1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini yang ditandai dengan persaingan kualitas atau mutu, menuntut semua pihak dalam berbagai bidang dan sektor pembangunan untuk senantiasa
meningkatkan
kompetensinya.
Hal
tersebut
mendudukkan
pentingnya upaya peningkatan kualitas pendidikan baik secara kuantitatif maupun kualitatif yang harus dilanjutkan terus-menerus, sehingga pendidikan dapat digunakan sebagai wahana dalam membangun watak bangsa (character building). Dalam bidang pendidikan, sekarang ini sedang diguncang dengan berbagai perubahan sesuai tuntutan dan kebutuhan masyarakat, serta ditantang untuk dapat menjawab berbagai permasalahan lokal maupun perubahan global yang terjadi begitu cepat dan pesat. Oleh sebab itu, pengembangan sumber daya manusia harus mendapat perhatian secara sungguh-sungguh berdasarkan perencanaan secara sistematik dan rinci yang mengacu ke masa depan. Sistem pendidikan guru sebagai suatu sistem pendidikan nasional merupakan faktor kunci dan memiliki peran yang sangat strategis. Pemerintah memandang bahwa guru media yang sangat penting artinya dalam kerangka pembinaan dan pengembangan bangsa. Guru mengemban tugas-tugas sosial kultural yang berfungsi mempersiapkan generasi muda sesuai dengan cita-cita bangsa. Demikian pula masalah guru di negara kita dapat dikatakan mendapat titik sentral dalam dunia pendidikan,
2
baik pendidikan formal maupun non formal. Di dalam GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) masalah guru mendapat prioritas dalam perencanaan sehubungan dengan persoalan-persoalan mutu dan relevansi dengan perluasan belajar.1 Guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan tidak akan memberikan sumbangan yang signifikan tanpa didukung oleh guru yang professional dan berkualitas. Masyarakat atau orang tua peserta didik pun kadang-kadang mencemooh dan memandang guru tidak kompeten, tidak berkualitas, manakala putra-putrinya tidak bisa menyelesaikan persoalan yang ia hadapi sendiri atau memiliki kemampuan tidak sesuai dengan keinginannya. Sikap dan perilaku masyarakat tersebut memang bukan tanpa alasan, karena memang ada sebagian kecil oknum guru yang melanggar atau menyimpang dari kode etiknya.2 Yang mengakibatkan rendahnya pengakuan masyarakat terhadap guru yakni kelemahan yang ada pada diri guru itu sendiri, tetapi rendahnya tingkat kompetensi profesionalitas mereka. Hal ini disebabkan oleh tidak terpenuhinya kualitas pendidikan minimal.
1
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendidikan Kompetensi (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 19. 2 User Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), 1.
3
Jumlah guru yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal guru yang dituntut oleh peraturan pemerintah No.19 Tahun 2005 Pasal 28 tentang Standar Nasional Pendidikan. “Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan nasional”.3 Seiring dengan tuntutan mutu pendidikan, pemerintah dewasa ini membuat Permendiknas yang mengatur tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Pengakuan guru terhadap kedudukan guru sebagai pendidik professional merupakan bagian dari keseluruhan upaya peraturan perundang-undangan,
seperti
tentang
kepegawaian,
ketenaga
kerjaan,
karyawan dan pemerintah daerah.4 Untuk melaksanakan peningkatan mutu pendidikan, guru diharapkan dapat menjadi agen utama yang akan menjadi obyek dan sekaigus subyek yang dapat melaksanakan penjaminan, karena guru yang bermutu akan sangat menentukan terciptanya hasil belajar peserta didik yang bermutu. Guru akan menjadi ujung tombak penyelenggaraan proses pembelajaran di sekolah. Proses pembelajaran yang bermutu harus menjadi kunci utama dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Dalam rangka meningkatkan kemampuan profesianal guru, perlu dilakukan sertifikasi dan uji kompetensi secara berkala agen kinerjanya terus
3 UU Guru Dosen dan UU Sisdiknas, Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Asa Mandiri, 2007), 14. 4 Direktorat Pendidikan Madrasah, Sertifikasi Guru dalam Jabatan Guru materi pembekalan untuk calon peserta (Depag, 2007), 13.
4
meningkat dan tetap memenuhi syarat prosesional.5 Agen dapat melaksanakan peran dan tugas profesionalnya secara optimal, kompetensi guru harus ditingkatkan terus menerus sepanjang hayat. Guru harus terus belajar dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilannya yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran. Berpijak dari latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan atau penerapan tentang standar kulaifikasi akademik dan kompetensi guru pendidikan agama Islam di SMA Bakti Ponorogo dengan menggunakan penelitian kualitatif. Sehubungan dengan hal ini mendorong penulis untuk mengadakan penelitian dengan judul “UPAYA GURU PAI DALAM MEMENUHI PERMENDIKNAS NO. 16 TAHUN 2007
TENTANG
STANDAR
KUALIFIKASI
AKADEMIK
DAN
KOMPETENSI GURU DI SMA BAKTI PONOROGO.” B. Fokus Penelitian Sesuai dengan judul penelitian Implementasi Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, karena judul ini masih sangat luas, maka peneliti memfokuskan pada Standar Kualifikasi Akademik dan upaya peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru Pendidikan Agama Islam di SMA Bakti Ponorogo.
5
Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), 13.
5
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi riil Standar Kualifikasi Akademik guru Pendidikan Agama Islam di SMA Bakti Ponorogo dalam memenuhi Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru? 2. Bagaimana kondisi riil Kompetensi guru Pendidikan Agama Islam di SMA Bakti Ponorogo dalam memenuhi Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru? 3. Apa upaya guru Pendidikan Agama Islam di SMA Bakti Ponorogo dalam memenuhi Standar Kualifikasi Akademik dalam Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru? 4. Apa upaya guru Pendidikan Agama Islam di SMA Bakti Ponorogo dalam memenuhi Standar Kompetensi Guru dalam Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan kondisi riil Standar Kualifikasi Akademik guru Pendidikan Agama Islam SMA Bakti Ponorogo dalam
6
memenuhi Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. 2. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan kondisi riil Kompetensi guru Pendidikan Agama Islam SMA Bakti Ponorogo dalam memenuhi Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. 3. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan upaya guru Pendidikan Agama Islam SMA Bakti Ponorogo dalam memenuhi Standar Kualifikasi Akademik dalam Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. 4. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan upaya guru Pendidikan Agama Islam SMA Bakti Ponorogo dalam memenuhi Standar Kompetensi Guru dalam Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. E. Manfaat penelitian 1. Teoritis Dalam penelitian ini diharapkan akan ditemukan pelaksanaan mengenai Implementasi Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru di SMA Bakti Ponorogo. 2. Praktis a. Bagi Guru Akan
dapat
membantu
mendapatkan
informasi
tentang
Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik
7
dan Kompetensi Guru sehingga seorang guru nantinya akan dapat meningkatkan kualitas dalam pembelajaran dan kompeten terhadap vaknya. b. Bagi Sekolah Akan mendapatkan seorang guru yang sangat berkualitas dalam pembalajaran pendidikan agama Islam serta memberikan sumbangan peningkatan mutu pendidikan yang sangat bagus. c. Pengembangan Penelitian Lebih Lanjut Yakni dapat dijadikan sebagai acuan pertimbangan dalam menambah cakrawala berpikir dan menambah khazanah intelektual. F. Metodelogi Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini digunakan metodologi penelitian dengan pendekatan kualitatif, yang memiliki karakteristik alami (natural setting) sebagai sumber data langsung, deskriptif, proses lebih dipentingkan daripada hasil, analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisa induktif, dan merupakan hal yang esensial.6 ada 6 (enam) macam metodologi penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu etnografi, studi kasus, teori grounded, penelitian interaktif, penelitian elogikal, dan penelitian masa depan.7
6
Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan berperilaku yang dapat dialami. Lihat dalam Lexy Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT Rosdakarya, 2000), 3. 7 Marriam , S.B.G Simpson, E.L, A.Quide to research for Educators and trainer on adults. (Malabar, Florida: Robert E. Krieger Publising Company, 1984).
8
Dan dalam hal ini, jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus, yaitu suatau deskripsi intensif dan analisis fenomena tertentu atau satuan sosial seperti individu, kelompok, institusi atau masyarakat. Studi kasus dapat digunakan secara tepat dalam banyak bidang. Disamping itu merupakan penyelidikan secara rinci satu setting, satu subyek tunggal, satu kumpulan dokumen atau satu kejadian tertentu.8 2. Kehadiran Peneliti Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan serta, sebab peranan penelitian yang menentukan keseluruhan skenarionya.9 Untuk itu, dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen kunci, partisipan penuh sekaligus pengumpul data, sedangkan instrumen yang lain sebagai penunjang. 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah SMA Bakti Ponorogo yaitu sebuah sekolah swasta yang dikelola oleh yayasan yang berdiri sejak di tanda tanganinya Akte Notaris S.S Sinilangga, SH Nomor 37 tanggal 19 April 1983 untuk batas waktu yang tidak ditentukan. SMA Bakti Ponorogo merupakan satu-satunya sekolah swasta yang merintis sekolah standar Innasional yang perlahan tapi pasti untuk bersaing dengan SMA lain baik yang negeri ataupun sekolah swasta lainnya.
8
Bogdan dan Biklen, Qualitative Research for Education, An introduction to theory and methods. (Boston: Allyn and Bacon, 1982, Inc). 9 Pengamatan berperan serta adalah sebagai penelitian yang bercirikan interaksi-sosial yang memakan waktu cukup lama antara peneliti dengan subyek dalam lingkungan subyek. Dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan catatan tersebut berlaku tanpa gangguan. Lihat Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 112
9
Untuk mengetahui keadaan guru dan bagaimana proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah tesebut merupakan alasan mengapa peneliti memilih lokasi penelitian. 4. Sumber Data Sumber data utama dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lainnya. Dengan demikian sumber data dalam penelitian ini adalah: kata-kata dan tindakan sebagai sumber data utama, sedangkan sumber data tertulis, foto dan statistik, adalah sebagai sumber tambahan.10 5. Prosedur Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah meliputi wawancara, observasi dan dokumentasi. Sebab bagi peneliti kualitatif fenomena dapat dimengerti maknanya secara baik, apabila dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam dan observasi pada latar, dimana fenomena tersebut berlangsung dan disamping itu untuk melengkapi data, diperlukan dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh atau tentang subyek). a. Teknik Wawancara Salah satu metode
pengumpulan data ialah dengan jalan
wawancara yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden. Wawancara adalah salah satu bagian yang terpenting dari setiap survai. Tanpa wawancara, peneliti akan kehilangan informasi 10
Lonfland, Analyzing Social Setting, A Guide to Qualitative Observation and Analysis, (Belmont, cal: Wadswordth Publishing Company, 1984), 47. lihat dalam Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 112.
10
yang hanya dapat diperoleh dengan jalan bertanya langsung kepada responden. Data semacam itu merupakan tulang pungung suatu penelitian survai.11 Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Maksud digunakannya wawancara antara lain adalah: (a) Mengkontruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain; (b) Mengkontruksi kebulatankebulatan demikian sebagai sebagai yang dialami masa lalu; (c) Memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; (d) Memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain baik manusia maupun bukan manusia; dan (e) Memverifikasi, mengubah dan memperluas kontruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.12 Teknik wawancara ada bermacam-macam jenisnya, diantaranya adalah: (a) Wawancara pembicaraan informasi; (b) Pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara; dan (c) Wawancara buku terbuka.13 Disamping itu juga ada macam-macam wawancara yang lain, diantaranya: (a) Wawancara oleh tim atau panel, (b) Wawancara tertutup dan wawancara terbuka; (c) Wawancara riwayat secara lisan dan
11
Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 2008),
192. 12
Lexy
Lincoln dan Guba, Naturalistic Inquiry, (Bevery Hills: SAGE Publications),266. dan lihat Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 135. 13 Patton, Qualitative Evaluation Methods, (Beverly: Sage Publicationns, 1980), 197.
11
(d) Wawancara terstruktur dan takstruktur.14 Sedangkan dalam penelitian ini teknik wawancara yang digunakan adalah: wawancara mendalam, artinya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus permasalahan, sehingga dengan wawancara mendalam ini data-data bisa terkumpulkan semaksimal mungkin. Dalam penelitian ini orang yang diwawancarai adalah lima guru PAI di SMA Bakti Ponorogo. Hasil wawancara dari masing-masing informan tersebut ditulis lengkap dengan kode-kode dalam transkip wawancara. Tulisan lengkap dari wawancara ini dinamakan transkip wawancara. b. Teknik Observasi Dalam penelitian kualitatif observasi diklasifikasikan menurut tiga cara. Pertama, pengamat dapat bertindak sebagai seorang partisipan atau non partisipan. Kedua, observasi dapat dilakukan secara terus terang atau penyamaran. Ketiga, observasi yang menyangkut latar penelitian. Dan dalam penelitian ini digunakan teknik observasi yang pertama, dimana pengamat bertindak sebagai partisipan. Setiap observasi memiliki gaya yang berbeda-beda. Salah satu perbedaannya adalah derajat keterlibatan peneliti, baik dengan orang maupun dalam kegiatan yang diamati. Terdapat tiga derajat keterlibatan yaitu tanpa keterlibatan (no involvement), keterlibatan rendah (low
14
Lincoln dan Guba, Naturalistic Inquiry, 160.
12
involvement), keterlibatan tinggi (high involvement).
