang telah dijelaskan, maka menjadi menarik untuk diteliti mengenai apa yang dimiliki oleh masyarakat yang bermukim di desa wisata Candran sehingga di tengah keterbatasan mereka ternyata ada suatu kekuatan yang mampu membuat mereka terlepas dari masalah-masalah yang relatif besar dengan memanfaatkan sumber daya mereka sendiri yakni modal sosial. Setelah mengetahui permasalahan yang ada di desa wisata Candran maka pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah mengenai
22
bagaimana mekanisme bekerjanya modal sosial dalam mengembangkan desa wisata Candran sebagai sarana peningkatan pendapatan masyarakat. Luasnya pembahasan mengenai aspek modal sosial, agar tidak menjadi bias, maka penelitian ini memfokuskan pada pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana kemunculan modal sosial masyarakat dalam pengembangan desa wisata Candran? 2. Bagaimana mekanisme kerja modal sosial yang dimiliki masyarakat untuk mengembangkan desa wisata Candran sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat?
1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kemunculan modal sosial masyarakat dalam rangka pengembangan desa wisata Candran; 2. Untuk menganalisis mekanisme kerja elemen modal sosial yang dimiliki masyarakat di desa wisata Candran dan
melihat dampak pemanfaatannya
terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Penelitian ini diharapkan mampu mengungkapkan seberapa besar faktor modal sosial akan mempengaruhi upaya pengembangan desa wisata Candran yang akan bermuara pada peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat. Penelitian modal sosial (social capital) merupakan penelitian yang menarik dan penting untuk dibahas, karena memasukan dimensi modal sosial sebagai komponen dalam pertumbuhan ekonomi tidaklah mudah.
23
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi pembangunan maupun bagi ilmu pengetahuan: 1. Bagi pembangunan Penelitian ini diharapkan dapat menampilkan bahan-bahan guna sumbangan pemikiran bagi peningkatan partisipasi masyarakat dalam mengembangkan desa wisata. Usaha pengembangan itu menjadi lebih dituntut berkaitan dengan kebijaksanaan pembangunan di negara kita dan dalam rangka pelaksanaan good governance, partisipasi masyarakat menjadi modal utama pembangunan. 2. Bagi ilmu pengetahuan Hasil
penelitian
ini
diharapkan
pembangunan masyarakat
akan
memperkaya
konsep-konsep
yang ada. Sebagaimana diketahui, proses
pembangunan masyarakat pada dasarnya adalah proses perubahan yang direncanakan. 3. Manfaat bagi penulis secara teoritis akademis Penelitian ini digunakan sebagai prasyarat akademik dalam menyelesaikan program Magister Administrasi Publik di Universitas Gadjah Mada. 4. Manfaat bagi Program Studi Magister Administrasi Publik Penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan pengetahuan dalam pengembangan ilmu administrasi publik dengan menambah referensi mengenai pelaksanaan pertisipasi masyarakat dan kebijakan pengembangan desa wisata.
24
5. Manfaat bagi Pemerintah Kabupaten Bantul dan Pemerintah Desa Wisata Candran Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi penentu kebijakan pengembangan desa wisata berbasis partisipasi masyarakat dengan mempertimbangkan potensi lokal di lokasi penelitian. Hasil penelitian ini juga diharapkan menjadi masukan untuk pengembangan desa wisata, khusunya desa wisata Candran yang akan datang. 6. Manfaat bagi masyarakat dan stakeholder terkait dalam pengembangan desa wisata Candran Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat untuk meningkatkan partisipasi dalam pengembangan desa wisata Candran.
1.5. Keaslian Penelitian Penelitian yang terkait dengan modal sosial masyarakat memang sudah banyak peneliti yang mengkaji, tetapi yang terfokus pada mekanisme penguatan modal sosial masyarakat dalam mengembangkan desa wisata khususnya di desa wisata Candran yang bermuara pada upaya peningkatan pendapatan masyarakat, sepengetahuan penulis belum ada. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan Kristya Bintara yang menyatakan bahwa “Penelitian mbaknya adalah penelitian ilmiah pertama mengenai desa wisata yang dilakukan di desa wisata Candran. Sebelumnya memang sudah ada yang wawancara dengan saya mengenai desa wisata Candran, namun itu untuk keperluan peliputan media dan berita lepas. Hal yang bersifat akademis baru ini. Saat ini juga sedang ada penelitian, namun yang bersangkutan meneliti Museum Tani Jawa Indonesia bukan meneliti desa wisatanya” (wawacara 10 November 2013).
