1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemuda Islam sebagai kelompok sosial dan politik tidak dapat dipisahkan dari golongan Islam. Dalam perjalanan sejarah peranan yang dibawa oleh pemuda Islam seringkali menonjol, sehingga merupakan alur tersendiri dalam arus sejarah Islam di Indonesia. 1 Dalam arus utama historiografi Indonesia, pemuda Islam mengalami tantangan-tantangan yang memiliki kekhususan sendiri, sehingga jawaban yang diberikan terhadap tantangan itu juga merupakan keunikan dalam fase-fase sejarah, baik dalam kerangka sejarah lokal maupun sejarah nasional. Tantangan yang pernah dihadapi oleh pemuda Islam sejak masa kolonialisme hingga masa Reformasi ditujukan pada bagian yang paling strategis dari umat Islam, yaitu kaum mudanya yang sebagian besar merupkan kaum terpelajar. Serangan-serangan
tersebut,
pada
umumnya
mempunyai
target
untuk
memundurkan Islam (degenerasi) dengan cara melumpuhkan kader-kader Islam. 2 Kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial Belanda tentang Goeroe Ordonantie dan Wilde Schoolen Ordonantie,3 dan juga aksi-aksi penggayangan PKI dan
1
Ridwan Saidi, Pemuda Islam Dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1985, (Bandung: Alumni, 1985), p. 1--2. 2
ibid., pp. xi--xii.
3
Mengenai Goeroe Ordonantie dan Wilde Schoolen Ordonantie, lebih lanjut lihat, Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta: LP3ES, 1985), pp. 49-63. Juga lihat, Harry J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam di Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1980), pp. 27--52.
1
2
onderbouw-onderbouwnya, serta kewajiban penerapan asas tunggal berpengaruh terhadap gerakan pemuda Islam, khususnya gerakan mahasiswa. Islam dianggap sebagai bahaya laten atau ancaman potensial terhadap rezim militer, sehingga sering menjadi sasaran tindakan represif pemerintah terutama terhadap aktivisaktivis Muslim, 4 termasuk mahasiswa Islam. Tindakan represif ini bertujuan untuk melumpuhkan bangunan generasi penerus Islam. Peranan pemuda Islam, khususnya mahasiswa dalam pergerakan nasional tidak dapat dipisahkan dari pergerakan nasional Indonesia yang diawali oleh organisasi Boedi Oetomo tahun 1908.
5
Pergerakan pembaharuan Islam dimulai
oleh Sarekat Islam tahun 1911, Muhammadiyah tahun 1912, serta Nahdlatul Ulama’ tahun 1926. 6 Selain itu, kelahiran Jong Islamieten Bond sebagai organisasi pemuda Islam yang pertama di Indonesia pada 1 Januari 1925 merupakan jawaban bagi pemuda Islam dalam menghadapi tantangan-tantangan Islam. Pasca proklamasi, berdiri sebuah organisasi pemuda Islam yang pertama yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang diprakarsai oleh Lafran Pane di Yogyakarta pada 5 Februari 1947. 7
4
Lihat, Irfan S. Awwas (ed.), Bencana Kaum Muslimin di Indonesia Tahun 1980-2000 (perj. Mohammad Tahlib). (Yogyakarta: WIHDAH PRESS, 2000). p. 14. 5
Mengenai Budi Utomo lihat, Akira Nagazumi, Bangkitnya Nasionalisme Indonesia: Budi Utomo 1908-1918, (Jakarta: Grafitipers, 1989)., passim. 6
Mengenai berdirinya SI dan Muhammadiyah lihat, Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1991), passim., dan lihat juga Syarifuddin Jurdi et.al (ed.), 1 Abad Muhammadiyah: Gagasan Pembaruan Sosial Keagamaan, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010), p.1. 7
Immanuel Victor Tanja, Himpunan Mahasiswa Islam: Sejarah dan Kedudukannnya Di Tengah Gerakan-Gerakan Muslim Pembaharu di Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan, 1982), p. 52.
3
Kemudian, pada masa Orde Lama banyak terlihat berdiri organisasi kemahasiswaan dan terpelajar lainnya, seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang didirikan di Surabaya pada tanggal 17 April 1960 bertepatan dengan 17 Syawal 1379 Hijriah yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama’,8 didirikannya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta pada tanggal 14 Maret 1964 bertepatan dengan 29 Syawal 1384 Hijriah. 9 Bangkitnya remaja-remaja masjid dan lembaga-lembaga dakwah kampus (LDK) sebagai jawaban atas pembungkaman politik terhadap para pemuda Islam, khususnya mahasiswa pada masa orde baru hingga orde reformasi ditandai dengan berdirinya Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) di Malang, 29 April 1998 bertepatan dengan Ahad, 1 Dzulhijjah 1418 Hijriyah sebagai organisasi yang lahir dari rahim lembaga-lembaga dakwah kampus (LDK).10 Pendirian berbagai organisasi di atas merupakan proses jawaban berkesinambungan. Hal ini merupakan permasalahan historis yang akan dikaji dalam penelitian ini guna melihat perkembangan gerakan mahasiswa Islam, khususnya HMI dan KAMMI yang merebak ke segala penjuru Indonesia, termasuk di Kota Denpasar. Lihat juga, Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam 1947-1975, (Surabaya: Bina Ilmu, 1976), p. 20. 8
http://www.kaulapmii.blogspot.in/p/sejarah-pmii.html?m=1, diakses pada 18 Desember 2014 Pukul 01:14. 9
http://id.wikipedia.org/wiki/Ikatan_Mahasiswa_Muhammadiyah, diakses pada 18 Desember 2014 Pukul 01:20. Lihat Arief Pandu Wijonarko, “Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia: Kajian Sejarah Perjalanan KAMMI Sebagai Gerakan Mahasiswa Masa Reformasi” (Skripsi S1), (Jakarta: Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, 2009). Lihat juga Yon Machmudi, “Islamising Indonesia: The Rise of Jemaah Tarbiyah and the Prosperous Justice Party (PKS)” (Disertasi Doctor of Philoshopy), (Canberra: Australia National University, 2008) p. 44--45. 10
4
