BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sejarah Islam, tidak ada seorang yang begitu sering disebut-sebut namanya setelah Rasulullah saw. seperti nama Umar Bin Khattab. Nama Umar disebut-sebut dengan penuh kagum dan sekaligus rasa hormat bila dihubungkan dengan segala yang diketahui orang tentang sifat sifat dan bawaan Umar yang begitu agung dan cemerlang. Beliau adalah salah satu sahabat Nabi yang terkenal memiliki keistimewaan luar biasa dalam seluruh dimensi kehidupannya.1 Umar adalah profil seorang pemimpin yang sukses, mujtahid yang ulung dan dikenal dengan sikapnya yang tegas dalam menegakkan keadilan. Apalagi jika melihat salah satu prestasi historis yang melekat pada dirinya, yaitu gelar al faruq yang di sandangnya sebagai pemberian nabi Muhammad SAW dan dunia pun mengakuinya.2 Tidak diragukan lagi, bahwa Umar Kejeniusan Umar
adalah tokoh yang sangat jenius.
termasuk kategori kejeniusan langka, kejeniusan atau luasnya
pengetahuan Umar ini relevan dengan apa yang diutarakan oleh Rasullah SAW. ketika beliau berbicara tentang Umar, Rasulullah Saw. bersabda :
Syibli Nu’ami, Umar yang agung “sejarah dan anlisa kepemimpinan khalifah II ” ( Bandung: Penerbit Pustaka, 1981) Hal.34. 1
2
Ibnu Hajar al Asqalani, Al Ishâbah fi tamyîzi as shahâbah, Juz 2, ( Bagdad: Dar Rayyan, T.th), H. 152.
1
2
3
قد كان يكون يف األمم قبلكم حمدثون فإن يكن يف أميت منهم أحد فإن عمر بن اخلطاب منهم
Artinya: Sesungguhnya telah datang dalam umat-umat sebelum kamu orang-orang yang diberikan ilham (ilmu). Dan, bila dalam umatku terdapat seseorang yang demikian itu, maka Umar bin Al-Khathab termasuk mereka. Umar mempunyai firasat yang tajam, luas ilmunya serta cerdas dalam pemahaman,4 Kepakaran Umar ini dibuktikan dalam berbagai kesempatan, Umar tercatat sering diajak berunding oleh Rasulullah SAW. Tidak jarang apa yang disarankan Umar
disetujui oleh Rasulullah SAW, bahkan lebih jauh ada pula
pendapatnya yang mendapat konfirmasi dari Al-Qur’an. Dalam khazanah keilmuan Islam, khususnya dalam apa yang kemudian dikenal sebagai ulumul Qur’an pasti dikenal adanya pembahasan tentang muwafaqat umar. Di Ulumul Quran dibahas tentang beberapa ayat al-Qur’an yang merupakan “persetujuan” Allah terhadap pendapat atau Fikih Umar. Ayat-ayat ini kemudian dikenal dalam ilmu al Qur’an sebagai muwafaqat umar atau persetujuan Allah kepadanya dalam berbagai hal atau kasus yang terjadi dan kemudian ditetapkan sebagai hukum (ajaran) Islam. Menurut sebagian ulama, sebagaimana dikatakan Suyuthi, jumlahnya sekitar dua puluh ayat.5 Di antara ayat-ayat tersebut, adalah ayat tentang anjuran salat di belakang maqam Ibrahim, ayat tentang hijab, ayat tentang
3
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahîh Al-Bukhâri, Dar As-Salam Riyad, Cet.1, 1417 H / 1977 M. hadits nomor 3689, dan Shahih Muslim, Cet. Muhammad Ali Shabih, Mesir, 134 H, hadist nomor 2398.
125.
4
Ibn Abdil Barr, Al Isti’ab, (Kairo:Maktabah Nahda, T.th), h. 146.
5
Jalaluddin Abdurrahman As Suyuti, Tarikhul Khulafa, (Kairo: Darus Sa’adah, 1980), h.
3
tawanan perang Badar, ayat tentang khamar, ayat tentang hubungan suami istri di malam puasa, ayat tentang musyawarah, dan sebagainya.6 Sebagai contoh adalah usulan agar Maqam Ibrahim dijadikan tempat sembahyang, kemudian turun surah Al-Baqarah ayat 1257
ِِ ِ ِ اَّت ُذواْ ِمن َّم َق ِام إِب ر ِاهيم مصلًّى وع ِه ْد ََن إِ ََل إِب ر ِاهيم وإِ ْْساعِيل أَن طَ ِهرا ب ي ِ َِّ َّاس وأَمناً و ني َ َ َ ُ َ َْ َ يت للطَّائف َ َوإِ ْذ َج َعلْنَا الْبَ ْي َ ْ َ ِ ت َمثَابَةً للن َ َ َ َ َْ َ َْ َ ِ السج ِِ ﴾١٢٥﴿ ود ُّ ني َو َ َوالْ َعاكف ُ ُّ الرَّك ِع
Artinya:“Dan (ingatlah), ketika kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim8 tempat shalat. dan Telah kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud".9 Kesesuaian pendapat Umar
dengan ketetapan wahyu menunjukan bahwa
logika dan nalar hukum Umar sangat istimewa, pemikirannya tajam dan dalam. Umar dan pemahaman agamanya secara umum sangat kredibel dan sudah mendapatkan pengakuan dan kualifikasi langsung dari pemberi syariat, yaitu Allah Swt. Oleh karena itu tidak diragukan lagi, keahlian Umar untuk melakukan ijtihad. Sebagai illustrasi umum dan sederhana tentang kualifikasi fikihdan ijtihad Umar, berikut dinukilkan pernyataan para ulama dan salafu shaleh tentang keahlian Umar yang menggambarkan kualitasdan kapasitasnya sebagai mujtahid, sebagaimana ditulis Suyuthi dalam tarikh al khulafa. Abu Bakar al-Shiddiq berkata,”Umar adalah 6
Ibid, h 112
Ruway’i Ar-Ruhaily, Fikhu Umar Ibn Khaththab Muwaazinan Biffiqhi Asyuri alMujtahidin, ( Beirut, Daar al-Gharbi al-Islami, cet.1 1403) hlm.. 30. 7
8
Yaitu tempat berdiri nabi Ibrahim a.s. diwaktu membuat Ka'bah.