15
Variasi ini
tercermin dalam lima tingkat partisipasi, yaitu non partisipasi (non participation), partisipasi pasif (passive participation), partisipasi moderat
(moderate
participation),
partisipasi
aktif
(active
participation), dan partisipasi lengkap (complete participation). Dalam penelitian
ini,
tingkat
partisipasi
dalam
observasi
yang
akan
dilaksanakan adalah high invloment (keterlibatan tinggi), yaitu partisipasi aktif (active participation). Pada observasi partisipan ini, peneliti mengamati aktifitasaktifitas sehari-hari obyek penelitiaan, karakteristik fisik situasi sosial dan bagaimana perasaan pada waktu menjadi bagian dari situasi tersebut. Selama peneliti di lapangan, jenis observasinya tidak tetap. Dalam hal ini peneliti mulai observasi deskriptif (descriptive observations) secara luas, yaitu berusaha melukiskan secara umum situasi sosial dan apa yang terjadi disana. Kemudian, setelah perekaman dan analisis data pertama, peneliti menyempitkan pengumpulan datanya dan mulai melakukan observasi terfokus (focused observation). Dan akhirnya, setelah dilakukan lebih banyak lagi analisis dan observasi yang berulang-ulang di lapangan, peneliti dapat menyempitkan lagi penelitiannya dengan melakukan
observasi
selektif
(selective
observation).
Sekalipun
demikian, peneliti masih terus observasi deskritif sampai akhir pengumpulan data.
15
Spradley, J.P. Participant Observation, (New York: Rinehart and Winston, 1980)
13
Hasil observasi dalam penelitian ini, dicatat dalam Catatan Lapangan (CL), sebab catatan lapangan merupakan alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, peneliti mengandalkan pengamatan dan wawancara dalam pengumpulan data di lapangan. Pada waktu di lapangan dia membuat “catatan’, setelah pulang ke rumah atau tempat tinggal barulah menyusun “catatan lapangan”.16 Dapat dikatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, jantungnya adalah catatan lapangan. Catatan lapangan pada penelitian ini bersifat deskriptif. Artinya bahwa catatan lapangan ini berisi gambaran tentang latar pengamatan, orang, tindakan dan pembicaraan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan fokus penelitian. Dan bagian deskriptif tersebut berisi beberapa hal, diantaranya adalah gambaran diri fisik rekontruksi dialog, deskripsi latar fisik, catatan tentang peristiwa khusus, gambaran kegiatan dan perilaku pengamat.17 Format rekaman hasil observasi (pengamatan) catatan lapangan dalam penelitian ini menggunakan format rekaman hasil observasi. c. Teknik Dokumentasi Teknik dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber noninsani, sumber ini terdiri dari dokumen dan rekaman. “Rekaman” sebagai setiap tulisan atau pernyataan yang dipersiapkan oleh atau untuk individual atau organisasi dengan tujuan membuktikan
16 17
Lexy Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif ,153-154.. Ibid, 156.
14
adanya suatu peristiwa atau memenuhi accounting.18 Sedangkan “dokumen“ digunakan untuk mengacu atau bukan selain rekaman, yaitu tidak dipersiapkan secara khusus untuk tujuan tertentu, seperti suratsurat, buku harian, catatan khusus, foto-foto, dan sebagainya. Teknik dokumentasi ini sengaja digunakan dalam penelitian ini, mengingat (1) Sumber ini selalu tersedia dan murah terutama ditinjau dari konsumsi waktu; (2) Rekaman dan dokumen merupakan sumber informasi yang stabil, baik keakuratannya dalam merefleksikan situasi yang terjadi dimasa lampau, maupun dapat dan dianalisis kembali tanpa mengalami perubahan; (3) Rekaman dan dokumen merupakan sumber informasi yang kaya, secara kontekstual relevan dan mendasar dalam konteknya. (4) Sumber ini sering merupakan pernyataan yang legal yang dapat memenuhi akuntabilitas, hasil pengumpulan data melalui cara dokumentasi ini, dicatat dalam format transkip dokumentasi. 6. Analisis Data Teknis analisis data dalam kasus ini menggunakan analisis data kualitatif,19 mengikuti konsep yang diberikan Miles & Huberman da Spradley. Miles dan Huberman, mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara
18
Lincoln dan Guba, Naturalistic Inquiry, 35. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain. Lihat dalam Qualitative Research for Education, An introduction to theory and methods (Boston: Allyn and Bacon, 1982), 180. 19
15
terus-menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktifitas dalam analisis data, meliputi data reduction,
data display
dan conclusion. Langkah-langkah analisis
ditujukan pada gambar di bawah ini: Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data
Kesimpulan-kesimpulan. Penarikan/verivikasi
Keterengan: a. Reduksi Data (Data Reduction) adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting. Membuat kategori dengan demikian data yang telah direduksikan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah
peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya. b. Penyajian Data (Data Display) adalah mendisplaykan data atau menyajikan data ke dalam pola yang dilakukan dalam bentuk uraian
16
singkat, bagan, grafik, matrik, network, dan chart. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut sudah menjadi pola yang baku yang selanjutnya akan didisplaykan pada laporan akhir penelitian. c. Kongklusi (conclusion) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. 7. Pengecekan Keabsahan Temuan Keabsahan data merupakan konsep penting yang dipebaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (rebialitas),20 Derajat kepercayaan keabsahan dan (kredebilitas data) dapat diadakan pengecekan dengan teknik (1) Pengamatan yang tekun, dan triangulasi. Ketekunan pengamatan yang dimaksud adalah menemukan ciri-ciri dan unsure-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari. Ketekunan pengamatan ini dilaksanakan peneliti dengan cara: (a)
Mengadakan
pengamatan
dengan
berkesinambungan terhadap faktor-faktor
teliti
dan
rinci
secara
yang menonjol yang ada
hubungannya dengan paradigma belajar dan mengajar di SMA Bakti dalam menghadapi arus era globalisasi dan perdagangan bebas abad -21, kemudian (b) Menelaahnya secara rinci sampai pada satu titik, sehingga pada pemeriksaan tahap awal salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah difahami dengan cara yang biasa. Teknik triangulasi adalah pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
20
Moleong, Metodologi Penelitian, 171.
17
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Ada empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan: sumber, metode, penyidik, dan teori.21 Dalam penelitian ini, dalam hal ini digunakan teknik triangulasi dengan sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informsi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal itu dapat dicapai peneliti dengan jalan: (a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (b) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan
umum
dengan
apa
yang
dikatakan
secara
pribadi,
(c) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian
dengan
apa
yang
dikatakannya
sepanjang
waktu,
(d) Membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang pemerintahan, (e) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. 8. Tahapan-tahapan Penelitian Tahap-tahap dalam penelitian ini ada tiga tahapan dan ditambah dengan tahap teakhir dari penelitian yaitu tahap penulisan laporan hasil penelitian. Tahap-tahap penelitian tersebut adalah: (1) Tahap pra lapangan, yang meliputi: menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajagi dan menilai keadaan lapangan, memilih
21
Ibid, 178.
dan
memanfaatkan
informan,
menyiapkan
perlengkapan
18
penelitian dan menyangkut persoalan etika penelitian; (2) Tahap pekerjaan lapangan, yang meliputi: memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data; (3) Tahap analisis data, yang meliputi: analisis selama dan setelah pengumpulan data; (4) Tahap penulisan hasil laporan penelitian. G. Sistematika Pembahasan Untuk memudahkan penyusunan skripsi, maka pembahasan dalam laporan penelitian ini dikelompokkan menjadi lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari sub-sub yang berkaitan erat yang merupakan kesatuan yang utuh, yaitu: BAB I Pendahuluan, bab ini berfungsi untuk memaparkan pola dasar dari keseluruhan isi skripsi yang terdiri dari latar belakang masalah, focus penelitian, rumusan masalah, tujuan peenelitian, manfaat penelitian, landasan teori dan telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan. BAB II Landasan Teori, bab ini berfungsi untuk mengetengahkan kerangka acuan toeri yang digunakan sebagai landasan melakukan penelitian yang terdiri dari mengenai pengertian standar kualifikasi akademik, pengertian kompetensi guru, macam-macam kompetensi, pengertian kompetensi pedagogik. Lampiran Permendiknas No.16 Tahun 2007. BAB III Berisi tentang penyajian data yang meliputi paparan data umum yang ada kaitannya dengan lokasi penelitian yang terdiri dari visi, misi dan tujuan SMA Bakti Ponorogo, sejarah singkat berdirinya, SMA Bakti Ponorogo, Letak geografis, struktur organisasi, keadaan guru, siswa,
19
karyawan, dan paparan data khusus yang terdiri dari data tentang kondisi riil Standar Kualifikasi Akademik guru Pendidikan Agama Islam di SMA Bakti Ponorogo dalam memenuhi Permendiknas No.16 Tahun 2007, kondisi riil Kompetensi guru Pendidikan Agama Islam di SMA Bakti Ponorogo dalam memenuhi Permendiknas No.16 Tahun 2007, upaya guru Pendidikan Agama Islam di SMA Bakti Ponorogo dalam memenuhi Standar Kualifikasi Akademik dalam Permendiknas No.16 Tahun 2007, upaya guru Pendidikan Agama Islam di SMA Bakti Ponorogo dalam memenuhi Standar Kompetensi Guru dalam Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. BAB IV Berisi tentang analisis data tentang kondisi riil standar kualifikasi akademik guru pendidikan agama Islam di SMA Bakti Ponorogo dalam memenuhi Permendiknas No.16 Tahun 2007, kondisi riil kompetensi guru pendidikan agama Islam di SMA Bakti Ponorogo dalam memenuhi Permendiknas No.16 Tahun 2007, upaya guru pendidikan agama Islam di SMA Bakti Ponorogo dalam memenuhi standar kualifikasi akademik dalam Permendiknas No.16 Tahun 2007, upaya guru pendidikan agama Islam di SMA Bakti Ponorogo dalam memenuhi standar kompetensi guru dalam Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. BAB V Penutup, bab ini dimaksudkan untuk memudahkan bagi pembaca yang mengambil intisari dari skripsi, berisi dari kesimpulan dan saran.
20
BAB II UPAYA GURU PAI DALAM MEMENUHI PERMENDIKNAS NO.16 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI GURU DI SMA BAKTI PONOROGO A. Standar Kualifikasi Akademik Guru Kualifikasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki beberapa arti diantaranya:22 1. Pendidikan khusus untuk memperoleh suatu keahlian. 2. Keahlian yang diperoleh untuk melakukian sesuatu (Menduduki jabatan dan lain sebagainya). 3. Tingkatan. 4. Pembatasan, penyisihan (dalam olah raga). Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh seorang guru sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan formal di tempat penugasan.23 Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kualifikasi guru adalah suatu pendidikan khusus yang harus dimiliki guru untuk memperoleh suatu keahlian. Pendidikan khusus tersebut melalui
22
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung Remaja Rosdakarya, 2001). 104. 23 Budiono, Pengembangan KTSP dan Sertifikasi Guru ( Sebagai Wahana Peningkatan Kualitas Pendidikan) Makalah Seminar Pendidikan Nasional, Himpunan Mahasiswa Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP PGRI (Madiun: 2006), 2.
21
pendidikan tinggi program sarjana (S-1) atau program diploma empat (D IV).24 Untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, guru harus memiliki standar kualifikasi, kompetensi, dan kesejahteraan yang memadai. Makna kualifikasi terkait dengan jenjang pendidikan formal dalam bidang keguruan dan ilmu pendidikan minimal yang harus dimiliki.25 Kualifikasi pendidikan untuk guru di Indonesia dewasa ini didasarkan pada kualifikasi pendidikan formal, yakni lembaga pendidikan tenaga kependidikan, atau program studi yang terkait dengan kependidikan dan kegururan pada universitas negeri dan swasta.26 Standar kualifikasi pendidikan untuk guru di Indonesia mengalami perubahan dan perkembangan dari masa ke masa. Berdasarkan ketentuan yang ada, kualifikasi guru TK dan SD adalah D-2, guru SMP adalah D-3, guru SMU dan SMK adalah S-1. Bahkan kualifikasi guru SMP juga dipersyaratkan berijasah S-1, sama dengan SMA dan SMK. Seperti terdapat di lampiran Permendiknas No 16 Tahun 2007 Tanggal 4 Mei 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Telah dijelaskan bahwa kualifikasi akademik guru pada satuan pendidikan jalur formal mencakup kualifikasi akdemik guru sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), adalah sebagai berikut: Kualifikasi Akademik Guru SMA/MA:
24 Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen (Bandung: Citra Umbara, 2006), 8. 25 Suparlan, Menjadi Guru Efektif (Yogyakarta: Hikayat, 2005), 147. 26 Ibid, 148.