Hubungan antara generasi di kalangan umat Islam dapat dikatakan cukup serasi. Mayoritas dari organisasi yang menonjol dalam sejarah adalah organisasi mahasiswa Islam yang independen, dalam artian bukan merupakan onderbouw suatu partai politik atau organisasi kemasyarakatan lainnya tetapi dalam sejarah terlihat bahwa organisasi mahasiswa Islam tidak begitu saja meninggalkan kalangan tuanya. Hubungan yang akrab antar tokoh-tokoh Islam dengan berbagai organisasi mahasiswa Islam merupakan contoh nyata, begitu juga dengan organisasi pemuda Islam di Kota Denpasar dan tokoh kalangan tua, terutama para tokoh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama’. Organisasi kemahasiswaan dan pemuda baik Islam dan nasionalis yang ada di Kota Denpasar dimulai dengan berdirinya Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia pada tahun 1958 di Denpasar, Pelajar Islam Indonesia (PII) pada tahun 1959 di Singaraja, dan pada tahun 1962 berdiri PII di Denpasar. 11 Pemuda Muhammadiyah pada bulan Juli 1963 di Denpasar,12 Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tahun 1963 di Denpasar, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) 29 April 1998 di Denpasar yang kemudian diikuti oleh beberapa organisasi kepemudaan Islam lainnya, seperti Nasyi’atul Asiyiyah (NA), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), dan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama’ (IPNU). Berbagai organisasi yang ada tersebut memiliki berbagai ideoogi yang berbeda beda, seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang berideologi
Panitya Konkerdja I PII, “Sedjarah berdirinja PII di Bali”, dalam Bulletin Konkerdja I (Denpasar: Panitya Konkerdja I PII se-Bali, Februari 1966), p.5 11
Lihat, “Genta Djihad di Nusa Dewata”, dalam Bulletin Djihad Nomor 1 Tahun I, (Denpasar: Pimpinan Muhammadijah Tjabang Denpasar, 1964), p.4 12
5
marhaenisme, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang berideologi Islam moderat, hingga KAMMI yang berideologi Islam konservatif. Perbedaan ideologi ini membawa perbedaan dalam melihat berbagai masalah yang ada di masyarakat dan menyelesaikan berbagai masalah tersebut. Fokus penelitian ini ialah gerakan mahasiwa Islam, khususnya HMI Cabang Denpasar dan KAMMI Denpasar. Gerakan pemuda Islam di Kota Denpasar dimulai dengan usaha menggalang persatuan di masing-masing unsur pemuda Islam, termasuk para mahasiswa Islam pada saat itu. Dari penggalangan itu, maka dengan berdirinya beberapa organisasi Islam (PII, Pemuda Muhammadiyah, IPNU, GP Anshor, dan HMI), mereka mencoba melakukan usaha bersama dalam menghadapi intervensi kaum komunis yang diwakili oleh organisasi pemudanya. Pada dasarnya organisasi pemuda Islam seperti HMI, KAMMI, PII, IPNU, GP Anshor, dan Pemuda Muhammadiyah tidak berkancah dalam politik praktis. 13 Hal ini dapat terlihat dalam tujuan dan sifat dari organisasi-organisasi tersebut yang pada dasarnya adalah menjadikan kader bangsa yang berwawasan ke-Islaman. Namun, jika kondisi menginginkan mereka melakukan aktivitas politik praktis itu karena jawaban atas tantangan-tantangan yang dihadapi pada masa tersebut. Pada awal-awal tahun berdirinya organisasi pemuda Islam, gerakan pemuda Islam bernuansa politis yang dikarenakan kondisi Wawancara dengan K.H. Muhammad Taufik Asy’adi (66 Tahun) Pekerjaan: Ketua MUI Provinsi Bali (Mantan Ketua HMI Cabang Denpasar 1969-1972, 1972-1974, Mantan Ketua PWM Muhammadiyah Bali 1995-2000, 2000-2005), alamat: Jalan Gunung Bromo No. 54 Monang-Maning, Denpasar, pada 25 Mei 2014 dan lihat juga Ragil Armando, “K.H. Muhammad Taufik Asy’adi 1948-2014: Seorang Ulama’ Bali Pejuang Pluralisme” (Tugas Akhir Matakuliah Biografi Prodi. Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana), (Denpasar: Tidak Dipublikasikan, 2014). 13
6
pada saat itu terjadi pertentangan politik dengan kaum komunis, yakni Partai Komunis Indonesia (PKI), dimana PKI pada masa tersebut ingin menyebarkan ideologi komunis di Indonesia. Usaha-usaha yang dilakukan PKI ialah dengan melakukan aksi-aksi intimidasi dan penumpasan terhadap umat Islam, khususnya kepada pemuda Islam lewat organisasi pemudanya, seperti GP Anshor, HMI, dan PII. Hal ini serta merta membuat kesadaran para pemuda Islam untuk membangun ukhuwwah (persatuan) dan kebersamaan pemuda Islam untuk melakukan penentangan dan perlawanan terhadap kaum komunis. Para pemuda Islam di seluruh Indonesia, khususnya di Kota Denpasar secara bersama-sama melakukan aksi menuntut pembubaran PKI dan onderbouwnya dengan pertentangan ideologi yang keras pada saat itu. Perkembangan aktivitas pemuda Islam, khususnya pada waktu tahun 1960-an seiring dan sejalan dengan maraknya aktivitas mahasiswa dan pelajar di Bali, seperti Gerakan Siswa Nasional Indonesia (GSNI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Hindu Bali (GMHB), Pemuda Katolik, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Gerakan Siswa Kristen Indonesia (GSKI), Gerakan Siswa Hindu Bali (GSHB), dan beberapa organisasi lainnya. Kekisruhan politik pada waktu itu membuat mereka harus terjun ke kancah politik praktis yaitu untuk menghadapi dan menentang kaum komunis (PKI) dan antekanteknya. 14 Dalam menghadapi dan menentang kaum komunis pemuda Islam 14
Wawancara dengan Aron Meko Mbete (66 Tahun), pekerjaan: Guru Besar Sosiolinguistik Unud (Mantan Ketua PMKRI Denpasar 1967-1974, Mantan Anggota KNPI Bali) alamat: Jalan Tunggul Ametung III B 1/4, Ubung Kaja, Denpasar, pada 28 Mei 2014.
7
pada saat itu secara bersama-sama membentuk sebuah wadah yaitu Komando Kesiapsiagaan Muhammadiyah (KOKAM) di bawah koordinasi Muhammadiyah Bali15 dan Rukun Kipajah Anshor (RKA) di bawah koordinasi Nahdlatul Ulama’ Bali. 16 Munculnya Orde Baru yang dimulai pada tahun 1968 membawa modernisasi politik dan ekonomi membawa pengaruh perubahan terhadap pola gerakan pemuda Islam. Pengebirian hak-hak politik dan diperkenalkannnya oleh pemerintah Orde Baru mekanisme pembinaan pemuda melalui wadah-wadah pembinaan pemuda. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang secara langsung maupun tak langsung bersentuhan dengan aktivitas kepemudaan, khususnya mahasiswa Islam dari masa awal Orde Baru, antara lain: 1) Dibentuknya Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) pada tahun 1973 di Jakarta; 2) Pemberlakuan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Normalisasi Kehidupan Kampus tahun 1978; dan 3) Pemberlakuan azas tunggal Pancasila melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985. 17 Berbagai kebijakan-kebijakan tersebut membuat gerakan politik umat Islam di tindas keras oleh rezim otoriter tersebut. 18 Semua kebijakan-kebijakan tersebut membawa akibat dan perubahan yang cukup
Lihat Syawal Prasetiyana, “Gerakan Pemuda Islam di Bali 1962-1990” (Skripsi S1), (Denpasar: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Udayana, 1997), passim 15
H. Abdul Mun’im DZ, Benturan NU-PKI 1948-1965, (Jakarta: PBNU-Langgar Swadaya, 2014), p. 115. 16
17
Syawal Prasetiyana, op.cit, p. 9.