9 Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahannya (Al Qur’an wa Tarjamah Ma’nihi ila Al Lughah al Indonesiyyah), Makkah : Khadim Al Haramain Asy Syarifain Al Malik Fadh bin Abdul Aziz As Su’udi Ath Thaba’ah al Mushah Asy Syarif, 1412 H, h. 33.
4
orang yang paling aku cintai” dan ketika ditanya mengapa beliau menunjuk Umar sebagai penggantinya, apa jawaban yang akan diberikan kepada Allah tentang hal itu, Abu Bakar menjawab,”aku akan menjawab, telah aku jadikan orang terbaik sebagai pemimpin mereka”. Hudzaifah berkata,”ilmu manusia semua ada di kamar Umar”. Dan banyak lagi pujian yang merupakan refleksi naratif dari kapasitas seorang mujtahid kalangan sahabat yang bernama Umar Ibn Khattab.10 Karekteristik atau kekhasan dari kejeniusan Umar dapat dilihat dengan jelas ketika melihat nalar hukum yang dipakai. Umar mengetahui konteks sosial yang menjadi sebab turunnya ayat-ayat tersebut (asbab al-nuzul al-ayat) dan kondisi masyarakat zamannya serta mengetahui tujuan-tujuan utama syariat dengan tepat. Hal inilah menjadikan Umar sebagai seorang sahabat yang memiliki corak pemikiran pemahaman hukum tersendiri dibandingkan dengan sahabat yang lainnya, Umar mempunyai keistimewaan dalam hal luasnya cakrawala pengetahuan dan keberanian dalam memperluas medan kerja akal (ra’yu). Indikasinya adalah Umar tidak hanya melakukan ijtihad dalam masalah masalah yang tidak ada ketetapan nashnya, namun Umar juga berusaha untuk mengidentifikasi kemaslahatan yang menjadi motivasi ketetapan nash dalam Al Quran atau Sunnah, lalu menjadikan kemaslahatan yang terindentifikasi sebagai petunjuk dalam menetapkan hukum,11 untuk kemudian
10
As suyuti, Tarikh ……..., h 110
Muhammad Baltaji, Minhaju Umr ibn Al-Khathab fi al-Tasyri’ , (Kairo,-Mesir: Dar Assalam, T.th) , h. 22. 11
5
mensinergikan antara memegang teguh tashri’ dan usaha untuk mencapai sebuah kemaslahatan.12 Allah menurunkan syariat (aturan hukum) tiada lain selain untuk mengambil kemaslahatan dan menghindari kemadaratan (jalbul mashalih wa dar’ul mafasid). Dengan bahasa yang lebih mudah, aturan-aturan hukum yang Allah tentukan hanyalah untuk kemaslahatan manusia itu sendiri.13Syariat Islam menegaskan ada lima hal yang harus di pertahankan, baik sebagai individu atau bagian dari masyarakat untuk mencapai tujuan kemuliaan manusia, lima hal itu adalah agama, nyawa, akal, harga diri dan harta yang dinamakan dengan kulliyatul khamsi ( lima hal yang mendasar)
yang dengan menjaganya
menghantarkan manusia untuk
memperoleh kemuliaan itu. Untuk menjaga lima hal di atas maka diwajibkan hukuman bagi orang yang menghilangkan ataupun merugikannya, dalam hal ini syariat tidak membedakan apakah kerugian yang ditimbulkan karena pelanggaran terhadap kulliyat khamsi berimbas kepada dirinya sendiri maupun orang lain. Karena itu penerapan hukuman pada hakikatnya adalah untuk menjaga kehidupan dan kemuliaan manusia, karena itu jelas sudah bahwa sikap tegas dan keras Umar kepada pelanggar syariat
tidaklah timbul dari keinginannya untuk melanggar dan
melecehkan kemuliaan manusia, akan tetapi semata mata untuk menjaga kemulian
12 13
Ruway’i Ar-Ruhaily, Fikhu Umar ….., h 29.
Imam Syathibi, al-Muawafaqat fi Ushul al-Syari’ah, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, t.th., Juz II, hal. 7
6
hak kemanusiaan orang banyak.14 Kemuliaan manusia inilah yang dijadikan landasan dasar. Dan hukuman yang diberikan kepada pelanggar syariat adalah satu jalan untuk memuliakan manusia. Pemahaman Umar yang mendalam terhadap maksud syariah yang berujung pada satu titik yaitu memuliakan harkat derajat manusia, tujuan ini sejalan dengan keinginan humanisme modern, suatu aliran filsafat yang dalam terminologinya menekankan pada manusia dan martabatnya dan bertujuan untuk mengangkat kemulian dan harkat manusia. Humanisme adalah salah satu konsep dalam sejarah intelektual yang sering digunakan dalam berbagai bidang, khususnya filsafat. Berdasar makna etimologis dan penerapannya dalam berbagai bidang, humanisme mempunyai varian makna yang sesuai dengan bidang masing-masing serta konteks historis yang melatarbelakanginya Walaupun begitu, variasi makna humanisme disatukan oleh benang merah persamaan, yaitu konsen pada nilai-nilai kemanusiaan dan harkat martabat manusia.15Dapat dipahami bahwa humanisme tidaklah bertentangan dengan agama, ajaran keagamaan yang dimaknai secara humanis dan rasional akan melapangkan citra positif bagi peran agama yang apresiatif dengan konteks kemanusiaan. Inti sikap humanis tersebut sebenarnya bukan sesuatu yang baru dalam Islam, humanisme bersandar pada nilai, moralitas, dan tradisi Islam. Banyak teks-teks keagamaan dalam 14 15
Muhammad Baltaji, Minhaju Umar …..., h. 417.
Musthafa Rahman, Humanisasi Pendidikan Islam; Plus-Minus Sistem Pendidikan Pesantren, Semarang: Walisongo Press, 2011), H.105.
