BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Profesi di bidang hukum sangat banyak sesuai dengan bidang serta kewenangan dan tugasnya. Macam-macam profesi di bidang hukum yaitu: Hakim, Jaksa, Polisi, Advokat, serta Notaris. Penegak hukum diharapkan memiliki kemampuan, kejujuran, dan kecermatan karena hal tersebut yang dibutuhkan dalam menjalankan kewenangannya masing-masing. Profesi hukum sebagai profesi terhormat, terdapat nilai-nilai moral profesi yang harus ditaati oleh aparatur hukum yang menjalankan profesi tersebut, yaitu sebagai berikut: Kejujuran, Otentik, Bertanggung jawab, Kemandirian moral, dan Keberanian moral.1 Notaris sebagai salah satu pilar penegakan hukum nasional, dalam menjalankan profesinya selain harus berdasarkan pada Undang-undang, juga harus memegang teguh nilai-nilai moral profesi tersebut. Notaris merupakan profesi hukum dan dengan demikian profesi Notaris adalah suatu profesi mulia (officium nobile), hal tersebut dikarenakan profesi Notaris sangat erat hubungannya dengan kemanusiaan. Akta yang dibuat oleh notaris dapat menjadi alas hukum atas status harta benda, hak dan kewajiban seseorang. Kekeliruan atas akta Notaris dapat menyebabkan tercabutnya hak seseorang atau terbebaninya seseorang atas suatu kewajiban.2
1
Abdulkadir Muhammad. Etika Profesi Hukum. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.hlm. 4
2
Abdul Ghofur Anshori. Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika. UII Press, Yogyakarta, 2009. hlm. 46
1
2
Menurut Tan Thong Kie dalam bukunya yang berjudul Studi Notariat dan Serba-serbi Praktek Notaris bahwa kedudukan seorang Notaris sebagai suatu fungsionaris dalam masyarakat hingga sekarang dirasakan masih disegani. Seorang Notaris biasanya dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkannya adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam proses hukum.3 Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Di dalam menjalankan tugasnya notaris harus berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat profesinya sebagai jabatan kepercayaan dan terhormat (nobel profesion). Sebagai pejabat umum yang terpercaya, akta-aktanya harus menjadi alat bukti yang kuat apabila terjadi sengketa hukum di pengadilan.4 Notaris sebagai salah satu profesi di bidang hukum yang juga merupakan salah satu pilar penegakan hukum nasional, telah mendapat legitimasi dalam sistem hukum nasional melalui UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor
3
Kie Tan Thong, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris. PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta. 2011. hlm 444 4 Marsudi Triatmojo. “Fakultas Hukum UGM sebagai Lembaga Pendidikan Notaris, Artikel Surat kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, 4 Juni 2007.
3
30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang termuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014. Menurut Pasal 15 yang ketentuan ayat 1 dan 2 diubah pada UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris bahwa seorang notaris mempunyai kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang, penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta dan juga membuat akta-akta yang berkaitan dengan pertanahan juga dapat diberikan oleh Notaris. Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta yag memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada notaris. Menurut Soebekti, yang dinamakan surat akta adalah tulisan yang sematamata dibuat untuk membuktikan suatu hal atau peristiwa, karenanya suatu akta selalu ditandatangani.5 Profesionalisme kerja seorang notaris mensyaratkan ada tiga watak kerja, yaitu : 1.
Bahwa kerja itu merefleksikan adanya itikat untuk merealisasikan kebajikan yang dijunjung tinggi dalam masyarakat, yang oleh karena itu tak akanlah kerja itu
5
R. Soebekti, 1996. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Intermasa, Cet XXVIII. Jakarta. hlm 178.
4
mementingkan atau mengharapkan imbalan upah materil untuk para pelakunya, melainkan tegaknya kehormatan diri 2.
Bahwa kerja itu dikerjakan berdasarkan kemahiran teknis yang bermutu tinggi, yang karena itu amat mensyaratkan adanya pendidikan dan pelatihan yang berlangsung bertahun-tahun secara ekslusif dan berat ; serta
3.