22
Guru pada SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akdemik pendidikan minimum diploma empat (IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakrediatasi.27 Kualifikasi guru dalam perspektif Islam yaitu, Dalam pendidikan Islam seorang guru juga harus memiliki syarat-syarat sebagai seorang pendidik menurut H. Mubangit yaitu: 1. Dia harus beragama Islam. 2. Mampu bertanggung jawab atas kesejahteraan agama. 3. Dia tidak kalah dengan guru-guru sekolah umum, lainnya dalam membentuk warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa dan tanah air. 4. Dia harus memiliki perasaan panggilan murni.28 Dari syarat yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidik adalah orang dewasa yang harus berakhlak baik dan mempunyai kecakapan mendidik. Berdasarkan hal ini guru perlu memenuhi kualifikasi sebagai berikut:29 1. Amanah yaitu bertangung jawab dalam keberhasilan proses pendidikan. Ia betul-betul memiliki komitmen yang tinggi untuk membentuk kepribadian muslim pada diri peserta didik. 2. Kafa’ah atau memiliki skill (keahlian) di bidangnya yang tidak menguasai bidang yang diajarkannya baik dalam aspek Iptekdan
27
Program Studi PAI, Materi Pembekalan Bagi Mahasiswa Peserta PPLK II (STAIN Ponorogo, 2008), 3. 28 Hamdani Ihsan, Fuad Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1989), 102. 29 Muhammad Ismail Yusanto, Menggagas Pendidikan Islami (Jakarta: Al-Azhar Perss, 2004), 92-93.
23
keahlian maupun isaqafah Islam tidak akan mampu memberikan hasil optimal pada para peserta didik. 3. Himmah atau memiliki etos kerja yang baik. Disiplin, bertanggung jawab, kreatif, inovatif, dan taat kepada akad kerja tugas merupakan salah satu karakter orang yang beretos kerja tinggi. 4. Berkepribadian muslim atau guru harus menjadi teladan bagi peserta didik agar tidak hanya sekedar menjalankan fungsi mengajar melainlan juga fungsi mendidik. Sehingga guru bukan hanya bertindak sebagai pengajar, tetapi sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar. Guru juga harus berusaha mengembangkan potensi-potensi peserta didik secara Islam agar membentuk Insan Kamil.30 B. Kompetensi Guru Kompetensi dasar bagi pendidik ditentukan oleh tingkat kepekaannya dari bobot potensi dasar dan kecenderungan yang dimilikinya. Hal tersebut karena potensi itu merupkan tempat dan bahan untuk memproses semua pandangan sebagai bahan untuk menjawab semua rangsangan yang datang darinya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kompetensi berarti kekuasaan (kewenangan) untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi (Competency) yakni kemampuan atau kecakapan. 31
30
Hasan Langgulung, Pendidikian Islam Dalam Abad 21 (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003), 105. 31 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 584.
24
Kompetensi merupakan suatu kemampuan yang mutlak dimiliki guru agar tugasnya sebagai pendidik dapat terlaksana dengan baik. Beranjak dari pengetahuan inilah kompetensi merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pendidikan dan pengajaran. Kompetensi berasal dari bahasa inggris “competence” yang berarti kecakapan. 32 Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.33 Adapun kompetensi guru (teacher competency) merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Dengan gambaran pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa calon pendidik perlu mempersiapkan diri untuk menguasai sejumlah pengetahuan, ketrampilan,
dan
kemampuan
khusus
yang
terkait
dengan
profesi
keguruannya, agar ia dapat menjalankan tugasnya dengan baik, serta dapat memenuhi keinginan dan harapan peserta didiknya.34 C. Macam-macam Kompetensi Guru Dalam Undang-undang RI No 14 tahun 2005 kompetensi guru sebagaimana dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.35 Menurut
Undang-undang
tersebut,
dijelaskan
terdapat
empat
kompetensi yang sangat penting yang harus dimiliki seorang guru. Diantara 32
John M. Echols & Hasan Sadaly, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1982),
132. 33
Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, 4 Abdul Mujib, Jusuf mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Prenada Media, 2006), 93. 35 UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, 9. 34
25
kompetensi pedagogik, pribadi, sosial dan profesional. Dengan keempat tersebut diharapkan mampu meningkatkan kinerja guru dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan bagi anak didiknya dan secara rinci dijabarkan sebagai berikut: 1. Kompetensi Pedagogik Kompetensi pedagogik menurut Undang-undang guru dan dosen adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, sehingga dalam kompetensi erat kaitannya dengan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar. Diperlukan ketrampilan khusus dalam kegiatan belajar mengajar. Guru merupakan komponen pendidikan terpenting, terutama dalam mengatasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan peningkatan mutu pendidik,
secara
sederhana
tugas
guru
adalah
mengarahkan
dan
membimbing para murid agar semakin meningkatkan pengetahuannya, semakin mahir ketrampilannya terbina serta berkembang potensinya. Dalam hubungannya ini ada sebagian ahli yang menjelaskan bahwa guru yang baik adalah guru yang mampu melaksanakan Inspairing Teaching, yaitu guru yang melalui kegiatan mengajarnya mampu mengilhami murid-muridnya. Melalui kegiatan mengajar yang dilakukan seorang guru mampu mendorong para siswa agar mampu menggunakan gagasan-gagasan yang besar dari murid-murid. Dalam kaitan ini pula disadari bahwa pada setiap mata pelajaran yang digunakan harus membawa misi pendidikan dan pengajaran. Seorang guru perlu mengetahui bahwa pada mata pelajaran matematika, misalnya
26
terdapat unsur-unsur pengajaran pendidikan. Unsur pengajarannya adalah memberikan pemahaman kepada para siswa tentang rumus-rumus matematika dan dapat mempraktikkan secara benar dalam hitungan. Unsur pendidikannya adalah membina dan menerapkan karakter anak didik agar berjiwa jujur dalam bekerja secara cermat, teliti, dan sistematik. Karakter itu selanjutnya diterapkan dalam praktek kehidupan yang lain.36 Dalam proses pembelajaran tersebut
guru memegang peranan
yang penting. Guru adalah kreator proses pembelajaran, ia adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik minatnya, mengekspresikan ide dan kreatifitasnya dalam batas-batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Guru akan berperan sebagai model bagi anak didik, kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan guru atas perkembangannya masyarakatnya akan mengantarkan para siswa menciptakan masa depan yang lebih baik.37 Pembelajaran merupakan suatu proses yang komplek dan melibatkan beberapa aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu, untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan diperlukan berbagai ketrampilan. Diantaranya adalah ketrampilan membelajarkan atau ketrampilan mengajar. Dalam proses pembelajaran, guru harus mempunyai kompetensi pedagogik yang meliputi empat hal yaitu: Pertama, guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang hendak dicapai 36 Abudin Nata, Paradigma Pendidikan Islam (Jakarta: PT Grafindo, 2001), 135. 37 Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan (Yogyakarta: Bigraf Publising, 2000), 74.
27
dalam proses pembelajaran. Kedua, guru harus memahami dan melihat keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran. Ketiga, guru harus memaknai kegiatan pembelajaran. Keempat, guru harus melakukan penilaian (evaluasi). Evaluasi ini merupakan aspek yang penting dalam proses pembelajaran untuk menetapkan dan meningkatkan kualitas hasil belajar.38 Dalam kompetensi pedagogik ini seorang guru harus mempunyai kemampuan yang menyangkut kemampuan dalam mengelola pembelajaran bagi peserta didik. Dalam proses pembelajaran, selanjutnya seorang guru harius
mempunyai
pemahaman
terhadap
peserta
didik
dengan
memanfaatkan prinsip-prinsip pengembangan kognitif, serta prinsip pengembangan kepribadian. Seorang guru juga sebagai perancang dan pelaksana proses pembelajaran, sehingga harus memahami landasan kependidikan, mampu menerapkan strategi pembelajaran yang tepat bagi peserta didik, menyusun rancangan pembelajaran serta menentukan kompetensi yang ingin dicapai. Termasuk dalam proses pelaksanaan pembelajaran dengan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didik. Selain itu dalam kompetensi pedagogik ini, seorang guru harus mempunyai kemampuan dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar, yang bertujuan untuk perbaikan kualitas pendidikan serta mampu memberikan dukungan dan motivasi bagi peserta didik dalam pengembangan potensi akademik dan non akademik. 38
Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), 44-42
28
2. Kompetensi Individu/ Pribadi Kompetensi pribadi menurut Undang-undang Guru dan Dosen adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.39 Kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (ma’nawi), sukar dilihat/ diketahui adalah penampilan atau batasannya dalam segala segi dan aspek kehidupan. Misalnya dalam tindakannya, ucapan, caranya bergaul, berpakaian, dan dalam menghadapi sikap persoalan atau masalah baik yang ringan maupun yang berat.40 Sebagai pendidik dan pembangun generasi baru diharapkan tingkah laku yang bermoral tinggi demi masa depan Bangsa dan Negara. Kepribadian guru dapat mempengaruhi suasana atau sekolah, baik kebebasan yang dinikmati anak dalam mengeluarkan buah pikiran dan mengembangkan kreatifitasnya ataupun pengekangan dan keterbatasan yang dialami dalam pengembangan pribadi.41 Kemampuan pribadi ini meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Bertaqwa kepada Allah SWT. 2) Berperan dalam masyarakat sebagai warga negara yang baik. 3) Mengembangkan sifat-sifat terpuji yang dipersyaratkan sebagai guru. Faktor terpenting bagi seorang guru adalah
39
Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, 56. Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), 56. 41 Ary Ginanjar, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), 46 40
29
kepribadiannya. Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia akan menjadi rusak atau penghancur bagi hari depan anak didik, terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar).42 Menjadi teladan dalam berperilaku, berprakarsa, dan menjadi pemimpin tampaknya masih harus dibina dan dikembangkan terus. Menjadi teladan dalam mendidik merupakan faktor penting, sebab di samping memakai pikiran, perkataan, dan ketrampilan. Pendidik juga mendidik melalui pribadinya.43 Barangkali dalam hal ini lebih baik kita memandang kepribadian tersebut dari segi terpadu (intergrated.) Kepribadian terpadu, dapat mengahadapi segala persoalan wajar dan sehat, karena segala unsur dalam pribadinya bekerja seimbang. Pikirannya mampu bekerja dengan tenang, setiap masalah dapat dipahami secara obyektif, sebagaimana adanya maka sebagai guru ia dapat memahami kelakuan anak didik sesuai dengan perkembangan jiwa yang sedang dilahirkannya. Perasaan dan emosi guru yang mempunyai kepribadian terpadu tampak stabil dan menyenangkan. Dia dapat memikat anak didiknya, karena setiap anak merasa diterima dan disenangi oleh guru, betapapun sikap dan tingkah lakukya.44
42 43
Zakiah Drajat, Kepribadian Guru (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1978), 44. Medarta Piderta, Landasan Kepribadian Kependidikan (Jakarta:, PT Rineka cipta, 1997),
275. 44
Zakiah Drajat, Kepribadian Guru, 14.
30
Kepribadian guru yang utuh dan berkualitas sangat penting karena dari sinilah muncul tanggung jawab profesional sekaligus menjadi inti kekuatan profesional dan kesiapan untuk selalu mengembangkan diri.45 Dalam hal ini, seorang guru sebagai individu yang berkecimpung dalam dunia pendidikan harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Tuntutan akan kepribadian sebagai pendidik merupakan hal yang sangat berat dibanding profesi lain, bahkan ungkapan “guru digugu lan ditiru” merupakan simbol akan pentingnya keteladanan seorang guru di masyarakat. Sehingga seorang guru harus mempunyai kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap dan stabil, dewasa, arif, berwibawa, berakhlak mulia serta mampu menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya. 3. Kompetensi Sosial Kompetensi sosial menurut Undang-undang adalah kemampuan guru untuk barkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua, atau wali peserta didik dan masyarakat sekitar.46 Dalam rangka mengembangkan kompetensi sosial ini, maka guru yang baik adalah guru yang mampu mengembangkan kemampuan profesionalnya secara terus menerus dan mampu melakukan kerja kolektif dalam memberi masukan bagi perbaikan praktek pengajuan antara sesama guru dan tenaga kependidikan. Untuk mampu mewujudkan maka seorang 45 Syarifruddin Nurdin, Guru professional Dan Implementasi Kurikulum (Jakarta: PT Ciputat Press, 2005), 22. 46 Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, 57.
31
guru harus sesering mungkin berinteraksi bukan hanya dengan sesama guru dan tenaga kependidikan lainnya tetapi mampu merangkul masyarakat yang di dalamnya wali murid dan masyarakat sekitar sekolah. Menciptakan suasana belajar dan studi yang kondusif dan memelihara keharmonisan pergaulan, komunikasi serta kerja sama pada umumnya sudah dilaksanakan oleh para pendidik.47 Pertalian dan kerja sama yang erat antara guru-guru lebih berharga daripada gedung-gedung yang molek dan alat-alat yang cukup. Sebab apabila guru-guru saling bertentangan, anak-anak akan bingung dan tidak tahu apa yang dibolehkan dan apa yang dilarang. Oleh karena itu kerja sama antara guru-guru itu sangat penting. Suasana di kalangan guru sebagian besar tergantung pada sikap dan kebijakan guru dan kepala sekolah. oleh karena itu kepala sekolah hendaknya jangan bersikap seperti majikan terhadap bawahannya, malahan ia harus mengabdi kepada guru-guru lain. Artinya ia harus mengurus dan sikap sedia memperjuangkan kepentingan guru-guru lainnya. Guru harus mempunyai pandangan luas, jadi harus bergaul dengan segala golongan manusia dan secara aktif berperan serta dalam masyarakat supaya sekolah tidak terpencil. Sekolah hanya hanya dapat berdiri ditengahtengah masyarakat, apabila guru rajin bergaul, suka mengunjungi atau silaturahmi ke rumah orang tua murid-murid, memasuki perkumpulanperkumpulan dan turut serta dalam kejadian-kejadian yang penting dalam
47 Medarta Piderta, Landasan Kepribadian Kependidikan, 275.
32
lingkungannya, maka masyarakat akan rela memberi sumbangan-sumbangan kepada sekolah berupa gedung-gedung, alat-alat sekolah, hadiah-hadiah jika diperlukan oleh sekolah.48 Dalam kompetensi saat ini diharapkan para guru mempunyai kepekaan sosial yang tinggi terhadap pendidikan dan sekolah secara umum, serta kepada rekan kerja, anak didik, dan masyarakat sekitar. Dengan demikian akan terjalin hubungan yang saling mengutungkan dan bermanfaat bagi seluruh pihak khususnya dalam memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak didiknya. 4. Kompetensi Profesional Kata “Profesional” berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagi kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebaginya.49 Menurut sebuah kamus, “Profesional” berarti suatu pekerjaan yang menuntut pendidikan khusus yang tinggi dan rangkaian latihan yang intensif dan panjang.50 Sedangkan kompetensi profesional menurut Undang-undang adalah kemampuan peenguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.51 Ketrampilan mengajar merupakan kompetensi profesional yang cukup kompleks, sebagai integrasi berbagai kompetensi guru secara utuh
48 49
Zakiah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1996), 44. Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999),
14. 50 51
Muchtar Buchori, Pendidikan Antisipatoris (Yogyakarta: PT Kanisus, 2001), 104. Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, 56.