18
Lihat, Irfan S. Awwas (ed.), op.cit., p. 14
8
berarti bagi pola aktivitas pemuda Islam, khususnya mahasiswa Islam di Indonesia, termasuk di Kota Denpasar. Dalam lingkungan politik seperti demikian, para aktivis mahasiswa Islam berusaha mencari jalur, selain jalur politik dan pemerintahan, untuk memperkuat posisi Islam dalam masyarakat Indonesia. Dampak dari lingkungan politik yang demikian antara lain munculnya kelompok-kelompok studi yang tidak puas kepada organisasi pemuda Islam, khususnya organisasi mahasiswa yang terkena kebijakan tersebut. Sejak awal tahun 1970-an, Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) yang didirikan oleh para mantan aktivis Masjumi berusaha masuk ke kampus-kampus besar, terutama di Jawa dan Sumatera, untuk mendorong penyebaran pengkajian Islam dan pengertian Islam yang benar (kaffah) di antara para pemuda kalangan menengah ke atas.19 Sementara itu, Mohammad Natsir memanfaatkan jaringan internasional pribadinya untuk memperoleh beasiswa agar para pemuda Muslim Indonesia bisa menempuh studi di universitas-universitas di Timur Tengah. 20 Selama belajar di Timur Tengah, banyak aktivis DDII terpengaruh oleh teologi maupun ideologi politik Ikhwanul Muslimin dari Mesir, dan ketika kembali ke tanah air mereka membawa ajaran-ajaran tersebut ke kampus-kampus negeri di Indonesia. Para aktivis itu termasuk Muhammad Imaduddin Abdulrahim, yang mengawali program dakwah di Masjid Salman di Institut
Thomas Phillip James Power, “Politik Pragmatis dalam Partai Islam: Analisa Program, Pencitraan, dan Performa Elektoral Partai Keadilan Sejahtera di Kota Malang” (Skripsi S1), (Malang: ACICIS UMM, 2012), pp. 28--30. 19
20
ibid.
9
Teknologi Bandung, untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam puritan (kaffah), termasuk yang berasal dari cendekiawan Ikhwanul Muslimin. Program dakwah ini dilakukan dalam kelompok kecil dan tertutup, berdasarkan prinsip ukhuwwah (persaudaraan) yang diadopsi dari Ikhwanul Muslimin. 21 Gerakan informal ini, disebut dengan Jamaah Tarbiyah, menyebar dari Masjid Salman ITB ke kampuskampus negeri dan masjid-masjid yang lain di seantero Nusantara.22 Para aktivis Tarbiyah ini secara diam-diam berusaha merekrut pengkaderan di pusat-pusat perguruan tinggi di kota-kota besar Indonesia, termasuk Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Universitas Andalas, Universitas Udayana dan Universitas Brawijaya. 23 Kader Tarbiyah rata-rata sangat aktif di organisasi mahasiswa dan mulai mendominasikan kegiatan dakwah dan asosiasi mahasiswa Islam, sampai sempat menguasai Badan Eksekutif Mahasiswa dan pimpinan Senat Mahasiswa di universitas-universitas tersebut. Walaupun di Kota Denpasar para aktivis tersebut melakukan strategi mengajukan secara diam-diam (klandestin) atau berkoalisi dengan gerakan-gerakan ekstra kampus maupun intra kampus (yang didominasi oleh mahasiswa non-Muslim, khususnya nasionalis) untuk menguasai lembaga-lembaga kampus tersebut. Secara statistik, pada akhir tahun 1990-an, kira-kira 10-15% mahasiswa Muslim yang kuliah di universitasuniversitas negeri berpartisipasi dalam kegiatan dakwah, dan kebanyakan
21
Nurjaman, Asep, Pola Hubungan Partai dan Pemilih: Di Tengah Memudarnya Politik Aliran (Malang: Citra Mentari, 2012). p. 68. 22
Thomas Phlip James Power, op. cit, pp. 29--30.
Greg Fealy, “Kata Pengantar”, dalam Burhanuddin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah. (Jakarta: KPG, 2012), p. xviii. 23
10
mahasiswa itu adalah anggota Tarbiyah.24 Di Kota Denpasar gerakan ini berfokus pada mahasiswa Universitas Udayana, dengan beberapa tokoh-tokohnya seperti Sigit Sunaryanto (FE Unud), Dwi Triyono (FH), Oka Widiana (FE Unud), Wizhar Syamsuri (FK), Yudha (FT), Edi Sudarno (Fapet Unud), dan lainnya dengan kajiannya yang terkenal yaitu seperti Kelompok Studi Pembangunan di Denpasar pada tahun 1988 yang didirikan oleh mahasiswa Muslim di Universitas Udayana (banyak diantaranya merupakan anggota HMI Cabang Denpasar dan WINUD). 25 Selain itu juga muncul kelompok studi An-Nur yang merupakan forum silaturrahim dan diskusi bagi para mahasiswa dan pemuda Islam di Kota Denpasar di Masjid An-Nur Denpasar, hingga Kajian Tawakkal yang difasilitasi oleh mahasiswa berbagai fakultas yang umumnya tergabung dalam HMI Cabang Denpasar, terutama yang juga menjadi menjadi Lembaga Dakwah Kampus Forum Persatuan Mahasiswa Islam (LDK FPMI) yang didirikan di Denpasar pada 1 Muharram 1413 H bertepatan 1 Juli 1994.26 Namun yang menarik, pada masa ini terpecahnya beberapa organisasi pemuda Islam, seperti HMI, akibat adanya pendapat pro-kontra terhadap penerapan azas tunggal, hingga kemudian terbentuk
24
Power, op.cit., p. 29.
25
Laporan Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Denpasar 1988-1989, (Denpasar: Panitia Konferensi Cabang ke-10 HMI Cabang Denpasar, 28-29 Desember 1989), p. 5. 26
Hasil wawancara dengan Edi Sudarno (44 Tahun) Pekerjaan: Wiraswasta (Mantan Ketua LDK FPMI Universitas Udayana 1996-1997, Mantan Anggota BPM Fakultas Peternakan 1994, salah satu pendiri KAMMI BALI) alamat: Jl. Tukad Yeh Aya 9A1 No. 12C, Panjer, Denpasar, pada 9 Mei 2015.
