1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Dalam peta perdagangan internasional produk-produk susu, saat ini
Indonesia berada pada posisi sebagai net-consumer. Sampai saat ini industri susu dan makanan dari susu nasional masih sangat bergantung pada impor bahan baku susu. Jika kondisi tersebut tidak dibenahi dengan membangun sebuah sistem agribisnis yang berbasis peternakan, maka Indonesia akan terus menjadi negara pengimpor hasil ternak khususnya susu sapi. Sehingga sampai saat ini konsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk susu masih tergolong sangat rendah bila dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Konsumsi susu masyarakat Indonesia hanya 8 liter/kapita/tahun itu pun sudah termasuk produk-produk olahan yang mengandung susu. Konsumsi susu negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Singapura rata-rata mencapai 30 liter/kapita/tahun, sedangkan negara-negara Eropa sudah mencapai 100 liter/kapita/tahun. Kebutuhan akan susu masyarakat Indonesia sampai saat ini masih belum terpenuhi secara baik oleh subsektor peternakan dan industri susu dan makanan dari susu dalam negeri. Produksi susu segar di Indonesia dalam 10 tahun terakhir tidak memperlihatkan peningkatan yang nyata sementara tingkat produksi susu yang ada sekarang masih jauh dibawah tingkat kebutuhan. Hal ini terlihat dari pertumbuhan produksi susu rata-rata negatif, yaitu sebesar -20,24 persen, sementara konsumsi susu mempunyai pertumbuhan rata-rata positif (41,39%).
2
Produksi susu mulai mengalami pertumbuhan negatif sejak tahun 1998 sebesar 8,73 persen, saat krisis ekonomi melanda Indonesia. Krisis tersebut telah menyebabkan peningkatan biaya faktor-faktor produksi usaha ternak sehingga banyak peternak yang berhenti atau berganti usaha. Konsumsi susu sempat berkurang saat krisis ekonomi mengalami puncaknya (1998), yaitu dari 1.050.000 ton pada tahun 1997 menjadi 897.400 ton pada tahun 1998 akibat penurunan daya beli relatif konsumen, namun segera meningkat kembali sebesar 1.116.000 ton pada tahun 1999. Impor susu dilakukan untuk memenuhi kelebihan permintaan (excess demand) yang terjadi. Angka pertumbuhan impor susu rata-rata meningkat sebesar 88,14 persen pada periode 1993-2002. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar grafik berikut ini.
Gambar 1. 1 Perkembangan Produksi dan Produktivitas Susu Segar 1979-2000 Sumber : BPS dalam Yusmichad Yusdja ( 2002:54 )
Dari komposisi peternak yang ada, sumbangan terhadap jumlah produksi susu segar dalam negeri adalah 64 persen oleh peternak skala kecil, 28 persen oleh peternak skala menengah, dan 8 persen oleh peternak skala besar. Sebagian besar (96%) usaha ternak sapi perah merupakan usaha utama, 36 persen usaha pokok,
3
dan tidak ditemukan usaha ternak sapi perah sebagai usaha sambilan. Dengan demikian, seharusnya persediaan susu di Kota Bandung besar. Akan tetapi sekarang ini telah terjadi penurunan produksi susu pada industri susu dan makanan dari susu di Kota Bandung. Hal itu dapat terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel. 1.1 Hasil Produksi Pada Industri Susu dan makanan dari susu Di Kota Bandung Tahun 2005 – 2006 No
Perusahaan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Yoghurt House Ery’s Kefir CV. Ghinasepti.Int PT. Vini Vidi Vici Jaya CV . Bimacakra Dwi Karsa Qefir CV. Fermentech Mikro Lacta Erik's Youghurt PT. Tirta Ratna Meroy CV. Tirta Astro PT. Elboes Bonaviela PD. Amsalt CV. Yuccin Ice Shop Koala Jelita Yoghurt PT. Merdeka Yoche CV. Global Ice Yoghurt Rofi PT.Industri Susu Alam Murni GKSI Sweet Yoghurt T. S JUMLAH (TOTAL)
Hasil Produksi Susu (Liter) 2005 2006 900 1250 2500 3500 10000 6500 90000 70000 6000 4700 15000 12300 21900 25000 15000 12000 16800 12000 15000 13500 17200 20000 20000 15000 1200000 800000 20000 10000 30000 35000 900 1000 2000 1500 20000 15000 9000 8500 1200 900 90000 10000 1080000 300000 1500 1400 3600 6000 2688500 1382650 Rata-rata = 112020.83