33
dan menyeluruh. Terdapat delapan ketrampilan mengajar yang sangat berperan dan menentukan kualitas pembelajaran yaitu ketrampilan bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran, membimbing diskusi kelompok kecil, mengelola kelas mengajar kelompok kecil dan perorangan.52 Dalam
rangka
menghasilkan
tenaga
guru
yang
memiliki
kompetensi profesional, perlu dikembangkan sistem pendidikan guru yang dikembangkan berdasarkan kompetensi. Artinya, program pendidikan yang diberikan kepada lembaga pendidikan guru disusun dan dikembangkan atas dasar analisis tugas yang disyaratkan bagi tugas-tugas keguruan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 pada pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa tenaga kependidikan prasekolah, jenjang pendidikan dasar, jenjang pendidikan menengah wajib memiliki kemampuan mengajar yang disyaratkan dengan ijazah yang diperoleh dari lembaga pendidikan tenaga keguruan.53 Secara sederhana pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang dapat dilakukan oleh mereka yang tidak dapat atau tidak memperoleh pekerjaan lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pekerjaan peprofesional adalah pekerjaan yang dipersiapkan melalui proses
52 Menurut Turney (1973) dalam Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), 69. 53 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Pengembangan Untuk Bangsa (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005), 296.
34
pendidikan dan pelatihan. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi perlu derajat professional yang diembannya.54 Selanjutnya sebagai profesional, juga harus memiliki etos kerja yang maju, antara lain dapat bekerja dengan hasil kualitas yang unggul, tepat waktu, disiplin, sungguh-sungguh, cermat, teliti, sistematik, dan berpedoman pada dasar keilmuan tertentu. Dalam hubungannya dengan profesi guru, paling tidak ada tiga hal yang harus dikuasai. Pertama, harus menguasai bidang keilmuan, pengetahuan, dan ketrampilan yang akan diajarkannya kepada murid. Sebagai guru yang profesional, ilmu pengetahuan dan ketrampilannya itu harus terus ditambah dan dikembangkan dengan melakukan kegiatan penelitian, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan. Dengan cara demikian ilmu pengetahuan yang diajarkan oleh guru kepada para siswanya akan tetap “Up to date”, aktual, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Kedua, seorang guru professional harus memiliki kemampuan menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya secara efisien dan efektif. Untuk itu, sebagai guru professional harus mempelajari ilmu kegururan dan ilmu metodik serta metodologi pembelajaran yang di dukung oleh pengetahuan di bidang psikologi anak dan psikologi pendidikan. Ketiga, sebagai guru profesional, harus memiliki kepribadian dan budi pekerti yang mulia yang dapat mendorong para siswa untuk mengamalkan ilmu yang
54
Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, 56.
35
diajarkannya,55 untuk meningkatkan profesionalitasnya, guru juga harus melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi lingkungannya. Hal ini sangat penting untuk mengembangkan materi ajar bagi anak didiknya. Dalam hal ini, guru harus menguasai materi standar dalam bidang studi yang menjadi
tanggung
jawabnya,
memperbaiki
ketrampilan
dan
mengembangkan untuk mentransfer bidang studi.56 Dalam kompetensi professional ini, diharapkan guru mempunyai penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mengadalam yang memungkinkannya untuk membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional kompetensi. Untuk itu seorang guru adalah profesi yang harus dilandasi dengan kemampuan yang komperehensif dalam penyelenggaraan pendidikan. Sehingga kemampuan guru dalam kompetensi professional ini merupakan salah satu aspek yang penting dalam meningkatkan kualitas pembelajaran bagi peserta didiknya dengan mengerahkan kemampuan pembelajaran yang tepat bagi peserta didiknya. D. Pengertian Kompetensi Pedagogik Dalam Undang-undang pasal 20 ayat 3 butir a dikemukakan kompetensi padagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
55
Abudin Nata, Paradigma Pendidikan Islam Kapita Selekta Pendidikan Islam (Jakarta: PT Grasindo, 2001), 40. 56 Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, 59.
36
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.57 Menurut Ahmad Badowi sebagaimana dikutip Suryo Subroto mengatakan, bahwa mengajarnya guru dikatakan berkualitas apabila seseorang guru dapat menampilkan kelakuan yang baik dalam usaha mengajarnya. Kelakuan guru tersebut yang berkualitas meliputi: 1. Kemampuan dalam mempersiapkan pengajaran a. Kemampuan merencanakan proses belajar mengajar terdiri dari subsub kemampuan: 1) Kemampuan merumuskan tujuan pengajaran. 2) Kemampuan memilih metode alternatif. 3) Kemampuan memilih metode
yang sesuai dengan tujuan
pengajaran. 4) Kemampuan merencanakan langkah-langkah pengajaran. b. Kemampuan mempersiapkan bahan pengajaran, terdiri dari: 1) Kemampuan menyiapkan bahan yang sesuai dengan tujuan. 2) Kemampuan mempersiapkan pengayaan bahan pengajaran. 3) Menyiapkan bahan bahan pengayaan remedial. c. Kemampuan merencanakan media dan sumber, terdiri dari: 1) Kemampuan memilih media pengajaran yang tepat. 2) Kemampuan memilih sumber pengajara yang tepat.
57
39.
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasar Kompetensi (Jakarta: Bumi Aksara, 2003),
37
d. Kemampuan merencanakan penilaian terhadap potensi siswa, terdiri dari sub-sub kemapuan: 1) Kemampuan menyusun alat penilaian hasil pengajaran. 2) Kemampuan merencanakan penerapan penggunaan hasil.
2. Kemampuan dalam melaksanakan pengajaran a. Kemampuan menguasai bahan yang direncanakan dan disesuaikan, terdiri dari sub-sub kemampuan: 1) Kemampuan menguasai bahan yang direncanakan. 2) Kemampuan menyampaikan bahan yang direncanakan. 3) Kemampuan menyampaikan pengayaan bahan pengajaran. 4) Kemampuan memberikan pengajaran remedial. b. Kemampuan dalam mengelola proses belajar mengajar, terdiri dari: 1) Kemampuan untuk mengarahkan pengajaran untuk mencapai tujuan pengajaran 2) Kemampuan untuk menggunakan metode pengajaran yang direncanakan. 3) Kemampuan menggunakan metode pengajaran yang alternatif. 4) Kemampuan menyesuaikan
langkah-langkah mengajar dengan
langkah-langkah yang direncanakan. c. Kemampuan mengelola kelas, terdiri dari: 1) Kemampuan menciptakan suasana kelas yang serasi.
38
2) Kemampuan memanfaatkan kelas untuk mencapai tujuan. d. Kemampuan menggunakan metode dan sumber, terdiri dari: 1) Kemampuan menggunakan media pengajaran yang direncanakan. 2) Kemampuan menggunakan sumber pengajaran yang direncanakan.
e. Kemampuan melaksanakan interaksi belajar mengajar, terdiri dari subsub kemampuan: 1) Kemampuan melaksanakan proses belajar mengajar secara logis dan berurutan. 2) Kemampuan memberikan pengertian dan contoh sederhana. 3) Kemampuan bersikap sungguh-sungguh terhadap pengajaran. 4) Kemampuan menggunakan bahasa yang mudah dimenferti. 5) Kemampuan bersikap terbuka terhadap pengajaran. 6) Kemampuan mengacu aktifitas siswa. 7) Kemampuan merangsang timbulnya respon siswa terhadap pengajaran. f. Kemampuan melaksanakan penilaian terhadap hasil pengajaran, terdiri dari sub-sub kemampuan: 1) Kemampuan melaksanakan penilaian hasil pengajaran. 2) Kemampuan melaksanakan penilaian selama proses belajar mengajar berlangsung. g. Kemampuan pengadministrasian kegiatan belajar mengajar, terdiri dari:
39
1) Kemampuan menulis di papan tulis. 2) Kemampuan mengadministrasikan peristiwa penting yang terjadi selama proses belajar mengajar.58 Apabila seorang guru mampu menguasai kemampuan-kemampuan di atas maka seorang guru tersebut dapat disebut guru yang professional. E. PERMENDIKNAS NO 16 TAHUN 2007 Lampiran Permendiknas No. 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru: 1. Kualifikasi Akademik Guru a. Kualifikasi Akademik guru Melalui Pendidikan Formal Kualifikasi akdemik guru pada satuan pendidikan jalur formal mencakup kualifikasi akademik guru Pendidikan Aanak Usia Dini/Taman Kanak-kanak/Raudatul dasar/madrasah
Atfal
ibtidaiyah
(PAUD/TK/RA), (SD/MI),
guru
guru
sekolah
sekolah menengah
pertama/madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), guru sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), guru sekolah dasar luar biasa/sekolah menengah pertama luar biasa/sekolah menengah atas luar biasa (SDLB/SMPLB/SMALB), dan guru sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK), sebagai berikut: 1) Kualifikasi Akademik Guru PAUD/TK/RA Guru pada PAUD/TK/RA harus memiliki kualifikasiakademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam
58
Suryo Subroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 20-23.
40
bidang pendidikan anak usia dini atau psikologi yang diperoleh dari program studi terakreditasi. 2) Kualifikasi Akademik Guru SD/MI Guru pada SD/MI, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang pendidikan SD/MI (D-IV/S1PGSD/PGMI) yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi. 3) Kualifikasi Akademik Guru SMP/MTs Guru pada SMP/MTs, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi. 4) Kualifikasi Akademik Guru SMA/MA Guru pada SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi. 5) Kualifikasi Akademik Guru SDLB/SMPLB/SMALB Guru pada SDLB/SMPLB/SMALB, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.
41
6) Kualifikasi Akademik Guru SMK/MAK Guru pada SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi. b. Kualifikasi Akademik Guru Melalui Uji Kelayakan dan Kesetaraan Kualifikasi akademik yang dipersyaratkan untuk dapat diangkat sebagai guru dalam bidang-bidang khusus yang sangat diperlukan tetapi belum dikembangkan di perguruan tinggi dapat diperoleh melalui uji kelayakan dan kesetaraan. Uji kelayakan dan kesetaraan bagi seseorang yang memiliki keahlian tanpa ijazah dilakukan oleh perguruan tinggi yang yang diberi wewenang untuk melaksanakannya.
42
BAB III UPAYA GURU PAI DALAM MEMENUHI PERMENDIKNAS NO.16 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI GURU DI SMA BAKTI PONOROGO
A. Data Umum 1. Sejarah Berdirinya SMA Bakti Ponorogo Tahun 1945 yayasan koperasi Batik Bakti mendirikan gedung yang merupakan cikal bakal SMU Bakti sekarang ini. Pada saat itu tujuan didirikannya gedung ini belum konkrit, karena pada tahun 1957 SMA Negeri berdiri dan belum memiliki gedung sendiri, sedangkan gedung koprasi bakti belum dipergunakan, maka atas kesepakatan bupati Ponorogo, Bapak Dasuki meminta gedung tersebut digunakan untuk SMA Negeri Ponorogo, dengan kesepakatan bagi keluarga atau pegawai Batik Bakti yang anaknya ingin belajar di sekolah tersebut tidak dikenakan persyaratan apapun, namun ternyata banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah Ma’arif Muhammadiyah. Tahun 1983 SMA Negeri pindah ke lokasi di utara universitas Muhammadiyah Ponorogo, yang telah disediakan oleh pemerintah. Melihat gedung dalam keadaan kosong, maka dibuat kesepakatan oleh yayasan pendidikan Bakti untuk mendirikan SMU Bakti, SMU Bakti adalah sekolah swasta yang dikelola oleh yayasan bakti yang berdiri sejak di
43
tandatanganinya Akte Notaris S.S Sinilingga, SH Nomor 37 tanggal 19 April 1983 untuk batas waktu yang tidak ditentukan. nama BAKTI merupakan sebuah akronim dari BATIK Asli kesenian timur Indonesia. Tanggal 1 Juli 1983 di buka pendaftaran pertama. Pada pendaftaran pertama ini SMU Bakti telah menerima murid yang ditempatkan menjadi 11 kelas. Awal didirikannya status sekolah tersebut masih terdaftar. Demi terbitnya administrasi dan seiring dengan perkembangan zaman maka Status SMU BAKTI mulai diperhatikan, hingga akhirnya pada 1998 mendapat status
akreditasi
dengan
surat
keputusan
(SK)
Nomor:
33/C.C7/Kep/MIN/1998. status SMU Bakti adalah disamakan. Hal ini artinya kedudukan SMU Bakti Ponorogo adalah sama dengan SMU Negeri lainnya, serta mempunyai wewenang penuh untuk mengurusi rumah tangganya sendiri seperti melaksanakan Ujian Negara di setiap akhir tahun. 2. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah SMA Bakti Sesuai dengan keputusan Mendikbud No. 0209/U/1984 tanggal 01 Januari 1984 SMU BAKTI Ponorogo bertujuan: a. Mendidik para siswa untuk menjadi manusia Indonesia yang berpedoman pada pancasila dan UUD 1945. b. Memberi bekal kemampuan yang diperlukan bagi siswa yang akan melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi. c. Membantu manusia yang berwatak mulia, percaya diri sendiri, berguna bagi
masyarakat,
negara
dan
agama
serta
mewujudkan
atau
44
mengembangkan ilmu pengetahuan, ketrampilan untuk membangun masyarakat dan Negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Untuk mencapai tujuan tersebut maka disusun program kerja sekolah yang terpadu menyeluruh dan terurai sesuai dengan peraturan perundangundangan antara lain: 1.
