BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam era otonomi daerah, masing-masing daerah berlomba-lomba membenahi diri dalam rangka membangun daerahnya. Karena dengan diberlakukannya otonomi daerah berarti daerah itu harus dapat mandiri di segala bidang. Namun, masih dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan otonomi daerah yang telah dicanangkan sejak 1 Januari 2001, diharapkan daerah menjadi mandiri termasuk dalam
meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia, khususnya sumberdaya manusia
Pegawai
Negeri Sipil. Sumberdaya Manusia Pegawai Negeri Sipil yang bertugas di Pemerintah Daerah Propinsi Jambi sampai dengan tahun 2003 sejumlah 6.037 orang PNS. Jumlah ini secara kuantitas cukup besar, sehingga memerlukan pengurusan/pengelolaan yang baik dan benar, termasuk pengelolaan meningkatkan kualitasnya. Karena Pegawai Negeri Sipil berkedudukan sebagai
Abdi Negara, Abdi Masyarakat dan Pelaksana Pemerintahan dan
Pembangunan. Sehubungan dengan itu maka kinerja PNS harus mendapat perhatian, mengingat kinerja PNS dipengaruhi oleh berbagai factor seperti Pendidikan dan Pelatihan, Pemberian Kompensasi, dan Gaya Kepemimpinan. Sesuai keadaan di atas, untuk memenuhi tuntutan global yang diawali membangun daerah Jambi khususnya, maka system pendidikan dan pelatihan pegawai negeri sipil perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini dilakukan guna memperkecil kesenjangan dan kekurang profesionalan
1
aparatur
pemerintah
dalam
melaksanakan
tugas
pemerintahan
dan
pembangunan. Karena tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan satusatunya yang memiliki kompetensi untuk melakukan tugas itu adalah pegawai negeri. Oleh sebab itu pemerintah Daerah Provinsi Jambi telah membagi habis tugas-tugas pemerintahan kepada Dinas-Dinas, Badan, Pelaksana
Teknis
Daerah
Propinsi,
yang
berada
Kantor, dan Unit dibawah
dan
bertanggungjawab kepada Gubernur. Didalam pembagian tugas-tugas pemerintahan Pemerintah Daerah Provinsi yang dikepalai seorang Gubernur, sebagai institusi yang mewakili pemerintah pusat. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Pemerintah Daerah Provinsi mempunyai wewenang pengelolaan
bidang
kehutanan utamanya pengurusan bidang kehutanan yang bersifat lintas kabupaten/kota. Pemerintah Propinsi Jambi sesuai Keputusan Gubernur Jambi tentang Tata Ruang Wilayah Kehutanan tahun 1998, Propinsi Jambi memiliki luas hutan 2.100.000 ha yang terbagi di 9 Wilayah Kabupaten. Jumlah ini secara kuantitas cukup luas dibadingkan dengan aparat pengelola yang memiliki kompetensi untuk mengurusnya. Pemerintah Provinsi Jambi, dalam hal pengurusan wewenang bidang kehutanan sesuai Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 2 Tahun 2001 telah diserahkan kepada institusi Dinas Kehutanan Provinsi Jambi. Dinas Kehutanan Provinsi Jambi dalam melaksanakan tugas struktural yang diberikan oleh Gubernur dibantu 170 Pegawai Negeri Sipil. Namun, secara fungsional pengurusan hutan yang
2
berhubungan dengan pengamanan dari gangguan baik yang diakibatkan oleh orang maupun alam, telah ditunjuk Pegawai Negeri Sipil tertentu yaitu Polisi Kehutanan yang diberi Jabatan Fungsional Khusus dengan Nomenklatur Jagawana. Pemerintah Daerah Provinsi Jambi sampai dengan tahun 2003 telah memiliki pejabat fungsional Jagawana sejumlah
54 orang berpangkat
Pengatur Tk I ke bawah. Pejabat Fungsional Jagawana dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan Pembangunan, diberi wewenang khusus kepolisian yang didasarkan atas keterampilan dan keahlian dan tugas itu bersifat mandiri. Pejabat Fungsional Jagawana, diberi tugas dan wewenang bersifat mandiri maksimal,
dimaksudkan, agar PNS yang bersangkutan berkinerja secara seperti
yang
diatur
didalam
Surat
Keputusan
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Pemerintah Nomor 131/Menpan/1989 dan Surat Keputusan Bersama Menteri Kehutanan dan Badan Kepegawaian Negara Nomor 156/Kpts-II/1991 dan SE/09/1991. Namun, kenyataannya tidak demikian, hal ini terlihat bahwa PNS yang menduduki jabatan fungsional Jagawana dalam masa kerja pangkat dan jabatan 1 tahun 28 poin untuk golongan II/a, 45 poin untuk golongan II/b, 65 poin untuk golongan II/c, dan 83 poin untuk golongan II/d, tidak dapat terpenuhi. Sedangkan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 tentang kenaikan pangkat PNS, dinyatakan bahwa bagi PNS yang menduduki Jabatan Fungsional apabila sekurang-kurangnya telah 2 tahun dalam pangkat yang diduduki dan telah memenuhi angka kredit dapat dinaikan pangkat satu tingkat
3
lebih tinggi termasuk jabatannya. Berikut tabel 1.1 menerangkan perolehan angka kredit pejabat fungsional jagawana Dinas Kehutanan Provinsi Jambi: Tabel 1.1: Perolehan Angka Kredit Komulatif Pejabat Fungsional Jagawana s.d Juni 2003 No
1 1 2 3 4
Golongan
2 II/a II/b II/c II/d
0-2
2- 2,5
3 -
4 -
Masa kerja pangkat dalam tahun 2,5 – 3 3 - 3,5 5 2=81,00 * -
6 2=102,00 **
3,5 - 4 7 -
>4 8 20 17 6 7
Jumlah Perolehan AK 9 =28,00 =40,00 =60,00 =80,00
Keterangan : * Terdapat 2 PNS Gol. II/c dengan masa kerja pangkat 2,5 tahun dapat memperoleh AK = 81,00 ** Terdapat 2 PNS Gol II/d dengan masa kerja pangkat 3 tahun dapat memperoleh AK = 102,00 Sumber Data: Subbag Kepegawaian Dinas Kehutanan Prov. Jambi Juni 2003
Keadaan tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa dari 54 pejabat fungsional Jagawana Dinas Kehutanan Provinsi Jambi yang dapat dinaikan pangkatnya satu tingkat lebih tinggi sejumlah 2 PNS dari Gol. II/c ke II/d dan dan 2 PNS dari II/d ke III/a. Hal tersebut di atas sesuai pengamatan empirik dapat diungkapkan bahwa 4 PNS tersebut apabila dilihat dari keterampilan dalam rangka untuk menunjang pelaksanaan tugas sehari-hari yang bersangkutan memiliki keterampilan lain dari pada pejabat fungsional lainnya, tabel 1.2 dibawah ini mengungkapkan tentang keterampilan yang diperoleh melalui pelatihan seperti berikut:
4
Tabel 1.2 : Komposisi Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Fungsional Jagawana Dinas Kehutanan Provinsi Jambi s.d Juni 2003 No
Golongan Jagawana
1 1 2 3 4
2 II/a II/b II/c II/d
3 54 54 54 54
Jenis Pendidikan dan Pelatihan yang diikuti PPNS Pengukuran Pemadam dan Kebakaran PPKBRI Pemetaan Hutan 4 5 6 7 54 54 2 54 2 54 -
Pengenalan Jenis Pohon 8 -
Keterangan: • Lima puluh empat Pejabat Fungsional Jagawana telah mengikuti pendidikan Jagawana • Empat Pejabat Fungsional Jagawana telah mengikuti pendidikan dan pelatihan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Sumber Data: Subbag Kepegawaian Dinas Kehutanan Prov. Jambi Juni 2003
Dari tabel 1.2 diatas dapat dijelaskan bahwa pejabat fungsional jagawana yang telah mengikuti Pelatihan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dapat melaksanakan tugas penyidikan tindak pidana khusus kehutanan, karena Pelatihan PPNS adalah merupakan pendukung tugas dalam rangka penyidikan tersangka pelanggaran di bidang kehutanan. Sedangkan bagi pejabat fungsional jagawana yang baru mengikuti Pelatihan Jagawana masih belum dapat melaksanakan tugas penyidikan. Sedangkan kompensasi finansial yang berupa pemberian tunjangan jabatan dapat dijelaskan seperi yang tercantum pada tabel 1.3 berikut ini: Tabel 1.3 :
Komposisi Besarnya Tunjangan Jabatan Fungsional Jagawana Dinas Kehutanan Provinsi Jambi s.d Juni 2003 Sesuai Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 2000
No
Golongan
1 1 2 3 4
2 II/a II/b II/c II/d
Besarnya Tunjangan Jabatan Dalam Rupiah 45.000,00 65.000,00 70.000,00 75.000,00 3 4 5 6 20 PNS 17 PNS 8 PNS 9 PNS
Sumber Data Subbag Kepegawaian Dinas Kehutanan Provinsi Jambi
5
Data pada tabel 1.3 di atas menunjukkan bahwa, besarnya kompensasi financial langsung untuk menunjang tugas pokok pejabat fungsional jagawana masih kurang memadai apabila dibandingkan dengan tugas dan tanggung jawabnya, untuk mencapai kinerja yang baik apalagi kompensasi non finansial juga belum dapat diberikan oleh pemerintah, seperti sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan tugas. Berikut tabel 1.4 yang menjelaskan tentang fasilitas yang ada dalam rangka pendukung tugas pejabat fungsional jagawana Dinas Kehutanan Provinsi Jambi. Tabel 1.4 : Daftar Sarana dan Prasarana Jagawana Dinas Kehutanan Provinsi Jambi s.d Juni 2003 No 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jenis 2 Kendaraan Roda 4 Kendaraan Roda 2 Pos Jaga Mobil Pemadam Kebakaran Mobil Penyuluhan Perumahan / Asrama Angkutan Sungai Tempat Pengumpulan Barang Bukti Alat Komunikasi HT Alat Angkutan Barang Bukti
Jumlah 3 2 unit 2 Unit 8 Pos 1 Unit 1 Unit -
Keterangan 4 Baik Baik Baik Baik Baik -
Sumber Data: Subbag Umum Dinas Kehutanan Provinsi Jambi
Dari tabel 1.4 di atas dapat dijelaskan bahwa apabila dibandingkan dengan jumlah personil Jagawana yang mencapai 54 orang PNS fasilitas yang tersebut pada tabel 1.4 sangat kurang memadai. Apabila pejabat fungsional jagawana Dinas Kehutanan Provinsi Jambi dituntut untuk melaksanakan tugas secara professional secara maksimal. Disamping hal-hal yang terurai di atas, seorang pejabat fungsional jagawana agar lebih profesional juga perlu mendapat didukung dari berbagai
6
elemen masyarakat, khususnya pimpinan yang mempunyai wewenang untuk memberdayakan pejabat tersebut, karena keprofesionalan dalam melaksanakan suatu pekerjaan dapat terjadi tergantung dari berbagai facktor diantaranya belum diberkannya wewenang secara penuh dibidang tugasnya. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman empirik, pejabat fungsional Jagawana di Dinas Kehutanan Provinsi Jambi belum diberi wewenang secara penuh oleh pimpinan menengah (Kasubdin) di Dinas Kehutanan Provinsi Jambi yang memberdayakan langsung pejabat fungsional Jagawana, hal ini terlihat bahwa pelaksanaan tugas pokok pejabat fungsional jagawana masih harus menunggu perintah pimpinan unit organisasi setelah memperhatikan rekomendasi dari pimpinan di tingkat menengah. Selain itu, berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Anggaran
Departemen Keuangan RI PNS yang menduduki Jabatan Fungsional Jagawana tiap bulannya diberi tunjangan jabatan berkisar antara Rp. 45.000,00 s.d Rp. 75.000,00, hal ini apabila dibandingkan dengan tugas dan tanggungjawab seorang jagawana sangat minimal, untuk melakukan tugas yang dapat memicu kinerja secara maksimal. Selanjutnya
kompensasi non finansial seperti fasilitas sarana dan
prasarana yang dapat digunakan untuk melaksanakan tugas berdasarkan data yang ada pada Sub Bagian Umum juga masih minim. Disamping kompensasi non finansial yang minim tingkat Pendidikan formal berdasarkan data di Sub Bagian Kepegawaian dari 54 orang PNS yang menduduki jabatan fungsional Jagawana seluruhnya berpendidikan
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas,
7
sedangkan
pelatihan keterampilan sebagian besar yang dimiliki pejabat
fungsional jagawana hanya latihan Jagawana. Selanjutnya
tugas pokok dan fungsi pejabat fungsional Jagawana,
sesuai peraturan perundang-undangan dinyatakan “bahwa pejabat fungsional dalam melaksanakan tugas tidak mengenal system manajerial namun, senyatanya masih mengenal system tersebut, sehingga kinerja pejabat fungsional Jagawana pada Dinas kehutanan Provinsi Jambi belum dapat menunjukkan kinerja yang maksimal. Keadaan yang masih memberlakukan system manajerial terhadap pejabat fungsional jagawana dalam melaksanakan tugas ini, disebabkan adanya Gaya Kepemimpinan yang dimiliki oleh para pejabat structural yang terkait dengan Pejabat Fungsional Jagawana Dinas Kehutanan Provinsi Jambi. Sehubungan dengan uraian di atas, maka saya tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam TESIS dengan Judul “PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN, KOMPENSASI, DAN GAYA
KEPEMIMPINAN
TERHADAP
KINERJA
PEJABAT
FUNGSIONAL JAGAWANA PADA DINAS KEHUTANAN PROPINSI JAMBI”
8
2. Perumusan Masalah Pendidikan dan Pelatihan, pemberian kompensasi terhadap pejabat fungsional baik kompensasi langsung maupun tidak langsung, serta gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi dan kondisi kerja maka pejabat fungsional Jagawana akan lebih terdorong untuk meningkatkan kinerjanya. Dari penelitian awal tampak gejala
bahwa masih kurangnya
penambahan pendidikan dan pelatihan terhadap pejabat fungsional itu sendiri, peningkatan pemberian kompensasi baik kompensasi financial maupun kompensasi non financial yang bertujuan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan yang memadai dan meningkatkan kegairahan kerja guna meningkatkan kinerja pejabat fungsional Jagawana. Masih kurangnya diberikan wewenang
dari pimpinan tentang
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang telah digariskan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan masih rendahnya kompensasi yang diberikan oleh pemerintah kepada para pejabat fungsional jagawana guna memotivasi
yang
tujuannya
meningkatkan
kinerja
pejabat
tersebut.