Rata-rata = 57610.42
(Sumber Diolah : Disperindag Kota Bandung)
%
Keterangan
38.89 40.00 -35.00 -22.22 -21.67 -18.00 14.16 -28.57 -28.57 -10.00 16.28 -25.00 -33.33 -50.00 16.67 11.11 -25.00 -25.00 -5.56 -16.67 -88.89 -72.22 -6.67 66.67 -316.68
meningkat meningkat menurun menurun menurun menurun menurun menurun menurun menurun meningkat menurun menurun menurun meningkat meningkat menurun menurun menurun menurun menurun menurun menurun meningkat
Rata-rata = -48.57
4
Dari uraian data di atas, maka dapat terlihat bahwa pada tahun 2006 sebagian besar perusahaan industri susu dan makanan dari susu di Kota Bandung mengalami penurunan dalam hal hasil produksinya, dengan rata-rata penurunan sebesar 48,57 %. Bahkan ada beberapa perusahaan yang mengalami penurunan hasil produksi lebih dari 50%, yaitu CV. Yuccin Ice Shop, GKSI, dan PT. Industri Alam Murni. Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak Usman selaku Humas Industri Kecil Disperindag Kota Bandung menyatakan bahwa industri susu mengalami penurunan terutama dalam hal hasil produksinya. Padahal saat ini, perkembangan industri kecil di Kota Bandung mengalami kemajuan yang pesat terutama jenis indutri makanan. Penurunan produksi susu tersebut diduga disebabkan oleh bahan baku yang kurang/kualitasnya menurun, permintaan konsumen yang cenderung lebih menyukai produk luar negeri, keterampilan tenaga kerja yang digunakan kurang, teknologi yang rendah dan kurangnya kemampuan pengusaha dalam mengelola usahanya secara profesional serta modal. Para peternak sapi mengalami kejadian tragis, khususnya di Kabupaten Bandung ternyata setelah dicek ke lapangan disebabkan adanya berbagai kendala diantaranya masalah bibit sapi sudah tidak murni lagi, kekurangan pakan ternak berupa konsentrat dan protein. Akibatnya, para peternak memberikan pakan terhadap sapi piaraanya terpaksa harus dicampur dengan rumput gajah yang sudah berbaur dengan limbah industri, dan efeknya jelas bahwa kualitas susu jadi rendah. Dengan rendahnya kadar kualitas susu, efeknya berhubungan dengan produksi penjualan. Sebab jika kadarnya rendah maka para industri susu dan
5
makanan dari susu tidak mau menerima susu berkadar rendah tersebut. Bahkan menurut data pada tahun 2004 yang lalu, dari 6 KUD susu terbesar di Kabupaten Bandung sebanyak 1.255.309 kg susu ditolak oleh industri susu dan makanan dari susu. Hal senada dikemukakan oleh Thomas Darmawan Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) di Jakarta, bahwa industri makanan dan minuman (mamin) nasional yang menggunakan bahan baku susu mengalami defisit pasokan susu mencapai 1 miliar liter atau sekitar 70% dari total kebutuhan susu yang mencapai 1,35 miliar liter per tahun. Kekurangan pasokan bahan baku itu terpaksa ditutup dengan melakukan impor. ”Jika industri pengolahan tidak segera mendapatkan bahan baku, kinerja industri susu dan makanan dari susu nasional pada tahun ini terancam stagnan (Depdagri, April 2007). Selain itu, penurunan produksi pada industri susu dan makanan dari susu dikarenakan peralatan mesin (teknologi) yang digunakan belum memadai. Di kebanyakan negara berkembang, termasuk Indonesia, penggunaan teknologi industri masih kurang memadai, karena mereka kurang mengadakan investasi dalam usaha untuk memperoleh informasi tentang teknologi yang mereka perlukan maupun dalam usaha untuk mengembangkan kemampuan teknologi mereka. Oleh karena itu negara-negara berkembang, kurang efisien dalam penggunaan teknologi yang mereka impor atau beli dari luar negeri. Konsekuensi dari ketidakefisienan teknis (technical inefficiency) ini adalah biaya lebih tinggi yang harus ditanggung negara-negara berkembang berupa produktivitas rendah dan kinerja yang kurang memuaskan. Dengan kata lain, kebanyakan teknologi