11
HMI Majelis Penyelamat Organisasi (HMI-MPO) yang diprakarsai oleh Eggy Sudjana dan memposisikan dirinya menolak azas tunggal Pancasila. 27 Pada awal tahun 1998, di akhir masa jabatan Presiden Soeharto, dalam lingkungan politik dan ekonomik yang kacau akibat krisis keuangan Asia dan kerusuhan publik, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dideklarasikan sebagai golongan aktivis mahasiswa pro-reformasi dari Gerakan Tarbiyah dan sebagian unsur-unsur HMI-MPO.28 Para aktivis gerakan Tarbiyah dan pemuda Islam lainnya berperan signifikan dalam mobilisasi demonstrasi yang mendorong pengunduran diri Soeharto pada 21 Mei 1998. 29 Pasca Reformasi yang membuka keran kebebasan pendapat, membuat gerakan pemuda Islam, khususnya mahasiswa Islam di Indonesia, termasuk di Kota Denpasar kembali masuk kepada perjuangan umat Islam. Bangkitnya gerakan mahasiswa Islam, ditandai dengan bangkitnya dan beraninya untuk memperjuangkan hak-hak sebagai warga negara, seperti dalam pengadvokasian pedagang acung di kawasan wisata Sanur dan pedagang bakso yang ada di kawasan Sesetan akibat Perda Kota Denpasar tentang Ketertiban Pedagang Acung pada tahun 2000, mengecam tindakan terorisme yang berlandaskan agama dan serangan Amerika Serikat ke negara-negara Muslim, pembelaan dalam kasus Alastlogo medio 2007, kemudian hingga pendirian Aliansi Mahasiswa Islam Bali
27
Syawal Prasetiyana, op.cit., p. 10--11.
28
Yon Machmudi, op.cit. p. 122.
29
ibid.
12
(AMI Bali) sebagai salah satu wadah persatuan mahasiswa Islam di Denpasar,30 serta aktivitas gerakan-gerakan mahasiswa Muslim dalam berkoalisi untuk merebut kekuasaan, di lembaga-lembaga kampus seperti BEM, DPM, Senat Mahasiswa, Himpunan Mahasiswa Program Studi pada beberapa kampus di Kota Denpasar, khususnya Universitas Udayana.31
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, terdapat beberapa permasalahan yang perlu dikaji dalam studi ini. Adapun permasalahan yang perlu dikaji, yaitu: 1. Apa yang melatarbelakangi lahirnya gerakan mahasiswa Islam, khususnya HMI dan KAMMI di Kota Denpasar? 2. Bagaimana dinamika gerakan mahasiswa Islam, khususnya HMI dan KAMMI dalam kancah lokal dan nasional? 3. Bagaimana pola ideologi gerakan mahasiswa Islam, khususnya HMI dan KAMMI di Kota Denpasar?
30
Wawancara dengan Asir Hamdi Li (24 Tahun) Pekerjaan: Mahasiswa STAID, Ketua Aliansi Mahasiswa Islam Bali (AMI-Bali), Ketua Bidang Pemberdayaan Umat dan Partisipasi Pembangunan Daerah HMI Cabang Denpasar Periode 2014-2015 alamat: Jalan Tukad Sanghyang, No. 11 A, Panjer, Denpasar, pada 2 Februari 2015 31
Wawancara dengan Carter Silverius Sitanggang (26 tahun) Pekerjaan: Mahasiswa Program Profesi Dokter Hewan Unud (Alumni FKH Unud), Sekjen PMKRI Cabang Denpasar, alamat: Sesetan, Denpasar, pada 30 Desember 2014. Hasil wawancara dengan Shindu Andredhita (23 Tahun) Pekerjaan: Mahasiswa HI-FISIP Unud, Ketua DPC GMNI Denpasar, alamat: Jl. Banteng 1 Denpasar, pada 4 Januari 2015, dan hasil wawancara dengan Ginanjar Rifai (20 Tahun), Pekerjaan: Mahasiswa FTP Unud, Aktivis LDK FPMI Unud dan Humas KAMMI Komisariat Badung, alamat: Bukit Jimbaran, Badung, pada 30 Maret 2015.
13
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian mengenai HMI dan KAMMI di Kota Denpasar 1990--2014 (sebuah kajian tentang dinamika dan pola ideologi gerakan mahasiswa Islam) mempunyai dua tujuan yang dapat dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Kedua bagian tujuan tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut. 1.3.1 Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi, mengetahui faktor-faktor terbentuknya gerakan-gerakan pemuda Islam, serta mengungkapkan dinamika perkembangan kesejarahan gerakan-gerakan pemuda Islam, khususnya HMI dan KAMMI sebagai bagian dari gerakan sosial umat Islam yang ikut mewarnai kehidupan sosial-politik masyarakat di Kota Denpasar. 1.3.2 Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini memiliki tujuan untuk menghasilkan penulisan sejarah lokal yang bersifat kritis analitis, menguraikan perkembangan daerah tertentu dari masa ke masa. 32 Di samping itu juga penelitin ini juga menjelaskan latar belakang terbentuknya gerakan pemuda Islam di Kota Denpasar, sepak terjang dan kontribusi gerakan mahasiswa Islam, khususnya HMI dan KAMMI dalam pembangunan nasional dan Kota Denpasar, serta pola ideologi yang membentuk karakter HMI dan KAMMI, sebagai gerakan mahasiswa Islam.
32
Lebih lanjut baca Taufik Abdullah (ed.) Sejarah Lokal di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1985), p. 1-36.