Sesuai uraian di atas maka penulis dalam penelitian ini akan mengungkapkan permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimana pengaruh factor Pendidikan dan Pelatihan, Kompensasi, dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pejabat Fungsional Jagawana Dinas Kehutanan Propinsi Jambi
9
2.
Diantara factor Pendidikan dan Pelatihan, Kompensasi, dan Gaya Kepemimpinan mana yang
dominan berpengaruh terhadap Kinerja
Pejabat Fungsional Jagawana Dinas Kehutanan Propinsi Jambi.
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian 1) Untuk mengetahui pengaruh factor Pendidikan dan Pelatihan, Kompensasi, dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pejabat Fungsional Jagawana Dinas Kehutanan Propinsi Jambi. 2) Untuk mengetahui diantara
Pendidikan dan Pelatihan, Kompensasi,
dan Gaya Kepemimpinan factor mana yang
dominan berpengaruh
terhadap Kinerja Pejabat Fungsional Jagawana Dinas Kehutanan Propinsi Jambi.
3.2 Manfaat Penelitian 1) Manfaat Akademik Dengan mengetahui Kinerja pejabat fungsional Jagawana Dinas Kehutanan Propinsi Jambi yang dipengaruhi oleh Pendidikan dan Pelatihan, pemberian Kompensasi, dan Gaya Kepemimpinan diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan tentang teori manajemen sumberdaya manusia.
10
2) Manfaat Praktis Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh informasi yang hasil kajiannya dapat: a. Memberikan alternatif kebijaksanaan pada Pemerintah Daerah Propinsi Jambi u.p. Dinas Kehutanan Propinsi Jambi dalam membuat
rencana
Pendidikan
dan
Pelatihan,
Pemberian
Kompensasi, dan Gaya Kepemimpinan terhadap para pejabat Fungsional Jagawana b. Memberikan bahan referensi bagi penelitian lebih lanjut dalam obyek dan topik yang sama. c. Memberikan data dan informasi mengenai aplikasi teori Kinerja khususnya pejabat fungsional jagawana Dinas Kehutanan Propinsi Jambi.
2. Kerangka Pemikiran
Efektivitas organisasi tidak dapat terlepas dari persoalan kinerja karena organisasi dapat berjalan secara efektif
tergantungan bagaimana
kinerjanya anggota organisasi itu sendiri.kinerja merupakan prediktor bagi efektivitas organisasi. Demikian juga, ia merupakan prediktor penting bagi efisiensi, kinerja dalam hal ini kinerja pegawai, secara umum didefinisikan sebagai derajat sejauh mana para pegawai menyelesaikan tuntutan-tuntutan pekerjaan Milkovich dan boundreau, (1991:91). Hal penting dari definisi ini adalah bahwa kinerja berkaitan dengan penyelesaian pekerjaan. Untuk menyelesaikan suatu pekerjaan ada tuntutan – tuntutan yang melekat di
11
dalamnya
yang
merupakan
persyaratan.
diklasifikasikan menjadi tiga aspek, yaitu ;
Tuntutan
tersebut
dapat
aspek skill, kemampuan, aspek
kebutuahan dan aspek watak. Sedangkan menurut Milkovich dan Boundreau, (1991:91) kinerja dapat terwujud berhubungan erat dengan dua aspek perilaku dan aspek yang berhubungan dengan hasil. Menurut Mitchel (1985, : 392) mengemukakan bahwa kinerja merupakan interaksi antara dua factor penting, yaitu kemampuan dan motivasi. Dengan adanya formulasi tersebut, kemampuan dan motivasi, harus ada dalam diri karyawan apabila organisasi menginginkan kinerja yang tinggi. Hal tersebut jelas bahwa kemampuan tanpa motivasi tidak akan menghasilkan level output yang tinggi. Dalam arti bahwa mengetahui tanpa kerja keras atau kerja keras tanpa kemampuan tidak akan memberikan memberikan sumbangan yang besar terhadap autput. Kinerja menurut Metchel
(1991 : 410) dapat diukur
menggunakan beberapa dimensi seperti: ukuran volume atau kuantitas output, kualitas pekerjaan, ketepatan dalam pekerjaan, inisiatif, kemampuan, dan komunikasi. Albanenese (1978:219) menyebutkan empat determinan utama dari kinerja, ke empat determinan tersebut adalah: motivasi, kemampuan, persepsi peran, dan situasional organisasi. Motivasi atau usaha merupakan aspek yang membuat orang mau bekerja. Kemampuan dan skill merupakan factor yang membuat orang mampu atau dapat mengerjakan sesuatu. Persepsi peran merupakan pencerminan dari pengetahuan mengenai apa yang akan
12
dikerjakan. Ke tiga diterminan tersebut akhirnya dipengaruhi oleh factor situasional organisasi, factor situasi merupakan pengkondisi yang membuat orang mau, mampu, dan tahu mengenai pekerjaan para pegawai. Hal penting dalam sebuah perusahaan adalah mensosialisasi para karyawannya kedalam budaya perusahaan agar mereka dapat menjadi karyawan yang produktif dan efektif, segera setelah memasuki dan menjadi anggota system social pada perusahaan. Suatu cara utama untuk melakukan hal itu adalah melalui pendidikan dan pelatihan. hal ini diperlukan karena penempatan karyawan dalam pekerjaan secara langsung tidak menjamin mereka akan berhasil. Karyawan baru sering merasa tidak pasti tentang peranan dan tanggungjawab mereka, permintaan pekerjaan dan kapabilitas karyawan haruslah seimbang melalui program orientasi dan pelatihan. Keduanya sangat dibutuhkan, sekali para karyawan telah dilatih dan telah menguasai pekerjaannya, mereka membutuhkan pengembangan lebih jauh untuk menyiapkan tanggung jawab mereka di masa depan. Terdapat kecenderungan yang terus terjadi, yaitu semakin beragamnya karyawan dengan organisasi yang lebih datar dan persaingan global yang meningkat, upaya pelatihan dan pendidikan dapat menyebabkan karyawan mampu mengembangkan tugas kewajiban dan tanggung jawabnya yang lebih besar. Menurut Syafri Mangkuprawira (2002), Pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu
13
serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksnakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Sedangkan menurut T. Hani Handoko (1993) Pelatihan dimaksudkan memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin. Latihan menyiapkan para karyawan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan sekarang. Selanjutnya menurut Alex S. Nitisemito (1983) Latihan/training adalah suatu kegiatan dari perusahaan yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan memperkembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dari para karyawannya,
sesuai
dengan
keinginan
dari
perusahaan
yang
bersangkutan. Selanjutnya menurut Santoso (2000: 24) Pendidikan dan Pelatihan dapat meningkatkan kinerja pejabat fungsional. Sedangkan Pendidikan dan pelatihan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 101 Tahun 2000 menetapkan tujuan pendidikan dan pelatihan sebagai berikut: 1) Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara professional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi; 2) Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa; 3) Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang beorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat;
14
4) Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola piker dalam melaksnakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik. Selanjutnya sasaran Pendidikan dan Pelatihan adalah tersedianya Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kualitas kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing. Pendidikan dan pelatihan tersebut diatas akan dapat meningkatkan Kinerja Pejabat Fungsional Jagawana apabila didukung dengan factor-faktor lainnya seperti adanya pemberian kompensasi yang sesuai, faktor kompensasi juga sangat menentukan dalam meningkatkan kinerja para pegawai. Hubungan kerjasama antar individu dalam organisasi, baik antara atasan dengan bawahan, maupun antara atasan yang setara, ataupun antara bawahan yang ada, tidak selalu sesuai dengan yang diinginkan setiap pihak. Sifat hubungan sangat dipengaruhi oleh organisasi melalui kebijaksanaan pemberian kompensasi seperti : gaji, promosi jabatan, jaminan hari tua, dan fasilitas lainnya. Bahkan perilaku individu juga dipengaruhi oleh kualitas lingkungan kerja dan fasilitas kerja yang disediakan organisasi. Menurut T. Hani Handoko (1994:155) kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa atas kerja mereka. Faustino Cardoso Gomes (2000:129) menjelaskan bahwa masalah kompensasi berkaitan dengan konsistensi internal dan eksternal. Konsistensi internal berkaitan dengan konsep penggajian relatif dalam organisasi. Pada sisi lain, konsistensi eksternal berkaitan dengan tingkat relatif struktur penggajian dalam organisasi dibandingkan dengan struktur penggajian yang berlaku diluar organisasi.
15
Selain kompensasi, kinerja suatu organisasi di pengaruhi pula oleh gaya kepemimpinan. Menurut Dann Sugandha (1986) Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi pengikut/bawahan untuk melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Dari definisi tersebut terdapat kata kunci ialah mempengaruhi yang dapat dilakukan oleh pimpinan dengan berbagai cara, apakah memaksa dengan kekuasaan yang ada, apakah menyuruh, mengintruksikan, membujuk, mengancam, atau melalui pendekatan kemanusiaan dan psikologis sedemikian rupa sehingga mereka bawahan mau melakukan kegiatan. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diajukan suatu konsep pemikiran tentang pengaruh Pendidikan dan Pelatihan, Kompensasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pejabat Fungsional Jagawana sebagai berikut: Gambar 1 : Bagan Kerangka Pemikian Pendidikan dan Pelatihan
Kompensasi
Kinerja Pejabat Fungsional Jagawana Jagawana
Gaya Kepemimpinan
5. Hipotesis 1) Faktor
Pendidikan dan Pelatihan, Kompensasi dan Gaya Kepemimpinan
berpengaruh terhadap Kinerja Pejabat Fungsional Jagawana Dinas Kehutanan Provinsi Jambi
16
2) Faktor pendidikan dan pelatihan merupakan factor yang pailing berpengaruh terhadap Kinerja Pejabat Fungsional Jagawana Dinas Kehutanan Provinsi Jambi
6. Metode Penelitian 6.1. Rancangan Penelitian Kajian penelitian ini secara impiris meneliti
bagaimana
kinerja para pejabat fungsional Jagawana golongan II/d ke bawah Dinas Kehutanan Provinsi Jambi yang dipengaruhi oleh
pendidikan dan
pelatihan, pemberian kompensasi, dan persepsi Gaya Kepemimpinan. Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Dinas Kehutanan Propinsi Jambi, dengan menggunakan instrumen Kuesioner yang diisi oleh PNS golongan II/d kebawah yang menduduki Jabatan Fungsional Jagawana. Jenis data yang diperlukan adalah untuk data sekunder adalah berupa hasil perolehan angka kredit dari bulan Januari 2003 sampai dengan bulan Juni 2003. 6.2 Populasi. Jumlah seluruh populasi (N) yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah 54 Pejabat Fungsional Dinas Kehutanan Propinsi Jambi. Intensitas sampling yang digunakan adalah 100 % (Sugiyono 1997), sehingga jumlah yang dijadikan responden dalam pengumpulan data dan informasi sebanyak 54
orang.
