BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Sejak pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat dunia dalam suatu
demonstrasi di International Computer Communication Conference (ICCC) pada bulan Oktober 1972, media internet telah mengalami perkembangan pesat. Terbukti dari yang semula hanya beberapa unit di lingkungan ARPANET (Advanced Research Projects Agency NETwork), internet diperkirakan. Country Ambassador Yahoo! Indonesia, Roy Simangunsong, mengatakan bahwa untuk saat ini pengguna internet tiap harinya mencapai kurang lebih 87 juta pengguna, berdasarkan data yang dimiliki pengguna berdasarkan sebuah situs yang bernama Detikinet, diketahui bahwa jumlah pengguna internet di dunia hingga bulan Januari 2012 mencapai angka 2,4 miliar user (pengguna) dan jumlah situs yang tercatat ada lebih dari 654 juta website. Hal ini mengindikasikan bahwa kehadiran internet sebagai media informasi dan komunikasi semakin diterima dan dibutuhkan oleh masyarakat dunia. Untuk region Indonesia sendiri, pentingnya penggunaan internet juga makin disadari oleh masyarakatnya dari berbagai kalangan. Terbukti dari data statistik Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengenai jumlah pengguna internet di Indonesia yang terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan, mulai dari 55.000.000 di tahun 2011 menjadi 63.000.000 di tahun 2012. Bahkan jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai angka 82.000.000 di tahun 2013 dan diperkirakan akan meningkat tahun 2014. Di samping itu, 1
2
dapat dilihat juga fenomena makin meluasnya fasilitas-fasilitas yang menyediakan akses internet di kota-kota besar Indonesia saat ini, dimana tempat akses internet tidak hanya bisa ditemui di warung internet (warnet) saja, tapi juga di sekolah, perpustakaan-perpustakaan, bahkan di area-area publik yang telah memasang hotspot wifi (wireless fidelity). Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi atau
Information
Communication and Technology (ICT) menjadi sangat pesat. Hal ini terjadi pada negara-negata di dunia, baik negara-negara maju maupun negara berkembang di Asia, termasuk Indonesia, sebagai akibat terjadinya revolusi interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Menurut Soekanto (1974), terdapat dua syarat utama dalam sebuah interaksi sosial, yaitu kontak sosial dan komunikasi. Perkembangan teknologi dewasa ini, telah menyebabkan seseorang melakukan kontak sosial tidak hanya melalui hubungan badaniah, tetapi juga melalui hubungan jarak jauh yang dijembatani oleh media komunikasi seperti internet. Menurut Roselin (2010), perkembangan teknologi internet juga tidak saja mampu menciptakan masyarakat dunia global, namun mampu menciptakan suatu transformasi dalam ruang gerak kehidupan baru bagi masyarakat, sehingga tanpa disadari manusia telah hidup dalam dua kehidupan yaitu kehidupan masyarakat nyata dan kehidupan masyarakat maya (cyber community). Melalui internet, memungkinkan seseorang melakukan kontak atau hubungan secara tidak langsung dengan komunitas dunia maya lainnya.
3
Di Indonesia, perubahan dalam tatanan kehidupan masyarakat juga telah dirasakan akibat masuknya pengaruh internet. Bagi orang-orang yang tinggal di kota, khususnya kota-kota yang ada di Indonesia, peran internet dijadikan kebutuhan informasi utama karena saat ini masyarakat kota cenderung haus akan informasi, apabila tidak mengenyam informasi satu hari saja rasa-rasanya hidup ini menjadi serba gelisah tidak menentu dan takut dianggap ketinggalan zaman (Purwaningsih, 2008). Teknologi ini sudah dapat diakses oleh berbagai kalangan masyarakat. Remaja sebagai salah satu pengguna fasilitas internet belum mampu memilah bahkan membatasi diri dalam penggunaan internet. Tidak seperti orang dewasa yang pada umumnya sudah mampu menyaring hal-hal baik ataupun buruk dari internet, remaja sebagai salah satu pengguna internet justru sebaliknya. Mengakses pornografi di internet adalah hal yang paling mudah diakses oleh siapapun, apalagi perkembangan situs porno yang semakin hari semakin meningkat di internet. Hal ini sejalan dengan apa yang dilaporkan oleh American Demographics Magazine bahwa situs-situs porno di internet dewasa ini meningkat dari 22.100 situs pada 1997 menjadi 280.000 pada tahun 2000 atau melonjak lebih banyak dari kurun waktu tiga tahun, (Mudiarjo Nainggolan, 2008). Cooper (1998) juga menegaskan bahwa seks ataupun hal-hal yang berbau porno menempati urutan pertama topik yang paling digemari dan dicari oleh para pengguna internet di Amerika. Hal tersebut bukan hanya terjadi di Amerika saja, namun kenyataannya di Indonesia sendiri tidak jauh berbeda (Okezone, 2008). Hal ini didukung berdasarkan data internet pornography statistic, Indonesia menempati peringkat
4