25
Tabel 1.1. Penelitian yang pernah dilakukan yang memiliki kesamaan Fokus (Penelitian sebelumnya) N o 1
2
Kompetensi Peneliti
Judul Penelitian
Lokasi Fokus Penelitian yang telah Dilakukan Penelitian Peneliti : Winarti. Peran Modal Sosial Lokasi Tujuan Penelitian : Pascasarjana UGM. Dalam Pemberdayaan penelitian 1. Mengidentifikasi peranan modal sosial dalam Penelitian selesai Ekonomi Masyarakat dilakukan di pembentukan UPKT San Coco Desa dilakukan pada (Studi Kasus UPKT UPKT Sun Petanahan Kecamatan Petanahan Kabupaten Tahun 2013. Sun Coco Desa Coco Desa Kebumen Penelitian ditinjau Petanahan, Kecamatan Petanahan, 2. Mengidentifikasi peranan modal sosial dalam dari keilmuan Petanahan Kabupaten Kecamatan perkembangan UPKT San Coco Desa Administrasi Publik Kebumen) Petanahan Petanahan Kecamatan Petanahan Kabupaten Kabupaten Kebumen Kebumen Kelebihan (+) Tesisi ini memaparkan bahwa modal sosial merupakan modal awal untuk membentuk UPKT Sun Coco. Modal sosial itu berupa : 1. Trust 2. Nilai terlihat dari partisipasi, bekerja keras dan tidak mudah putus asa; 3. Norma terlihat dari norma saling membantu dalam proses belajar masyarakat; 4. Reciprocity terlihat dari kesediaan masyarakat menyiapkan bahan untuk membuat VCO dan nata de coco 5. Tindakan proaktif terlihat dari semangat masyarakat membuat VCO dan nata de coco Tesis ini memaparkan bahwa pemberdayaan masyarakat terwujud karena ada dorongan dari luar yakni pelatihan yang bekerjasama dengan mahasiswa KKN UGM. Peneliti : Adhie Dampak Modal Sosial Lokasi Tujuan penelitian tersebut : Aulia. (Lengge) Terhadap penelitian di 1. Menganalisis apakah norma-norma informal Pascasarjana UGM. Peningkatan Komunitas masyarakat Lengge dapat memenuhi Penelitian ini selesai Pendapatan Masyarakat “Lengge” di karakteristik sebagai modal sosial dilakukan pada Tani (Studi Kasus Pada Kabupaten 2. Menganalisis apakah modal sosial yang sudah Tahun 2011. Komunitas “Lengge” di Bima terbentuk mampu menjadi pendorong Penelitian ini ditinjau Kabupaten Bima) peningkatan pendapatan rumah tangga tani dari keilmuan dalam komunitas tersebut Ekonomika dan
26
Metode Perbedaan Penelitian Penelitian Metode - Lokasi penelitian penelitian berbeda, peneliti yang mengambil lokasi di desa digunakan wisata Candran. adalah - Fokus penelitian kualitatif berbeda, peneliti akan dengan lebih memfokuskan pada penelitian modal sosial masyarakat deskriptif jenis dalam pengembangan studi kasus. desa wisata. Kekurangan (-) - Tesis ini tidak memaparkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemunculan modal sosial dalam pembentukan UPKT San Coco Desa. Padahal faktor-faktor tersebut sangat terkait dengan mekanisme bekerjanya modal sosial yang akan mempengaruhi perkembangan masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan adalah kuntitatif dengan analisis data deskriptif dan
- Lokasi penelitian berbeda, peneliti mengambil lokasi di desa wisata Candran. - Fokus penelitian berbeda - Metode penelitian berbeda, peneliti menggunakan
3
Bisnis.