17
6.3 Metode Pengumpulan Data Dalam
mengumpulkan
pegumpulan data.
data
diperlukan
berbagai
teknik
Pada penelitian ini akan digunakan kombinasi dua
teknik pengumpulan data, yaitu: 1. Library research, yakni dengan membaca dan mempelajari literaturliteratur yang ada hubungannya dengan masalah yang sedang diteliti. 2. Field Research, yaitu secara langsung terjun ke Instansi yang dijadikan objek penelitian guna mencari data yang dibutuhkan, baik dengan cara a. Melakukan interview atau wawancara langsung dengan Pejabat Fungsional Jagawana dan pihak-pihak yang terkait di Dinas Kehutanan Propinsi Jambi. b. Menyebarkan kuisioner atau daftar pertanyaan kepada para Pejabat Fungsional Jagawana yang dijadikan sebagai responden.
6.4 Operasionalisasi Variabel Untuk mengetahui besarnya pengaruh diklat, kompensasi, dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja Pejabat Fungsional Jagawana, dilakukan pengukuran terhadap variabel-variabel penelitian. Untuk maksud tersebut, dilakukan operasionalisasi variabel yaitu menjabarkan
variabel
atau
subvariabel kedalam indikator. Sesuai dengan variabel-variabel yang akan diukur, maka operasionalisasi
ariabel dalam penelitian ini dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
18
Tabel 5 : Operasionalisasi Variabel Penelitian Variabel
Konsep Variabel
Indikator
Ukuran
Skala
Nomor Pertanyaan
- Kinerja (Y)
Melaksanakan tugas dengan hasil yang berkualitas baik dan benar
-Melaksanakan Tugas Perlindungan Hutan dan Melaksanakan Tugas Perlindungan Hasil Hutan -Melaksanakan tugas penunjang tugas Jagawana
Kuantitatif
Ratio
1
- Diklat (X1)
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
-Jumlah Diklat yang diikuti -Ketepatan materi bidang kerja
Kuantitatif
Ordinal
2,3,4,5,6,7, 8, 9
- Kompensasi (X2)
Meningkatkan kegairahan dan ketenangan kerja
-Sistem Kompensasi -Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Kuantitatif
Ordinal
10,11,12,13, 14,15,16,17
- Gaya Kepemimpinan (X3)
-Bawahan mau dan mampu mengi kuti apa yang dipe rintahkan pimpi nan
- Komunikasi - Persepsi Gaya Kepemimpinan yang di gunakan
Kuantitatif
Ordinal
18,19,20,21, 22,23,24,25,
6.5 Teknik Analisis Data dan Uji Statistik Selanjutnya berdasarkan operaionalisasi variable diatas, dari indicatorindikator tersebut, akan dijabarkan dalam bentuk item-item pertanyaan. Di dalam setiap item pertanyaan terdapat range score (1-5), masing-masing jawaban tersebut memiliki bobot skor yang berbeda. Dan proses pemberian skor ini akan dihasilkan 5 kategori jawaban yaitu: a. Kategori Setuju/Selalu/sangat positif diber skor
:5
b. Kategori Setuju/Sering/positif diberi skor
:4
c. Kategori Ragu-ragu/kadang-kadang/netraldiberi skor
:3
d. Kategori tidak Setuju/Hampir Tidak Pernah/negatif diberi skor
:2
e. Kategori Sangat Tidak Setuju/Tidak pernah diberi skor
:1
19
Prosedur di atas dipakai dengan mendasarkan pada prosedur yang paling umum digunakan yaitu skala likert. Sugiyono (1997), skala likert kadang-kadang disebut suatu Penilaian yang dijumlah karena semua jawaban diberi suatu bobot dan kemudian ditambahkan untuk mendapatkan suatu jumlah. Skala likert ini kemudian menskala individu yang bersangkutan dengan menambahkan bobot dari jawaban yang dipilih. Data hasil survey yang sudah diperoleh akan diolah lebih lanjut sebelum digunakan dalam perhitungan dengan program SPSS (Stastitical Product Service Solution), 10,0 for windows. Analisa regresi digunakan untuk mengetahui bentuk pengaruh yang ada atau diperkirakan ada diantara variabel independent (X) dengan variabel dependent (Y). Adapun yang akan dibahas oleh peneliti disini adalah bentuk hubungan antara Pengaruh diklat terhadap Kinerja Pejabat Fungsional Jagawana. Analisa regresi yang digunakan dalam regresi linier berganda dengan formulasi sebagai berikut : Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + e Dimana : Y = Kinerja Pejabat Fungsional Jagawana X1 = Pendidikan dan Pelatihan X2 = Kompensasi X3 = Gaya Kepemimpinan a = konstanta b = koefisien regresi e = variabel pengganggu.
20
Untuk melakukan uji hipotesis terhadap kemaknaan korelasi Spearman, pada umumnya digunakan hipotesis bahwa kedua variabel X dan Y tersebut tidak saling berkorelasi satu sama lain (Soelistyo, 1982: 128). Uji hipotesis pengaruh untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut: a. Uji F Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (diklat) secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebas (kinerja). Untuk menguji pengaruh antara variabel dependen dengan variabelvariabel independen yang terdapat dalam model regresi bisa digunakan uji F. Uji statistik F dengan membandingkan antara Fhitung Dengan F Tabel . Sebelum membandingkan nilai F tersebut, ditentukan terlebih dahulu tingkat kepercayaan (1 – α) dan derajat kebebasan (degree of freedom : K1 = K, K2 = n – K + 1) sehingga bisa ditetapkan nilai kritis. Hipotesis di atas menggunakan analisis 2 sisi (2 tails). Jika Fhitung > Ftabel disebut signifikan karena H0 ditolak dan Ha diterima, artinya variabelvariabel independen (X1, X2, X3) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (Y). b. Parsial Test Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen maka dilakukan uji secara individual sebagai berikut:
21
H0 : β1 = 0 Ha : β1 ≠ 0 (setidak-tidaknya ada 1 (satu) β1 ≠ 0 Pengujian ini juga menggunakan tingkat kepercayaan 95 % atau α = 5 % dan derajat kebebasan (degree of freedom : n – k – 1) untuk menentukan nilai kritis. Untuk pengujian ini juga dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel masing-masing sehingga bisa ditentukan apakah hipotesis yang telah dibuat signifikan atau tidak signifikan.
22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.
KINERJA Yang dimaksud dengan kinerja (job performance) dalam hal ini adalah kinerja pegawai. Bernadin dan Russell (1993: 379) mendifinisikan, kinerja adalah catatan hasil (outcome) yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan atau suatu kegiatan tertentu selama suatu periode waktu tertentu. Hadari
Nawawi
(1997:234)
mendefinisikan,
kinerja
adalah
hasil
pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik/material maupun non fisik/non-material, dalam suatu tenggang waktu tertentu. Seculer (1996:3) dan Stone (1995:181) menegaskan bahwa secara keseluruhan, penilaian kinerja merupakan suatu ukuran efektivitas organisasi. Melalui upaya tenaga kerja secara individu dimana tujuan-tujuan organisasi dapat dicapai, jika kinerja pegawai dapat diperbaiki, maka kinerja organisasi akan meningkat. Dengan demikian penilaian kinerja pegawai merupakan suatu aktivitas yang kritis dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia. Keberhasilan pemanfaatan penilaian kinerja pegawai akan sangat menolong perkembangan organisasi. Berbeda dengan pendekatan penilaian kinerja secara tradisional dimana kinerja pegawai dibandingkan dengan standar-standar, untuk pegawai dengan kinerja yang baik/memenuhi standar diberi imbalan, sedangkan yang tidak memenuhi standar dikenai sanksi. Pendekatan modernmenyediakan umpan balik untuk melakukan tindakan perbaikan (corrective action) untuk selalu mengupayakan peningkatan kinerja pegawai.
23
Telah banyak dikembangkan mengenai penilaian kinerja, namun dapat
disimpulkan terdapat dua macam tujuan yang akan dicapai (Henry
Simamora, 1997:423) yaitu: tujuan pokok penilaian kerja adalah menghasilkan informasi yang akurat tentang perilaku dan kinerja anggota organisasi. Tujuan khusus, yaitu sebagai alat
evaluasi (evaluation) dan
pengembang (development). Disatu pihak instansi dalam hal ini Dinas Kehutanan Provinsi Jambi memerlukan evaluasi yang obyektif dari kinerja masa lalu individu-individu dan dilain pihak Dinas Kehutanan Provinsi Jambi membutuhkan alat untuk membantu pimpinan agar dapat membantu individu-individu dan dilain pihak pimpinan
membutuhkan alat untuk
membantu individu-individu meningkatkan kinerja mereka, merencanakan pekerjaan mendatang, mengembangkan keahlian-keahlian dan kemampuankemampuan bagi pertumbuhan karir, dan mempererat kualitas hubungan antara pimpinan dan pegawai. Selain itu tujuan penilaian kinerja secara lebih rinci sebagaimana diuraikan oleh T. Hani Hndoko (1996 : 135), akan memberikan berbagai kegunaan sebagai berikut: a) Perbaikan kinerja Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan unit pengolahan tenga kerja dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka untuk memperbaiki kinerja.
24
b) Penyesuaian kompensasi Atas dasar penilaian kinerja dapat membantu pengambilan keputusan dalam menentukan kenaikan upah/gaji, pemberian bonus dan bentuk kompensasi / imbalan lainnya. c) Keputusan penempatan Promosi, transfer dan demosi biasanya didasarkan pada prestasi kerja/kinerja atau antisipasinya. d) Kebutuhan latihan dan pengembangan Kinerja yang jelek mungkin menunjukkan kebutuhan latihan, demikian juga kinerja yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan. e) Perencanaan dan Pengembangan karir Umpan balik kinerja mengarahkan keputusan – keputusan karir yaitu tentang jalur karir tertentu yang harus diteliti f) Penyimpangan proses staffing Kinerja yang baik atau kinerja yang jelek bias mencerminkan kekuatan / kelemahan proses staffing yang dilaksanakan. g) Ketidak akuratan informasi Kinerja yang jelek mungkin menunjukkan kesalahan – kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana-rencana sumber daya manusia, atau komponen-komponen lain dalam system informasi sumber daya manusia.
25
h) Kesalahan desain pekerjaan Kinerja yang jelek mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan, Penilaian kerja dapat membantu diagnosa kesalahan tersebut. i) Kesempatan kerja yang adil Penilain kinerja secara akurat dapat memberikan sumbangan pada pengambilan keputusan internal tanpa diskriminasi j) Tantangan eksternal Kadang-kadang kinerja dipengaruhi juga factor – factor di luar lingkungan kerja seperti keluarga, kesehatan, kondisi finansial atau masalah-masalah pribadi lainnya. Dengan diketahuinya masalah-masalah tersebut, unit yang mengelola sumber daya manusia mungkin dapat memberikan bantuan penyelesaiannya. Berkaitan menjelaskan
dengan
pentingnya
kinerja, suatu
Henry
manajemen
Simamora kinerja
(1997:434) (performance
management), yaitu alat untuk memadukan perilaku-perilaku kerja para karyawan dengan suatu alat untuk memadukan perilaku-perilaku kerja para karyawan dengan tujuan-tujuan organisasi. Terdapat berbagai cara untuk mengelola kinerja, dan apapun system yang dipakai, system tersebut perlu selaras dengan kultur dan prinsip-prinsip yang berlaku dengan organisasi. Sebagian besar system manajemen kinerja mempunyai beberapa elemen. a) Mendifinisikan kinerja, hal ini penting sekali agar dapat menunjang tujuan-tujuan strategi organisasi. Penetapan sasaran-sasaran yang jelas
26
bagi masing-masing karyawan adalah komponen kritis dari menejemen kinerja b) Mengukur kinerja, tidak perlu dipahami secara sempit tapi dapat juga menghasilkan beraneka macam jenis kinerja yang diukur melalui berbagai cara. Kuncinya adalah melakukan pengukuran kinerja dan menggunakan informasi tersebut untuk melakukan tindakan koreksi (misalnya pada pertengahan periode) c) Umpan balik dan pengarahan, informasi ini diperlukan bagi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya. Tanpa umpan balik dan pengarahan yang baik, kecil kemungkinannya karyawan mengetahui bahwa perilakunya tidak sinkron dengan tujuan-tujuan organisasi.
2. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 1. Pengertian Pada dasarnya pendidikan dimaksudkan untuk mempersiapkan sumber daya manusia dalammemasuki dunia kerja, yang dapat dilaksanakan sebelum maupun pada saat seseorang terikat pada pekerjaan tertentu. Sikula (1981) sebagaimana dikutip Martoyo ( 1994, hal: 55-57) menguraikan bahwa pendidikan lebih bersifat filosofis dan teoritis, lebih menekankan pengetahuan umum dengan waktu studi relatif lama (long term) dibandingkan pelatihan.