14
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian sejarah gerakan-gerakan mahasiwa Islam diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoretis maupun praktis, seperti di bawah ini. 1.4.1 Manfaat Teoretis Penelitian ini secara teoretis diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangan bagi pengembangan khazanah keilmuan khususnya dalam bidang Sejarah Politik, Sejarah Intelektual, dan kajian Islam Minoritas. Di samping itu, melalui penelitian ini diharapkan mampu menumbuhkan minat kalangan akademik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang gerakan mahasiswa Islam dan gerakan sosial Islam, khususnya di wilayah Islam menjadi agama minoritas. 1.4.2 Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah atau penentu kebijakan dalam mengatasi masalah kepemudaan, khususnya mahasiswa yang dihadapi oleh masyarakat pada dewasa ini.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah perkembangan gerakan-gerakan mahasiswa Islam, yang berfokus pada organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), alasan pemilihan dua organisasi tersebut ialah karena kedua organisasi tersebut memiliki jumlah anggota yang cukup banyak di kalangan mahasiswa Muslim Kota
15
Denpasar, serta kedua organisasi tersebut merepresentasikan organisasi intelektual Islam moderat (HMI) dan organisasi intelektual Islam konservatif (KAMMI). Untuk menghindari terjadinya kerancuan dalam penginterpretasian dalam pembahasan masalah, diperlukan pembahasan lingkup penelitian yang mencakup: 1. Skup Temporal Skup temporal dalam penulisan skripsi ini adalah babakan waktu sejak kembalinya para aktivis gerakan pemuda Islam, khususnya aktivis mahasiswa Islam ke masjid-masjid di sekitar kampus guna melakukan konsolidasi pergerakan pasca penerapan asas tunggal Pancasila yaitu pada tahun 1990, serta tahun-tahun penting selanjutnya. Tahun 2014 adalah batas akhir penulisan, sebab pada tahun tersebut gerakan pemuda Islam, khususnya mahasiswa Islam di Kota Denpasar ada kecendrungan telah menjadi sebuah gerakan-gerakan pemuda modern yang memiliki sumber daya yang modern dan militan, serta menjadi salah satu gerakan mahasiswa yang diperhitungkan dalam kancah kehidupan bermasyarakat di Kota Denpasar. 2. Skup Spasial Skup spasial dalam penulisan skripsi ini menunjukkan pada tempat atau daerah yang menjadi obyek penelitian dan fokus penelitian, yaitu wilayah Kota Denpasar. Dengan batasan tempat seperti ini menyebabkan kemudahan untuk mempelajari secara mendalam sehingga memberikan hasil yang akurat.
16
1.6 Kajian Pustaka Kajian tentang sejarah politik Islam di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan gerakan Islam sudah banyak dilakukan oleh para sejarahwan dan ilmuwan dari ilmu sosial lainnya dengan beragam isu-isu yang terjadi. Dengan demikian, ada beberapa studi yang diacu sebagai kajian pustaka untuk kepentingan penelitian tentang perkembangan gerakan-gerakan pemuda Islam di Kota Denpasar. Untuk itu, penulis akan rujuk beberapa referensi yang berkaitan dengan penelitian ini sebagai berikut, disertasi Ph.D. karya Yon Mahmudi yang berjudul Islamising Indonesia: The Rise of Jemaah Tarbiyah and The Prosperous Justice Party (PKS)
33
memfokuskan diri pada asal-usul, ideologi, dan pengaruh PKS,
khususnya tentang perjalanan gerakan tarbiyah sebagai gerakan pemuda Islam di kampus-kampus terhadap Islam Indonesia. Relevenasinya dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang gerakan Islam, khususnya gerakan mahasiswanya dan perjuangan dari gerakan-gerakan mahasiswa Islam tersebut dalam menghadapi rezim Orde Baru. Walaupun dalam disertasi ini lebih pada pembahasan pada perkembangan gerakan dakwah kampus (gerakan tarbiyah) yang bertransformasi menjadi sebuah partai politik. Skripsi S1 karya Syawal Prasetiyana yang berjudul Gerakan Pemuda Islam di Bali Tahun 1962-1990
34
yang berfokus pada perkembangan gerakan
pemuda Islam di Bali, khususnya pada masa Orde Lama hingga pertengahan masa Orde Baru, dengan dinamikanya yang terjadi. Relevansinya dengan penelitian ini
33
Lebih lanjut lihat Yon Mahmudi, op.cit., pp. 1--206.
34
Lebih lanjut lihat, Syawal Prasetiyana, op.cit. pp.1--221.
17
ialah sama-sama membahas tentang dinamika gerakan pemuda Islam di Bali, khususnya di Kota Denpasar. Namun dalam skripsi ini lebih ditonjolkan peran pemuda Islam secara umum dan tidak membahas secara lengkap peran gerakan mahasiswa, khususnya HMI dan KAMMI maupun gerakan dakwah kampus (gerakan tarbiyah) serta tidak membahas pola ideologi, peran dan perkembangan gerakan mahasiswa Islam, khususnya HMI dan KAMMI pada masa akhir Orde Baru dan masa Reformasi. Kemudian buku karya karya Mahfudz Sidiq yang berjudul KAMMI dan Pergulatan Reformasi: Kiprah Politik Aktivis Dakwah Kampus dalam Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi
35
yang
berfokus pada pendirian Kesatuan Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) sebagai organisasi yang lahir dari rahim gerakan dakwah para pemuda Islam yang berfokus di kampus-kampus di seluruh Indonesia. Relevansinya dengan penelitian ini ialah sama-sama membahas tentang gerakan pemuda Islam. Walaupun dalam buku ini lebih ditonjolkan tentang peran KAMMI sebagai gerakan pemuda Islam terpelajar di Indonesia. Buku karya M. Alfan Alfian yang berjudul HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) 1963-1966: Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara. 36 Dalam tulisan ini dibahas peran HMI sebagai salah satu gerakan pemuda Islam dalam masa-masa transisi kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru. Relevansinya dengan penelitian 35
Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi: Kiprah Politik Aktivis Dakwah Kampus dalam Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi, (Solo: Era Intermedia, 2003), passim. 36
Lihat M. Alfan Alfian, HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) 1963-1966: Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2013), passim.
18
ini ialah sama-sama membahas gerakan pemuda Islam, di mana dalam penelitian ini membahas juga peran HMI sebagai organisasi pemuda Islam dalam mengisi perjalanan sejarah Indonesia. Walaupun dalam buku ini tidak di bahas mengenai perpecahan HMI dan peran gerakan-gerakan Islam masa-masa selanjutnya. Terakhir ialah buku kumpulan makalah dan jurnal karya Martin van Bruinessen yang diberi judul Rakyat Kecil, Islam dan Politik.37 Dalam berbagai makalah dan jurnal yang ada di buku ini banyak membahas tentang dinamika pergerakan umat Islam, termasuk kaum pemudanya dari masa Orde Baru hingga Reformasi. Relevansinya dengan penelitian ini ialah sama-sama membahas tentang umat Islam, khususnya gerakan pemudanya. Namun dalam buku ini lebih membahas secara prespektif ilmu Antropologi, mengingat Martin van Bruinessen ialah seorang Antropolog. Terpilihnya tulisan-tulisan tersebut di atas sebagai kajian pustaka dalam penelitian ini berdasarkan alasan masih adanya kedekatan (relevan) antara objek tulisan tersebut dengan objek penelitian ini. Relevansi antara keduanya dapat menunjang dan mengarahkan analisis pada uraian selanjutnya. Penulis berharap materi uraian dalam kajian tersebut dapat memberi kontribusi sebagai rujukan, dukungan penguat pendapat dan pengayaan terhadap penelitian yang akan dilaksanakan. Beberapa uraian di atas ada kesamaan objek penelitian dengan tulisan ini namun, yang membedakan adalah lokasinya, yaitu Kota Denpasar serta perspektif penulisan, dimana penulis melihat objek kajian dalam perspektif Ilmu
37
Martin van Bruinessen, Rakyat Kecil, Islam, dan Politik, (Yogyakarta: Gading Publishing, 2013), passim.