6
industri di negara-negara berkembang digunakan dengan tingkat produktivitas yang lebih rendah daripada di negara-negara maju. Dengan demikian pada akhirnya menurunkan hasil produksi suatu industri. Berdasarkan data diatas, maka dapat terlihat bahwa telah terjadi penurunan hasil produksi pada industri susu dan makanan dari susu di Kota Bandung yang diduga disebabkan oleh kemampuan dan keterampilan tenaga kerja yang rendah, rendahnya teknologi yang digunakan, modal, dan bahan baku. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi pada industri susu di Kota Bandung. Adapun judul yang diambil adalah “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Produksi Dengan Pendekatan Fungsi Produksi Cobb Douglas (Studi Kasus Pada Industri Susu dan Makanan dari Susu di Kota Bandung)”
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka permasalahannya
dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh modal kerja, tenaga kerja, bahan baku dan teknologi terhadap hasil produksi pada industri susu dan makanan dari susu di Kota Bandung? 2. Bagaimana pengaruh modal kerja terhadap hasil produksi pada industri susu dan makanan dari susu di Kota Bandung? 3. Bagaimana pengaruh tenaga kerja terhadap hasil produksi pada industri susu dan makanan dari susu di Kota Bandung?
7
4. Bagaimana pengaruh bahan baku terhadap hasil produksi pada industri susu dan makanan dari susu di Kota Bandung? 5. Bagaimana pengaruh teknologi terhadap hasil produksi pada industri susu dan makanan dari susu di Kota Bandung? 6. Bagaimana skala hasilnya, apakah increasing returns to scale, decreasing returns to scale, atau constant returns to scale?
1.3
Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1
Tujuan Penelitian Penelitian ini dibuat dengan tujuan, yaitu:
1.
Untuk mengetahui pengaruh modal kerja, tenaga kerja, bahan baku, dan teknologi terhadap hasil produksi pada industri susu dan makanan dari susu di Kota Bandung
2.
Untuk mengetahui pengaruh modal kerja terhadap hasil produksi pada industri susu dan makanan dari susu di Kota Bandung
3.
Untuk mengetahui pengaruh tenaga kerja terhadap hasil produksi pada industri susu dan makanan dari susu di Kota Bandung
4.
Untuk mengetahui pengaruh bahan baku terhadap hasil produksi pada industri susu dan makanan dari susu di Kota Bandung
5.
Untuk mengetahui pengaruh teknologi terhadap hasil produksi pada industri susu dan makanan dari susu di Kota Bandung
8
6.
Untuk mengetahui skala hasil usaha apakah increasing returns to scale, decreasing returns to scale, atau constant returns to scale pada industri susu dan makanan dari susu di Kota Bandung
1.3.2 1.
Kegunaan Penelitian
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan sangat berguna untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan khasanah ilmu ekonomi.
2.
Secara praktis, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi untuk dunia industri. Serta dapat memberikan masukan bagi perusahaan yang penulis teliti yakni industri susu dan makanan dari susu di Kota Bandung.
1.4
Kerangka Pemikiran Menurut Tati Suhartati Joesron dan Fathorrozi (2003:77) dalam
bukunya yang berjudul Teori Ekonomi Mikro menyatakan bahwa: “ Produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah kombinasi berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output. Hubungan teknis antara input dan output tersebut dalam bentuk persamaan, tabel atau grafik merupakan fungsi produksi. Hal senada diungkapkan oleh Sofjan Assauri (1996:65) mengemukakan bahwa proses produksi dapat diartiakan sebagai cara, metode, teknik, untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin-mesin, bahan baku, dan dana) yang ada.”