7
Islam yang mempunyai spirit humanistik seperti keadilan di antara sesama, seperti keadilan yang merupakan salah satu ekspresi dan tujuan hak-hak asasi manusia. Karena itu berbicara tentang keadilan sosial berarti berbicara tentang pemenuhan hakhak fundamental manusia secara individual tanpa pembedaaan, seorang yang humanis adalah seorang yang solider dengan orang-orang miskin, lemah dan tertindas dan ia menentang segala bentuk ketidakadilan. Humanisme pada akhirnya menawarkan kesalehan yang bersifat universal, tidak bersifat formal akan tetapi kosong. Tindakan dan simbol-simbol keagamaan yang bernilai humanis akan mempunyai koherensi dengan realitas batin dan ruhani. Humanisme juga berusaha menarik konsep kemaslahatan dalam konteks yang lebih luas dan tidak terjebak pada internal teks. Karena itu paradigma berpikir yang bersifat humanistik dalam mengkaji fikih patut mendapatkan apresiasi tersendiri. Komitmen terhadap moralitas dalam studi fikih bagaimanapun lebih signifikan dari pada sekedar terjebak dalam mekanisme dan tekhnikalisme perangkat metodologi hukum. Humanisme sangat relevan sebagai perspektif dalam studi fikih sebagaimana Islam juga tidak bisa lepas dari teks dan program budaya humanisme yang bersifat etis sesuai dengan ideal moral Islam. Pemikiran fikih Umar terhadap syariat dan hakikatnya menjadikan umat islam sangat berhutang budi terhadap ijtihad Umar. Dalam hukum Islam, Umar telah memantapkan prinsip dan pandangannya tentang maksud syariat adalah untuk kemaslahatan dan kemuliaan manusia dijadikan oleh cendekiawan dan ilmuwan yang datang kemudian sebagai pegangan serta segala hal yang datang dari Umar di
8
pandang sebagai suatu prinsip yang sahih. Tidak sedikit dari prinsip prinsip yang ditanamkan Umar karena begitu hebat dan pentingnya tetap berlaku penerapannya hingga sekarang bahkan di negara maju sekalipun. Dalam beberapa bidang hukum, baik bagi hukum Islam atau bukan hukum Islam sudah dianggap sebagai prinsip universal yang tidak dapat dibantah lagi. Karena itu perlu penggalian lebih dalam tentang pemikiran fikih Umar dengan landasan Humanisme modern untuk kemudian diaplikasikan dalam hukum Islam. Namun permasalahan muncul ketika memaknai Humanisme dalam fikih Umar, Bagi sebagian kalangan, Umar dianggap membuka kembali kebebasan pemikiran yang tidak terjebak pada ortodoksi nash, Umar dinilai berani melakukan terobosan baru dengan meninggalkan nash dengan mengedepankan maslahah kemanusiaan, karena beragama adalah untuk manusia, bukan manusia untuk agama maka sudah seharusnya nilai nilai kemaslahatan manusia didahulukan, semua berawal dari ketika Umar menjabat sebagai khalifah kedua, wilayah kekuasaan Islam telah sedemikian luasnya hingga ke daerah Mesir. Persoalan-persoalan baru dalam masyarakat menjadi bertambah kompleks. Berbagai pertimbangan terhadap situasi konkrit dan realitas umat nampaknya ikut mempengaruhi Umar dalam mengurus masyarakat. Banyak keputusan ijtihad Umar seakan akan kontradiksi dengan ketentuan ketentuan Al Quran dan hadis.Dalam beberapa kasus, Umar mencoba melakukan ijtihad pemahaman ulang atas ketetapan hukum dalam Al-Qur’an dan hadis yang selama ini dipahami masyarakat dan para sahabat, yang hasilnya
9
terkadang menimbulkan perselisihan dan perbedaan pendapat, karena sepintas lalu apa yang dihasilkan dari interprestasi Umar seakan menyimpang dari teks dasar AlQur’an ataupun hadis dan lebih mengedepankan rasio. Kemaslahatan menjadi salah satu alasan tentang fikih Umar yang terkadang berbeda dengan pendahulunya, Potong tangan bagi pencuri disaat masa krisis, khalifah Umar tidak memotong tangan, yang secara kasat mata pertentangan dengan nash al-qur’an yang memerintahkan potong tangan bagi pencuri (secara mutlak) dan seperti pembatalan had zina terhadap pelaku yang sudah jelas bersalah. Maka tidaklah aneh jika kemudian timbul pemahaman bahwa Umar lebih mengedepankan maslahah jika harus berhadapan dengan teks seperti yang dikatakan Abid al Jabiri.16 Di sisi lain, banyak yang menganggap fikih Umar dan syariat islam pada umumnya sangatlah tidak humanis, seperti hukum cambuk, rajam, qishas adalah bentuk pelanggaran fikih Umar terhadap nilai nilai kemanusiaan, hukuman yang diberikan bukan malah memuliakan manusia tapi justru merendahkan manusia. Fikih dianggap sudah tidak relevan dan ketinggalan zaman karena tidak bisa mengikuti dengan derasnya arus modernisasi, fikih terlalu otoriter dan angkuh terhadap manusia hingga kehilangan nilai kemanusiaan, maka wajar jika Humanisme kadang terasa menjauhkan dirinya dari hal hal yang berbau agama, humanisme menganggap bahwa banyaknya pertumpahan darah di bumi karena faktor agama dan hukumnya yang
16
Abid al Jabiri, Ad Din Wa Daulah, h 41-53
10
sangat dogmatik belum lagi dengan hilangnya nilai nilai kemanusiaan karena fanatisme melaksanakan hukum agama yang terlalu radikal. Dua sisi sudut pandang yang saling berlawanan mengakibatkan kesan yang kurang baik terhadap fikih Umar, terobosan pemikiran Umar bisa dianggap hal yang berlebihan dan terlalu berani karena meremehkan nash syariat berimplikasi keberanian orang orang dibelakang bermain main dengan teks dengan alasan kemaslahatan manusia tapi fikih Umar juga bisa dianggap tetap sesuatu yang usang karena seberapa jauh pun terobosan yang dilakukan tetap saja ada nilai kemanusian yang dilanggar mengakibatkan adanya rasa apriori dan skeptis pada fikih Umar dan Islam pada umumnya. Maka di perlukan penjelasan dan pemahaman yang lengkap dan detail tentang fikih Umar dan Humanisme. Berangkat dari permasalahan tersebut. Maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang tertuang dalam sebuah tesis yang berjudul Studi Pemikiran fikih Umar Bin Khattab Dalam Perspektif Humanisme Modern. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas, masalah pokok penelitian diformulasikan dalam sebuah judul: Studi Pemikiran fikih Umar Bin Khattab Dalam Perspektif Humanisme Modern. Untuk memudahkan pembahasan masalah dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep fikih Umar bin Khattab dalam perspektif Humanisme modern?