27
Sedangkan pelatihan bersifat keterampilan teknis operasional, lebih menekankan pada pengetahuan khusus yang berkaitan dengan pekerjaan dengan waktu studi relatif singkat (short term). Menurut Soepriyanto (2000, hal : 85) pendidikan atau pengembangan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang pengetahuan umum dan pengetahuan ekonomi pada umumnya, termasuk peningkatan penyusunan teori pengambilan keputusan dalam mengahadapi persoalan-persoalan perusahaan. Sedangkan pelatihan adalah kegiatan untuk memperbaiki kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan operasional dalam dalam menjalankan suatu pekerjaan. Dengan demikian pelatihan dapat diartikan pula sebagai proses pembinaan pengertian dan
pengetahuan
terhadap sekelompok fakta, aturan serta
metode yang terorganisasikan dengan mengutamakan pembinaan kejujuran dan keterampilan operasional. Selanjutnya Martoyo (1994, hal 55-57) mengemukakan bahwa pelatihan lebih mengutamakan “Technical Skills” dari pada “Conceptual Skills”, sedangkan pendidikan lebih mementingkan
“Conceptual Skills”, dari pada
“Technical Skills”. Namun untuk aspek “Human Relation Skills” keduanya mempunyai bobot yang hampir sama.
2. Perencanaan Diklat
28
Agar pelaksanaan diklat memperoleh hasil secara optimal, maka diperlukan perencanaan yang matang. Dalam konteks pelaksanaan pelatihan, terdapat teori umum yang disebut “training cycke” sebagaimana dikemukakan oleh Brokes (1995, hal 31) sebagai berikut: a) Indentifikasi Kebutuhan Diklat Indentifikasi kebutuhan diklat merupakan tahap awal dalam proses penyelenggaraan diklat. Sasaran indentifikasi kebutuhan diklat dapat dilakukan pada tiga tingkatan (Rae, 1990 hal: 11; Brokes, 1995 hal: 1995 hal: 32; Reay, 1994 hal : 14; dan Soeprihanto, 2000 hal: 87) sebagai berikut: 1. Tingkat Organisasi (Organisasi Needs), yaitu memuat rumusan kebijakan diklat dan jenis diklat yang dibutuhkan untuk seluruh unit organisasi. Pada tingkat ini, indentivikasi menyoroti tempat atau organisasi mana yang membutuhkan diklat. 2. Tingkat Jabatan (Occupational Needs), yaitu memuat jenis-jenis diklat yang dibutuhkan untuk menduduki suatu jabatan tertentu. 3. Tingkat individu (Individual Needs), yaitu memuat jenis diklat yang dibutuhkan oleh setiap individu dalam organisasi. Setelah kebutuhan tingkat organisasi dan tingkat jabatan telah diperoleh, selanjutnya diindentivikasi siapakah yang akan memerlukan diklat dalam hal unit organisasi atau kelompok jabatan tersebut. Boydel
sebagaimana
dikutip
oleh
Martoyo
(1994,
hal:
60-61)
mengemukakan agar pelaksanaan diklat dapat mencapai hasil maka harus
29
disusun secara sistematis mencakup perencanaan yang dapat memberikan orang berkesempatan belajar dalam usaha mencapai hasil-hasil yang dituntut oleh pekerjaan. Selanjutnya salah satu aspek perencanaan diklat yang sistematis tersebut adalah pengungkapan Kebutuhan Pelatihan (Training Need Indentification). Pengungkapan kebutuhan pelatihan tersebut mencakup: a) Untuk jabatan manakah pelatihan diperlukan. i.
Karena kelemahan yang ada sekarang atau
ii.
Untuk bekal bagi perkembangan masa depan.
b) Berapa orang yang akan memerlukan pelatihan untuk jabatan tertentu. c) Menetapkan prioritasnya. i.
Hal-hal apakah yang amat kritis
ii.
Dimanakah pelatihan itu dapat membawa hasil yang secepatcepatnya atau sebesar-besarnya.
iii.
Sumber/sarana san faktor apa yang akan menghambat keputusan – keputusan dalam penetapan prioritas. Brokes (1995, hal: 101) menyebutkan beberapa manfaat Indentifikasi
Kebutuhan Pelatihan sebagai berikut: a) Memungkinkan setiap karyawan mendapatkan informasi dari pimpinan tentang perkembangan organisasi. b) Dapat mengetahui siapa-siapa yang mungkin akan sangat dipengaruhi oleh perubahan organisasi. c) Mengetahui kemampuan/keterampilan yang dimiliki oleh setiap individu.
30
d) Mengetahui tingkat kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan perubahan-perubahan atau tugas organisasi. e) Mengetahui kebutuhan SDM dalam organisasi yang mungkin dapat dipenuhi melalui rekruitmen, relokasi, mutasi atau pensiun. f) Mengetahui kebutuhan riil organisasi apakah melalui pelatihan atau non pelatihan, misalnya rekruitmen pegawai baru, Up-dating teknologi, dan lain-lain. g) Kelangsungan organisasi dapat dipertahankan dan dikembangkan karena kebutuhan organisasi secara dini dapat diketahui. h) Pelatihan dapat dilaksanakan lebih effektif dan efisien. Werther, WB dan K. Davis (1993, hal : 570) menyatakan bahwa kegiatan indentifikasi kebutuhan pelatihan dapat mendiagnose permasalahan saat ini dan yang akan datang yang diantaranya permasalahan tersebut dapat diselesaikan melalui diklat. Perubahan strategi dalam suatu organisasi seringkali membutuhkanpelatihan agar karyawan dapat menyesuaikannya. Sebagai contoh produk atau sistem pelayanan baru dalamsuatu perusahaan memerlukan prosedur baru yang harus diketahui oleh karyawan. a. Tujuan dan Sasaran Diklat Sesuai Peraturan Pemerintah RI Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan danPelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil menetapkan tujuan diklat sebagai berikut:
31
i. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi; ii. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa; iii. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat; iv. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik. Selanjutnya sasaran diklat adalah tersedianya Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kualitas kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan masingmasing. Martoyo (1994, hal: 60) mengemukakan bahwa tujuanpokok program pendidikan
danpelatihan
adalah
dapat
ditingkatkannya
kemampuan,
keterampilan, dan sikap karyawan/anggota organisasi sehingga lebih efektif dan efisien dalam mencapai sasaran program ataupun tujuan organisasi. Sikula (1981) sebagaimana dikutip oleh Martoyo (1994, hal: 60) menyebutkan delapan jenis tujuan pengembangan sumber daya manusia sebagai berikut: a) Productvitiy
: produktivitas personil dan organisasi
b) Quality
: kualitan produk organisasi
c) Human Resources Plainning
: Perencanaan sumber daya manusia
d) Morale
: semangat personil dan iklim organisasi
32
e) Indirect Compensation
: meningkatkan kompensasi.
f) Health and safety
: kesehatan mental dan fisik
g) Obsolescence prevention
:
pencegahan
merosotnya
kemampuan
personel h) Personnel growth
: pertumbuhan kemampuan personel secara
individual
Selanjutnya Manulang (1982, hal: 37) menyebutkan adanya 13 manfaat pendidikan dan pelatihan sebagai berikut: a) Menaikan rasa puas pegawai b) Pengurangan pemborosan c) Mengurangi ketidak hadiran dan “turover” pegawai d) Memperbaiki metode dan sistem bekerja e) Menaikkan tingkat penghasilan f) Mengurangi biaya-biaya lembur g) Mengurangi biaya pemeliharaan mesin-mesin h) Mengurangi keluhan pegawai i) Mengurangi kecelakaan-kecelakaan j) Memperbaiki komonikasi k) Meningkatkan pengetahuan pegawai l) Memperbaiki moral pegawai m) Menumbuhkan kerja sama yang lebih baik Soeprihanto (2000, hal : 88-89) mengatakan bahwa pelatihan dapat memberikan manfaat baik bagi karyawan maupun perusahaan sebagai berikut:
33
1. Kenaikan produktivitas perusahaan baik kuantitas maupun kualitas 2. Kenaikan moral kerja: Apabila peltihan dilaksanakan sesuai kebutuhan perusahaan, maka akan tercipta hubungan kerja yang harmonis antar karyawan dan antar karyawan dengan manajemen perusahaan. 3. Menurunnya pengawasan Apabila karyawan bekerja pada kemampuan diri sendiri, maka para pengawas tidak terlalu dibebani untuk setiap saat melakukan pengawasan. 4. Menurunnya angka kecelakaan Dengan meningkatnya kemampuan para karyawan, maka kesalahan dan kecelakaan akan lebih banyak dapat dihindari. 5. Menaikkan stabilitas dan fleksibilitas tenaga kerja. Dengan meningkatnya kemampuan para karyawan, maka stabilitas produk akan dapat terjaga, dan terjadi fleksibilitas dalammengganti karyawan yang tidak kerja (cuti, ijin, dan lain lain) 6. Mengembangkan pertumbuhan pribadi b. Pelaksanaan Diklat Keberhasilan pelaksanaan pelatihan tergantung dari beberapa faktor ( Brokes, 1955, hal : 103 ) yaitu: 1. Ketepatan indentifikasi kebutuhan pelatiahan dan kesadaran peserta terhadap perlunya pelatihan 2. Keyakinan
pimpinan
dan
staf
bahwa
pelatihan
tersebut
dapat
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
34
3. Penggunaan metodologi pembelajaran yang tepat 4. Pengajar, pelatih, dan pembimbing memiliki pengetahuan teknis substantif dan kemampuan pengajar / melatih dan membimbing peserta. 5. Intraksi yang kuat antara sasaran pelatihan, metodologi yang diterapkan dan partisipasi dari peserta pelatihan. Ditinjau dari aspek keterkaitan dengan pekerjaan, maka pelaksanaan pelatihan dapat dikelompokkan kedalam 2 metode ( Martoyo, 1994, hal: 62) yaitu: 1. On the Job Training On the job training adalah pelatihan yang dilaksanakan dengan materi sesuai pekerjaan yang dilakukan sehari-hari. Pelatihan yang termasuk dalam kategori ini antara lain adalah magang, coaching, tour of duty, job intruction training, job rotation, proyek khusus, bacaan selektif, dan lainlain. 2. Off The Job Training Off The Job Training adalah pelatihan yang dilaksanakan dengan meninggalkan pekerjaannya sehari-hari. Pelatihan yang termasuk dalam katagori ini antara lain adalah kursus, pertemuan khusus, vestibulle training, roleplaying, case study dan lain-lain. Reece dan Walter (1994, hal: 116) mengemukakan bahwa metode penyampaian materi tergantung dari besar kecilnya kelompok sasaran (peserta), yaitu kelompok besar (lebih dari 20 orang), kelompok kecil ( 5-20 orang), dan individu (kurang dari 5 orang)
35
Selanjutnya metode penyampaian yang paling sesuai untuk kelompok sasaran tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kelompok besar (lebih dari 20 orang) a. Kuliah b. Demontrasi c. Diskusi d. Debat e. Tanya Jawab f. Penayangan Vidio 2. Kelompok kecil (5-20 orang) a. Seminar b. Work shop c. Brainstorming d. Field trip e. Bermain peran f. Simulasi g. Studi kasus 3. Individu (kurang dari 5 orang) a. Penugasan b. Tutorial c. Belajar jarak jauh (Distance learning).
36
Werther, WB dan K. Davis (1993, hal: 576) mengemukakan bahwa metode pelatihan sangat tergantung banyak hal. Tidak ada satupun metode yang selalu paling baik. Jadi penerapan metode yang terbaik tergantung dari: 1. Biaya yang tersedia 2. Program yang dikehendaki 3. Sarana dan prasarana pembelajaran (fasilitas) yang tersedia 4. Kebutuhan dan kapabilitas peserta 5. Kapabilitas pelatih 6. Prinsip-prinsip pembelajaran c. Evaluasi Diklat Evaluasi diklat pada dasarnya dilaksanakan untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang diperoleh dari diklat tersebut. Pada umumnya diklat didisain untuk memberikan keuntungan bagi organisasi dan peserta diklat. Diklat dikatakan berhasil apabila dipenuhi beberapa hal (Brokes, 1995, hal: 177) yaitu : 1. Pserta dapat mengerjakan apa yang diharapkan sebelumnya 2. Permasalahan yang dihadapi dapat diselesaikan serta potensipermasalahan yang akan timbul dapat dicegah. 3. Investasi organisasi untuk diklat dirasakan bermanfaat dan efektif 4. Kredibilitas pelatih dan penyelenggara meningkat. Rae (1993, hal: 95) menyebutkan bahwa evaluasi diklat pada dasarnya dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu “ Input evaluation” dan “outcome evaluation”. Input evaluation berkaitan dengan metode kurikulum, sarana, materi/bahan, pelatih
37
dan peserta diklat. Sedangkan outcome evaluation berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada individu (pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja) dan produktivitas organisasi setelah dilaksanakan diklat. Werther, WB dan K. Davis (1993 , hal: 580) menyatakan bahwa sebelum evaluasi pelaksanaan diklat dilakukan perlu disiapkan terlebih dahulu kreteria evaluasi. Selanjutnya evaluasi dapat dilakukan dalam 3 tahapan tata waktu yaitu: 1. Pre training evaluation 2. On-going evaluation 3. Post training evaluation Terhadap peserta diklat, pre training evaluation dimaksudkan untuk mengetahui level/tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki sebelum mereka terjun dalam program diklat. On going evaluation dimaksudkan untuk mengetahui secara dini perubahan (positif) yang terjadi pada peserta selama mengikuti diklat. Sedangkan post training evaluation dimaksudkan untuk mengetahui apakah diklat yang diikuti memberikan peningkatan kualitas kerja, baik bagi organisasi maupun individu.