inferensial parametris
Kelebihan (+) - Tesis ini menjelaskan keberadaan Lengge sebagai lumbung komunal menunjukkan harapan (preferensi) masyarakat Maria untuk menghindari kerugian sebagai dampak dari bencana kebakaran dan serangan hama tikus. Preferensi ini membawa konsekuensi pada intensitas berinteraksi antsr sesame komunitas maupun dengan masyarakat diluar komunitas. Dari interaksi inilag akan memunculkan norma-norma informal yang berbentuk dari pengetahuan, pengorbanan, saling mengingatkan dan saling membantu. - Tesis ini menjelaskan bahwa dalam kehidupan keseharian masyarakat Desa Maria kerjasama dimulai dari pola kekerabatan yang memebentuk tingkat hubungan pertukaran. Pertukaran yang dominan terjadi dalam masyarakat adalah pertukaran yang resiprikal dan altruistic serta berulang. Norma-norma informal yang muncul merupakan hasil dari cara pandang masyarakat terhadap modal pertukaran tadi. - Dengan menjadikan Lengge sebagai media berkembangnya kepercayaan dalam masyarakat, maka berhasil mengeliminir biaya transaksi di masyarakat. Kepercayaan ini membawa dampak pada perilaku jujur dan normal dalam masyarakat. Norma-norma informal yang terbentuk merupakan hasil dari proses interaksi yang telah terbangun dalam masyarakat. - Persepsi masyarakat Maria terhadap lingkungannya dan pola interaksi yang mengikutinya akan menimbulkan pandangan positif komunitas Leengge terhadap masyarakat di lingkungannya, sehingga akan muncul perasaan nyaman, tentram dan bahagia untuk tetap mendiami wilayahnya sekarang. Peneliti : Modal Sosial Sebagai Lokasi 1. Mengetahui upaya masyarakat dalam Wijiharsono. Solusi Mengatasi penelitian di mendefinisikan dan mengatasi permasalahan Pascasarjana UGM. Permasalahan RT 70 dan RT yang ada Penelitian ini selesai Masyarakat Studi 71 / RW 19 2. Mengetahui institusi yang berlaku pada dilakukan pada Kasus Kelompok Kampung masyarakat dalam pengaturan jimpitan Tahun 2012. Jimpitan pada Danunegaran sebagai modal sosial agar kegiatan tersebut Penelitian ini ditinjau Lingkungan RT 70 dan Yogyakarta dapat berjalan sesuai tujuan dan untuk dari Magister RT 71 / RW 19 mengetahui modal sosial menjadi penting bagi Administrasi Publik. Kampung Danunegaran pemecahan permasalahan masyarakat Yogyakarta 3. Mengetahui apa yang mempengaruhi keberhasilan jimpitan sebagai institusi modal sosial sehingga dapat bekerja dalam memecahkan persoalan warga atau masyarakat
Kekurangan (-) - Tesis ini memaparkan bahwa modal sosial tidak berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Tetapi tidak dijelaskan mengapa bisa terjadi demikian.
27
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan metode deskriptif jenis studi kasus.
pendekatan kualitatif
- Lokasi penelitian berbeda, peneliti mengambil lokasi di desa wisata Candran. - Fokus penelitian berbeda, peneliti akan lebih memfokuskan pada modal sosial masyarakat dalam pengembangan desa wisata.
4
Kelebihan (+) - Tesis ini menjelaskan bahwa dalam komunitas tersebut modal sosial yang ada terdiri dari beberapa institusi diantaranya arisan warga, simpan pinjam, pengajian dan jimpitan, yang kemudian oleh warga jimpitanlah yang paling tepat dan dipilih sebagai modal sosial yang berfungsi dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi pada warga dalam konteks urban community dan dianggap memiliki kelebihan dari modal sosial lainnya meskipun sebenarnya memiliki prinsip yang sama dan bahkan terbentuknya jimpitan juga berawal dari berbagai nilai-nilai yang ada pada modal sosial lainnya yang kemudian justru memperkaya nilai-nilai yang sudah terbentuk. - Temuan penting berkenaan dengan kelebihan institusi jimpitan terutama pada awal keberadaannya yang salah satu tujuannya sebagai pengikat tali silaturahim (bonding) warga ternyata kemudian justru memberikan manfaat yang jauh lebih besar, sebagai jembatan bagi modal sosial lainnya (brinding social capital) yaitu peningkatan tali silaturahim yang berkembang dimasyarakat dan sebelumnya telah terbentuk oleh modal sosial lainnya sebatas pada frame entitasnya, kemudian justru lebih diperkuat lagi tali silaturahminya berdasarkan fungsi jimpitan yang menghubungkan antara modal sosial yang satu dengan modal sosial lain tanpa ada frame entitas yang diusung. Peneliti : Studi Tentang Lokasi 1. Mengetahui dan mendeskripsikan Retno Widayani. Kemunculan Modal penelitian di kemunculan modal sosial di masyarakat Pascasarjana UGM. Sosial (Studi Kasus RW 13 transisi dari rural ke urban seperti yang Penelitian ini selesai Masyarakat RW 13 Kelurahan dilakukan masyarakat RW 13 Kelurahan dilakukan pada Kelurahan Subangjaya Subangjaya Subangjaya Kota Sukabumi Tahun 2011. Kecamatan Cikole Kecamatan 2. Mengetahui dan mendeskripsikan penyebab Penelitian ini ditinjau Kota Sukabumi) Cikole Kota kemunculan modal sosial di tengah dari keilmuan Sukabumi masyarakat transisi dari rural ke urban Administrasi Publik. 3. Mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana modal sosial yang muncul berfungsi dalam mengatasi persoalan masyarakat yang tidak dapat dipecahkan oleh pemerintah Kelebihan - Kemunculan modal sosial di RW 13 dipengaruhi oleh sosok pemimpin yang baik yang menerapkan sistem kepemimpinan transformasional dimana lebih menekankan nilai-nilai yang relevan bagi proses pertukaran (perubahan) seperti kejujuran, keadilan dan tanggung jawab. Sehingga dapat dikatakan bahwa kepemimpinan mempunyai korelasi positif terhadap kemunculan modal sosial. Dengan hadirnya seorang pemimpin yang baik mampu mewujudkan consensus dalam memecahkan masalah bersama. - Namun, pengaruh keberadaan seorang pemimpin dalam modal sosial juga membawa efek negative, dimana tinggi rendahnya kualitas modal sosial masyarakat RW 13 cenderung tergantung pada kualitas kepemimpinan dari Ketua RW maupun tokoh masyarakat, dan hal itu merupakan suatu ancaman bagi keberadaan modal sosial wilayah
28
Kekurangan (-) Tesis ini kurang menjelaskan mengenai aktor yang menggerakan institusi jimpitan. Tesis ini juga tidak menjelaskan faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan institusi jimpitan.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan metode deskriptif jenis studi kasus.