11
2. Bagaimana implementasi konsep fikih Umar dan perspektif humanisme modern dalam fikih ? C. Tujuan dan manfaat Penelitian: 1.
Tujuan.
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut: a. Untuk mengkajidan mendeskripsikan konsep fikih Umar bin Khattab dalam perspektif humanisme modern. b. Untuk menganalisa implementasi konsep fikih Umar dengan perspektif humanisme modern dalam fikih. 2. Manfaat Penelitian Kegunaan yang dapat diambil dari studi ini adalah: a. Memberikan konstribusi data ilmiah dari sebuah karakter kepribadian Umar
bin Khattab terkait dengan metodologi ijtihad fikih yang
digunakannya. b. Hasil penelitian di harapkan dapat dijadikan pertimbangan bagi para cendekiawan muslim dalam memformulasikan ijtihad fikih dengan dasar syariat dan dalam waktu yang bersamaan menjamin terealisasinya kemaslahatan dan kemuliaan manusia hingga ijtihad hukum yang dihasilkan bisa membawa kesalehan dan kemaslahatan yang bersifat universal.
12
c. Hasil penelitian dapat dijadikan pertimbangan bagi praktisi hukum islam dalam menyikapi problematika kontemporer sesuai dengan perkembangan realitas masyarakat sosial. d. Hasil penelitian diharapkan berguna dalam memperkaya khazanah keislaman dan memperdalam khazanah keilmuan bagi penulis, masyarakat akedemis dan pembaca umumnya tentang ijtihad Umar bin Khattab dalam perspektif Humanisme modern, sekaligus sebagai salah satu bahan informasi atau bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya. D. Definisi operasional Supaya tidak terjadi kesalahan dalam penulisan tesis ini. Maka penulis akan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan pembahasan ini. 1. Pemikiran adalah cara atau hasil berpikir seseorang, yang dimaksud pemikiran dalam tesis ini adalah cara berpikir Umar bin Khattab dalam memahami hukum Islam hingga menghasilkan suatu cara-cara yang terstruktur atau biasa disebut dengan metodologi untuk memahami nash syariat yang pada akhirnya menghasilkan konsep cara berpikir dalam memahami dan memfatwakan hukum Islam. 2. Dalam pemahaman generasi-generasi awal umat Islam (zaman Sahabat, Tabi'in dst.), fikih berarti pemahaman yang mendalam terhadap Islam secara utuh, sebagaimana tersebut dalam Atsar-atsar berikut, diantaranya sabda Rasulullah SAW:
13
"Mudah-mudahan Allah memuliakan orang yang mendengar suatu hadist dariku, maka ia menghapalkannya kemuadian menyampaikannya (kepada yang lain), karena banyak orang yang menyampaikan fiqh (pengetahuan tentang Islam) kepada orang yang lebih menguasainya dan banyak orang yang menyandang fiqh (tetapi) dia bukan seorang Faqih."(HR Abu Daud, At Tirmdzi, An Nasai dan Ibnu Majah) Al-Jurjani mengatakan bahwa al-Fiqh, menurut bahasa berarti:
فهم غرض املتكلم عن كالمه “Memahami maksud pembicara dari perkataannya”.
17
Dalam al-Qur’an banyak digunakan kata fiqih dengan arti mengetahui dan memahami secara umum, sebagaimana tersebut di atas dengan berbagai perubahan bentuknya, di antaranya adalah:
فما ل هؤالء القوم ال يكادون يفقهون حديثا “Mengapa kaum munafiq itu hampir tidak dapat memahami hakikat kebenaran…”. (QS. Al-Nisa`: 78) Demikian pula sabda Rasulullah SAW
من يرد هللا خريا يفقهه يف الدين “Barang siapa dikehendaki Allah mendapat kebaikan, niscaya Allah akan berikan kepadanya mengerti tentang agama”. Secara umum yang di maksud dengan fikih dalam tesis ini adalah pemahaman yang mendalam dan menyeluruh oleh Umar terhadap Alquran dan hadis meliputi konteks sosial yang menjadi sebab turunnya ayat-ayat tersebut
17
Ali bin Muhammad, at Ta’rifat , (Beirut, lebanon:Darul kutub Ilmiyah, 2009).
14
(asbab al-nuzul al-ayat) dan Maqasid syariah dari ayat maupun hadis serta
pemahaman yang mendetail terhadap ayat Al Quran maupun Hadis hingga mengetahui siapa yang masuk dalam maksud ayat, karena begitu luasnya pemahaman tentang fikih yang mencakup ibadah, muamalah, nikah dan qadha maka pengertian fikih dalam tesis ini secara khusus hanya menjelaskan pemikiran fikih Umar bin Khattab yang berkaitan dengan fikih Jinayat (fikih hukum pidana). 2.Umar bin Khattab adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad yang juga menjadi khalifah kedua (634-644) dari empat Khalifah Ar-Rasyidin, Umar adalah seorang sahabat Rasul yang utama. Namanya harum dan melampai lebih dari separuh zamannya sendiri, bahkan sampai kini. Umar memiliki nama lengkap Umar
bin Khattab bin Nafiel bin abdul Uzza, terlahir di
Mekkah, dari Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy. Orangtuanya bernama Khaththab bin Nufail Al Mahzumi Al Quraisyi dan Hantamah binti Hasyim.18 3.Istilah humanisme erat kaitannya dengan kata Latin klasik, yaitu humus,
yang berarti tanah atau bumi. Dari istilah tersebut muncul kata homo yang berarti manusia atau makhluk bumi dan humanus lebih menunjukkan sifat membumi dan manusiawi. Humanus bersifat manusiawi sesuai dengan kodrat
Ibnu Al-Jauzi, Manaqib Umar ibn Al-Khathab, Dirasah Sa’id Muhammad Al-Lahham, (Beirut: Dar Makatbah al-Hilal Cet.2, 1409 H / 1989 M), h. 268. 18
15
manusia.19Semula
humanisme
adalah
gerakan
dengan
tujuan
untuk