3. Kompensasi Kompensasi atau balas jasa adalah merupakan salah satu faktor yang sangat penting baik untuk kepentingan pekerjaan maupun untuk kepentingan organisasi, kompensasi bagi organisasi perusahaan adalah merupakan unsur pembiayaan, dilain pihak bagi pekerja kompensasi
38
merupakan sumber penghidupan ekonomi, dan dengan kompensasi tersebut sekaligus merupakan penentu status social dalam lingkungan masyarakat. Penentuan kompensasi atau balas jasa yang sesuai handaknya didasarkan atas hasil usaha perusahaan sebagai prestasi dari para karywan sebagai ukuran adalah kemampuan perusahaan untuk dapat membayar kompensasi atau balas jasa tersebut kepada karyawan perusahaan, sehingga tidak mengganggu kelangsungan hidup perusahaan. Dessler (1998 : 349-350) mengemukakan pengertian kompensasi sebagai berikut: “ Kompensasi pegawai berarti bahwa semua bentuk penggajian atau ganjaran yang mengalir kepada pegawai dan timbul dari kepegawaian mereka”. Selanjutnya dikatakan bahwa yang termasuk unsure-unsur pokok kompensasi adalah sebagai berikut: 1) Kompensasi yang bersifat finansial baik yang mencakup uang secara langsung (direct financial payment) maupun pembayaran yang tidak langsung (indirect financial payment). Pembayaran uang secara langsung meliputi : gaji, upah, insentif, komisi, dan bonus; sedangkan pembayaran kompensasi yang bersifat tidak langsung meliputi : tunjangan asuransi, tunjangan hari tua, dan tunjangan lainnya. 2) Kompensasi yang bersifat non financial seperti yang tidak mudah dikuantifikasikan, yaitu ganjaran-ganjaran seperti pekerjaan yang lebih menantang, jam kerja yang lebih luas, dan kantor yang lebih bergengsi.
39
Kedua unsur pokok tersebut diatas dapat mendorong para pekerja atau karyawan untuk lebih produktif dalam melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga dengan demikian akan menghasilkan produktivitas tenaga kerja maupun produktivitas perusahaan. Alex S. Nitisemino (1991: 150) mengemukakan bahwa: Kompensasi adalah merupakan balas jasa yang diberikan oleh perusahaan (instansi) kepada para pegawai (Karyawannya) yang dapat dinilai secara tetap”. Lebih lanjut dikemukakan bahwa kompensasi selain upah, dapat juga berupa tunjangan inatura fasilitas perumahan, fasilitas kendaraan, dan masih banyak yang lain dapat dinilai dengan uang serta cenderung diterimakan secara tetap. Selanjutnya menurut T. Hani Handoko (1994:161) mengemukakan proses kompensasi sebagai berikut: “Proses kompensasi adalah suatu jaringan berbagai sub proses yang kompleks dengan maksud untuk memberikan batas jasa kepada karyawan bagi pelaksanaan pekerjaan dan untuk memotivasi mereka agar mencapai tingkat prestasi kerja yang diinginkan”. Melihat ketiga pengertian tersebut di atas, maka jelaslah kompensasi atau balas jasa merupakan hal yang sangat penting bagi suatu organisasi perusahaan dan karyawan, karena kompensasi dapat mempengaruhi kegiatan suatu usaha perusahaan. Selanjutnya Mondy dkk (1990:432) memberikan pengertian tentang kompensasi yaitu “ Conpensation refers to every type of reward that individuals
40
receive in return for their labour”. Apa yang dikemukakan Mondy tersebut ternyata mempunyai persamaan dengan Dessler bahwa kompensasi meliputi pembayaran dalam bentuk finansial baik secara langsung maupun tidak langsung, dan pembayaran dalam bentuk non financial meliputi: pekerjaan (job) dan lingkungan kerja (job environment). Namun dalam penelitian ini hanya dibatasi pada kompensasi dalam bentuk finansial baik pembayaran secara langsung maupun secara tidak langsung. Menurut Odi Erne dan Hermanson (1996:265) mengemukakan bahwa tujuan utama yang dapat dilihat dalam program kompensasi perusahaan, yaitu: 1. Mengahsilkan keadilan 2. Memberikan kedudukan kompetitif Pengertian mengenai kompensasi yang adil disini adalah suatu pembayaran yang tidak berat sebelah, yang berarti bahwa pembayaran yang diterima oleh seorang pekerja atau karyawan adalah adil dalam hubungannya dengan orang lain didalam di luar perusahaan. Dengan perkataan lain, pembayaran adil dimaksudkan sebagai pembayaran cukup berimbang baik perusahaan maupun bagi pekerja. Kompensasi yang memberikan kedudukan kompetitif dimaksudkan bahwa perusahaan membayar cukup untuk menarik calon yang memadahi atau lebih dari memadahi untuk satu kedudukan tertentu. Dengan demikian, nampaknya bahwa masalah kompensasi bukanlah merupakan masalah yang sederhana tetapi suatu masalah yang cukup kompleks sehingga setiap perusahaan pada dasarnya diharapkan mempunyai suatu pedoman tentang bagaimana balas jasa yang tepat
41
dan adil. Ketepatan, tidak hanya terbatas dalam jumlah yang diberikan, tetapi masih banyak factor-faktor lain yang merupakan cakupan atau balas jasa. Sebagaimana yang dikemukakan Alex S. Nitisemito (1991:188-204), bahwa kompensasi harus memenuhi beberapa criteria, yaitu: 1) Harus memenuhi kebutuhan minimal 2) Harus dapat mengikat 3) Harus dapat menimbulkan semangat dan kegairahan kerja 4) Tidak boleh statis 5) Harus adil 6) Komposisi dari kompensasi harus diperhatikan Keenam kreteria tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Harus memenuhi kebutuhan minimal Sebagaimana yang telah diuraikan bahwa kompensasi adalah pendapatan bagi karyawana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya paling tidak untuk mencukupi atau memuaskan kebutuhan pokok seperti kebutuhan akan makan, pakaian, perumahan, dan kebutuhan biologis. Oleh karena ituperusahaan harus berupaya sedemikian rupa agar kompensasi yang diberikan terhadap karyawan sedapat mungkin digunakan untuk memenuhi kebutuhan minimal. Disamping itu memperhatikan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah terutama dalam hal penetapan upah minimal dan juga kompensasi minimal yang berlaku dalam masyarakat setempat, khususnya bagi perusahaan yang sejenis.
42
2) Harus dapat mengikat Apabila
perusahaan
berusaha
menarik
karyawan
yang
cukup
berpengalaman, maka perusahaan berusaha menawarkan pemberian kompensasi yang tinggi atau semacamnya. Sehingga karyawan yang mau menerima tawaran tersebut akan beralih masuk keperusahaan lain. Akan tetapi bagi perusahaan yang tidak menginginkan hal seperti itu terjadi, terutama bagi karyawan yang telah mengikuti berbagai pelatihan disamping tenaganya sangat dibutuhkan perusahaan, maka perusahaan harus mengimbangi pemberian kompensasi yang ditetapkan dapat mengikat karyawannya. 3) Harus dapat menimbulkan semangat kegairahan kerja Beberapa factor yang mempengaruhi semangat dan kegairahan kerja misalnya karena situasi lingkungan kerja, pemberian kompensasi yang kurang memuaskan terlalu letih dalam bekerja, dan sebagainya. Akan tetapi yang paling sering terjadi adalah dimana karyawan masih berusaha mendapatkan tambahan diluar perusahaan, sehingga kadang-kadang tugas pokok dalam perusahaan sering kali diabaikan dan ditinggalkan.Apabila kondisi ini terjadi maka perusahaan perlu memperhitungkan atau meninjau kembali
penetapan
pemberian
kompensasi
tersebut
agar
dapat
menimbulkan semangat dan kegairahan kerja bagi karyawan dalam melaksanakan tugasnya dengan baik.
43
4) Tidak boleh bersifat statis Pemberian kompensasi pada umumnya dilakukan dalam bentuk pinansial sehingga kemungkinan nilai riilnya akan mengalami fluktuasi. Untuk itu perusahaan harus senantiasa mengikuti perkembangan yang terjadi dalam masyarakat sehingga perusahaan dapat menyesuaikan kebijaksanaan terhadap keadaan yang sedang terjadi. Faktor-faktor yang menyebabkan penetapan kompensasi dapat ditinjau kembali adalah: adanya perubahan tingkat upah penduduk, perubahan undang-undang atau peraturan tentang besarnya upah, dan perubahan tingkat upah dari perusahaan lain 5) Harus adil Pemberian kompensasi yang adil dimaksudkan agar para karyawan mendapatkan apa yangseharusnya mereka terima sesuai dengan resiko pekerjaan, tanggung jawab pekerjaan, prestasi kerja karyawan. Karyawan yang diperlakukan secara adil akan merasa senang menerimanya. 6) Komposisi dn Kompensasi harus diperhatikan Sebagaimana yang telah dijelaskan terdahulu bahwa pemberian kompensasi dapat berupa financial maupun non financial. Kompensasi dalam bentuk financial dapat diperoleh dari gaji/upah, bonus, dan insentif lainnya. Sedangkan pemberian kompensasi dalam bentuk non financial dapat berupa fasilitas-fasilitas seperti rumah, kendaraan, dan fasilitas lainnya. Meskipun demikian pemberian kompensasi semuanya harus dinilai dengan uang dan diberikan relatif secara tetap. Pemberian kompensasi juga tergantung dari kebijaksanaan perusahaan, apakah semuanya diberikan dalam bentuk uang
44
atau tidak dan jika tidak, maka perusahaan harus menetapkan komposisi yang harus diberikan pada karyawan. Dari uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa didalam menetapkan besarnya kompensasi atau balas jasa tidaklah begitu mudah, melainkan sangat kompleks dan perusahaan harus memperhatikan berbagai aspek agar realisasi pemberian kompensasi tersebut mempunyai dampak positif terhadap karyawan guna meningkatkan produktivitas karyawan.
4. Kepemimpinan 4.1 Pengertian Kepemimpinan Istilah kepemimpinan berasal dari terjemahan bahasa enggeris yaitu “Leadership”. Asal kata “Leader” yang berarti pimpin. Dari kata pimpin ini lahirlah kata “memimpin”, yang artinya membimbing atau menuntun dengan kata “memimpin yaitu orang yang berfungsi memimpin orang yang membimbing atau menuntun. Sehingga dalam perkembangan selanjutnya muncul istilah kepemimpinan. Secara definitif istilah kepemimpinan yang menurut George R. Terry seperti dikutif Winardi (1979:372) sebagai berikut: Kepemimpinan adalah hubungan dimana satu orang yakni pemimpin mempengaruhi pihak lain untuk bekerjasama secara sukarela dalam usaha mencapai hal-hal yang diinginkan oleh pimpinan tersebut.
45
Selanjutnya Onong Uhcyana Effendi (1975:1) mengemukakan pengertian kepemimpinan dengan memberikan batasan sebagai berikut: “Kepemimpinan menunjukkan proses kegiatan seseorang dalam memimpin, membimbing, mempengaruhi atau mengontrol pikiran, perasaan atau tingkah laku orang lain”. Dari definisi-definisi yang telah terurai diatas mengandung arti bahwa kepemimpinan itu merupakan: 1. Suatu proses; 2. Pengaruh yang dimiliki oleh seseorang; 3. Proses mempengruhi itu dilakukan tanpa paksaan; 4. Adanya suatu tujuan yang hendak dicapai. Kepemimpinan sebagai suatu pengaruh yang dimiliki seseorang seperti yang didefinisikan oleh Robert Tannenbum (1984:28) adalah sebagai pengaruh antar pribadi yang dilaksanakan dalam situasi dan diarahkan melalui proses komunikasi kepada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dari pandangan ini memberikan arti bahwa individu – individu berbeda pengaruh dari perilaku mereka terhadap kegiatan-kegiatan kelompok atau organisasi dalam mencapai tujuan. Kepemimpinan sebagai suatu penerimaan pengaruh secara sukarela oleh sejumlah anggota suatu kelompok dari pemimpinnya, hal ini memberikan gambaran
bahwa
dalam
pencapaian
tujuan
yang
telah
ditetapkan,
kepemimpinan mengarah kepada suatu bentuk persuasi atau himbauan dan ajakan yang dilakukan oleh pemimpin terhadap bawahannya, bukannya
46
dengan pengarahan atau ancaman terselubung yang akan melahirkan sikap terpaksa dari bawahannya. Seperti yang dikatakan H.Koontz dan Co. Donnell yang dikutip S. Pamudji, (1982: 16) bahwa kepemimpinan adalah kegiatan mempersuasi (mengajak) orang-orang untuk bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan. Dari seluruh peranan tersebut di atas, diharapkan pemimpin dapat melaksanakan kepemimpinannya dengan baik. Menurut Hoslet, seperti yang dikutip oleh Zainudin Lubis (1963:12) agar pemimpin itu berhasil, ia akan berdaya upaya agar dapat mengendalikan tindak tanduk yang dipimpinnya antara lain dengan cara: 1. Paksa, pemimpin itu menggunakan alat-alat kekuasaanya untuk memaksa memilih kegiatan – kegiatan tertentu yang diinginkannya; 2. Tawar menawar, antara kedua belah pihak untuk melaksanakan cara-cara tertentu dari berbagai cara yang dianjurkan; 3.