Bahwa kualitas teknis dan moral yang amat disyaratkan dalam kerja-kerja pemberian jasa profesi ini dalam pelaksanaanya harus menundukkan diri pada kontrol sesama warga terorganisasi, berdasarkan kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama di dalam organisasi tersebut yang pelanggarannya akan konsekuensi di bawanya sipelanggar kehadapan dewan kehormatan. 6 Oleh karenanya seorang notaris dalam menjalankan profesinya, tidak sekedar
dibatasi oleh norma-norma hukum atau norma-norma kesusilaan yang berlaku secara umum, tetapi juha harus patuh terhadap ketentuan-ketentuan etika profesi yang diatur dalam kode etik profesi. Mengingat masalah kode etik notaris ini sangat penting di dalam pembangunan hukum nasional terutama dari segi materi hukum, maka dalam hal ini kode etik notaris harus dibuat sebaik mungkin agar dapat membatasi para notaris dalam bertingkah laku atau melakukan suatu perbuatan dalam lalu lintas hukum agar sesuai dengan apa yang digariskan oleh kode etik profesi serta dewan kehormatan kode etik harus menetapkan sanksi terhadap anggota yang melanggar kode etik karena menurut Prof Soebekti, SH bahwa fungsi dan tujuan kode etik dalam
6
Soetandyo Wignjosoebroto, Profesi Profesionalisme dan Etika Profesi, Media Notariat, 2001, hlm. 32
5
suatu kalangan profesi adalah menjunjung tinggi martabat profesi, dan menjaga atau memelihara kesejahteraan para anggotanya dengan mengadakan larangan-larangan. 7 Dari uraian tersebut di atas, terkait dengan permasalahan kode etik serta tanggung jawab hukum Notaris dalam menjalankan profesinya, terdapat kasus pembuatan akta Notaris yang didasari atas perbuatan melawan hukum yang menarik untuk dikaji. Kasus tersebut terjadi di Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah yang telah diputus oleh Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 1014 K/PID/2013. Secara singkat permasalahan yang terjadi dalam kasus yang melibatkan notaris pada Putusan Mahkamah Agung nomor 1014 K/PID/2013 sebagai berikut : Bahwa awalnya Terdakwa dalam kedudukan sebagai Notaris, diminta oleh Robby Sumampao (diajukan penuntutannya dalam berkas terpisah) selaku Ketua Badan Pembina Yayasan, untuk memproses penyesuaian Badan Hukum Yayasan Bhakti Sosial Surakarta (YBSS) dalam rangka menyesuaikan dengan UndangUndang Yayasan yang baru yaitu Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan. Dalam kenyataan di lapangan, Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya seringkali tidak mempedomani ketentuan UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, seperti kasus tersebut di atas dimana secara nyata terbitnya Akta Berita Acara Rapat Yayasan Bhakti Sosial Surakarta Nomor: 58 tanggal 15 April 2008 sebagai akta otentik produk notaris Ninoek Poernomo, S.H., tidak berdasarkan 7
Iwan Budisantoso, 2011, diakses dari m.kompasiana.com/2608/tanggung-jawab-profesinotaris-dalam-menjalankan-dan-menegakkan-hukum-di-indonesia, pada hari Jumat 30 Januari 2015, pukul 20.00 WIB
6
fakta kejadian yang sebenarnya namun telah dibuat terlebih dahulu dalam bentuk draft sebelum adanya pertemuan atau rapat di rumah Robby Sumampao di Komplek Hailai di Jalan Adi Sucipto Nomor 146, Kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. Pada saat pertemuan atau rapat tersebut, para pihak yang hadir menandatangani Akta yang bentuknya masih draft dan pihak yang tidak hadir diminta tanda tangan pada waktu dan tempat yang berlainan serta tidak ada kejadian nyata seluruh pembina Yayasan maupun seluruh Pengurus Yayasan yang datang menghadap Terdakwa selaku Notaris untuk menerbitkan Akta Berita Acara Rapat Yayasan Bhakti Sosial Surakarta. Terkait dengan kasus ini, sangat menarik untuk diketahui pertanggungjawaban notaris dalam melaksanakan tugasnya sebagai pejabat publik terhadap akta yang diterbitkan menimbulkan perkara pidana (studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014 K/PID/2013). B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Bagaimana tanggung jawab notaris dalam pelaksanaan tugas pembuatan akta yang menimbulkan perkara pidana berkaitan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014 K/PID/2013 ?