19
Sejarah. Penulis berupaya mengembangkan penelitian dan kajian sebelumnya melalui penelitian ini.
1.7 Konsep Koentjaraningrat mengatakan bahwa konsep adalah unsur pokok dari suatu penelitian sebab melalui konsep akan diperoleh batasan pengertian yang lebih jelas. Konsep juga merupakan sekelompok fakta atau gejala dari apa yang diamati dalam penelitian. 38 Konsep menurut Barker adalah alat untuk bertindak di dunia ini, dan bagaimana ia digunakan itulah maknanya. 39 Dalam penelitian ini dirumuskan beberapa konsep yang akan menjadi kunci dalam penelitian ini. Dalam pengungkapan masalah sejarah gerakan pemuda tidak saja menyangkut segi politik, dan sosial budaya, namun juga dari segi ekonomi. Untuk mendapatkan hasil studi sejarah yang menyatu dan utuh tidak hanya bertumpu pada teori dan metode sejarah saja. Pendekatan terhadap permasalahan dari berbagai dimensi multidimensional
approach,
menuntut
sejarawan agar
meminjam konsep dan teori dari berbagi disiplin ilmu-ilmu sosial lainnya.40 Pendekatan ilmu sosial bagi sejarah dapat meningkatkan kemampuan analitisnya juga jaringan yang kompleks. Metodologi tersebut memberikan harapan besar bagi perkembangan sejarah karena dapat memberikan produktifitasnya.
38
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi I, (Jakarta : Rhineka Cipta, 1994) p .21.
39
Chris Barker, Cultural Studies: Teori dan Praktik, (Yogyakarta : PT. Bintang Pustaka,
2005) p. 5. 40
Sartono Kartodirdjo, Pendekaan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: Gramedia, 1992), p.168.
20
Penulisan sejarah lokal yang mempergunakan pendekatan ilmu sosial harus tetap konsisten dalam pemakaian periodesasi dan memperhatikan latar belakang kondisi pokok berupa faktor berdirinya gerakan-gerakan mahasiswa Islam. Dalam penelitian ini dirumuskan dua satuan konsep yang menjadi kunci dalam tulisan ini yaitu konsep dinamika, gerakan, dan mahasiswa Islam. 1.7.1 Dinamika Definisi dari dinamika ini mengacu pada dinamika sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah gerak masyarakat secara terus-menerus yang menimbulkan perubahan di tata hidup masyarakat yang bersangkutan. 41 Sedangkan menurut Selo Soemardjan yaitu segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan
di
dalam
suatu
masyarakat,
yang
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap serta pola-pola perikelakuan di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.42 1.7.2 Ideologi Definisi dari dinamika ini mengacu pada konsep ideologi. Menurut Dahlan Ranuwihardjo ideologi merupakan seperangkat ajaran-ajaran atau gagasan berdasarkan suatu pandangan hidup untuk mengatur kehidupan negara masyarakat
41
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), p. 206 42
Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1974), p. 23.
21
di dalam segi-seginya serta yang disusun di dalam sebuah sistem berikut aturanaturan operasionalnya. 43 1.7.3 Gerakan Definisi dari gerakan di sini umumnya mengacu pada konsep gerakan sosial. Menurut Michael Ussem gerakan sosial adalah tindakan kolektif terorganisasi untuk mengadakan perubahan sosial. Kemudian, menurut John Mc Carthy dan Mayer Zald gerakan sosial merupakan upaya terorganisasi untuk mengadakan perubahan di dalam distribusi hal-hal apapun yang bernilai secara sosial. Menurut Charles Tilly gerakan sosial ialah upaya-upaya mengadakan perubahan lewat interaksi yang mengandung perseteruan dan berkelanjutan di antara warga dan negara. 44 1.7.4 Mahasiswa Islam Definisi dari Mahasiswa Islam di sini umumnya digunakan kepada peserta didik yang terdaftar dan belajar pada suatu perguruan tinggi yang beragama Islam. Menurut Knopemacher, mahasiswa Islam merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi (yang makin menyatu dengan masyarakat), dididik dan diharapkan menjadi calon-calon intelektual
45
43
A. Dahlan Ranuwihardjo, Menuju Pejuang Paripurna: Aspek Ideologi Dari Islam Menuju Terbinanya Insan Pejuang Paripurna Leadership Strategi dan Taktik Dalam Perjuangan Politik, (Ternate: Penerbit KAHMI Wilayah Maluku Utara, 2000), p. 42. Ihsan Ali Fauzi, “Sintesis Saling Menguntungkan: Hilangnya “Orang Luar” dan “Orang Dalam” dalam Quintan Wiktorowicz (ed.) Gerakan Sosial Islam: Teori, Pendekatan, dan Studi Kasus, (Yogyakarta: Gading, 2012), p. 11 44
Anonim, “Konsep Mahasiswa Aktivis” dalam http://hitamdanbiru.blogspot.com/2012/06/konsep-mahasiswa-aktivis.html?m=1, di akses pada 20 Januari 2015, pukul 12:34. 45
22
yang menganut suatu agama tertentu yakni Islam. Adapun kelompok pemuda (mahasiswa) yang akan diuraikan di sini terutama didasarkan atas dasar kesamaan atau kesejajaran sikap mental yang mereka perlihatkan dalam menghadapi berbagai aktivitas dan persoalan dalam masyarakat dalam zamannnya. 46
1.8 Landasan Teori Snelbecker (dalam Moleong, 2008: 57), mengatakan teori berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. Dalam penulisan ini teori digunakan untuk memudahkan dalam pengorganisasian data atau membantu menelaah hasil penelitian. Uraian selanjutnya tentang dinamika perkembangan gerakan-gerakan pemuda Islam di Kota Denpasar akan memakai teori sejarah sebagai payungnya artinya teori sejarah yang memayungi berbagai teori di bawahnya. Dalam teori sejarah ini terdapat Teori Eksplanasi. Teori eksplanasi ini akan menjelaskan latar belakang munculnya gerakan-gerakan pemuda Islam dan dinamikannya dalam perjalanan sejarah umat Islam di Kota Denpasar. Selain itu terdapat beberapa teori lain yang akan membantu untuk menjelaskan dinamika perkembangan gerakan-gerakan pemuda Islam di Kota Denpasar. Rincian uraian teori tersebut adalah sebagai berikut. 1.8.1 Teori Eksplanasi Teori ini menurut Charles Frankel merupakan sebuah penjelasan maupun menjelaskan mengenai suatu makna (meaning), penjelasan sejarah disusun atas