mempromosikan harkat dan martabat manusia.20 Gerakan ini mencari tafsir baru tentang manusia dalam kehidupan dunia.Sebagai pemikiran etis yang menjunjung tinggi manusia. Humanisme menekankan harkat, peran, tanggung jawab menurut manusia. Menurut humanisme manusia mempuyai kedudukan yang istimewa dan berkemampuan lebih dari mahluk lainya karena mempunyai rohani. Pembagian sejarah humanisme dibagi menjadi tiga periode : Zaman Yunani Klasik Pada masa Yunani klasik humanisme belum terlalu dikenal, akan tetapi nilai-nilai humanisme sudah ada pada gerakan paideia ( seni mendidik)yang bertujuan mengupayakan manusia ideal. Manusia ideal dalam pandangan Yunani klasik adalah manusia yang mengalami keselarasan jiwa dan raga, suatu kondisi dimana manusia mencapai kebahagiaan ( eudaimonia). Pada abad keempat, masa Hellenistik dan kekaisaran Romawi, istilah Paideia terus mengalami perluasan konotasi, dihubungkan dengan arête( keutamaan, kebajikan) sebagai manusia. Umanisti merupakan perkembangan dari Paideia yang berarti istilah bagi kaum humanis yang mengajarkan ilmuilmu kemanusiaan. 19
Mangunhardjana, A., Isme-isme Dalam Etika dari A Sampai Z (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 93. Ali Syari’ati, Humanisme: antara Islam dan Mazhab Barat, terj. Afif Muhammad, cet. 2, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), h. 19-21. 20
16
Pra-Renaisance Sebelum abad ke-14 humanisme
menempatkan manusia sebagai
ciptaan yang bergantung pada Tuhan sebagai pusat kehidupan dalam semesta alam. Dengan demikian, orientasi hidup manusia bukan dunia, tetapi keabadian. Dengan pusat dan orientasi hidup manusia seperti itu, para humanis dalam era abad pertengahan mempelajari tata bahasa dan sastra Yunani kuno dan Latin dalam perspektif teologi. Akan tetapi diskusi tentang manusia pada abad pertengahan lebih bersifat spekulatif, hal ini menyebabkan nilai manusia secara konkret menjadi terabaikan, tenggelam dalam perdebatan. Mulai abad ke-14 humanisme pertama kalinya mengalami pasang di Italia. Pada saat sastra dan seni Yunani yang Pra-Kristiani ditemukan kembali dan dijunjung tinggi. Manusia dan bukan Tuhan menjadi titik berangkat maupun titik pusat pemikiran. Yang menarik kendati kaum humanis cenderung sinis terhadap Gereja sebagai organisasi dan herarki, namun mereka tidak lantas menjadi ateis.21 Manusia menjadi obyek dari seni, seni klasik (zaman Yunani dan Romawi Kuno) dengan semangat tinggi dilahirkan kembali. Dalam bidang pendidikan, pendidikan digunakan bagi pengembangan manusia, teks-teks
Bambang Sugiharto, “Humanisme Dulu, Kini, dan Esok” dalam Basis, NO. 09-10, Th. ke46 (September – Oktober 1997), h. 39-40. 21
17
kuno, misalnya karya Aristoteles dan karya Plato mulai diteliti dan diterjemahkan secara intensif.22 Para humanisme Italia melakukan gerakan pembaharuan dibidang kerohanian, kemasyarakatan, dan keagamaan. Mereka bermaksud untuk meningkatkan perkembangan yang harmonis dari sifat-sifat dan kecakapankecakapan alamiah manusia dengan mengusahakan adanya kepustakaan yang baik dan dengan mengikuti kebudayaan klasik. Pada masa ini humanisme dan agama tidak terdapat pertentangan, keduanya bisa berjalan seiring. Beberapa tokoh dari abad ini adalah Erasmus, Petratch , Lorenzo Valla, dan Marsiglio Ficino. Tahap Humanisme Modern Humanisme
modern
ditandai
dengan
munculnya
Humanisme
RENEISANS ,Humanisme ini Latar belakangi karena banyak kebudayaan yang hilang dan ilmu pengetahuan yang tidak berkrmbang karena tekanan gereja yang sangat dogmatik mengakibatkan timbul reaksi dari kalangan intelektual dan seniman.Renaisans sendiri berarti kelahiran kembali budaya yunani kuno yang beroreintasi pada kebebasan berpikir dan penghargaan terhadap
tubuh, dengan prinsip utama bahwa manusia ukuran utama dalam memahami segala hal (penghormatan manusia) dan manusia bukan binatang tapi juga
22
Ibid. h. 37.
18
bukan malaikat, manusia mempunyai kemampuan berpikir dan kebebasan memilih. Dari uraian di atas, pengertian humanisme modern dalam tesis ini adalah humanisme yang berakar dari yunani klasik abad pertengahan dan berkembang pada era modern di tandai dengan bangkitnya humanisme Reneisans, Humanisme ini menarik karena memang fokus pada martabat dan kemuliaan manusia namun tidak berlepas diri dari kekuasaan tuhan. Sebagaimana disebutkan Rene Descartes “bahwa rasionalisme tidak boleh mengingkari eksistensi Tuhan”.23 3. Modern adalah sesuatu hal yang baru atau mutakhir. Modern dari bahasa latin asal kata moderna yang artinya sekarang, baru atau saat ini, banyak ahli sejarah menyepakati bahwa sekitar tahun 1500 adalah hari kelahiran zaman modern di eropa termasuk di dalamnya filsafat humanisme modern.24 E. Kajian Terdahulu Literatur yang mengkaji dan mengupas seputar pemikiran fikih ijtihad Umar telah banyak di kaji dan di tulis, di antaranya: 1. Tesis dari DR. Muhammad Baltaji di fakultas Syariah Islamiyah Cairo dengan judul Manhaj Umar bin Khattab Fi at Tasyri’, Tesis ini banyak berbicara
23
Roger Scruton, Sejarah Singkat Filsafat Modern: dari Descartes sampai Wittgenstein, terj. Zainal Arifin Tandjung (Jakarta: Pantja Simpati, 1984), h. 31 dan 37. 24
. F. Budi hardiman, Filsafat modern, ( jakarta: gramedia pustaka utama 2007) h. 4.