2.
Bagaimana akibat hukum terhadap penerbitan akta notaris yang menimbulkan perkara pidana K/PID/2013 ?
berkaitan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014
7
3.
Apa sajakah hal-hal yang membuat seorang notaris terlibat tindak pidana khususnya dalam hal pemalsuan akta notaris berkaitan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014 K/PID/2013 ?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui tanggung jawab notaris dalam pelaksanaan tugas pembuatan akta yang menimbulkan perkara pidana dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014 K/PID/2013.
2.
Untuk mengetahui akibat hukum terhadap akta notaris yang menimbulkan perkara pidana dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014 K/PID/2013.
3.
Untuk mengetahui hal-hal yang membuat seorang notaris terlibat tindak pidana khususnya dalam hal pemalsuan akta dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014 K/PID/2013.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1.
Secara Teoritis Memberikan bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum kenotariatan pada umumnya dan tata cara pembuatan akta notaris yang
8
menimbulkan perkara pidana serta pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang dibuatnya tersebut 2.
Secara Praktis Sebagai masukan bagi Notaris maupun calon-calon Notaris, agar lebih berhati hati dalam menjalankan tugas dan jabatannya dalam pembuatan akta otentik, karena
setiap
akta
yang
telah
dibuat
oleh
notaris
harus
dapat
dipertanggungjawabkan baik secara perdata maupun pidana. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkannya Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014 K/PID/2013) belum pernah ditemukan judul atau penelitian terhadap masalah tersebut diatas. Namun demikian terdapat penelitian yang berjudul : 1.
Kewenangan Notaris dalam Status tersangka Menjalankan Tugas sebagai Pejabat Umum Membuat Akta Otentik oleh Edi Natasari Sembiring NIM : 077011016.
2.
Kajian Yuridis Tentang Pelaksanaan Tugas Notaris Dalam Kaitannya dengan Aspek Pidana oleh Lindawati, NIM : 057011050
3.
Pertanggungjawaban Pidana Dan Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam Melaksanakan Tugas Profesinya oleh Bahana Surya Tarigan (NIM. 067011023). Pokok permasalahan hanya membahas secara formil dan normatif serta tidak secara khusus membahas suatu kasus.
9
Berdasarkan uraian tersebut, bahwa penulisan ini tidak mempunyai kesamaan latar belakang dan pokok permasalahan yang akan diteliti. Sehingga penelitian ini dapat dinyatakan belum pernah dilakukan dan dapat dibuktikan keasliannya. F. Kerangka Teori dan Konsep 1.
Kerangka Teori Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau
proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada faktafakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 8 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. 9 Kerangka teori yang dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butirbutir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan masukan eksternal bagi penelitian ini. 10 Menurut Soerjono Soekanto bahwa kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.