Membujuk, memimpin menyediakan alat-alat dan berharap supaya menerima pemimpinnya dengan setia;
4. Gotong royong, pemimpin menciptakan siatuasi yang di dalamnya terapat kegiatan-kegiatan yang kalau dikerjakan bersama-sama akan berlaku sebagai alat bersama. Akan tetapi pada hakekatnya memilih cara tertentu yang tersebut diatas, tetap berpatokan pada situasi, sebagaimana kepemimpinannya itu sendiri, kareana pada umumnya telah terdapat dalam garis kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Karena setiap pemimpin harus memilih sifat-
47
sifat tertentu yang akan menunjang bagi tindakan dan pemikiran kearah mana proses kepemimpinannya itu akan diarahkan.
4.2 Tipe-tipe Kepemimpinan Menurut Sondang P. Siagian (1986:41-44) terdapat 4 macam tipetipe kepemimpinan yaitu: 1) Tipe otokratis yaitu pemimpin bertindak direktif, memberi perintah, instruktif, pengarahan; 2) Tipe kebebasan pemimpin memberkan kebebasan kepada bawahan untuk bertindak, se-olah kepemimpinan pimpinan tidak ada; 3) Tipe Demokrasi pimpinan mengikut sertakan semua yang terkait dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanannya mengarah kepada tim kolegal. 4) Tipe penggabungan pimpinan berasumsi bahwa situasi dan kondisi tidak tetap dan selalu berobah apakah karena tujuan prioritas, mendadak, tingkat kebutuhan, tehnologi disebabkan temperamen manusia yang tidak tetap maka tidak boleh tidak pola gaya kepemimpinan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi tersebut.
4.3 Teknik – Tehnik Kepemimpinan Teknik kepemimpinan dapat dikatakan merupakan kemampuan seseorang atau pemimpin yang baik secara konseptual atau dengan berbagai macam sumber daya dan sarana, yang ada untuk menciptakan situasi yang memungkinkan
48
timbulnya semangat bawahan untuk berperilaku sesuai dengan tujuan organisasi. Dimana factor pentingnya ada pada seorang pemimpin dalam menggerakkan bawahannya adalah bagaimana ia berusaha menerapkan pola atau cara teknik kepemimpinan dengan tepat. Dalam menerapkan teknik kepemimpinannya ia berusaha menampilkan sikap bahwa yang dimilikinya dalam situasi dan kondisi yang tepat. Karena sikap yang ditampilkan dalam situasi yang tepat akan memungkinkan bagi terselenggaranya teknik-teknik kepemimpinan dengan baik dan dapat diikuti secara sukarela oleh bawahan. Sehubungan dengan upaya pemimpin dalam melaksanakan teknik-teknik kepemimpinan tersebut S. Pamudji ( 1986:114-121) memberikan 6 (enam) macam teknik yang meliputi: 1) Teknik pematangan / penyiapan pengikut; 2) Teknik human relations 3) Teknik menjadi teladan 4) Teknik penggunaan system komunikasi yang cocok 5) Teknik persuasi dan pemberian perintah 6) Teknik menyediakan fasilitas-fasilitas
4. 4 Sifat-Sifat Kepemimpinan Dari beberapa teknik kepemimpinan yang tersebut diatas dapat dilaksnakan dengan baik apabila adanya sifat-sifat kepemimpinan yang dimiliki oleh pemimpin itu sendiri yang mengarah kepada ketepatan dalam
49
menerapkan teknik tersebut sesuai hal tersebut menurut Kartini Kartono (1986:61-62) bahwa terdapat tiga sifat kepemimpinan yaitu: 1) Sifat kepemimpinan kemanusiaan; 2) Sifat kepemimpinan efisiensi 3) Sifat kepemimpinan kesejahteraan dan keberhasilan
4.5 Syarat-Syarat Kepemimpinan Untuk dapat melaksanakan ke tiga sifat kepemimpinan maka perlu ditentukan syarat-syarat kepememimpinan seperti yang dikemukakan oleh Soewarno Hardayaningkrat ( 1988:70) bahwa syarat-syarat kepemimpinan terdiri dari 2 syarat yaitu: memenuhi syarat minimal seperti: 1) Memiliki watak yang baik (karakter, budi, dan moral) 2) Memiliki inteljensi yang tinggi 3) Memiliki kesiapan lahir dan bhatin Dan memenuhi syarat lainnya seperti: 1) Memiliki kesadaran akan tanggungjawab; 2) Memiliki sifat kepemimpinan yang menonjol; 3) Dapat membimbing dirinya dengan asas kepemimpinan; 4) Dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan dan perintah – perintah dengan penuh rasa tanggungjawab serta mampu membimbing anak buahnya dengan baik dan menggemblengnya menjadi suatu kesatuan yang efektif;
50
5) Dapat mengenal anak buahnya, memahami sepenuhnyaakan sifat dan tingkah laku masing-masing dalam segala macam keadaan, suasana dan pengaruh; 6) Dapat memahami akan cara bagaimana seharusnya mengukur dan menilai kepemimpinannya.
51
BAB III HASIL PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Dinas Kehutanan Provinsi Jambi terhadap kinerja pejabat fungsional jagawana, semua informasi yang dapat diperoleh pada Dinas Kehutanan Provinsi Jambi yang berkenaan dengan topik ini akan diteliti namun karena terbatasnya waktu tenaga dan dana yang dapat disediakan untuk penelitian ini analis akan mempunyai sifat terbatas. Seperti yang dicantumkan pada Bab sebelumnya bahwa Dinas Kehutanan Provinsi Jambi dalam melaksanakan tugas pokok fungsinya memiliki 170 pegawai dan 54 diantaranya sebagai pejabat fungsional Jagawana yang menjadi perhatian dalam penelitian ini.
3.1.1 Sejarah Singkat Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Dinas Kehutanan Provinsi Jambi berdiri pada tahun 1980 dengan Peraturan Daerah Jambi Nomor 5 Tahun 1980 dengan sebutan Dinas Kehutanan Provinsi Daerah Tingkat I Jambi dan dikepalai seorang Kepala Dinas, dibantu 6 pejabat structural eselon III.B dengan 24 pejabat structural eselon IV.B membawahi 4 Cabang Dinas Kehutanan yang tersebar di 6 Kabupaten dan 1 Kota Madya, 11 Ranting Dinas Kehutanan dan 31 Resor Pemangkuan Hutan. Pada tahun 2001 dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah Dinas Kehutanan Provinsi Daerah Tk I Jambi diintegrasikan dengan Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Provinsi Jambi dengan sebutan Dinas Kehutanan
52
Provinsi Jambi yang dikepalai seorang Kepala Dinas, dibantu 5 pejabat stuktural eselon III.A dan 18 pejabat structural eselon IV.A dan 54 Pejabat Fungsional Jagawana.
3.1.2 Struktur Organisasi Setiap badan usaha atau instansi pemerintah pada hakekatnya adalah merupakan suatu organisasi, yang diartikan sebagai kumpulan orang-orang yang bekerjasama dalam suatu system kerja tertentu untuk mewujudkan tujuan tertentu pula. Sehingga dengan demikian arti dari oragnisasi adalah adanya sekumpulan orang, adanya hubungan dalam bentuk kerja sama dan adanya tujuan yang ingin dituju. Untuk mencapai tujuan tersebut secara efektif, maka tujuan organisasi haruslah dapat dimengerti oleh orang-orang yang terlihat di dalamnya sehingga semua tindakan sesuai dengan tujuan yang telah diterapkan. Disamping itu pula perlu adanya kerja sama antar peserta dalam instansi, baik vertical maupun horizontal. Untuk itu perlu disusun struktur organisasi sebagai suatu kerangka, agar para pegawai dapat menentukan kegiatan yang harus dilakukannya sesuai dengan keahliannya. Kemudian ditentukan pula bagaimana hubungan antar pegawai sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing. Sehingga jelas bahwa tanpa adanya organisasi yang baik, tujuan organisasi akan sulit dicapai. Dengan demikian untuk mencapai tujuan perusahaan perlu adanya hubungan yang harmonis antar orang-orang yang ada dalam perusahaan dan
53
mengkoordinir mereka guna bersama-sama mencapai tujuan perusahaan sesuai dengan tugas dan kemampuannya masing-masing. Dalam kaitannya
pelaksanaan tugas pada suatu organisasi, perlu
adanya suatu struktur organisasi yang menggambarkan garis hubungan garis hubungan kerja sama, garis susunan hirarki yang ada dalam organisasi. Suatu struktur yang efektif memberi kesempatan orang-orangnya bekerja sama secara efektif, dan tiap-tiap organisasi mempunyai struktur organisasi yang berbeda, tergantung tujuan dan kegiatan serta besarnya perusahaan. Pada Dinas Kehutanan Provinsi Jambi walaupun terdiri dari beberapa Subdin dan kelompok jabatan fungsional, jenis struktur organisasi yang digunakan adalah struktur organisasi garis dan staff untuk masing-masing unit kerja. Adapun kebaikan dari organisasi garis dan staff ini adalah : 1) Pimpinan lebih leluasa dalam memberikan saran terhadap tugas khusus diluar bagiannya; 2) Staff dapat membantu untuk mengatasi berbagai persoalan sehingga akan memperingan pekerjaan dan meningkatkan efisiensi kerja 3) Staff dapat mendidik para petugas 4) Adanya kesatuan dalam pimpinan sehingga menciptakan aliran kekuasaan dengan jelas.