19
tentang metodologi Umar bin Khattab dalam mengeluarkan hukum Islam bahwa Umar bin Khattab selalu berpegang kuat dengan teks syariat namun dalam waktu yang bersamaan berusaha mengidentifikasi nilai maslahah dari hukum yang dihasilkan, tesis ini juga menguraikan banyak produk hukum Umar. Dalam tesis ini juga dijelaskan dengan porsi yang sedikit tentang humanisme Umar sebagai sifat dasar dalam kehidupan Umar. Karena itu diperlukan penelitian yang lebih mendalam tentang humanisme Umar bukan saja sebagai sifat tapi juga dari sudut pandang yang lebih luas terutama dari pemikiran fikih Umar bin khattab dengan asas kemaslahatan manusia. 2. Beberapa buku yang membahas tentang pemikiran fikih Umar dengan porsi pembahasan yang diutarakan masih sedikit. Buku Mausua’h Fiqh Umar yang di karang oleh Muhahammad Rawas Qalngaji dan buku Fatawa wa aqdhiyah amirilmukminin Umar bin Khattab yang di tulis oleh Muhammad Abdul Aziz Al Halawi, Dalam kedua buku tersebut mempunyai kesamaan hanya menjelaskan sedikit saja tentang metodologi pemikiran fikih Umar dan lebih banyak menguraikan produk hukum dari Umar bin Khattab. Menurut penulis, belum ada tesis yang membahas secara khusus studi pemikiran Fikih Umar bin Khattab dalm perspektif Humanisme modern, karena itu pemikiran ini perlu diteliti dan dikaji. 3. Tesis oleh Nuryasni Yazid dari UIN Sultan Syarif Kasim Riau pada tahun 2011 dengan judul hukum ta’zir dalam pemikiran Umar bin Khattab. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemikiran Umar menerapkan hukuman ta’zir
20
pertama karena keteguhan Umar memegang prinsipnya untuk mengajarkan al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad saw kepada kaum muslimin baik melalui dirinya secara langsung maupun melalui gubernur daerah yang diangkatnya. Kedua Umar berusaha mendidik para pelanggar hukum ta‘zir agar segera bertaubat dan berniat untuk tidak mengulangi kembali kejahatannya. Ketiga Kondisi masyarakat yang heterogen dan persinggungan kebudayaan yang beragam mengakibatkan
munculnya berbagai macam
tindak kejahatan yang membutuhkan kepiawaian ijtihad seorang pemimpin untuk menyelesaikan masalah tersebut. Ta’zir menurut Umar dapat berbentuk Hukuman Fisik, Hukuman atas harta, dan Hukuman Mati. Hukuman Fisik berupa ancaman, cambukan, pengasingan, dan penjara. Sedangkan Hukuman atas harta berupa penyitaan harta atau ganti rugi dan pemusnahan harta. 4. Tesis Zaini dari UIN Sultan Syarif Kasim Riau pada tahun 2011 dengan judul (Studi Analisis terhadap Ijtihad Umar Bin Khattab) Konsep Muallaf dalam Islam. Dengan kesimpulan Muallaf merupakan salah satu mustahik zakat, Namun di zaman Umar pemberian zakat dihentikan dengan alasan Islam telah kuat sehingga tidak perlu menundukkan hati seseorang yang dikhawatirkan menggangu kejayaan Islam. Sementara untuk Muallaf zaman sekarang seharusnya tetap diberi zakat karena Muallaf cenderung ditelantarkan danIslam memang kuat secara syiar tapi tidak pada personal individualnya.
21
F. Kerangka Teori Umar bin Khattab adalah seorang sahabat yang begitu luar biasa, seorang pemimpin, hakim, mujtahid, zuhud yang begitu dihormati bahkan hingga saat ini, begitu banyak hal sebagai sumbangsih Umar terhadap Islam, baik berupa pemikiran, tenaga dan harta. Tidak disebutkan Futuhat al Islamiyah pada permulaan penyebaran Islam kecuali nama Umar bin Khattab akan terlibat dan tidak disebutkan para hakim yang adil kecuali Umar berada di baris yang paling depan. Hal lain yang tak dimiliki pemimpin lainnya adalah
abqariyyah atau kecerdasan dan kepeloporan. Dalam bukunya yang sangat terkenal, Abbas Mahmud al-Aqqad menyebut lebih dari seratus bidang yang mana Umar merupakan perintis dan pencetus. Dan buku itu sesuai dengan isinya, diberi judul Abqariyyatu Umar yang dimaksud dengan abqariyyah secara etimologis adalah puncak pencapaian yang tidak tertandingi, atau pemimpin yang paling menonjol.25 Begitu banyak kelebihan yang bisa dibahas dalam sosok kepribadian Umar bin Khattab, salah satunya adalah sosok Umar sebagai hakim dan mujtahid.26 Umar memiliki kecerdasan yang langka, dibuktikan dengan begitu seringnya Umar bin Khattab diajak Rasulullah SAW dalam memecahkan
25
al-Aqqad, Abqariyyatu Umar, (Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, t.t.), h 17.
26
Muhammad Abdul Aziz al Halawi, Fatawa wa aqdhiyah Umar Maktabah al Quran, T.th.), h. 5.
bin khattab,(Kairo:
22
permasalahan umat dan banyak sekali pendapat Umar bin Khattab yang disetujui syariat dengan turunnya ayat yang sesuai dengan pendapat Umar, cara berpikir Umar dalam memecahkan masalah tajam dan luas, Umar memahami konteks sosial yang menjadi sebab turunnya ayat ayat dan mengetahui tujuan tujuan utama syariat dengan tepat. Umar juga berusaha untuk mencari kemaslahatan manusia yang menjadi motivasi ketetapan nash dalam Al Quran atau Sunnah, lalu menjadikan kemaslahatan yang terindentifikasi sebagai petunjuk dalam menetapkan hukum,27Semua syarat kualifikasi mujtahid sudah ada dan sempurna dalam diri Umar. Kecerdasan, penguasaan al-Qur’an dan sunnah, pemahaman terhadap ijma’dan qiyas, nasikh dan mansukh, dasar-dasar hukum, dan penguasaan bahasa Arab, semuanya tersedia dengan sempurna.28 Dalam pelaksanaan syariat, Umar bin Khattab terkenal dengan sifat kerasnya dalam menindak setiap orang yang melakukan pelanggaran namun di sisi lain Umar bin Khattab adalah sosok pemimpin yang sangat mengerti dan menjunjung tinggi akan nilai nilai kemanusiaan, tujuan disyariatkannya hukum
Allah SWT adalah kemaslahatan umat manusia di dunia dan
kebahagiaan di akhirat. Setiap persyariatan hukum oleh Allah mengandung maqashid (tujuan-tujuan) kemaslahatan bagi umat manusia. Tujuan hukum
27 28
Muhammad Baltaji, Minhaju Umar,. h. 22.
al-Syaukani, Irsyadul Fuhul Fi Ilmil Ushul, (Libanon: Darul Kutub Ilmiyah, T.th) h. 250.
