BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah nasional menghadapi tantangan dari negara-negara maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang saat ini masih bergantung pada impor. Keadaan ini memperlihatkan bahwa usaha sapi perah merupakan kegiatan ekonomi yang memberikan manfaat sangat besar baik bagi pengusaha, masyarakat konsumen dan bagi negara. Perkembangan produksi dan harga susu menunjukkan komoditi yang penting, hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah produksi,kualitas dan fluktuasi harga. Menurut data Kementerian Perindustrian 2013, beberapa bulan terahir indonesia mengalami permasalahan mengenai defisit total kebutuhan bahan baku susu tercatat 3,2 juta ton per tahun. Sedangkan pasokan dari peternak hanya 690.000 ton yang dihasilkan oleh sekitar 597.135 ekor sapi perah. Artinya, hanya 21% bahan baku industri susu olahan yang bisa dipenuhi oleh peternak, sedangkan 79% masih harus diimpor. Mengingat sebagian kebutuhan susu nasional masih bergantung impor sehingga sangat kuat efeknya keadaan persusuan dunia terhadap indonesia. kemudian melihat dari karakteristik pelaku industri susu indonesia yang lebih memihak susu inpor karena susu impor lebih baik dari segi kualitas dan konsistensi kuantitas untuk kebutuhan produksi mereka. Kebutuhan terhadap Susu yang merupakan produk pangan hasil ternak cenderung meningkat permintaannya seiring dengan perkembangan ekonomi 1
masyarakat., terlebih lagi dengan kesadaran akan semboyan “4 sehat 5 sempurna” dengan adanya susu. padahal sebelumnya konsumsi susu Indonesia juga sangat rendah, hanya 11,4 kg/susu/kapita/tahun. Lebih rendah dari rata-rata negara berkembang sebesar 70 kg/kapita/tahun dan Skandinavia yang di atas >240 kg/kapita/tahun hal ini dikarenakan budaya minum susu belum berkembang di indonesia dan harga susu diindonesia relatif mahal jika dilihat berdasarkan pendapatan perkapita penduduk (Trijoko, 2013). Tabel 1.1 Tabel Jumlah Sapi Perah dan Produksi Susu di Pulau Jawa
No 1 2 3 4 5
Provinsi D.K.I. Jakarta Jawa barat Jawa tengah D.I. Yogyakarta Jawa timur
2009 2920 117337 120677 5495 221743
2010 3238 120475 122488,6 3466 231408
populasi 2011 2728 139970 149931 3522 296350
2012 2.775 136.054 154.398 3.934 308.841
2013*) 2.781 143.382 155.324 4.511 323.814
2009 5.723 255.348 91.762 5.038 461.880
2010 6.346 262.177 100.150 4.989 528.100
produksi 2011 5.345 302.603 104.141 3.167 551.977
2012 5.439 281.438 105.516 6.019 554.312
2013*) 5.451 293.107 107.982 6.901 560.398
Sumber : Diretorat Jendral Peternakan Tahun 2013 Berdasarkan Kementrian Perternakan 2013, menunjukan saat ini peternakan sapi perah di indonesia masih terpusat di pulau jawa yaitu daerah Pangalengan dan Lembang (Jawa barat), Boyolali (Jawa tengah) dan Malang serta Blitar (Jawa timur). Pada Tabel 1.1 produksi susu terbanyak dihasilkan oleh provinsi Jawa timur namun dari segi produktivitas Jawa barat merupakan yang terbesar. Pangalengan adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Bandung bagian selatan dimana daerah tersebut berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan susu nasional melalui pengembangan usaha peternakan sapi perah. Secara umum pengelolaan ternak sapi perah oleh peternak masih dilakukan secara tradisional 2
dengan sebagian besar usaha kecil masih bersifat sampingan dengan rata-rata kepemilikan 3-10 ekor. Produksi per ekor sapi dalam sehari menghasilkan susu rata-rata 10-20 liter, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antar lain faktor bibit, pakan, dan pelaksanaan, sehingga kualitas produk susu yang dihasilkan rata-rata rendah. Dari hasil pengujian mutu, susu lokal memiliki sifat fisik, kimia, dan biologi yang tidak berada pada range dengan standard milk CODECS, yaitu standard kelayakan makanan dan minuman yang dipakai dunia. Indikasi yang sering timbul dalam kualitas susu segar yang dihasilkan peternak lokal seperti susu pecah, berbau, berwarna, dan kotor merupakan hal yang sering terjadi pada pasca pemerahan susu peternakan lokal. Selain itu susu lokal terhitung lebih encer karena nilai TS ( total solid ) yang rendah, dengan kadar lemak tinggi, dan kandungan mikroorganisme yang jauh melebihi standard. Ketidakpastian dan dampak dari down grading kualitas dan losses kuantitas susu ini didalam rantai pasok dapat dikatakan dengan risiko terhadap produk yang perlu diketahui penyebab dan penangananya. Risiko ini merupakan faktor-faktor yang menghambat operasional pada rantai pasok, yang mana risiko pada rantai pasok dapat terjadi mulai dari hulu pemasok, pabrik, distribusi, dan sampai hilir distributor konsumen. Risiko tidak dapat dihindari akan tetapi dapat diminimalisir atau dihilangkan dengan melakukan penanganan risiko yang tepat. Penanganan
risiko
dalam
rantai
pasok
sangat
diperlukan
agar
dapat
meminimalkan biaya, waktu dan kinerja dalam aktifitas rantai pasok tersebut.