Alfian, “Persepsi Pemuda Tentang Pembangunan Sosial Budaya”, dalam Optimis No. 62, (Jakarta: Himpunan Masyarakat Pecinta Buku, 25 Desember 1981), pp. 59--60. 46
23
prosedur-prosedur yang sesuai sehingga bukan menjadi sebuah cerita fantasi saja.47 Menurut Ronald H. Nash terdapat lima dasar problematik dalam teori sejarah dan salah satunya yaitu eksplanasi dalam sejarah. 48 Dalam hal ini, William Dray mengemukakan pendapatnya yang menyatakan bahwa eksplanasi terletak pada explaining what, yaitu menerangkan mengapa sesuatu itu terjadi dan apa yang terjadi. 49 Teori ini diterapkan untuk mengetahui mengapa HMI dan KAMMI sebagai gerakan mahasiswa Islam berdiri dan kondisi yang melatarbelakanginya serta dinamika dan perannya dalam perjalanan sejarah Islam di Kota Denpasar. 1.8.2 Teori Multibudaya Teori ini menurut Hoffmann-Nowotny menekankan bahwa suatu masyarakat adalah multibudaya apabila sedikit saja sebuah atau lebih kelompok masyarakat dalam suatu jangkauan dari mayoritas dipisahkan. Namun, HoffmannNowotny menyatakan bahwa kesadaran akan perasaan kebersamaan dan identitas menyeluruh kehidupan bersama dan membentuk suatu perasaan bersama akan ketentraman dan keamanan. 50 Teori ini diterapkan untuk melihat strategi dari HMI dan KAMMI sebagai organisasi mahasiswa yang berlandaskan ideologi Islam
Dadan Adi Kurniawan, “Teori Eksplanasi dan Interpretasi dalam Sejarah” dalam http://dadanadikurniawan.blogspot.com.in/2014/01/teori-eksplanasi-dan-interpretasidalam.html?m=1, di akses pada 06 Januari 2015, pukul 13:05. 47
48
Ronald H. Nash, Ideas of History Vol. 11, (New York: E.P. Dutton & Co., 1969),
passim. Ida Bagus Sidemen, “Lima Masalah Pokok Dalam Teori Sejarah” dalam majalah Widya Pustaka tahun VIII No. 2, (Denpasar: Fakultas Sastra Univ. Udayana, Januari 1991), pp. 39-4. 49
I Ketut Ardhana, “Kerangka Teori dan Konsep Multikulturalisme” dalam I Ketut Ardhana (et al) Masyarakat Multikultural Bali: Tinjauan Sejarah, Migrasi, dan Integrasi, (Denpasar: Pustaka Larasan-Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Udayana, 2011), p. 14 50
24
dapat bertahan dalam masyarakat Kota Denpasar yang multibudaya (yang didominasi umat Hindu). 1.8.3 Teori Gerakan Sosial Teori ini dicetuskan oleh David Meyer dan Sidney Tarrow dalam karya mereka Social Movement Society (1998). Mereka merumuskan gerakan sosial sebagai suatu upaya dalam menghadapi tantangan-tantangan bersama, yang didasarkan atas tujuan dan solidaritas bersama, dalam interaksi yang berkelanjutan dalam kelompok elit, saingan, atau musuh, dan pemegang otoritas. Sedangkan ciri-ciri gerakan sosial sebagai gerakan massa menurut Eric Hoffer, yaitu: (1) kebangkitan dan kerelaan para anggotanya untuk berkorban sampai mati; (2) kecenderungan untuk beraksi secara kompak; (3) memiliki fanatisme; (4) antusiasme; (5) harapan berapi-api; (6) kebencian; (7) intoleransi; (8) kepercayaan buta; (9) kesetiaan tunggal. Bagi Eric Hoffer semua gerakan massa, betapa pun berbeda dalam doktrin dan aspirasinya, tetap terdiri atas manusia-manusia yang kecewa dan tidak puas atau frustasi. Sedangkan bila dilihat dari sifatnya, ada dua tipe gerakan, yaitu: (1) gerakan sebagai suatu reaksi spontan; sebab-sebab yang tidak begitu jelas, menggunakan jaringan yang tidak begitu tertata, dan respon terhadap suatu keadaan tertentu; (2) gerakan sebagai langkah-langkah terorganisir dengan tujuan, strategi dan cara-cara yang dirumuskan secara jelas, sadar dan didasarkan kepada suatu analisis yang kuat.51 Teori ini diterapkan untuk menganalisis gerakan-gerakan pemuda Islam sebagai sebuah gerakan sosial, di
51
Timur Mahardika, Gerakan Massa: Mengupayakan Demokrasi dan Keadilan Secara Damai, (Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama, 2000) pp. 15--16.
25
mana sebagai sebuah gerakan yang lahir dari kondisi sejarah ini memiliki militansi yang kuat di kalangan kadernya. 52 1.8.4 Teori Struktur Kesempatan Politik (Political Opportunity Sturucture) Teori ini dipopulerkan oleh Douglas Mc Adam, John Mc Carthy, dan Mayer N. Zald dalam bukunya Comparative Perpectives in Social Movement: Political Opportunities, Mobilizing Structures and Cultural Framings di mana mereka menyimpulkan secara bebas bahwa teori ini dapat dipahami sebagai konteks politik yang lebih luas berupa represi negara dan perpecahan di kalangan elit yang dominan. Teori ini melingkupi kondisi-kondisi yang beragam yang di bawahnya perlawanan gerakan-gerakan sosial tumbuh atau berkembang atau merosot atau mati. Mc Adam menspesifikasi empat dimensi kesempatan politik: (1) keterbukaan atau ketertutupan relative dari sistem politik yang formal dan terlembagakan; (2) stabilitas atau instabilitas aliansi kelompok elit yang secara tipikal mencirikan sebuah komunitas politik; (3) ada atau tidak adanya sekutu di tingkat elit; dan (4) kemampuan aparat-aparat negara untuk melakukan represi dan bagaimana caranya. 53 Teori ini digunakan untuk menganalisis perubahan pola politik gerakan mahasiswa Islam di Kota Denpasar dalam menjawab tantangantantangan yang diberikan oleh zaman. Dalam studi-studi gerakan sosial, tiga variabel penjelas dianggap kunci, yakni: (1) kesempatan atau hambatan politik (termasuk struktur-struktur politik
52
53
Ihsan Ali Fauzi, op.cit, p. 11. ibid., p. 20
26
yang formal dan hubungan-hubungan kekuasaan yang tidak formal); (2) strukturstruktur mobilisasi (atau kelompok, organisasi, dan jaringan lewat apa gerakangerakan sosial memobilisasi pendukung); (3) proses-proses pembingkaian (dinamika kognitif dan kultural lewat apa makna tentang hidup diatributkan kepada aksi-aksi kolektif).54 Dengan sendirinya, dalam studi ini yang menjadi unit analisis adalah gerakan, bukan individu atau kelompok.