23
Islam dalam rangka mewujudkan lima unsur pokok dalam kehidupan manusia, yaitu menjaga agama, jiwa, keturunan, akal dan harta. Maka penerapan hukuman yang dilakukan Umar kepada pelanggar hukum Islam pada hakikatnya adalah untuk menjaga kehidupan dan kemuliaan manusia, karena itu jelas sudah bahwa sikap tegas dan keras Umar kepada pelanggar syariat tidaklah timbul dari keinginannya untuk melanggar dan melecehkan kemuliaan manusia, akan tetapi semata mata untuk menjaga kemulian hak kemanusiaan orang banyak.29 Kemuliaan
manusia inilah yang dijadikan
landasan dasar. Dan hukuman yang diberikan kepada pelanggar syariat adalah satu jalan untuk memuliakan manusia. Pemahaman Umar yang mendalam terhadap maksud syariah yang berujung pada satu titik yaitu memuliakan harkat derajat manusia, tujuan ini selaras dengan keinginan humanisme modern suatu aliran filsafat yang dalam terminologinya menekankan pada manusia dan martabatnya dan bertujuan untuk mengangkat kemulian dan harkat manusia. Berdasar makna etimologis dan penerapannya dalam berbagai bidang, humanisme mempunyai varian makna yang sesuai dengan bidang masingmasing serta konteks historis yang melatarbelakanginya. Walaupun begitu, variasi makna humanisme disatukan oleh benang merah persamaan, yaitu konsen pada nilai-nilai kemanusiaan dan harkat martabat manusia. Inti sikap
29
Muhammad Baltaji, Minhaju Umar, h. 417.
24
humanis tersebut sebenarnya bukan sesuatu yang baru dalam Islam, humanisme bersandar pada nilai, moralitas, dan tradisi Islam. Banyak teks teks keagamaan dalam Islam yang mempunyai spirit humanistik. Dalam hukum Islam, Umar telah memantapkan prinsip dan pandangannya tentang maksud syariat adalah untuk kemaslahatan dan kemuliaan manusia dijadikan oleh cendekiawan dan ilmuwan yang datang kemudian sebagai pegangan. Tidak sedikit dari prinsip prinsip yang ditanamkan Umar
karena begitu hebat dan pentingnya tetap berlaku
penerapannya hingga sekarang bahkan di negara maju sekalipun. Dalam beberapa bidang hukum, baik bagi hukum Islam atau bukan hukum Islam sudah dianggap sebagai prinsip universal yang tidak dapat dibantah lagi. G. Metodologi Penelitian Dalam sebuah penelitian memerlukan sebuah metode yang sesuai dengan obyek yang dibicarakan, hal ini karena kegiatan ilmiah haruslah terarah dan rasional, disamping metode sebagai sebuah cara mengerjakan sesuatu untuk mendapatkan hasil yang optimal dan memuaskan. Adapun metode yang digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah sebagai berikut: a. Jenis Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis, maka metode penelitian yang digunakan dalam pembahasan ini adalah penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam
25
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.30 Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan kewajiban).31 b. Pendekatan Penelitian Sesuai dengan objek kajian penelitian, maka pendekatan yang di gunakan adalah pendekatan Kualitatif dengan menggunakan jenis deskriptif kualitatif, penelitian
kualitatif
didefinisikan
sebagai
sistem
penelitian
yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata kata tertulis ( sumber literatur ) atau lisan dari orang orang dan perilaku yang diamati.32 Salah satu teknik pengumpulan data dalam pendekatan penelitian kualitatif adalah jenis data sekunder dan teknik pengumpulan data sekunder. Yaitu, data data yang diperoleh dari sumber kepustakaan atau library Reseach. Di mana penelitian ini memfokuskan pengumpulan data dan analisis data dari sumber sumber literatur tertulis yang berkaitan dengan pemikiran Fikih Umar dalam perspektif humanisme modern.
30
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke – 11. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 13–14. Hardijan Rusli, “Metode Penelitian Hukum Normatif: Bagaimana?”, Law Review Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Volume V No. 3 Tahun 2006, hal. 50. 31
32
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Rosdakarya, 2001 .h. 78.
26
c. Metode Pengumpulan Data Karena jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka, maka metode pengumpulan data yang lebih tepat adalah menggunakan metode dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel-variabel yang berupa catatan atau tulisan, surat kabar, majalah atau jurnal dan sebagainya yang diperoleh dari data primer dan sekunder. H. Bahan Hukum Untuk menjaga kualitas data yang dijadikan sebagai bahan rujukan dalam tesis ini, seharusnya sumber primer lebih diutamakan. Sumber data primer menurut Sugiyono adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.33Namun dikarenakan ketiadaan sumber primer sebab tidak ada tulisan maupun karangan langsung sayyidina Umar pada masalah hukum Islam kecuali Aqwal dan rasail pendek, begitu pula pada tulisan, manuskrip asli yang berbicara tentang humanisme karena keterbatasan penulis maka penelitian tesis ini diperkuat dengan data sumber sekunder dan tersier, bahan sekunder yang merupakan sumber data pendukung adalah apa yang telah tersusun dalam bentuk dokumen dan dapat berupa buku-buku, jurnal dan sumber lain yang berhubungan dengan penelitian dan bahan hukum tersier adalah bahan hukum kompilasi yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya.
33
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. Alfabeta, 2009), hal 62.
27
Contoh sumber tersier adalah bibliografi, katalog perustakaan, ensiklopedia dan daftar bacaan.34 Sumber sekunder mencakup buku buku yang berhubungan dengan masalah dalam penelitian ini, antara lain: 1. Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Dar As-Salam Riyad, Cet.1, 1417 H / 1977 M 2. Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, Beirut, Darl Fikr, 1978. 3. Abbas Mahmud al-Aqqad, Abqariyyatu Umar, (Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, t.t.), 4. Ibrahim bin Musa as Syathibi, al-Muawafaqat fi Ushul al-Syari’ah, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, t.th Muhammad alSyaukani. 5. Ibnu Al-Jauzi, Manaqib Umar
ibn Al-Khathab, Dirasah Sa’id
Muhammad Al-Lahham, (Beirut: Dar Makatbah al-Hilal Cet.2, 1409 H / 1989 M). 6. Ibnu Hajar al Asqalani, Al Ishabah fi tamyiizi as shahabah, Juz 2, ( Bagdad: Dar Rayyan, T.th) 7. Ibn Abdil Barr, Al Isti’ab, (Kairo:Maktabah Nahda, T.th). 8. Jalaluddin Abdurrahman As Suyuti, Tarikhul Khulafa, (Kairo: Darus Sa’adah, 1980) 34
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 1998), hal
85.