- Lokasi penelitian berbeda, peneliti mengambil lokasi di desa wisata Candran. - Fokus penelitian berbeda, peneliti akan lebih memfokuskan pada modal sosial masyarakat dalam pengembangan desa wisata.
Kekurangan - Tesis ini kurang menggambarkan pemanfaatan modal sosial yang ada di masyarakat oleh pemerintah daerah setempat
5
setempat Peneliti : Michelle Risha Purwanty Suyanto. Pascasarjana UGM. Penelitian ini selesai dilakukan pada Tahun 2011. Penelitian ini ditinjau dari Teknik Arsitektur Konsentrasi Arsitektur Pariwisata.
Kualitas Peran dan Kapasitas Keterlibatan Masyarakat Sebagai Faktor Pendukung Keberdayaan Masyarakat Dalam Pengembangan Kepariwisataan (Studi Kasus Desa Wisata Kebonagung, Kabupaten Bantul, DIY)
Lokasi penelitian di Desa Wisata Kebonagung, Kabupaten Bantul, DIY
1. Mengetahui tingkat pemahaman warga desa wisata Kebonagung terhadap pariwisata, desa wisata dan pariwisata berbasis masyarakat (CBT). 2. Mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan kepariwisataan di desa wisata Kebonagung dan pemahaman terhadap konsep CBT juga menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan kepariwisataan di desa wisata Kebonagung. 3. Mengetahui tingkat keberdayaan masyarakat lokal dari perkembangan kepariwisataan di desa wisata Kebonagung 4. Mengetahui keterkaitan antara keberdayaan masyarakat dengan kesadaran atau pemahaman, kapasitas dan peran masyarakat
Kelebihan - Tesis ini menggambarkan tingkat pemahaman warga desa Kebon agung terhadap pariwisata dan pariwisata yang berbasis masyarakat di desa wisata Kebon agung atau yang biasa disebut CBT
29
Metode penelitian yang digunakan adalah Mix KualitatifKuantitatif dengan pendekatan deskriptifdeduktif
- Lokasi penelitian berbeda, peneliti mengambil lokasi di desa wisata Candran. - Fokus penelitian berbeda - Metode penelitian berbeda, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif
Kekurangan - Tesis ini kurang menggambarkan pemanfaatan modal sosial yang ada di masyarakat oleh pemerintah daerah setempat
Hakekatnya, terdapat 3 (tiga) pilar utama yang secara struktural merupakan satu kesatuan integral dalam melihat keaslian sebuah penelitian. Tiga pilar utama yang dimaksud sebagai berikut : 1.
Lokus atau lokasi penelitian ini adalah desa wisata Candran terletak di Kampung Candran, Dusun Mandingan, Desa Kebonagung, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
2.
Fokus penelitian adalah mekanisme bekerjanya modal sosial masyarakat dalam mengembangkan desa wisata Candran dan hasil pengembangannya sebagai sarana peningkatan pendapatan masyarakat. Peneliti mengambil fokus modal sosial di desa wisata Candran dikarenakan dengan keterbatasan dan bencana gempa yang menimpa, masyarakat dapat menggali potensi yang ada untuk mengembangkan desa yang tadinya berbasis pertanian menjadi desa wisata.
3.
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan jenis pemaparan deskriptif menggunakan studi kasus. Memperhatikan penelitian-penelitian sebelumnya, maka berdasarkan
relevansi keilmuan, fokus penelitian dan lokasi penelitian yang berbeda, penulis akan tetap melanjutkan penelitian mengenai mekanisme bekerjanya modal sosial dalam mengembangkan desa wisata sebagai sarana peningkatan pendapatan masyarakat dengan lokasi penelitian di desa wisata Candran. Penelitian ini ditinjau dari keilmuan Administrasi Publik, sebagai karya ilmiah dalam rangka menyelesaikan tesis di Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada.
30