9
Pengertian produksi yag lebih luas dikemukakan oleh Winarti (1992:5, dalam Maria T, 2006) yaitu: “produksi adalah kegitan dalam menciptakan dan menambah kegunaan suatu barang dan jasa untuk kegiatan dimana dibutuhkan faktor produksi yang meliputi modal, mesin, bahan baku, manusia serta metode dan skill yang dimiliki oleh seorang manajer. Sedangkan menurut Miller dan Meiners (1993) mengatakan bahwa yang dibutuhkan bagi produksi suatu komoditi adalah input, istilah lainnya adalah faktor produksi. Yang disebut input meliputi bakat manajerial, semangat kewirausahaan, dan keberanian mengambil resiko, bahan-bahan mentah atau bahan baku, berbagai macam keterampilan/tenaga kerja, mesin-mesin, modal, bangunan, pabrik, peralatan, dan sebagainya. Menurut Vincent Gasperesz (1999:168) menyatakan bahwa elemen input dalam sistem produksi ada dua macam yaitu input variabel dan input tetap, yaitu sebagai berikut:
Tenaga Kerja (labor). Operasi system produksi membutuhkan intervensi manusia dan orang-orang yang terlibat dalam
proses sistem produksi
dianggap sebagai input tenaga kerja. Input tenaga kerja dapat diklasifikasikan sebagai input tetap.
Modal. Operasi sistem produksi membutuhkan modal. Dalam ekonomi manajerial, berbagai macam fasilitas peralatan, mesin-mesin produksi, bangunan pabrik, gudang, dan lain-lain, dianggap sebagai modal. Biasanya dalam periode jangka pendek, modal dikalsifikasikan sebagai input tetap.
10
Material. Agar sistem produksi dapat menghasilkan produk manufaktur, maka diperlukan material atau bahan baku.
Energi. Mesin-mesin produksi dan aktivitas pabrik lainnya membutuhkan energi untuk menjalankan aktivitas itu
Tanah. Sistem produksi manufaktur membutuhkan lokasi (ruang) untuk mendirikan pabrik, gudang, dan lain-lain.
Informasi. Dalam industri modern, informasi telah dipandang sebagai input. Berbagai macam informasi tentang : kebutuhan atau keinginan konsumen, harga produk di pasar, perilaku pesaing di pasar dianggap sebagai input informasi.
Manajerial. Sistem industri modern yang berada dalam lingkungan pasar global yang amat sangat kompetitif membutuhkan supervisi, perencanaan, pengendalian,
koordinasi,
dan
kepemimpinan
yang
efektif
untuk
meningkatkan performansi sistem itu secara terus-menerus. Input ini dikenal sebagai input manajerial atau sering disebut juga sebagai input entrepreunial, yang diklasifikasikan sebagai input tetap. Richard Billas (1998:114), mengatakan bahwa hubungan fisik antara input sumber daya perusahaan dan outputnya berupa barang dan jasa per unit waktu. Fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut: A = f(a,b,c,d,………..) Dimana A adalah output, a,b,c, dan d adalah input-input yang menghasilkan A.
11
Sadono Soekirno (1985:152) menjelaskan bahwa fungsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumus sebagai berikut: Q = f(K, L, R, T) Dimana: Q = jumlah produksi K = jumlah stok modal L = tenaga kerja R = jumlah kekayaan alam T = teknologi Untuk menentukan hubungan kuantitaf antara produk dengan faktor produksinya digunakan model fungsi produksi Cobb Douglas. Fungsi produksi untuk setiap komoditi adalah suatu persamaan, tabel atau grafik yang menunjukkan jumlah (maksimum) komoditi yang dapat diproduksi perunit waktu untuk kombinasi input alternatif, bila menggunakan teknik produksi terbaik yang tersedia. Fungsi produksi Cobb Douglas sebagai berikut: Q = ∆LαKβ Q adalah kuantitas output dan L dan K masing-masing adalah tenaga kerja dan barang modal α(alpha) dan β(betha) adalah parameter-parameter positif yang ditentukan oleh data. Fungsi produksi Cobb Douglas merupakan suatu fungsi persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel. Variabel yang satu disebut dependent, yang dijelaskan (Y) dan variabel lainnya disebut variabel independent yang
12
menjelaskan (X) (Soekartawi, 1997;154). Penyelesaian hubungan antara X dan Y biasanya dengan cara regresi, yaitu variasi dari Y akan dipengaruhi variasi dari X. Sifat-sifat fungsi produksi Cobb Douglas adalah sebagai berikut : •
K dan L bisa saling mensubstitusi Jika tenaga kerja menjadi mahal, perusahaan akan mensubstitusi tenaga kerja dengan modal. Dalam hal ini, teknologi yang padat karya diganti dengan teknologi padat modal. Sifat substitusi antar input ini mengikuti kaidah Matginal Rate of Technical Substitution/Trasformation yang digambarkan oleh isoquant kurve.