28
9. Muhammad Husain Haikal, Al faruq Umar , Darul ma’arif. 10. Muhammad
Abdul
Amirilmukminin Umar
Aziz
Al-Halawi,
Fatawa
Wa
Aqdhiyah
Ibn Khattab, (Kairo: Maktabah Alquran,
1985). 11. Muhammad Baltaji, Manhaj Umar bin Khattab Fi Tasyri’Dirasatu Mustau’abatu li Fiqhi Umar
wa Tanziimatahu (Kairo: Maktabah
Darussalam, 2003). 12. Muhahammad Rawas Qalngaji , Mausua’h Fiqh Umar (Beirut: Darun Nafais, 1976). 13. Ruway’i Ar-Ruhaily, Fikhu Umar
Ibn Khaththab Muwaazinan
Biffiqhi Asyuri al-Mujtahidin, (Beirut: Maktabah Daar al-Gharbi alIslami). 14. Amiur Nuruddin, Ijtihad Umar
Ibn Khattab “Studi tentang
Perubahan Hukum dalam Islam”, (Jakarta: Rajawali Pers, 1987). 15. Bambang sugiharto, Humanisme dan Humaniora, ( Jogjakarta: Jalasutra, 2008). 16. Johanes P. Wisok, Humanisme Sekuler (Yogyakarta: Jalasutra, 2008). 17. Muhammad Hashim Kamali, Prinsip dan Teori Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1991). 18. Muhammad Husain Haekal, Umar
bin Khattab: Sebuah Telaah
Mendalam tentang Pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya Masa Itu, terjemah oleh Ali Audah, (Jakarta: Lentera Antar Nusa, 2003).
29
19. Roger Scruton, Sejarah Singkat Filsafat Modern: dari Descartes sampai Wittgenstein, terj. Zainal Arifin Tandjung (Jakarta: Pantja Simpati, 1984). 20. Syibli Nu’ami, Umar yang agung “sejarah dan anlisa kepemimpinan khalifah II ” ( Bandung: Penerbit Pustaka, 1981) 21. Said Tuhuleley et, al (ed), Masa Depan Kemanusiaan (Yogyakarta: Jendela, 2003). 22. Johanes P. Wisok, Humanisme Sekuler (Yogyakarta: Jalasutra, 2008). Sumber data Tersier: Selain sumber data sekunder juga ada sumber data tersier sebagai pendukung dan penunjang dari sumber data sekunder diantaranya adalah: 1. Ali bin Muhammad, at Ta’rifat, (Beirut, lebanon:Darul kutub Ilmiyah, 2009) 2. Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia PustakaUtama, 2005). 3. Collins,Gerald, SJ, & Edward G. Farrugia, SJ, Kamus Teologi, terj. I. Suharyo, Pr., (Yogyakarta: Kanisius,2003). 4. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1994). I.Teknik Pengolahan Data Dalam pengolahan data penelitian, penulis menggunakan teknik sebagai berikut:
30
a. Editingialah pemeriksaan kembali terhadap semua data yang terkumpul terutama dari segi kelengkapan, kejelasan, kesesuaian dan keragaman antara masing-masing data. b. Organizing, ialah menyusun dan mensistemasikan yang diperoleh dalam rangka paparan yang sudah direncanakan sesuai dengan rumusan masalah. c. Penemuan hasil, ialah menggunakan analisis terhadap hasil pengorganisasian data dengan menggunakan kaidah, dalil dan sebagainya. d. Teknik Analisa Data Untuk menganalisa data yang telah terkumpul dalam rangka mempermudah pembahasan tesis, penulis menggunakan analisa data sebagai berikut: Induktif, yakni analisa data yang berpedoman pada cara berpikir induktif dan berangkat dari fakta yang khusus, peristiwa yang kognitif. Kemudian dari fakta yang konkrit ditarik generalisasi yang mempunyai sifat umum.35 J. Sistematika Pembahasan Dalam penulisan tesis ini, penulis membagi lima bab, pada setiap bab masih terbagi lagi dalam beberapa sub bab. Hal ini dimaksudkan agar penulisan tesis ini sistematis. Adapun secara keseluruhan bab bab itu sebagaimana yang tertuang dalam kerangka penulisan sebagai berikut: BabI pendahuluan. Bab ini merupakan deskripsi global mengenai keseluruhan tesis yang akan dibahas pada bab-bab berikutnya, meliputi latar belakang masalah 35
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 57.
31
tentang kemaslahatan menurut Umar jika direlevansikan dengan humanisme modern, rumusan masalah tentang konsep dan implementasi fikih Umar dengan humanisme pada fikih, tujuan dan manfaat penelitian dalam konteks kekinian, definisi operasional, kajian terdahulu, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika pembahasan. Bab II bab ini akan memaparkan tentang biografi Umar bin Khattab berisikan penjelasan tentang nasab dan kelahirannya serta penjelasan kehidupan dan masa wafatnya.. Bab III bab ini akan menjelaskan Konsep Humanisme, Pada bab ini merupakan landasan toritis yang dijadikan peneliti dalam menganalisa data. Pada bab ini terdiri dari dua sub pembahasan, pertama Sejarah perkembangan humanisme modern, di mulai dari humanisme yunani klasik, humanisme abad pertengahan dan humanisme Reneisans serta sejarah, tokoh dan pokok pemikiran humanisme. Ke dua adalah bagaimana konsep agama dan hukum agama menurut humanism modern Bab IV bab ini mengkaji dan menganalisa tentang pemikiran fikihUmar bin Khattab dalam perspektif humanisme modern dan implementasinya dalam kasus pidana Bab V penutup.Bab ini memuat simpulan dan rekomendasi. Sebagai akhir dari rangkaian penelitian ini, peneliti menutup dengan simpulan dan rekomendasi. Kesimpulan di peroleh dari hasil penelitian yang telah di analisis selama penelitian berlangsung dan selanjutnya di berikan rekomendasi untuk di berikan kepada siapa saja yang hendak menindaklanjuti penelitian ini..
32