Undang-Undang No. 2/1989.
2.
Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990.
3.
Keputusan Mendikbud No. 0209/U/1982.
4.
Keputusan Mendikbud No. 060/U/1993 dan 061?U/1993
5.
Keputusan Dirjen Dikdasmen No. 107/Kep/PI/1996.
6.
Keputusan Kakanwil Dekdikbud propinsi. Setiap tahun ajaran tentang hari libur bagi sekolah dalam lingkungan Kanwil setempat. Dalam program kerja ini mencakup semua komponen pendidikan
yaitu: 1.
Guru (Tenaga kependidikan).
2.
Sarana dan Prasarana.59
3.
Orang Tua Siswa.
4.
Waktu.
5.
Tujuan. Kemudian pada tahun 2001 semua SMU berubah menjadi SMA.
Demikian juga dengan SMU BAKTI berubah menjadi SMA BAKTI
59
Lihat trasnkrip dokumentasi nomor: 07/D/25-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
45
Ponorogo. Sedangkan visi dan misi SMA BAKTI Ponorogo tahun pelajaran 2007/2008.60 3. Letak Geografis Letak SMA BAkti Ponorogo secara geografis yaitu sangat strategis, karena terletak di desa Nologaten, kecamatan.Ponorogo, kabupaten Ponorogo dengan batas, seperti yang terlampir.61 Dengan batas: o Sebelah Utara
: Jl. Batoro Katong
o Sebelah Timur
: Jl. Pesarean Gondo Arum
o Sebelah Selatan
:Tanah miik Bu Karamah
o Sebelah Barat
: Tanah milik Bu Hj. Fatimah
4. Keadaan Guru dan Siswa a. Keadaan guru Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam proses pendidikan, maka dari itu keadaan guru harus diperhatikan. Tenaga edukatif di SMA Bakti Ponorogo sebanyak 61 orang yang terdiri dari:5 orang guru tetap, 7 orang DPK, dan 49 orang guru tidak tetap. Para guru di SMA Bakti Ponorogo semua berpendidikan S-! dan S-2, secara lengkap data guru SMA Bakti Pononorogo dapat dilihat dalam lampiran.62
60
Lihat trasnkrip dokumentasi nomor: 06/D/25-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 61 Lihat trasnkrip dokumentasi nomor: 08/D/25-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 62 Lihat trasnkrip dokumentasi nomor: 05/D/25-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
46
b. Keadaan Siswa Siswa merupakan salah satu komponen dalam proses pendidikan. Keadaan siswa di SMA Bakti Ponorogo pada tahun ajaran 2008/2009 secara keseluruhan mencapai 806 siswa. Adapun keadaan siswa SMA Bakti Ponorogo menurut pembagian kelas seperti yang terlampir.63 c. Karyawan Karyawan adalah salah satu komponen terpenting dalam lingkungan sekolah, tanpa adanya karyawan maka kinerja kepala sekolah dan para stafnya tidak akan berjalan dengan lancar. Karyawan juga sangat menentukan dalam kegiatan pembelajaran yang diselengarakan oleh guru dan siswa. Seperti yang terlampir.64
B. Data Khusus 1. Data Tentang Kondisi Riil Standar Kualifikasi Akademik Guru Pendidikan Agama Islam di SMA Bakti Ponorogo dalam Memenuhi Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan Nasional yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya maka sangat dibutuhkan peran pendidik yang profesional. Sesuai dengan
63 Lihat trasnkrip dokumentasi nomor: 04/D/25-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 64 Lihat trasnkrip dokumentasi nomor: 03/D/25-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
47
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jabatan guru sebagai pendidik merupakan jabatan profesional. Untuk itu profesionalisme guru dituntut agar terus berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kapabilitas untuk mampu bersaing baik di forum regional, nasional maupun internasional. Dan dengan diterbikakannya Permendiknas No.16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru dengan harapan agar tujuan pendidikan nasional dapat tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pemerintah. Dan nantinya untuk mencetak pendidik yang sangat berkompeten dalam bidangnya, sehingga peserta didik dapat dengan mudah menerima pembelajaran tersebut, dan akhirnya mendapatkan hasil pendidikan yang berkualitas. Seperti persepsi bapak Sunyoto sebagai berikut: “Menurut saya ini sangat bagus untuk kita khususnya guru/calon guru bahwa ada suatu terobosan baru untuk menjadikan seorang guru yang berkualitas dan guru tidak lagi profesi yang dipandang sebelah mata, karena disini guru di SMA semua harus memiliki standar kualifikasi yang dibuktikan dengan ijazah minimal S-1 dan harus benar-benar berkompetensi pada bidang mata pelajarannya/ vaknya.Dan agar dapat mendapatkan pendidikan dan lulusan yang berkualitas.”65 Dewasa ini kualifikasi pendidikan untuk guru di Indonesia di dasarkan pada kualifikasi pendidikan formal, yakni lembaga pendidikan tenaga kependidikan, atau program studi terkait dengan kependidikan dan 65 Lihat transkrip wawancara nomor 01/1-W/F-1/15-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
48
keguruan pada unversitas negeri dan swasta. Seperti yang diungkapkan bapak Sunyoto sebagai berikut: “Di SMA Bakti merupakan salah satunya sekolah swasta yang kebanyakan gurunya masih swasta tetapi mereka sudah memiliki standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang tidak diragukan lagi karena mereka semua memegang mata pelajaran sesuai dengan ijazahnya.”66 Oleh karena itu, muncullah pandangan yang memberikan penilaian bahawa sistem pendidikan terutup, karena sejak awal sudah dipagari oleh ‘pintu’ Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Sistem pendidikan keguruan yang tertutup seperti itu sudah saatnya diubah. Perlu adanya penggunaan sistem terbuka dengan cara memberikan kesempatan kepada lulusan perguruan tinggi dari berbagai cabang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk dapat menjadi guru dengan kewajiban mengambil program tambahan, yaitu program studi kependidikan dan keguruan sebelum memperoleh izin menjadi guru. Karena guru adalah pendidik yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi para peserta didik dan lingkungannya. Sehingga kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran sangat diperlukan. Disamping penguasaan terhadap materi ajar guru juga diperlukan ketrampilan dan kemampuan guru dalam kegiatan belajar mengajar.untuk itu perlu pengembangan metode pembelajaran melalui modul-modul pembelajaran yang kreatif dan efektif.
66
Lihat transkrip wawancara nomor 01/1-W/F-1/15-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
49
“Untuk mengembangkan metode pembelajaran yang kreatif/ aktive learning di SMA Bakti belum sepenuhnya maksimal karena beragamnya cara belajar anak-anak dan minimnya tingkat pengetahuan tentang pendidikan agama islam, dan yang selama ini kita gunakan ceramah yang menurut saya sangat efektif untuk menambah pengetahuan siswa. Tetapi sedikit demi sedikit kita juga menggunakan active learning misalnya diskusi, demonstrasi dan lain-lain.”67 Dalam hal ini, SMA Bakti Ponorogo mengembangkan metode pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan potensi guru dan kulaitas peserta didiknya, disamping itu ceramah juga dikembangkan oleh Diknas agar tidak terlalu monoton dan membosankan, SMA Bakti juga mengembangkan metode seperti Quantum Learning, Aktive Learning yang di dukung dengan beberapa modul penunjang diantaranya modul tentang bagaimana mencatat kreatif, diskusi, dan lain-lain. Teknik yang dikembangkan oleh guru contohnya dengan merubah posisi tempat duduk atau teknik belajar dengan media pembelajaran yang tepat dan kreatif. Dengan demikian, anak-anak merasa tidak bosan mengikuti kegiatan belajar mengajar karena adanya variasi dalam teknik pembelajaran yang digunakan, seperti praktek dan kegiatan keluar (outdoor) seperti yang diungkapkan bapak Arif Hariyadi guru PAI kelas dua: “Guru sejauh ini kami mencoba berbagai strategi belajar yang sesuai dengan cara belajar dengan peserta didik. Mungkin apabila secara teoritis dengan diterangkan kepada anak dan anak mungkin kurang bisa menangkap pelajaran, saya juga mengembangkan startegi pembelajaran yang lebih efektif yaitu menggunakan cara praktek langsung bisa dilakukan di luar kelas, misalnya sholat jenazah dan kemudian praktek sholat wajib ataupun sholat sunnah dilakukan di Aula SMA Bakti”68 67 Lihat transkrip wawancara nomor 02/1-W/F-1/15-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 68 Lihat transkrip wawancara nomor 03/2-W/F-1/15-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
50
Hal tersebut juga di benarkan oleh ibu waka kurikulum: “Bahwa dengan pembelajaran outdoor dan praktek secara langsung membuat anak-anak lebih cepat memahami materi yang diajarkan.”69
Dengan demikian maka kompetensi dari materi yang diajarkan dapat tercapai sesuai dengan target yang telah ditentukan untuk setiap materi ajar, sehingga anak-anak memahami materi secara menyeluruh tidak hanya sekedar nilai bagus. “Saya berkeinginan anak-anak tidak sekedar bisa secara teori tapi mereka bisa tahu langsung. Misalnya bagaimana cara mengafani jenazah, memandiakan, dan menshalatkan jenazah. Jadi anak-anak dapat langsung praktek agar lebih mudah atau lebih benar-benar paham. Yang saya harapkan bukan nilai melainkan tentang pemahaman anak-anak apa yang sedang dilakukan.”70 Dengan outdoor dan praktek seperti itu, anak-anak lebih cepat menangkap materi yang diberikan, hal ini sangat mendukung kegiatan belajar mengajar serta menunjang pemahaman siswa secara komperehensif. Salah satu kegiatan praktek yang dilakukan adalah dengan teknik drama, sehingga anak-anak lebih bisa mengapresiasikan kemampuannya. “ Dari hasil observasi terhadap kegiatan ini adalah role playing melalui drama pada mata pelajaran PAI misalnya pada bab haji, peserta didik dituntut melakukan langsung kegiatan yang berhubungan dengan haji seperti, thawaf, lempar jumroh, sa’i, dan lain-lain. Startegi tersebut lebih efektif dan mudah langsung diterima peserta didik karena mereka langsung mengalami kegiatan tersebut.”71
69
Lihat transkrip wawancara nomor 04/3-W/F-1/15-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 70 Lihat transkrip wawancara nomor 04/2-W/F-1/15-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 71 Lihat trasnkrip observasi nomor: 01/O/20-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
51
Seperti yang disampaikan bapak Arif tentang variasi dan kreatifitas pembelajaran tidak terlepas dari inisiatif para guru. “Masing-masing
guru
berinisiatif
mengembangkan
metode
pembelajaran yang kreatif dan juga menyesuaikan dengan keadaan kelas, denga membuat anak senang misalnya dengan cerita ataupun mengerakkan anak-anak mencari sesuatu yang baru. Tentunya membuat mereka lebih aktif dan tidak hanya lewat ceramah saja.”72
Untuk bisa mengembangkan metode pembelajaran yang kreatif memang tergantung inisiatif pribadi guru itu sendiri, sehingga untuk memperoleh informasi dan referensi yang terbaru. Para guru mencari dari berbagai sumber, seperti dari majalah, buku paket, internet, sharing pengalaman antar guru, dan lain-lain. Hal ini juga mendapat dukungan dari kepala sekolah, sehingga untuk memacu kreatifitas guru dilakukan pembinaan dan kegiatan extra yang mengarah pada peningkatan kompetensi dan prestasi seorang guru tersebut. Seperti yang dijelaskan bu Emy selaku waka kurikulum yaitu: “Kalau masalah pengembangan peningkatan dan pengembangan kompetensi itu inisiatif pribadi langsung dari guru, kebetulan di SMA Bakti Ponorogo ada kegiatan extra yang mengarah kepada peningkatan prestasi dan kompetensi seprti mengirimkan seorang guru ikut seminar-seminar, diklat, diskusi, dan lain-lain dengan tujuan dapat menambah wawasan/kompetensi dalam bidang pembelajaran seorang guru.”73
72 Lihat transkrip wawancara nomor 04/2-W/F-1/15-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 73 Lihat transkrip wawancara nomor 06/3-W/F-1/15-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
52