•
∂Q ∂Q , > 0 , produktivitas marginal dari faktor-faktor produksinya adalah ∂K ∂L positif. Formula ini menunjukkan produk marjinal modal dan tenaga kerja adalah positif. Marginal Product of Capital (MPP) dan Marginal Product of Labour (MPL) bergantung pada tingkat output dan tingkat penggunaan modal dan tenaga kerja. MPK = α
•
Q Q dan MPL = β K L
∂ 2Q ∂ 2Q , < 0 , produktivitas marginal dari faktor-faktor produksinya ∂K∂K ∂K∂K mengikuti hukum kenaikan yang berkurang (Law of Diminishing Returnss). Sifat ini mencerminkan bahwa fungsi produksi Cobb Douglas bersifak konkaf, implikasinya, fungsi tersebut mempunyai nilai mksimal.
•
Q = (K)α (L)β , bersifat :
13
-
Constant Returns to Scale, jika (α + β) = 1. Artinya, jika input K dan L bertambah masing-masing menjadi dua kalinya, maka outputnya juga bertambah dua kali. Dalam hal ini, output bertambah secara proporsional dengan penambahan input.
-
Increasing Returns to Scale, jika (α + β) > 1. Artinya, jika input K dan L ditambah masing-masing menjadi dua kalinya, maka outputnya juga bertambah lebih dari dua kalinya. Dalam hal ini, output bertambah lebih dari proporsi dengan pertambahan input.
-
Decreasing Returns to Scale, jika (α + β) < 1. Artinya, jika input K dan L bertambah masing-masing menjadi dua kalinya, maka outputnya bertambah kurang dari dua kalinya. Output bertambah kurang dari proporsi pertambahan input. Kondisi ini bisa terjadi karena kompleksitas proses produksi menjadi sangat tinggi jika skala operasi menjadi besar. Decreasing Returns to Scale berimplikasi diseconomics to scale, yaitu biaya rata-rata akan naik sejalan akan kenaikan jumlah output. Berdasarkan fungsi produksi Cobb Douglas, maka peneliti berpendapat
bahwa faktor-faktor yang teridentifikasi mempengaruhi tingkat produksi pada industri susu dan makanan dari susu di Kota Bandung adalah kemampuan dari tenaga kerja rendah, teknologi yang rendah, modal kerja rendah dan rendahnya kualitas bahan baku, sehingga kurang mampu bersaing dengan produk luar negeri. Dari uraian kerangka pemikiran diatas, maka dapat digambarkan skema berfikir sebagai berikut:
14
Modal Kerja
Tenaga Kerja Hasil Produksi Pada Industri Susu dan Makanan dari Susu Di Kota Bandung
Bahan Baku
Teknologi Gambar 1.2 Kerangka Berpikir
1.5
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dalam penelitian ini
penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: 1)
Modal kerja, Tenaga kerja, bahan baku dan teknologi berpengaruh positif terhadap hasil produksi pada industri susu dan makanan dari susu di Kota Bandung
2)
Modal kerja berpengaruh positif terhadap hasil produksi pada industri susu dan makanan dari susu di Kota Bandung.
3)
Tenaga Kerja berpengaruh positif terhadap hasil produksi pada industri susu dan makanan dari susu di Kota Bandung.
4)
Bahan Baku berpengaruh positif terhadap hasil produksi pada industri susu dan makanan dari susu di Kota Bandung.
5)
Teknologi berpengaruh positif terhadap hasil produksi pada industri susu dan makanan dari susu di Kota Bandung.
15
6)
Skala hasil berada pada tahap meningkat (Increasing returns to scale).