54
3.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan keputusan Gubernur Jambi Nomor: 231 Tahun 2001
Dinas
Kehutanan Propinsi Jambi mempunyai tugas : 1. Membantu Gubernur di bidang tugasnya; 2. Memimpin segala kegiatan Dinas; 3. Memberikan saran-saran dan atau pertimbangan kepada Gubernur baik diminta atau tidak, sehubungan dengan langkah-langkah atau tindakan yang perlu diambil dibidang tugasnya tepat pada waktunya; 4. Melaksanakan perintah atau instruksi Gubernur; 5. Mengadakan komunikasi dan koordinasi dengan dinas/instansi lainnya untuk kelancaran tugas-tugas Dinas; 6. Melaporkan segala kegiatan kepada Gubernur; 7. Membina Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD). Selanjutnya berdasarkan Keputusan Gubernur tersebut Dinas Kehutanan Propinsi Jambi dipimpin seorang Kepala yang disebut Kepala Dinas Kehutanan, Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Jambi dalam menjalankan tugasnya dibantu 6 (enam) pejabat struktural dibawahnya yaitu: 1. Kepala Bagian Tata Usaha 2. Kepala Subdinas Penataan Kawasan Hutan 3. Kepala Subdinas Bina Usaha dan Produksi 4. Kepala Subdinas Perlindungan Hutan 5. Kepala Subdinas Bina Hutan dan Konservasi Alam dan
55
6. Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Inventarisasi dan Pemetaan Hutan Menperhatikan Surat Keputusan Gubernur Jambi Nomor 231 Tahun 2001 tugas pembinaan dan pengelolaan kepegawaian di lingkungan Dinas Kehutanan
Propinsi
Jambi
menjadi
tanggungjawab
Sub
Bagian
Kepegawaian. Ditinjau dari sudut manajemen, pengelolaan dan pembinaan SDM dapat terwujud apabila didukung oleh unsur perencanaan (planning) yang tepat, penempatan (placement) yang sesuai, pengembangan (development) yang terencana serta evaluasi secara menyeluruh. Sebagai tindak lanjut pelaksanaan otonomi daerah, telah diserahkan sebanyak 297 PNS Dinas Kehutanan Propinsi Jambi kepada Pemerintah Kabupaten / Kota lingkup Propinsi Jambi, jumlah PNS Dinas Kehutanan Propinsi Jambi sebelumnya sebanyak 445 orang sehingga pada saat ini tinggal 148 orang dengan rincian sebagai berikut: 1. Menurut unit kerja a. Bagian Tata Usaha
: 34 Orang
b. Subdinas Penataan Kawasan Hutan
: 17 Orang
c. Subdinas Bina Usaha dan Produksi
: 16 Orang
d. Subdinas Perlindungan Hutan
: 30 Orang
e. Subdinas Bina Hutan dan Konservasi Alam
: 12 Orang
f. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Jamlah
: 39 Orang :148 Orang
56
2. Menurut Golongan a. Golongan IV
=
6
Orang
b. Golongan III
=
65
Orang
c. Golongan II
=
75
Orang
d. Golongan I
=
2
Orang
3.1.3 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil pengisian kuesioner yang diberikan kepada 54 responden, dan kemudian dilakukan penilaian kuantitatif dengan skor untuk masing-masing jawaban berkisar antara 1 (satu) sampai 5 (lima) diperoleh data sebagaimana disajikan pada tabel 3.1 berikut: Tabel 3.1 Rekapitulasi Data Hasil Penelitian No_Res 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Diklat
Kompensasi G_Kepem D+K+G Kinerja 36 38 40 114 32 34 37 103 32 32 34 98 32 35 32 99 36 34 34 104 38 36 38 112 34 32 32 98 36 34 36 106 38 38 40 116 32 32 34 98 34 35 36 105 36 34 36 106 38 35 38 111 35 32 35 102 34 34 34 102 32 36 32 100 34 35 34 103
40 38 36 38 34 32 35 34 36 32 34 38 32 35 34 35 32
57
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
36 34 36 32 40 32 40 38 36 38 34 32 35 34 36 40 34 38 32 35 34 35 32 34 36 35 38 32 36 32 34 34 38 34 38 34 40
38 32 36 32 34 34 39 34 36 32 35 32 32 36 38 38 36 38 32 34 36 38 35 34 32 34 36 34 36 32 40 36 40 38 40 32 35
36 34 36 32 40 32 40 38 36 38 34 32 35 34 36 40 34 38 32 35 34 35 32 34 36 35 38 32 36 32 34 30 38 34 32 34 38
110 100 108 96 114 98 119 110 108 108 103 96 102 104 110 118 104 114 96 104 104 108 99 102 104 104 112 98 108 96 108 100 116 106 110 100 113
34 36 35 38 32 32 40 38 36 38 34 32 35 34 36 36 34 38 32 35 34 35 32 34 36 35 39 34 36 32 35 34 40 36 40 32 40
Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dari data hasil penelitian yang telah dihimpun, kemudian dikaji dengan analisis regresi sebagai berikut:
58
1. Analisis Regresi Sederhana, yaitu untuk mengetahui secara parsial hubungan antara variabel Pendidikan dan Pelatihan (X1) dengan Kinerja (Y) bagi PNS yang menduduki Jabatan Fungsional Jagawana di Dinas Kehutanan Propinsi Jambi. Hubungan antara variabel tersebut dapat digambarkan dengan formula sebagai berikut: Y = a + b1 X1 Dimana : Y = Variabel Kinerja X1 = Variabel Pendidikan dan Pelatihan a = Konstanta b1 =
Koefisien regresi yang menggambarkan besarnya perubahan variabel Kinerja (Y) yang dipengaruhi oleh variabel Pendidikan dan Pelatihan (X1).
2. Analisis Regresi Sederhana antara variabel Kompensasi
(X2) dengan
Kinerja (Y) bagi PNS yang menduduki Jabatan Fungsional Jagawana di Dinas Kehutanan Propinsi Jambi. Hubungan antara variabel tersebut dapat digambarkan dengan formula sebagai berikut: Y= a + b2 X2 Dimana: Y
= Variabel Kinerja
X2
= Variabel Kompensasi
a
= Konstanta
59
b2
=
Koefisien regresi yang menggambarkan besarnya perubahan variabel
Kinerja
(Y)
yang
dipengaruhi
oleh
variabel
Kompensasi (X2) 3. Analisis Regresi Sederhana antara variabel Gaya Kepemimpinan
(X3)
dengan Kinerja (Y) bagi PNS yang menduduki Jabatan Fungsional Jagawana di Dinas Kehutanan Propinsi Jambi. Hubungan antara variabel tersebut dapat digambarkan dengan formula sebagai berikut: Y= a + b3 X3 Dimana: Y
= Variabel Kinerja
X3
= Variabel Gaya Kepemimpinan
a
= Konstanta
b3
=
Koefisien regresi yang menggambarkan besarnya perubahan variabel Kinerja (Y) yang dipengaruhi oleh variabel Gaya Kepemimpinan X3
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan bantuan program statistik SPSS diperoleh hasil analisis regresi sederhana untuk mengetahui hubungan antara variable Pendidikan dan Pelatihan (X1) dengan variabel Kinerja (Y) sebagai berikut:
60
Tabel 3.2 Hasil Pengolahan Pengeruh Variabel Pendidikan dan Pelatihan bagi PNS yang menduduki Jabatan Fungsional Jagawana dengan Kinerja Model Summary Model R R Square Adjusted R Std Error of the Square Estimate 1 .443 .197 .181 2.22 Predictors : (Constant), Pendidikan dan Pelatihan PNS Yang menduduki Jabatan Fungsional Jagawana ANOVA Mode l 1
Sum of Squares Regression 62.968 Residual 257.402 Total 320.370 a. Predictors : (Constant), Diklat Fungsional Jagawana b. Devendent Variable: Kinerja
Df
Mean Square 62.968 4.950
F
Sig.
1 12.721 .001 52 53 PNS yang menduduki Jabatan
Coefficients Model 1
(Constant) Diklat
Unstandardized Coefficients B 19.480 .449
Std.Error 4.435 .126
Unstandardized Coefficients Beta .443
T
Sig.
4.393 3.567
.000 .001
Dependent Variable : Kinerja Persamaan regresi sederhana yang diperoleh adalah sebagai berikut: Y = 19.48+ 0,449 X1 Dari persamaan matematis tersebut diperoleh keterangan bahwa terdapat hubungan positif antara variabel Pendidikan dan Pelatihan yang dimiliki para pejabat fungsional jagawana di Dinas Kehutanan Propinsi Jambi dengan variabel Kinerja bagi PNS tersebut. Dengan perkataan lain bahwa semakin banyak Diklat yang diikuti oleh para pejabat fungsional
61
semakin
tinggi tingkat akurasi tingkat kinerja pejabat fungsional
jagawana pada dinas kehutanan propinsi jambi. Sebaliknya semakin sedikit diklat yang diikuti semakin rendah tingkat kinerjanya. Selanjutnya untuk mengetahui tingkat signifikansi hubungan antara kedua variabel tersebut dilakukan analisis dengan menggunakan instrumen analisis of variance (ANOVA) dengan uji F. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. H0 diterima; apabila tidak ada hubungan yang nyata antara variabel Pendidikan dan Pelatihan pejabat fungsional jagawana (X1) dengan variabel Kinerja (Y). 2. H0 ditolak; apabila terdapat hubungan yang nyata antara variabel Pendidikan dan Pelatihan pejabat fungsional jagawana (X1) dengan variabel Kinerja (Y). Secara statistik dapat digambarkan sebagai berikut: H0 diterima jika Prob. F > α H0 ditotak jika Prob. F < α Berdasarkan tabel analisa keragaman di atas, diperoleh informasi bahwa nilai F hitung sebesar 12.72. dengan siginifikansi (Prob. F = 0,01), sedangkan nilai α = 0,05 Dengan demikian nilai Prob. F < α, atau H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat hubungan yang nyata antara variabel diklat bagi pejabat fungsional jagawana tersebut.
62
Tingkat kekuatan hubungan antara variabel diklat dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,44 Nilai ini menunjukkan bahwa hubungan antara dua variabel tersebut termasuk kategori sedang. Sedangkan untuk mengetahui besar kecilnya hubungan antara dua variabel tersebut dapat diketahui dari nilai koefisien determinasi (r2 ) sebesar 20 % Hal ini berarti bahwa varibel Diklat kontribusi sebesar 20 % terhadap Kinerja Pejabat Fungsional Jagawana Dinas Kehutanan Propinsi Jambi. Adapun data hasil pengolahan untuk mengetahui pengaruh pemberian Kompensasi
dengan Kinerja pejabat fungsional
jagawana disajikan pada tabel berikut: Tabel 3.3 Hasil Pengolahan Pengeruh Variabel Kompensasi bagi PNS yang menduduki Jabatan Fungsional Jagawana dengan Kinerja
Model Summary R Square Adjusted Square 1 .391 .153 .136 Predictors : (Constant), Kompensasi Model
R
R Std Error of the Estimate 2.28
ANOVA Mode l 1
Regression Residual Total
Sum Squares 48.879 271.492 320.370
of Df 1 52 53
Mean Square 48.879 5.221
F 9.362
Sig. .003
a. Predictors : (Constant), Pemberian Kompensasi terhadap Pejabat Fungsional Jagawana Dinas Kehutanan Propinsi Jambi b. Devendent Variable: Kinerja
63
Coefficients
Model 1
(Constant) Kompensasi
Unstandardized Coefficients B 21.162 .402
Std.Error 4.618 .132
Unstandardized Coefficients Beta .391
T 4,583 3.060
Dependent Variable : Kinerja Selanjutnya hubungan regresi sederhana antara variabel Kompensasi (X2) dengan variabel Kinerja bagi PNS yang menduduki jabatan fungsional jagawana diperoleh Persamaan regresi sebagai berikut: Y = 21.16 + 0,40 X2 Dari persamaan regresi tersebut diperoleh keterangan bahwa pengaruh positif antara variabel Kompensasi yang diberikan kepada PNS yang menduduki jabatan fungsional jagawana di Dinas Kehutanan Propinsi Jambi dengan variabel Kinerja bagi PNS tersebut. Dengan perkataan lain bahwa semakin lengkap pemberian kompensasi terhadap pejabat fungsional jagawana semakin baik kinerja pejabat fungsional jagawana di Dinas Kehutanan Propinsi Jambi. Sebaliknya semakin tidak lengkap kompensasi yang diterima oleh para pejabat fungsional jagawana semakin rendah pula kinerja para pejabat fungsional jagawana tersebut. Selanjutnya untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh antara kedua variabel tersebut dilakukan analisis dengan menggunakan instrumen Analysis Of Variance (ANOVA) dengan uji F. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. H0 diterima; apabila tidak ada pengaruh yang nyata antara variabel Kompensasi (X2) dengan variabel Kinerja (Y).