11
Teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teori keadilan dan teori pertanggungjawaban. Teori Pertanggungjawaban menjelaskan bahwa seseorang bertanggungjawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum. Hans Kelsen membagi pertanggungjawaban menjadi 4 macam yaitu :12
8
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1996. hlm. 18
9
JJJ. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Jilid I, Penyunting M. Hisyam UI Press, Jakarta, 2005, hlm. 203 10 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 2002, hlm. 80 11 Ibid. hlm. 19 12 Hans Kelsen, Terjemahan Raisul Mutaqien, Teori Hukum Murni. Nuansa & Nusa Media. Bandung. 2006. Hlm 140
10
a. Pertanggungjawaban
individu
yaitu
pertanggungjawaban
yang
harus
dilakukan terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri b. Pertanggungjawaban
kolektif
berarti
bahwa
seseorang
individu
bertanggungjawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan orang lain. c. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seseorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian. d. Pertanggungjawaban
mutlak
yang
berarti
bahwa
seorang
individu
bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak menimbulkan kerugian. Teori tanggung jawab dalam hal ini dikaitkan dengan tanggung jawab Notaris dalam hal pemalsuan surat yang merupakan tindak pidana dimana di dalam UU nomor 30 Tahun 2004 maupun UU nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang tidak mengatur mengenai tanggung jawab pidana seorang notaris dari akta yang telah dibuatnya.13 Mempertanggungjawabkan seseorang dalam hukum pidana bukan hanya berarti sah menjatuhkan pidana terhadap orang itu tetapi juga sepenuhnya dapat diyakini bahwa memang pada tempatnya meminta pertanggungjawaban pidana, pertama merupakan keadaan yang ada pada pembuat diri ketika melakukan tindak
13
Putu Vera Purnama Diana, Pertanggung Jawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta Berdasarkan Pemalsuan Surat Oleh Para Pihak, Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar, 2015. hlm 34-35
11
pidana. Kemudian pertanggungjawaban pidana juga berarti menghubungkan antara keadaan pembuat tersebut dengan perbuatan dan sanksi yang sepatutnya dijatuhkan. Sanksi adalah alat pemaksa selain hukuman, juga untuk mentaati ketetapan yang ditentukan dalam peraturan atau perjanjian.14 Teori Keadilan dikaitkan dengan apakah hukuman yang dijatuhkan telah memenuhi rasa keadilan atau tidak. Teori Hukum Alam sejak Socrates hingga Francois Geny, tetap mempertahankan keadilan sebagai mahkota hukum. Teori Hukum Alam mengutamakan “the search for justice”.15 Pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa didapatkan dalam karya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Lebih khusus, dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang berdasarkan filsafat umum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukum, “karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan”.16 Aristoteles kemudian membedakan keadilan menjadi jenis keadilan distributif dan keadilan korektif. Keadilan yang pertama berlaku dalam hukum publik, yang kedua dalam hukum perdata dan pidana. Keadilan korektif berfokus pada pembetulan sesuatu yang salah. Apabila suatu pelanggaran dilanggar atau kesalahan dilakukan, maka keadilan korektif
14
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Sanksi Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung, 2008. hlm 189-190. 15 Theo Huijbers. Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. Cet VIII, Kanisius, Yogyakarta, 1995. hlm. 196. 16 Carl Joachim Friedrich. Filsafat Hukum Perspektif Historis. Nuansa dan Nusamedia, Bandung, 2004. hlm. 24
12
berusaha memberikan kompensasi yang memadai bagi pihak yang dirugikan; jika suatu kejahatan telah dilakukan, maka hukuman yang pantas perlu diberikan kepada si pelaku. Bagaimanapun, ketidakadilan akan mengakibatkan terganggu tentang “kesetaraan” yang sudah mapan atau telah terbentuk. Keadilan korektif bertugas membangun kembali kesetaraan tersebut. Uraian tersebut nampak bahwa keadilan korektif merupakan wilayah peradilan sedangkan keadilan distributif merupakan bidangnya pemerintah.17 Notaris diangkat oleh Menteri tertuang dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004. Pasal 3 UUJN Nomor 2 Tahun 2014, syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah: 1. Warga Negara Indonesia 2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 3. Berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun 4. Sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan sehat dari dokter atau psikiater 5. Berijazah Sarjana Hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan 6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada Kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi organisasi Notaris setelah lulus Strataidan/kenotariatan, dan
17
Ibid
13
7. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-Undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris. 8. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Di dalam UU Nomor 30 Tahun 2004 yang kemudian direvisi menjadi UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang jabatan notaris, pengaturan tentang pemberhentian notaris oleh Menteri diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 14 Pemberhentian tersebut dapat berupa pemberhentian sementara, dan pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian dengan tidak hormat. Pada Pasal 8 UU Nomor 30 Tahun 2004 tidak mengalami perubahan pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014, sehingga Pasal 8 angka 1 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 menyatakan bahwa Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena: 1.