2. Data Tentang Kondisi Riil Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam di SMA Bakti Ponorogo dalam Memenuhi Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Kualifikasi pendidikan untuk guru di Indonesia dewasa ini didasarkan pada kualifikasi pendidikan formal, yakni lembaga pendidikan tenaga kependidikan, atau program studi yang terkait dengan kependidikan dan keguruan pada universitas negeri dan swasta. Secara garis besar tidak ada permasalahan di SMA Bakti Ponorogo ini tidak ada masalah yang signifikan tentang diterbitkannya Permendiknas No.16 Tahun 2007, yaitu tentang standar kualifikasi. seperti yang dijelaskan bapak Sunyoto sebagai berikut: “Di SMA Bakti Ponorogo ini tidak ada permasalahan yang begitu signifikan tentang Permendiknas No.16 Tahun 2007. Tentang masalah standar kualifikasi akademik, kami semua guru SMA Bakti khususnya GPAI sudah memenuhi standar kualifikasi dengan dibuktikan dengan ijazah S-1 dan mengajar sesuai dengan ijazahnya/ vaknya masingmasing.”74 Dan ditambahkan lagi tentang sedikit permasalahan yang dihadapi oleh guru Pendidikan Agama Islam yaitu: “Sebenarnya ada permasalahan kompetensi dalam bidang teknologi informatika. Dan solusinya untuk permasalahan tersebut adalah masing-masing guru berinisiatif mengembangkan potensi tersebut dengan mengikuti berbagai seminar, diklat, MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), dan lain-lain..75 Dengan adanya kegiatan yang mengarah pada peningkatan kompetensi dan prestasi tersebut, maka sangat mendukung kemampuan guru 74 Lihat transkrip wawancara nomor 07/1-W/F-2/23-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 75 Lihat transkrip wawancara nomor 06/1-W/F-2/23-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
53
dalam meningkatkan kompetensi dari masing-masing guru. Hal ini diharapkan akan mendukung peningkatan kualitas pendidikan di SMA Bakti Ponorogo, sehingga mampu bersaing dengan sekolah lain dan memberikan kontribusi bagi kemajuan pendidikan nasional. Untuk itu dalam proses pembelajaran memang diperlukan persiapan-persiapan khusus, sehingga proses kegiatan belajar mengajar tidak mengalami kesulitan dan dapat diterima dengan baik oleh peserta didik. Dalam hal ini, guru harus mempunyai persiapan yang matang sehingga mampu memberikan materi sesuai dengan kurikulum dan silabus yang telah di buat dalam rangka kegiatan belajar mengajar. Sehingga setiap guru harus memiliki silabus, RPP (Rencana Persiapan Pembelajaran), proses kegiatan termasuk juga evaluasi hasil belajar. “Setiap guru memang sudah memiliki silabus sendiri dan harus membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Dan untuk memudahkan hal tersebut setiap guru memiliki jurnal khusus yaitu berupa jadwal masuk di kelas mana saja, materinya apa dan catatan lainnya tentang proses belajar mengajar. Dan untuk semua formnya di sediakan oleh sekolahan sesuai panduan dari Diknas dan diisi sendiri oleh masing-masing guru.”76 Hal tersebut juga di sampaikan oleh bapak Arif, bahwa untuk silabus memang ada form yang ditentukan oleh Diknas sebagai acuan masing-masing sekolah. dan silabus sendiri beberapa hal terkait dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan yang lain seperti indikator, alokasi waktu, evaluasi, dan lain-lain semua diserahkan pada masing-masing guru untuk mengembangkan hal tersebut. 76
Lihat transkrip wawancara nomor 08/3-W/F-2/20-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
54
“Format silabus ada, dari Diknas pengisiannya dilakukan oleh guru, kalau dari Diknas hanya hanya menentukan Standar kompetensi dan Kompetensi dasar kemudian alokasi waktu, indikator dan lain-lain guru yang menetukan.”77 Selain silabus juga perlu adanya persiapan pembelajaran lainnya diantaranya berkaitan dengan media alat bantu pembelajaran, setiap guru mempersiapkan materi termasuk media yang akan digunakan. Hal ini dilakukan oleh bapak Arif: “Pertama ya…penyusunan RPP/skenario itu terus yang kedua kita butuh baca-baca dan mungkin dari media lain seperti buku paket, internet, majalah dan lain-lain. Di SMA Bakti tersedia ruang multimedia apabila suatu saat membutuhkan bisa langsung dipakai/online.78 Dengan adanya persiapan pembelajaran tersebut diharapkan dapat terlaksana pembelajaran yang efektif bagi peserta didik dan mampi mencapai kompetensi yang diharapkan. Disamping adanya pembelajaran yang kreatif termasuk persiapan-persiapan khusus dalam kegiatan belajar mengajar juga perlu di dukung dengan alat Bantu dan media lain yang menunjang. Dari hasil observasi terdapat adanya alat bantu ini di harapkan dapat mendukung proses belajar mengajar di SMA Bakti Ponorogo. “Salah satu cara mendukung proses mengajar di SMA Bakti ini, adalah dapat menggunakan fasilitas yang ada di ruang multimedia misalnya seperti komputer, internet, dan televisi, dan masing banyak alat peraga yang dipersiapkan oleh sekolahan.”79
77
Lihat transkrip wawancara nomor 09/1-W/F-2/23-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 78 Lihat transkrip wawancara nomor 09/1-W/F-2/23-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 79 Lihat trasnkrip observasi nomor: 02/O/20-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
55
Di SMA Bakti menggunakan beberapa media yang digunakan dalam pembelajaran khususnya pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu audio, visual, dan LKS. Yang lebih dominan dipakai dan yang harus dimiliki oleh semua peserta didik adalah lembar kerja siswa karena media tersebut sangat mudah dan membantu dalam proses belajar mengajar dari pada media elektronik. Sesuai hasil observasi data dokumentasi yang dilakukan di SMA Bakti ini memang tersedia beberapa alat bantu diantaranya adanya ruang multimedia, ruang komputer, ruang bahasa, dan lain-lain. Dalam kegiatan belajar mengajar juga dilakukan evaluasi hasil belajar oleh masing-masing guru melalui tes evaluasi belajar. Hal ini bertujuan untuk mengetahui penerimaan dan pemahaman peserta didik terhadap materi materi yang diajarkan. Hal ini di ungkapkan oleh bapak Sunyoto berkaitan dengan tes atau evaluasi. “Untuk evaluasi pada mata pelajaran saya bervariasi, kadang menyesuaikan konsep, jadi sama seperti KBK langsung ulangan, jadi ulangan per Bab/pelajaran selesai langsung ulangan. Kadang juga, kalau misalnya praktek atau hafalan mereka langsung di nilai.”80 Selain monitoring dan evaluasi juga dilakukan oleh bu Emy selaku waka kurikulum, diantaranya dengan melakukan pemeriksaan rutin kegiatan guru melalui jurnal guru. Hal ini bertujuan untuk peningkatan kinerja guru. “Sekolah selalu mengadakan pemeriksaan rutin setiap minggu atau mungkin kontrol sewaktu-waktu terhadap proses lewat buku jurnal guru, dari situ kita bisa melihat sejauh mana materi yang disampaikan
80
Lihat transkrip wawancara nomor 10/1-W/F-2/23-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
56
kepada peserta didik. Dan ada juga penilaian oleh kepala sekolah langsung yang dilakukan setiap semester ataupun satu tahun sekali.”81 Dengan adanya kontrol terhadap metode pembelajaran oleh guru, akan dapat meningkatkan kompetensi guru khususnya dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini guru juga harus memahami karakteristik peserta didiknya, sehingga materi yang disampaikan bias diterima dan dipahami dengan baik oleh mereka. Selain itu tidak kalah penting dalam proses pembelajaran adalah adalah untuk menempatkan peserta didik sebagai subyek (pelaku) dalam proses pembelajaran. Untuk itu harus terus menerus dikembangkan potensi peserta didik sehingga mereka mampu mengaktualisasikan potensi akademik dan non aakademik. Sehingga masing-masing guru mengabstraksi untuk memotivasi potensi akademik anak-anak, misalkan melalui pemberian tugas individu ataupun kelompok. Hal ini juga dilakukan oleh bapak Arif yang mengajar PAI. “Anak –anak kadang disuruh belajar sangat sulit juga, dikasih motivasi “ayo belajar anak-anak” juga kadang sulit, sehingga saya bikin startegi dengan memberi tugas dalam bentuk individu maupun kelompok, misalnya mencari artikel bab haji dan lain-lain. Biasanya kalau dalam betuk kelompok itu biasanya anak-anak terpacu dan untuk penyelesaiannya juga lebih baik, karena mungkin anak bisa lebih berkembang dan saling bertukar pikiran.”82 Selain itu, untuk mengembangkan potensi akademik dan non akademik peserta didik, menurut bapak Arif pihak SMA Bakti juga sangat
81 Lihat transkrip wawancara nomor 08/3-W/F-2/20-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 82 Lihat transkrip wawancara nomor 11/2-W/F-2/16-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
57
mendukung peserta didiknya dengan mengikuti beberapa kompetisi seperti: olimpiade fisika, biolgi, pidato, bahasa arab, dan lain-lain. Dalam hal ini tentunya tidak terlepas dari keterlibatan guru dalam mendukung dan mengaktualisasikan pesaerta didiknya untuk terus menerus mengembangkan potensi akademiknya. Sehingga guru berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didiknya dan lebih terampil dan kreatif dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. 3. Data Tentang Upaya Guru Pendidikan Agama Islam di SMA Bakti Ponorogo dalam Memenuhi Standar Kualifikasi Akademik dalam Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, guru harus memiliki standar kualifikasi, kompetensi dan kesejahteraan yang memadai. Makna kualifikasi terkait dengan jenjang pendidikan formal dalam bidang keguruan dan ilmu pendidikan minimal yang harus dimiliki. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa: “Di SMA Bakti merupakan salah satunya sekolah swasta yang kebanyakan gurunya masih swasta tetapi mereka sudah memiliki standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang tidak diragukan lagi karena mereka semua memegang mata pelajaran sesuai dengan ijazahnya/ vaknya.”83 Standar kualifikasi pendidikan untuk guru di Indonesia mengalami perubahan dan perkembangan dari masa ke masa. Bedasarkan ketentuan yang ada kualifikasi guru TK dan SD adalah D-2, guru SMP adalah D-3, 83
Lihat transkrip wawancara nomor 01/1-W/F-1/15-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
58
guru SMA dan SMK adalah S-1. Bahkan kualifikasi guru SMP juga dipersyaratkan berijazah S-1, sama dengan guru SMA san SMK. Terkait dengan kualifikasi pendidikan guru di Indonesia tersebut, Pusat Data dan Informasi Pendidikan, menunjukkan data bahwa guru di Indonesia ternyata banyak yang belum memenuhi ketentuan yang ada. Artinya, banyak guru SD, SMP, SMA yang kualifikasinya masih di bawah ketentuan yang ada. Jika kualifikasi guru sesuai dengan ketentuan yang ada maka disebut layak, sedang yang belum atau tidak sesuai disebut sebagai guru yang tidak layak. Sementara itu, kompetensi guru terkait dengan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh guru. Pada awalnya kemampuan dasar guru dilihat berdasarkan ijazah yang diperoleh dari Lembaga pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Setelah terjun dalam dunia nyata persekolahan di lapangan, kemampuan guru perlu terus di tingkatkan dari waktu ke waktu seiring sejalan dengan perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi, serta seni. Sebagai
langkah-langkah
kedepan
untuk
menghadapi
Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru, guru-guru di SMA Bakti Ponorogo semua sudah sesuai dengan ketentuan yang berada di Permendiknas tersebut yaitu semua sudah memiliki ijazah minimal S-1. Jadi guru-guru di SMA Bakti khususnya guru PAI lebih menekankan pada pengembangan kompetensi, sebagai langkah kedepan untuk meningkatkan kemampuan dalam proses pembelajaran.
59
Karena tantangan di era globalisasi ini sangat meningkat dalam ilmu pengetahuan yang semakin berkembang, teknologi yang semakin canggih, dan guru harus dituntut mengikuti arus agar tidak kalah bersaing dengan guru-guru lain terlebih lagi dengan para peserta didik. 4. Data Tentang Upaya Guru Pendidikan Agama Islam di SMA Bakti Ponorogo dalam Memenuhi Standar Kompetensi Guru dalam Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Dalam hal, peningkatan kompetensi ini dapat dibuktikan oleh guruguru Pendidikan Agama Islam di SMA Bakti Ponorogo telah mengikuti diklat, seminar, dan lain-lain. Dan sebagai bukti otentik dapat dilihat di lampiran berupa sertifikat–sertifikat hasil dari pengembangan kompetensi guru tersebut.84 Apabila seorang guru tidak mengikuti perkembangan khususnya dalam dunia pendidikan akan ketinggalan zaman dan akan mendapatkan berbagai masalah yang berhubungan kondisi guru itu sendiri. Berbagai masalah yang berkaitan dengan kondisi guru, antara lain: (1) Adanya keberagaman kemampuan guru dalam proses pembelajaran dan penguasaan pengetahuan, (2) Belum adanya alat ukur yang akurat untuk mengetahui kemampuan guru, (3) Pembinaan yang dilakukan belum mencerminkan kebutuhan, dan (4) Kesejahteraan guru yang belum memadai.