3
Proses supply chain susu segar di Pangalengan tidak menutup kemungkinan adanya risiko lain yang dapat mempengaruhi aktivitas di tiap rantai pasoknya, sehingga aktivitas supply chain tidak berjalan semestinya. Melihat dari menejemen risiko kegiatan supply chain susu ini memiliki downside risk khususnya pada penurunan kualitas selama perjalanan mengingat cukup panjangnya lead time nya , pengembalian produk karena tidak sesuai dengan spesifikasi, penurunan kuantitas susu, biaya operasional ternak dan risiko lain yang mungkin belum teridentifikasi. Dalam rangka melakukan identifikasi dan mengantisipasi risiko yang timbul pada aktivitas supply chain diperlukan suatu manajemen risiko yang baik dalam supply chain. Penerapan manajemen risiko yang baik merupakan salah satu aspek penting dalam mempertahankan eksistensi sebuah usaha agribisnis susu segar. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisa terhadap jalur distribusi dan saluran distribusi pada susu sapi segar yang selanjutnya pada tiap tingkatan distribusinya dilakukan identifikasi risiko, analisa risiko berdasarkan ISO 31000 serta dilakukan perancangan strategi yang sesuai bagi pelaku agar dapat menangani risiko yang berpotensi timbul dalam rantai pasok susu segar. Sebagai strategi alternatif langkah mitigasi risiko dalam supply chain susu segar akan dilakukan prioritas penyelesaian menggunakan metode analitycal network process (ANP). Metode ANP mampu menjamin kekonsistenan dari penilaian oleh para risk owner pengambil keputusan. Selain itu metode ANP digunakan karena metode ini dapat memberikan hubungan yang lebih kompleks dan hubungan saling mempengaruhi antar kriteria risiko. Kriteria yang ada dilakukan pengujian 4
menggunakan DEMATEL (Decision Making Trial And Evaluation Laboratory) untuk menentukan keterkaitan yang terjadi antar kriteria serta digunakan untuk menemukan dan menganalisa kriteria yang dominan pada suatu sistem . Hal ini sesuai dengan permasalahan Supply chain dimana kriteria dalam pemilihan tingkatan di supply chain memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain. Berdasarkan latar belakang tersebuat maka dilakukan penelitian mengenai Analisis Supply Chain Risk Management Produk Susu Sapi Segar dengan Pendekatan Analitycal Network Process. 1.2 Perumusan Masalah Selama ini untuk produk susu segar, risiko terkait kualitas dan kuantitas merupakan risiko utama yang sering dipermasalahkan pada supply chain susu segar, namun dimungkinan juga adanya risiko lain di tiap tingkatan rantai supply chain. Untuk mengidentifikasi risiko lain tersebut diperlukan risk assessment sesuai dengan standarad ISO 31000:2009 dan strategi alternatif pengelolaan risiko menggunakan pertimbangan ANP. Metode ANP digunakan sebagai strategi atau acuaan dalam melakukan prioritasi pengelolaan risiko dan digunakan sebagai kolaborasi dengan metode ISO 31000 dalam pengambilan keputusan untuk melakukan risk treatment dan risk mitigation.
5
1.3 Batasan Penelitian Batasan masalah yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Produk yang dikaji dan dipahami dalam penelitian ini adalah susu yang didistribusikan melalui sistem supply chain di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Selatan. 2. Indikator yang digunakan sebagai tolak ukur kinerja supply chain risk management meliputi mutu fisik dan kinerja rantai pasok pada susu segar dari peternak sampai konsumen. 3. Identifikasi supply chain dan parameter parameter risiko dilakukan pengepul, koperasi, pedagang besar serta industri dan konsumen rumah tangga. 4. Risiko yang dinilai merupakan risiko yang berpengaruh terhadap produk dalam sistem rantai pasok susu segar dan aksi risiko meliputi risk treatment dan risk mitigation terkait risiko yang sudah teridentifikasi. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk : 1. Mengidentifikasi bentuk sistem supply chain susu segar di Pangalengan, 2. Melakukan analisis risiko yang dimungkinkan terjadi pada sistem supply chain susu segar di Pangalengan. 3. Menyusun rancangan prioritas pengelolaan risiko pada sistem supply chain dengan pertimbangan Analitycal Network Proces
6
1.5 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Mengetahui informasi mengenai pelaku dan perilaku sistem dalam supply chain susu serta risiko didalamnya. 2. Sebagai alternatif solusi mengenai dampak resiko yang ditimbulkan serta melakukan mitigasinya. 3. Memperluas kajian penelitian dalam supply chain management bagi masyarakat luas, produsen, pelaku pasar, dan pelaku supply chain susu segar.
7