Meninggal dunia
2.
Telah berumur 65 (enampuluh lima) tahun
3.
Permintaan sendiri
4.
Tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatannya sebagai Notaris secar terus-menerus lebih dari 3 (tiga) tahun, atau
5.
Merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g. Di dalam Pasal 9 UUJN Nomor 2 Tahun 2014 menyatakan bahwa Notaris
diberhentikan sementara dari jabatannya karena:
14
1.
Dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang.
2.
Berada dibawah pengampuan
3.
Melakukan perbuatan tercela
4.
Melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan.
5.
Sedang menjalani masa penahanan Pasal 12 UU Nomor 30 Tahun 2004 tidak mengalami perubahan pada
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014, sehingga Pasal 12 UU Nomor 30 Tahun 2004 menyatakan bahwa Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usulan dari Majelis Pengawas Pusat apabila: 1.
Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
2.
Berada dibawah pengampuan secara terus-menerus lebih dari 3 (tiga) tahun.
3.
Melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan Notaris, atau
4.
Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan.
2.
Kerangka Konsepsi Kerangka konsep mengandung makna adanya stimulasi dan dorongan
konseptualisasi untuk melahirkan suatu konsep baginya atau memperkuat keyakinannya akan konsepnya senidiri mengenai suatu permasalahan. 18 Peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara
18
M. Solly Lubis. Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80
15
abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.”19 Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum,20. Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap isitlah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka didefinisikan beberapa konsep penelitian agar diperoleh hasil penelitian yang sesuai, yaitu : 1.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainya sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
2.
Akta notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004
3.
Pertanggungjawaban individu notaris secara pidana adalah pertanggungjawaban yang dijalankan oleh notaris atas akta yang
telah diterbitkannya yang
dikemudian hari ternyata menimbulkan perkara pidana dan menimbulkan kerugian kepada para klien. G. Metode Penelitian 1.
Jenis Penelitian Jenis dari penelitian ini menggunakan yuridis normatif yaitu dengan
menekankan pada data-data sekunder dengan mempelajari dan mengkaji asas-asas 19 20
Samadi Suryabrata. Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998. hlm. 3 Burhan Ashshofa, Op.Cit, hal. 28
16
hukum positif yang berasal dari data kepustakaan dan perbandingan hukum, serta unsur-unsur atau faktor-faktor yang berhubungan dengan objek penelitian sebagai bagian dari penelitian lapangan. Titik berat penelitian tertuju pada penelitian kepustakaan yang berarti akan lebih banyak menelaah dan mengkaji data sekunder sebagai pendekatan yuridis normatif karena masalah yang diteliti berkisar mengenai keterkaitan peraturan yang satu dengan lainnya dan penerapannya dalam masyarakat. 2.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
merupakan bahan-bahan hukum yang terdiri dari:21 a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat yang terdiri dari: 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) 4) Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 5) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris 6) Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014 K/PID/2013 7) Peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. b.
Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk serta penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari buku-buku literatur,
21
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. hlm. 13
17
makalah, artikel, hasil penelitian, dan karya ilmiah lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. c.
Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari: 1) Kamus Umum Bahasa Indonesia 2) Kamus Hukum 3) Kamus Inggris-Indonesia 4) Ensiklopedia
3.
Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen,
yaitu mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan permasalahan yang diajukan, dengan cara mempelajari serta menelaah buku-buku, hasil-hasil penelitian, bahanbahan hukum dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang terkait. 4.
Analisis Data Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, literatur-literatur hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini. Semua data yang diperoleh kemudian dikelompokkan atas data yang sejenis untuk kepentingan analisis, dan disusun secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan adalah merupakan jawaban atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.