84
Lihat transkrip dokumentasi nomor: 09/D/25-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
60
Jika hal tersebut tidak segera diatasi, maka akan berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan. Rendahnya kualitas pendidikan dimaksud antara lain:
(1) Kemampuan siswa dalam menyerap mata pelajaran yang
diajarkan guru tidak maksimal, (2) Kurang sempurnanya pembentukan karakter yang tercermin dalam sikap dan kecakapan hidup yang dimiliki oleh setiap siswa, (3) Rendahnya kemampuan membaca, menulis dan berhitung siswa terutama di tingkat dasar (hasil studi internasional yang dilakukan oleh organisasi International Education Achievement, 1999). Sehubungan dengan itu, Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional yang berisi perintisan pembentukan Badan Akreditasi dan Sertifikasi Mengajar di daerah merupakan bentuk dari upaya peningkatan kualitas tenaga kependidikan secara nasional. Berdasarkan uraian di atas, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional menerapkan standar kompetensi guru yang berhubungan dengan (1) Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran dan Wawasan Kependidikan; (2) Komponen Kompetensi
Akademik/Vokasional
sesuai
materi
pembelajaran;
(3)
Pengembangan Profesi. Komponen-komponen Standar Kompetensi Guru ini mewadahi kompetensi profesional, personal dan sosial yang harus dimiliki oleh seorang guru. Pengembangan standar kompetensi guru diarahkan pada peningkatan kualitas guru dan pola pembinaan guru yang terstruktur dan sistematis.85 85
http://www.geocities.com/pengembangan_sekolah/standarguru.html diakses tanggal 23 april 2009 pukul 16.34
61
BAB IV UPAYA GURU PAI DALAM MEMENUHI PERMENDIKNAS NO.16 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI GURU DI SMA BAKTI PONOROGO A. Analisis Data Tentang Kondisi Riil Standar Kualifikasi Akademik Guru Pendidikan Agama Islam di SMA Bakti Ponorogo dalam Memenuhi Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh seorang guru sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan formal di tempat penugasan. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kualifikasi guru adalah suatu pendidikan khusus yang harus dimiliki guru untuk memperoleh suatu keahlian. Pendidikan khusus tersebut melalui pendidikan tinggi program sarjana (S-1) atau program diploma empat (D IV).86 “Persepsi guru pendidikan agama Islam tentang Permendiknas No.16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru, ini sangat bagus untuk kita khususnya guru/calon guru bahwa ada suatu terobosan baru untuk menjadikan seorang guru yang berkualitas dan profesi guru tidak lagi dipandang sebelah mata, karena disini guru di SMA semua harus memiliki standar kualifikasi yang dibuktikan dengan ijazah minimal S-1 dan harus benar-benar berkompetensi pada bidang mata pelajarannya/ vaknya. Dan agar dapat mendapatkan pendidikan dan lulusan yang berkualitas.”87
86 Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen (Bandung: Citra Umbara, 2006), 3 87 Lihat transkrip wawancara nomor 01/1-W/F-1/15-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
62
Seperti terdapat di lampiran Pemendiknas No 16 Tahun 2007 Tanggal 4 Mei 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Telah dijelaskan bahwa kualifikasi akademik guru pada satuan pendidikan jalur formal mencakup kualifikasi akademik guru sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), adalah sebagai berikut: Kualifikasi Akademik Guru SMA/MA: Guru pada SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.88 Dari uraian di atas dapat dianalisa bahwa secara teori dengan fakta di lapangan sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 tahun 2007 yaitu, di SMA Bakti bahwasanya semua guru sudah memiliki Standar Kualifikasi Akademik dan dapat dibuktikan oleh masing-masing pendidik sudah memiliki ijazah S-1. Suatu peraturan pemerintah yang harus ditaati serta dijalankan bahwa seorang pendidik harus mempunyai standar minimal untuk menjadi seorang pendidik yang harus mempunyai ijazah S-1. Karena dengan diterbitkannya Permendiknas tersebut memacu agar profesi seorang pendidik tidak lagi dijadikan pelarian atau profesi sampingan, dan batu loncatan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Karena melihat dari realita terdahulu bahwa seorang pendidik yang mengajar tidak mempunyai dasar atau basic
88
Program Studi PAI, Materi Pembekalan Bagi Mahasiswa Peserta PPLK II (STAIN Ponorogo, 2008), 3.
63
kemampuan untuk mengajar tetapi dia terus mengajar, dan akhirnya tujuan pembelajaran tidak tercapai. Menurut penulis seorang pendidik yang telah mendapat ijazah S-1 berarti pendidik tersebut telah memiliki surat izin mengajar yang telah dikeluarkan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Dewasa ini banyak guru yang berbondong-bondong untuk sekolah lagi demi mengejar predikat gelar S-1, karena untuk menyetarakan gelar mereka agar sesuai dengan standar kualifikasi akademik yang ditetapkan oleh pemerintah. Dan juga meningkatnya ilmu pengetahuan yang semakin hari semakin maju dan sangat canggih, hal ini kalau tidak diikuti oleh para pendidik maka nantinya seorang pendidik ketinggalan jaman. Dan selain para pendidik melaksanakan Standar Kualifikasi Akademik dengan meraih gelar S-1, ada juga yang sangat bagus lagi yaitu seorang pendidik harus memiliki standar kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan yang berhubungan denga proses pembelajaran di kelas, bahwa seorang guru harus dapat membuat mulai dari silabus, RPP, strategi atau metode, pengeloaan kelas, menyajikan materi, dan lain-lain. Kemampuan dalam proses pembelajaran merupakan sangat penting dan pokok, apabila kompetensi pedagogik tersebut dimiliki oleh seorang pendidik maka akan menciptakan hasil yang maksimal dan tercapailah tujuan pembelajaran. Karena guru adalah pendidik yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi para peserta didik dan lingkungannya. Sehingga kemampuan guru
64
dalam mengelola pembelajaran sangat diperlukan. Disamping penguasaan terhadap materi ajar guru juga diperlukan ketrampilan dan kemampuan guru dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk itu perlu juga pengembangan metode pembelajaran melalui modul-modul pembelajaran yang kreatif dan efektif. Dan dengan meningkatkan kompetensi pedagogik merupakan suatu langkah positif yang dilakukan oleh seorang pendidik karena kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa persepsi guru pendidikan agama Islam di SMA Bakti Ponorogo terhadap kompetensi pedagogik tergolong sangat baik, karena para guru di SMA Bakti berupaya untuk meningkatkan kompetensinya, dengan meletakkan berbagai cara supaya tercapai tujuan pembelajaran.
B. Analisis Data Tentang Kondisi Riil Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam di SMA Bakti Ponorogo dalam Memenuhi Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Kualifikasi pendidikan untuk guru di Indonesia dewasa ini didasarkan pada kualifikasi pendidikan formal, yakni lembaga pendidikan
65
tenaga kependidikan, atau program studi yang terkait dengan kependidikan dan keguruan pada universitas negeri dan swasta. Secara garis besar tidak ada permasalahan di SMA Bakti Ponorogo ini, tidak ada masalah yang signifikan tentang diterbitkannya Permendiknas No.16 Tahun 2007, yaitu tentang standar kualifikasi. Seperti yang dijelaskan bapak Sunyoto sebagai berikut: “Di SMA Bakti Ponorogo ini tidak ada permasalahan yang begitu signifikan tentang Permendiknas No.16 Tahun 2007. Tentang masalah standar kualifikasi akademik, kami semua guru SMA Bakti khususnya guru pendidikan Agama Islam sudah memenuhi standar kualifikasi dengan dibuktikan dengan ijazah S-1 dan mengajar sesuai dengan ijazahnya/ vaknya masing-masing.”89 Dari keterangan di atas dapat juga dianalisa bahwa semua guru SMA Bakti telah memenuhi peratuan pemerintah dan dapat juga dikatakan layak untuk mengajar karena sudah mempunyai surat izin mengajar dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Terlebih lagi semua guru mengajar sesuai bidang mata pelajaran yang mereka ampu. Karena kalau tidak sesuai dengan vaknya maka ini terjadi penyimpangan terhadap dunia pendidikan
dan
akhirnya proses pembelajaran yang terjadi tidak maksimal. Dan ditambahkan lagi oleh bapak Sunyoto: “Tentang permasalahan yang masih dihadapi oleh guru pendidikan agama Islam, yaitu masalah sedikit kemampuan di bidang teknologi informatika masih belum maksimal.” Menurut penulis dengan berkembangnya teknologi informatika yang kemajuannya sangat pesat, seorang guru harus juga mengikuti perkembengan
89
Lihat transkrip wawancara nomor 07/1-W/F-2/23-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
66
tersebut. Meskipun mata pelajaran pendidikan agama Islam sangat minim sekali berhubungan dengan bidang teknologi tapi setidaknya seorang guru harus mempunyai kemampuan dalam bidang tersebut, untuk mencari informasi-informasi yang baru dan untuk mengantisipasi arus global yang berkembang dewasa ini supaya guru mampu bersaing secara sehat dengan sesama guru dan tidak ketinggalan informasi apalagi dengan peserta didiknya. Salah satu pemecahan permasalahan yang sangat positif yang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam di SMA Bakti Ponorogo, dengan meningkatkan kompetensi dan mengembangkan ilmu pengetahuan, dengan harapan untuk menambah keprofesionalan seorang guru tersebut khususnya dalam proses pembelajaran. Dan juga terdapat masalah lagi dalam proses pembelajaran yaitu dalam menerapkan strategi yang efektif, kreatif, dan cocok untuk dipakai saat proses pembelajaran tersebut. Seperti yang diungkapkan guru pendidikan agama Islam: “Untuk mengembangkan metode pembelajaran yang kreatif/ Aktive Learning di SMA Bakti belum sepenuhnya maksimal karena beragamnya cara belajar anak-anak dan minimnya tingkat pengetahuan tentang pendidikan Agama Islam, dan yang selama ini kita gunakan ceramah yang menurut saya sangat efektif untuk menambah pengetahuan siswa. Tetapi sedikit demi sedikit kita juga menggunakan active learning misalnya diskusi, demonstrasi dan lain-lain.”90 Permasalahan di atas dapat dianalisa bahwasanya menjadi seorang guru dituntut menyampaikan pada peserta didik dalam proses pembelajaran, mampu menguasai materi pelajaran yang akan diajarkan serta cara 90
Lihat transkrip wawancara nomor 02/1-W/F-1/15-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
67
mengajarnya (metode/strategi apa yang cocok) untuk disampaikan kepada peserta didik. Hal ini dilakukan supaya dapat menciptakan suasana belajar yang tidak membosankan dan menjemukan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Meskipun metode ceramah dianggap oleh para guru sebagai metode yang efektif yang digunakan oleh
guru PAI dengan alasan minimnya
pengetahuan siswa tentang agama jadi inisitif untuk memakai metode tersebut dipakai. Karena persepsi tersebut maka seorang guru lebih banyak menggunakan metode ceramah akhirnya tujuan pembelajaran tidak tercapai dikarenakan peseta didik seperti mendengarkan dongeng, bosan, jemu, bicara sendiri, dan tidak memperhatikan karena gurunya banyak bicara atau ngomong. Di dalam kompetensi pedagogik seorang guru harus mampu menguasai berbagai metode atau stategi yang efektif dan kreatif supaya membuat peserta didik menajdi lebih enjoy dalam proses pembelajaran berlangsung. Seperti menggunakan metode PAKEM (Pembelajaran, Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan), hal ini bertujan supaya peserta didik dengan mudah menangkap dan menerima
penjelasan materi yang
disampaikan oleh guru. Penggunaan strategi dalam proses pembelajaran dapat dipelajari sendiri dengan mencari informasi melalui modul-modul yang berhubungan dengan strategi, buku-buku paket panduan strategi, maupun melaui internet. Dengan mampu menguasai berbagai strategi yang efektif dan kreatif maka
68
seorang guru dapat menjadi seorang kreator yang sangat professional. Sebagai contoh riil yaitu kesebelasan sepak bola, di samping skill individu pemain disini pelatih memegang peranan penting menentukan strategi yang cocok untuk melawan musuhnya dan dapat menciptakan gol. Hal ini juga dapat dilakukan seorang guru yang harus pandai-pandai memilih strategi yang cocok dengan kondisi peserta didik supaya peserta didik mampu menerima materi yang disampaikan dan dengan harapan mampu menerapkannya. Maka apabila seorang guru mampu melaksanakan hal
tersebut tidak mustahil akan
tercapainya tujuan pembelajaran yang lancar dan sukses. “Seperti yang diungkapkan bapak Sunyoto peserta didik di SMA Bakti Ponorogo terdapat juga permasalahan dari pihak peserta didik karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Misalnya dari individu kurangnya minat belajar ilmu agama, dari lingkungan yaitu dari teman sepergaulannya, dari kurangnya dorongan dari keluarga untuk belajar agama. Hal ini menjadikan proses pembelajaran belum sepenuhnya maksimal.” Dari keterangan di atas dapat dianalisa bahwa tidak sepenuhnya kesalahan yang dilakukan oleh guru apabila pembelajaran tersebut tidak tercapai, karena dari permasalahan di atas seorang pendidik harus memutar otak untuk dapat meningkatkan dan bagaimana cara untuk menumbuhkan minat belajar Agama Islam di SMA tersebut. Penulis sependapat dengan Ahmad Badowi sebagaimana mengatakan, bahwa mengajarnya guru dikatakan berkualitas apabila seseorang guru dapat menampilkan kelakuan yang baik dalam usaha mengajarnya. Dari pendapat di atas dapat dipahami supaya dapat menumbuhkan minat belajar Agama pada peserta didik diawali dengan senang dulu dengan guru bersikap atau
69
berkepribadian yang sopan, santun, dan tidak terlalu galak dengan peserta didik. Dan didukung dengan penyampaiannya mudah dipahami maka dari langkah awal itu semoga peserta didik dapat tumbuh minat untuk belajar agama dengan senang dan tidak ada paksaaan. Karena guru merupakan seorang manajer dalam pembelajaran, yang bertanggung jawab terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian perubahan/perbaikan
program
pembelajaran.