1.9 Metode Penelitian Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian, sangat menentukan sejauh mana penelitian menjawab pertanyaan dan permasalahan dalam kegiatan penelitian. Berdasarkan penelitian tersebut, untuk sistematika penulisan sejarah yang analisis dan ilmiah, maka metode yang digunakan metode penulisan sejarah. 1.9.1 Heuristik Heuristik merupakan kegiatan menghimpun jejak-jejak dimasa lampau. Kegiatan pengumpulan data (heuristik) meliputi kegiatan mencari, dan menghimpun sumber-sumber sejarah termasuk bahan-bahan tertulis, tercetak serta sumber lisan yang relevan dengan masalah yang diteliti. Sumber heuristik terbagi menjadi dua yaitu: pertama, sumber primer yakni suatu kesaksian dari saksi dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indera lain atau alat yang hadir pada peristiwa yang diceritakan. Teknik pengumpulan data yang terpenting dalam penelitian ini melalui sumber lisan (wawancara). Peneliti melakukan wawancara dengan beberapa informan kunci yang mengerti tentang gerakan 54
ibid.., p. 21
27
mahasiswa Islam, khususnya HMI dan KAMMI, seperti K.H. Taufik Asy’adi, H. Sigit Sunaryanto, Erwin Muhammad Fauzi, Edi Sudarno, dan Taufik Hidayat. Kedua, sumber sekunder yakni suatu kesaksian dari siapapun yang bukan dari saksi pandang mata, yaitu saksi dari orang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan.55 Sumber sekunder yang digunakan oleh peneliti adalah: (1) Studi pustaka: buku-buku yang relevan, jurnal, skripsi, tesis, disertasi (2) Sumber tertulis atau dokumen: surat keputusan, brosur, laporan pertangunggjawaban, dan hasil liputan koran. Dalam pengumpulan data, peneliti banyak menggunakan studi pustaka dan sumber tertulis (dokumen). 1.9.2 Kritik Sumber Kritik sumber adalah menyelidiki apakah jejak-jejak sejarah itu sejati, baik bentuk maupun isi. Kritik ini bertujuan untuk menilai sumber-sumber yang dibutuhkan dalam penelitian, sehingga sumber-sumber yang digunakan benarbenar dapat dipercaya. Kritik sumber ada dua, yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern (kritik luar), yaitu dengan melakukan kegiatan identifikasi terhadap sumber-sumber informasi (baik berupa sumber lisan maupun tulisan) yang telah dikumpulkan apakah sumber-sumber informasi tersebut benar-benar autentik dan asli sebagai sumber sejarah. Dalam penelitian ini penulis membandingkan dengan sumber buku yang lain (membandingkan sumbernya). Ini dilakukan sebagai data penguat dan koreksi. Kritik intern (kritik dalam), yaitu suatu proses yang dilakukan untuk membuktikan dapat dipercaya tidaknya
55
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (terj. Nugroho Notosusanto), (Jakarta: University Indonesia Press, 1986), p.35.
28
(kredibilitas) dan kesahihan (validitas) dari isi informasi yang telah dikumpulkan (baik berupa lisan maupun tulisan). Dalam penelitian ini, informasi yang terkumpul dari sekian informasi melalui wawancara, terencana maupun tidak terencana diteliti atau diuji dengan membanding-bandingkan informasi antara satu dengan yang lain, sehingga dapat ditarik kesimpulan untuk mendapatkan informasi yang valid.56 Jadi peneliti melakukan cross check terhadap hasil wawancara para narasumber dengan berbagai wawancara, dan sumber-sumber dokumen lainnya seperti surat-surat keputusan, laporan pertanggungjawaban, atau koran-koran yang sezaman dengan konteks wawancara. 1.9.3 Interpretasi Interpretasi sebagai tindakan menyimpulkan kesaksian yang dapat dipercaya mengenai bahan-bahan yang autentik. 57 Berdasarkan pernyataan diatas, maksud dari interpretasi adalah menetapkan makna dan menghubungkan data-data yang didapatkan dari sumber yang ada maka dalam penelitian ini penulis menghubungkan secara kronologis semua informasi yang ditafsirkan sehingga menjadi rangkaian cerita yang logis. 1.9.4 Historiografi Historiografi
atau
merekonstruksi sejarah merupakan penyusunan
kesaksian yang dapat dipercaya menjadi kisah atau penyajian yang berarti. 58 Tahap ini merupakan tahap terakhir dari kerja metode penelitian sejarah yaitu
56
ibid, p. 94
57
ibid., p.16.
58
ibid., p..18.
29
penyajian dalam bentuk penulisan sejarah yang berdasarkan fakta-fakta yang terpisah-pisah antara satu dengan yang lain. Artinya proses heuristik, kritik, dan interpretasi tidak lengkap tanpa dibuat kesimpulan dalam bentuk cerita yang disajikan. Data disusun secara sistematis menurut pembagian atau seleksi data dari dinamika HMI dan KAMMI di Denpasar. Di dalam penulisan ini dasarnya adalah ilmu sejarah, yang mempunyai tata-kerja dalam mengidentifikasikan sumber sejarah secara teratur, sistematis, terpercaya dan valid. Fakta yang ditemukan dari sumber sejarah mengenai dinamika perkembangan HMI dan KAMMI di Denpasar ditentukan hubungannya. Historiografi yang dihasilkan merupakan sintesa fakta.59 Metode sejarah akan membimbing di dalam menempatkan peristiwa sejarah dalam suatu ceritera sejarah.
1.10 Sistematika Penulisan Secara keseluruhan penulisan skripsi ini terbagi dalam enam bab yang secara rinci dapat dibagi sebagai berikut: 1. Pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang mengenai HMI dan KAMMI sebagai gerakan mahasiswa Islam di Kota Denpasar, beserta teori-teorinya. 2. Bab II, yang berisi tentang pembahasan latar belakang, yaitu kondisi sosial politik yang membentuk gerakan mahasiswa Islam, yatitu HMI di Kota Denpasar. 59
ibid.
30
3. Bab III, yang berisi tentang aktivitas-aktivitas gerakan mahasiswa Islam di Kota Denpasar yaitu aktivitas perlawanan gerakan mahasiswa Islam di Kota Denpasar terhadap NKK dan perlawanan HMI terhadap penerapan azas tunggal Pancasila, dan kelahiran LDK sebagai embrio KAMMI, serta perjuangan HMI dan KAMMI di Kota Denpasar dalam menurunkan Orde Baru dan aktivitasnya pasca Reformasi. 4. Bab IV, yang berisi tentang pola dan akar ideologi yang mempengaruhi gerakan mahasiswa Islam, khususnya HMI dan KAMMI di Kota Denpasar. 5. Bab V, yang berisi tentang kesimpulan dan saran dari dari keseluruhan bab hasil penelitian.