ketujuh dunia dalam hal mengakses situs porno setelah Pakistan, India, Mesir, Turki, Aljazair, dan Maroko. Namun kondisi ini terus meningkat menjadi peringkat kelima pada tahun 2007 dan menjadi peringkat ketiga pada tahun 2009. Selain, belum mampu memilah aktivitas internet yang bermanfaat, remaja juga cenderung mudah terpengaruh oleh lingkungan sosial mereka tanpa mempertimbangkan terlebih dulu efek positif atau negatif yang akan diterima saat melakukan aktivitas internet tertentu. Apalagi rasa ingin tahu terhadap masalah seksual pada masa remaja sangat kritis dan penting guna pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Menurut Robby Susatyo, para remaja mengenal seks pertama kali bukan dari sumber yang tepat. Sekitar 50% remaja ternyata mengenal seks dari kawannya, 35% tahu tentang seks dari film porno, dan hanya 15% remaja yang merasa nyaman berbicara masalah seks dengan ibunya. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika selama ini perilaku online remaja selalu dijadikan sorotan utama untuk dikaji, baik oleh pihak pemerintah maupun lingkungan akademi. Terlihat dari adanya UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) yang disahkan pemerintah sekitar bulan Maret 2008 yang salah satu pasalnya berisi mengenai larangan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Bahkan di negara maju, seperti Amerika, negara yang menjadi acuan sejauh mana kemajuan perkembangan internet dunia, memiliki lembaga riset tertentu yang secara khusus menyelidiki dampak penggunaan internet pada remaja, keluarga, masyarakat,
5
dunia kerja, sekolah, dan layanan kesehatan yang bernama Pew Internet and American Life Project, dimana objek studi yang kerapkali dijadikan survei mereka adalah remaja. Kegiatan mengakses situs sosial dilakukan pelajar tingkat SMA saat ini sedikit banyaknya menyita waktu mereka di samping memakan sejumlah biaya untuk mengkases tidak menjadi hirauan bagi sejumlah pelajar dan mereka merasa bahwa itu sudah menjadi kebutuhan penting bagi mereka. Saat ini peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh pengunaan media sosial terhadap perilaku seks remaja tingkat SMA. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa masalah remaja bukan hanya persoalan narkoba dan HIV/AIDS. Persoalan seks bebas kini juga menjadi masalah utama remaja di Indonesia. Hal tersebut harus segera ditangani mengingat jumlah remaja terbilang besar, yakni mencapai 26,7 persen dari total penduduk Penelitian Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) pada 2007 lalu menemukan perilaku seks bebas bukanlah sesuatu yang aneh dalam kehidupan remaja Indonesia. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2009 pernah merilis perilaku seks bebas remaja dari penelitian di empat kota yakni Jakarta Pusat, Medan, Bandung, dan Surabaya. Hasilnya menunjukkan sebanyak 35,9 % remaja punya teman yang sudah pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Bahkan, sebanyak 6,9 % responden telah melakukan hubungan seksual pranikah. Hurlock (1994) menyebutkan bahwa remaja lebih tertarik kepada materi seks yang berbau porno dibandingkan dengan materi seks yang dikemas dalam pendidikan. Hurlock (1994) juga mengatakan bahwa pada kelompok remaja
6
biasanya benteng pertahanan masih labil, terangsang sajian yang ada di internet yang berbau pornografi membuat remaja tidak mampu menahan dorongan seksualnya, karena tidak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melindungi diri dari kesulitan yang tidak diharapkan. Fenomena terbaru dari dampak negatif penggunaan internet saat ini adalah cybersex. Fenomena seks yang baru dan fenomena yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan dalam perkembangan teknologi internet, dimana cybersex tersebut semakin hari semakin banyak penggemarnya terutama pada remaja dan hal seperti cybersex ini ditawarkan oleh situs media sosial yang beragam dari layanan gratis hingga media sosial yang mengkomersilkan diri. Untuk itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dalam rangka mengetahui hubungan penggunaan media sosial dengan perilaku seksual pada remaja.
1.2.
Perumusan Masalah Mengetahui pengaruh penggunaan media sosial terhadap perilaku seksual pada pelajar SMA Raksana 1 Medan tahun 2014.
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1.
Tujuan Umum Mengetahui pengaruh penggunaan media sosial terhadap perilaku seks
bebas pada pelajar SMA Raksana 1 Medan tahun 2014. 1.3.2.
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik siswa sebagai pengguna media sosial.
7
2. Untuk mengetahui pengetahuan siswa tentang seks bebas. 3. Untuk mengetahui sikap siswa terhadap penggunaan media sosial dan tindakan seks bebas. 4. Untuk mengetahui hubungan penggunaan media sosial dengan perilaku seks bebas. 5. Mengetahui faktor yang paling dominan yang berhubungan dengan pengaruh penggunaan media sosial terhadap perilaku seks bebas pada pelajar SMA Raksana 1 Medan. 1.4.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi berbagai pihak. 1. Bagi pihak sekolah sebagai bahan informasi mengenai perilaku kebiasaan siswa dalam menggunakan media sosial dengan perilaku seksual sehingga pihak sekolah dapat melakukan pengendalian perilaku siswa SMA Raksana 1 Medan tahun 2014. 2. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan baik dari kalangan akademis, masyarakat dan peneliti.