Guru
hendaknya
tidak
membatasi diri pada pembelajaran dalam arti sempit, tetapi harus menghubungkan dengan program pembelajaran dengan seluruh kehidupan peserta didik, kebutuhan masyarakat, dan dunia usaha. Selain mampu menyusun rancangan perencanaan pembelajaran akademik untuk mengembangkan profesionalisme guru tersebut. Dengan melakukan upaya-upaya yang dapat memberi sumbangan bagi dunia pendidikan, maka dapat merubah dirinya untuk mengembangkan kreatifitas peserta didiknya. Disini guru harus memaknai sehingga ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan realitas pribadi peserta didik. Hal ini juga telah dilakukan oleh para guru SMA Bakti Ponorogo yang berupaya untuk meningkatkan kompetensi peserta didiknya. Dengan melakukan berbagai metode, strategi, dan usaha menumbuhkan minat belajar agar apa yang disampaikan dapat tercapai sesuai dengan tujuan pembelajaran.
70
C. Analisis Data Tentang Upaya Guru Pendidikan Agama Islam di SMA Bakti Ponorogo dalam Memenuhi Standar Kualifikasi Akademik dalam Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Dewasa ini sebagai contoh riil banyak guru atau pendidik yang telah berusaha (dengan susah payah) secara mandiri untuk meningkatkan kualifikasi pendidikannya. Seseorang yang telah memperoleh hadiah lomba karya tulis, yang kemudian menggunakan hadiah itu untuk biaya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Keberadaan Universitas Terbuka, perguruan tinggi swasta, dinilai sangat membantu untuk memenuhi cita-cita sang guru untuk meningkatkan pendidikannya. Dibandingkan dengan praktek jual beli ijazah yang sempat marak dewasa ini, maka meneruskan kuliah dengan biaya sendiri dinilai sebagai langkah usaha mulia yang diharapkan memberikan dampak positif dalam peningkatan pengetahuan, sikap, dan ketrampilannya. Dari uraian di atas dapat dianalisa bahwasannya seorang pendidik menyadari dan bertanggung jawab dalam dunia pendidikan dengan meningkatkan jenjang pendidikannya yang lebih atas untuk memenuhi standar dari yang ditetapkan pemerintah. Dan usaha tesebut harus diberikan dukungan dari pihak pribadi, keluarga, maupun sekolah. Langkah yang dilakukan tesebut merupakan langkah kongkrit dan suatu hal positif yang nantinya juga akan menambah kualitas seorang guru dalam proses belajar mengajar. Sementara itu, kompetensi guru terkait dengan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh guru. Pada awalnya kemampuan dasar guru dilihat
71
berdasarkan ijazah yang diperoleh dari Lembaga pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Setelah terjun dalam dunia nyata persekolahan di lapangan, kemampuan guru perlu terus di tingkatkan dari waktu ke waktu seiring sejalan dengan perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi, serta seni.
D. Data Tentang Upaya Guru Pendidikan Agama Islam di SMA Bakti Ponorogo
dalam
Memenuhi
Standar
Kompetensi
Guru
dalam
Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Sebagai langkah-langkah ke depan untuk menghadapi Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru, kepala sekolah SMA Bakti mendatangkan tutor untuk membimbing guru-guru dengan harapan supaya menambah pengetahuan dan dapat mengembangkan kompetensi guru tersebut.. Jadi guru-guru di SMA Bakti khususnya guru PAI lebih menekankan pada pengembangan kompetensi. Sebagai langkah ke depan untuk meningkatkan kemampuan dalam kegiatan pembelajaran. Karena tantangan di era globalisasi ini sangat meningkat dalam ilmu pengetahuan yang semakin berkembang, teknologi yang semakin canggih, dan guru harus dituntut mengikuti arus agar tidak kalah bersaing dengan guru-guru lain terlebih lagi dengan para peserta didik. Dari data di atas dapat penulis analisa bahwasnnya sebuah usaha yang sangat baik dan setuju sekali dengan diadakannya pengembangna peningkatan
72
kompetensi pedagogik. Diantaranya sebagai langkah kongkrit unuk mengatasi permasalahan-permasalahan di atas, dan usaha yang bagus dilakukan oleh para guru PAI di SMA Bakti Ponorogo. Terlebih lagi ada dukungan dari sekolah khususnya kepala sekolah dengan membiayai semua kegiatan yang dilakukan oleh semua demi meningkatkan kompetensi guru tersebut. Dalam hal, peningkatan kompetensi ini dapat dibuktikan oleh guruguru Pendidikan Agama Islam di SMA Bakti Ponorogo telah mengikuti diklat, seminar, dan lain-lain. Dan sebagai bukti otentik dapat dilihat di lampiran berupa sertifikat–sertifikat hasil dari pengembangan kompetensi guru tersebut.91 Uraian di atas dapat kita ketahui bahwa sebagai usaha yang sangat jelas dan nyata bahwasannya usaha-usaha yang sangat sungguh yang dilakukan oleh guru PAI di SMA Bakti Ponorogo yang dapat dibuktikan dengan bukti nyata sertifikat telah mengikuti seminar, diklat, dan musyawarah guru mata pelajaran dengan harapan ke depan menjadi seorang pendidik yang berkualitas dan professional. Yang harus dipegang guru dalam meningkatkan kemampuan profesionalnya yaitu cara pandang dan menyikapi tugasnya, juga harus berorientasi bukan lagi sebagai sang maha tahu yang siap untuk memberi kebijaksanaan, melainkan sebagai katalisator terjadinya proses pembelajaran dan peserta didik yang secara terus menerus berusaha menyempurnakan diri, sehingga mampu menjadi katalis yang semakin meningkat kemampuannya. Apalagi dapat menunjukkan adanya upaya dan hasil pengembangan profesi yang dilakukan oleh guru. Artinya guru SMA Bakti Ponorogo dengan 91
Lihat transkrip dokumentasi nomor: 09/D/25-V/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
73
melakukan penelitian tindakan kelas maka akan mengubah tingkat belajar peserta didik, sehingga mampu memberikan masukan-masukan untuk peningkatan mutu pendidikan, baik media, strategi, sumber belajar, dan materi. Tetapi untuk mewujudkan ini semua harus adanya kerja sama antara pendidik, kepala sekolah, dan orang tua peserta didiknya supaya tujuan pembelajaran di sekolah dapat berjalan dengan lancar dan sukses. Dari semua keterangan di atas dapat penulis analisa semua upaya dan usaha yang dilakukan demi terwujudnya tujuan pendidikan. Para guru memiliki kebebasan memilih untuk menggunakan karakteristik mana yang akan dicoba untuk dilaksanakan atau dijadikan acuan dalam pelaksanaan tugasnya. Karakteristik ini memberikan panduan agar guru dapat menguasai berbagai strategi dan metode pembelajaran. Guru dituntut tidak hanya dapat menggunakan metode ceramah setiap mengajar. Guru dituntut dapat menggunakan metode lain yang lebih efektif, seperti dikusi, pemberian tugas, Tanya jawab, porto-folio, bahkan juga strategi “Contextual Teaching Learning”. Bahkan, pada era teknologi informasi dalam proses pengajaran dan pembelajaran.
Guru
harus
‘melek’
teknologi
informasi,
misalnya
menggunakan internet. Hal ini dapat dimaklumi karena berbagai sumber belajar kini dapat diperoleh dari dunia maya ini. Dengan berselancar di dunia maya melalui internet, para guru dapat menambah pengetahuan dan ketrampilannya dari berbagai sumber yang terdapat dalam beberapa situs yang didapat dari internet.
74
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang penulis lakukan mengenai upaya guru PAI dalam memenuhi Permendiknas No.16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru di SMA Bakti Ponorogo dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Kondisi riil standar kualifikasi akademik di SMA Bakti sangat bagus karena umumnya semua guru sudah memenuhi kualifikasi tersebut, khususnya guru PAI dan dapat dibuktikan dengan ijazah S-1. 2. Kondisi riil standar kompetensi guru di SMA Bakti mengalami sedikit permasalahan dalam bidang pedagogik, yaitu tentang permasalahan penggunaan teknologi informatika, penggunaan strategi yang efektif dan kreatif, minat siswa belajar agama kurang. 3. Sebagai upaya guru PAI ke depan untuk meningkatkan standar kualifikasi akademik adalah dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi agar dapat menjadi guru yang profesional. 4. Sebagai upaya guru PAI ke depan untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan kemampuan dalam kegiatan pembelajaran yaitu dengan mendatangkan tutor. Sebagai langkah kongkrit yang dilakukan oleh guru-guru PAI di SMA Bakti Ponorogo telah mengikuti MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) diklat, seminar, dan lain-lain.
75
B. Saran 1. Bagi Kepala Sekolah SMA Bakti Ponorogo, hendaknya senantiasa melakukan kontrol dan kerjasama yang baik dengan tenaga pengajar khususnya guru Pendidikan Agama Islam. Dan mendukung kegiatan yang dilaksanakan oleh para guru, dalam hal yang berhubungan dengan pengembangan kompetensi, sehingga guru SMA Bakti Ponorogo dapat menjadi guru yang sangat profesional dan dapat bersaing dengan SMA lainnya. 2. Bagi Bidang Kurikulum SMA Bakti Ponorogo, hendaknya terus meningkatkan kualitas pendidikan dan membuat inovasi pendidikan agar kegiatan pembelajaran semakin berkembang dan berhasil sesuai tujuan dan harapan yang telah ditetapkan. 3. Bagi Guru Pendidikan Agama Islam, hendaknya selalu meningkatkan dan mengembangkan kompetensi pedagogik. Sehingga dengan kemempuan tersebut seorang guru agar dalam preoses pembelajaran akan lancar sehingga tercapailah tujuan pemebelajaran tersebut dan dapat disebut sebagai guru yang profesional.
76
DAFTAR RUJUKAN Budiono, Pengembangan KTSP dan Sertifikasi Guru, Sebagai Wahana Peningkatan Kualitas Pendidikan, Makalah Seminar Pendidikan Nasiona, Himpunan Mahasiswa Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP PGRI, Madiun: 2006. Bogdan dan Biklen, Qualitative Research for Education, An introduction to theory and methods. Boston: Allyn and Bacon, 1982, Inc. Bahri Djamarah, Syaiful. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000. Direktorat Pendidikan Madrasah, Sertifikasi Guru dalam Jabatan Guru materi pembekalan untuk calon peserta, Depag, 2007. Drajat, Zakiah. Kepribadian Guru, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1978. Drajat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 1996. Ginanjar, Ary. Sosiologi Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000. Hamalik, Oemar. Pendidikan Guru Berdasar Kompetensi, Jakarta: Bumi Aksara, 2003. John, M. Echols & Hasan Sadaly. Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1982. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 584. Lincoln dan Guba, Naturalistic Inquiry, Bevery Hills: SAGE Publications. Lonfland, Analyzing Social Setting, A Guide to Qualitative Observation and Analysis, Belmont, cal: Wadswordth Publishing Company, 1984. lihat dalam Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. Muchtar Buchori, Pendidikan Antisipatoris, Yogyakarta: PT Kanisus, 2001. Menurut Turney (1973) dalam Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006. Marriam , S.B.G Simpson, E.L, A.Quide to research for Educators and trainer on adults. Malabar, Florida: Robert E. Krieger Publising Company, 1984.
77
Mujib, Abdul dan Jusuf mudzakir. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada Media, 2006. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006. Moleong, Lexy Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000. Nata, Abudin. Paradigma Pendidikan Islam Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT Grasindo, 2001. Nurdin, Syarifruddin. Guru professional Dan Implementasi Kurikulum, Jakarta: PT Ciputat Press, 2005 Nata, Abudin . Paradigma Pendidikan Islam, Jakarta: PT Grafindo, 2001. Patton, Qualitative Evaluation Methods, Beverly: Sage Publicationns, 1980. Piderta, Medarta. Landasan Kepribadian Kependidikan, Jakarta:, PT Rineka cipta, 1997. Program Studi PAI, Materi Pembekalan Bagi Mahasiswa Peserta PPLK II, Stain Ponorogo, 2008. Rachman Shaleh, Abdul. Pendidikan Agama dan Pengembangan Untuk Bangsa, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005. Spradley, J.P. Participant Observation, New York: Rinehart and Winston, 1980. Subroto, Suryo. Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 1997. Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES, 2008. Suparlan, Menjadi Guru Efektif , Yogyakarta: Hikayat, 2005. Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung Remaja Rosdakarya, 2001 Usman, User. Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja rosdakarya, 1999. UU Guru dan Dosen dan UU Sisdiknas, Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Asa Mandiri, 2007. Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Bandung: Citra Umbara, 2006.
78
Uzer Usman, Moh. Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999. Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, Yogyakarta: Bigraf Publising, 2000. http://www.geocities.com/pengembangan_sekolah/standarguru.html tanggal 23 april 2009 pukul 16.34
diakses