64
Sig .000 .003
2. H0 ditolak; apabila terdapat
pengaruh yang nyata antara variabel
Kompensasi yang diberikan kepada PNS yang menduduki jabatan fungsional jagawana di dinas kehutanan propinsi jambi (X2) dengan variabel Kinerja pejabat fungsional jagawana di dinas kehutanan propinsi jambi (Y). Berdasarkan tabel analisa diatas diperoleh informasi bahwa nilai F hitung 9.36 dengan tingkat signifikansi ( Prob. F = 0,005 ), sedangkan nilai α = 0.05. dengan demikian nilai prob F. < α, atau Ho ditolak. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang nyata antara variabel Kompensasi dengan variabel Kinerja bagi PNS yang menduduki jabatan fungsional jagawana di Dinas Kehutanan Propinsi Jambi tersebut. Nilai koefisien korelasi ( r ) untuk memprediksi kuat lemahnya pengaruh variabel kompensasi
terhadap kinerja diperoleh nilai 0.39
edangkan besarnya pengaruh variabel Kompensasi terhadap Kinerja ditunjukkan oleh nilai koefisien diterminasi ( r2 ) sebesar 15 %. Dengan demikian sebesar 15 % Kinerja PNS Pejabat Fungsional Jagawana Dinas Kehutanan Propinsi Jambi dipengaruhi oleh variabel Kompensasi. Adapun data hasil pengolahan untuk mengetahui pengaruh Gaya Kepemimpinan dengan Kinerja pejabat fungsional jagawana disajikan pada tabel berikut:
65
Tabel 3.4 Hasil Pengolahan Pengeruh Variabel Persepsi Gaya Kepemimpinan dengan Kinerja
Model Summary Model R R Square Adjusted Square 1 .411 .169 .153 Predictors : (Constant), Gaya Kepemimpinan
R Std Error of the Estimate 2.26
ANOVA Mode l 1
Regression Residual Total
Sum of Df Squares 54.060 1 266.311 52 320.370 53
Mean Square 54.060 5.121
F 10.556
Sig. .002
a. Predictors : (Constant), Gaya Kepemimpinan b. Devendent Variable: Kinerja Coefficients
Model 1
(Constant) Kompensasi
Unstandardized Coefficients B 21,182 .395
Std.Error 4.282 .122
Unstandardized Coefficients Beta .411
T 4.993 3.249
Dependent Variable : Kinerja Selanjutnya
hubungan
regresi
sederhana
antara
variabel
Gaya
Kepemimpinan (X3) dengan variabel Kinerja bagi PNS yang menduduki jabatan fungsional jagawana diperoleh Persamaan regresi sebagai berikut: Y = 21,18 + 0,39 X3 Dari persamaan regresi tersebut diperoleh keterangan bahwa pengaruh positif antara variabel Gaya Kepemimpinan dengan variabel Kinerja bagi PNS tersebut. Dengan perkataan lain bahwa semakin tepat cara memimpin para pejabat fungsional jagawana semakin baik kinerja pejabat fungsional
66
Sig .000 .002
jagawana di Dinas Kehutanan Propinsi Jambi. Sebaliknya semakin tidak tepat cara memimpin semakin rendah pula kinerja para pejabat fungsional jagawana tersebut. Selanjutnya untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh
antara kedua variabel tersebut dilakukan analisis dengan
menggunakan instrumen Analysis Of Variance (ANOVA) dengan uji F. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. H0 diterima; apabila tidak ada pengaruh yang nyata antara variabel Gaya Kepemimpinan (X3) dengan variabel Kinerja (Y). 2. H0 ditolak; apabila terdapat pengaruh yang nyata antara variabel Gaya Kepemimpinan (X3) dengan variabel Kinerja pejabat fungsional jagawana di dinas kehutanan propinsi jambi (Y). Berdasarkan tabel analisa diatas diperoleh informasi bahwa nilai F hitung 10,55 dengan tingkat signifikansi ( Prob. F = 0,002 ), sedangkan nilai α = 0.05. dengan demikian nilai prob F. < α, atau Ho ditolak. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang nyata antara variabel
Gaya
Kepemimpinan dengan variabel Kinerja bagi PNS yang menduduki jabatan fungsional jagawana di Dinas Kehutanan Propinsi Jambi tersebut. Nilai koefisien korelasi ( r ) untuk memprediksi kuat lemahnya pengaruh variabel kompensasi
terhadap kinerja diperoleh nilai 0.41
Sedangkan besarnya pengaruh variabel Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja ditunjukkan oleh nilai koefisien diterminasi ( r2 ) sebesar 15 %. Dengan demikian sebesar 15 % Kinerja PNS Pejabat Fungsional
67
Jagawana Dinas Kehutanan Propinsi Jambi dipengaruhi oleh variabel Gaya Kepemimpinan pada tingkat Bawah, Menengah, dan Atas 4. Analisis regresi berganda antara variabel Diklat (X1), Kompensasi (X2) Gaya Kepemimpinan (X3) dengan variable Kinerja (Y) bagi PNS yang menduduki jabatan fungsional jagawana pada Dinas Kehutanan Propinsi Jambi. Hubungan antar variabel tersebut dapat digambarkan dengan formula sebagai berikut: Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 Dimana : Y
= Variabel Kinerja
X1 = Variabel Diklat X2 = Variabel Kompensasi X3 = Gaya Kepemimpinan a
= Konstanta
b1
= Koefisien regresi yang menggambarkan besarnya pengaruh variable kinerja pejabat fungsional Jagawana di Dinas Kehutanan Propinsi Jambi (Y) yang dipengaruhi oleh variable Pendidikan dan Pelatihan (X1)
b2 = koefisien regresi yang menggambarkan besarnya pengaruh variabel Kinerja (Y) yang dipengaruhi oleh variabel Kompensasi yang diberikan kepada pejabat fungsional jagawana Dinas Kehutanan Propinsi Jambi (X2).
68
b3 = koefisien regresi yang menggambarkan besarnya pengaruh variabel Kinerja (Y) yang dipengaruhi oleh variabel Persepsi Gaya Kepemimpinan
yang diterapkan
pejabat fungsional
jagawana Dinas Kehutanan Propinsi Jambi (X3). Tabel 3.6. Hasil pengolahan hubungan variabel Diklat, Kompensasi, dan Gaya Kepemimpinan dengan Kinerja pejabat fungsional Jagawana pada Dinas Kehutanan Propinsi Jambi Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R Std Error of the Square Estimate 1 .502 .252 .207 2.19 Predictors : (Constant), Kompensasi, Gaya Kepemimpinan, dan Pendidikan dan Pelatihan ANOVA Mode l 1
Regression Residual Total
Sum Squares 80,582 239,789 320,370
of Df
Mean Square 26.861 4,796
3 50 53
F
Sig.
5,601
002
a. Predictors
: (Constant), Kompensasi, Gaya Kepemimpinan, dan Pendidikan dan Pelatihan b. Devendent Variable : Kinerja Coefficients
Mode 1
(Constant) Diklat Kompensasi Gaya Kepemimpinan Dependent Variable : Kinerja
Unstandardized Coefficients B 13,780 .206 .252 .154
Std.Error 5,283 .226 .141 .204
Unstandardized Coefficients Beta .204 .245 .160
T
Sig.
2.609 .914 1.789 .751
.002 .365 .080 .456
69
Selanjutnya berdasarkan hasil pengolahan dengan alat bantu SPSS 10,0 sebagaimana disajikan pada tabel tersebut diatas, diperoleh hubungan regresi secara serentak antara variabel Diklat (X1), Pemberian Kompensasi (X2) dan Variabel Persepsi Gaya Kepemimpinan (X3) dengan variabel Kinerja bagi PNS yang menduduki jabatan fungsional jagawana Dinas Kehutanan Propinsi Jambi (Y) dengan persamaan regresi sebagai berikut: Y = 13,78 + 0,20 X1 + 0,25 X2 + 0,15 X3 Angka 13,78 menunjukkan nilai konstanta yang mempengaruhi variabel Kinerja (Y) pejabat fungsional jagawana pada Dinas Kehutanan Propinsi Jambi sedangkan angka 0,20, 0,25, dan 0,15 masing-masing menunjukkan besarnya variabel Pendidikan dan Pelatihan (X1), variable Kompensasi (X2), dan Variabel Persepsi Gaya Kepemimpinan (X3). Dari persamaan regresi tersebut diperoleh keterangan bahwa terdapat hubungan positif antara variabel Pendidikan dan Pelatihan (X1), variable Kompensasi (X2), dan Variabel Persepsi Gaya Kepemimpinan (X3) dengan variabel
Kinerja Pejabat Fungsional Jagawana pada Dinas Kehutanan
Propinsi Jambi. Dengan perkataan lain bahwa semakin banyak diklat fungsional yang diikuti oleh pejabat fungsional jagawana semakin tinggi kinerjanya, semakin tinggi kompensasi yang diberikan kepada pejabat fungsional jagawana semakin tinggi kinerjanya, dan semakin tepat cara memimpinnya semakin tinngi pula kinerjanya para pejabat fungsional tersebut.
70
Sebaliknya semakin sedikit diklat fungsional yang diikuti oleh pejabat fungsional
jagawana
semakin
rendah
kinerjanya,
semakin
rendah
kompensasi yang diberikan kepada pejabat fungsional jagawana semakin rendah kinerjanya, dan semakin tidak tepat cara memimpinnya semakin rendah pula kinerjanya para pejabat fungsional tersebut. Selanjutnya untuk mengetahui tingkat signifikansi hubungan antara ketiga variabel tersebut dilakukan analisis dengan menggunakan instrumen analysis of variance (ANOVA) dengan uji F. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. H0 diterima; apabila tidak ada hubungan yang nyata antara variabel Pendidikan dan Pelatihan (X1), variable Kompensasi (X2), dan Variabel Persepsi Gaya Kepemimpinan (X3)
dengan variabel Kinerja Pejabat
Fungsional Jagawana 2. H0 ditolak apabila Kompensasi
terdapat Pendidikan dan Pelatihan (X1), variable
(X2), dan Variabel Persepsi Gaya Kepemimpinan (X3)
dengan variabel Kinerja Pejabat Fungsional Jagawana Secara statistik dapat digambarkan sebagai berikut: H0 diterima jika Prob. F > α H0 ditolak jika Prob. F < α Berdasarkan tabel analisa keragaman diatas diperoleh informasi bahwa nilai F hitung sebesar 5,60 dengan tingkat signifikansi (Prob. F = 0,002), sedangkan nilai α = 0,05. Dengan demikian nilai Prob. F < α, atau H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat hubungan yang nyata antara variabel
71
Pendidikan dan Pelatihan (X1), variable Kompensasi (X2), dan Variabel Persepsi Gaya Kepemimpinan (X3)
dengan variabel
Kinerja Pejabat
Fungsional Jagawana. Nilai koefisien korelasi (R) antara variabel Pendidikan dan Pelatihan (X1), variable Kompensasi (X2), dan Variabel Persepsi Gaya Kepemimpinan (X3) dengan variabel
Kinerja Pejabat Fungsional Jagawana Pendidikan dan
Pelatihan (X1), variable Kompensasi
(X2), dan Variabel Persepsi Gaya
Kepemimpinan (X3) dengan variabel Kinerja Pejabat Fungsional Jagawana sebesar 0,50 Hal ini menunjukkan bahwa ketiga variabel bebas tersebut secara simultan memberikan pengaruh yang cukup kuat terhadap variabel terikat. Konstribusi persentase hubungan variabel Pendidikan dan Pelatihan (X1), variable Kompensasi (X2), dan Variabel Persepsi Gaya Kepemimpinan (X3) dengan variabel Kinerja Pejabat Fungsional Jagawana ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 25 %. Dengan demikian sebesar 25 % Kinerja PNS Pejabat Fungsional Jagawana Dinas Kehutanan Propinsi Jambi
dipengaruhi
oleh
variabel
Diklat,
Kompensasi
dan
Gaya
Kepemimpinan.
72
BAB IV PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengolahan data diatas, diperoleh gambaran umum bahwa terdapat pengaruh / hubungan yang signifikan antara faktor Pendidikan dan Pelatihan, Kompensasi, dan Persepsi Gaya Kepemimpinan dengan
Kinerja
Pejabat Fungsional Jagawana baik secara parsial maupun simultan. Berdasarkan konstribusi variabel bebas terhadap variabel terikat berbeda tergantung dari masing-masing variable, Beberapa hal yang dapat diungkapkan seberapa besar pengaruh
ketiga variabel tersebut terhadap kinerja pejabat
fungsional jagawana dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pendidikan Dan Pelatihan Pendidikan dan pelatihan pejabat fungsional jagawana
dari beberapa
pertanyaan yang diajukan, kepada responden diperoleh informasi bahwa 68,45 % responden (37 orang ) menyatakan pendidikan dan pelatihan yang dimiliki belum dapat menunjang tugas pokok dan fungsi pejabat fungsional jagawana, kurang mendukung 7,4% (4 orang), ragu-ragu 14,8 (8 orang), mendukung dan sangat mendukung 9,25 % (5 orang). Oleh karena itu pendidikan dan pelatihan guna mendukung tugas pokok dan fungsi jagawana dalam rangka perlindungan dan pengamanan hutan dari berbagai gangguan keamanan sangat diperlukan. Dari keadaan tersebut maka pendidikan dan pelatihan merupakan rangkaian system pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil yang tidak dapat terpisahkan
73
kedalam sistem pembinaan karir pejabat fungsional jagawana. Mengingat Pejabat Fungsional Jagawana adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi wewenang khusus kepolisian dalam rangka perlindungan dan pengamanan hutan. Oleh karena itu sistem pembinaan karir, pengembangan dan pelatihan yang harus dimiliki berbeda dengan PNS lainnya, sesuai data yang diperoleh bahwa pejabat fungsional jagawana yang berpangkat pengatur muda tingkat I kebawah
sejumlah 54 orang keseluruhannya berpendidikan formal SLTA
dan baru memiliki Diklat Jagawana. Sedangkan untuk melaksanakan tugas dan fungsi jagawana
yang dihadapkan kepada kompleksitas gangguan
keamanan hutan baik akibat gangguan manusia maupun alam sangat beragam sedangkan keterampilan para jagawana sangat minim. Menyimak hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan pelatihan seorang pejabat fungsional jagawana agar dapat berkinerja dengan maksimal sistem pengembangan dan pelatihan yang harus diberikan tentunya perlu memperhatikan gejala keamanan hutan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1994 Tentang Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil pada pasal 6 dinyatakan bahwa: 1. Pendidikan dan Pelatihan dalam jabatan adalah pendidikan dan pelatihan bagi Pegawai Negeri Sipil. 2. Pendidikan dan Pelatihan dalam jabatan terdiri dari: a. Pendidikan dan Pelatihan Struktural b. Pendidikan dan Pelatihan Fungsional c. Pendidikan dan Pelatihan Tehnis
74
Dalam penelitihan ini peneliti akan mengungkapkan tentang pendidikan dan pelatihan fungsional, karena pendidikan dan pelatihan fungsional adalah Pendidikan dan Pelatihan yang dipersyaratkan bagi pegawai negeri sipil yang akan dan telah menduduki jabatan fungsional. Pendidikan dan Pelatihan dapat dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tingkat jabatan fungsional yang bersangkutan. Oleh karena hal tersebut PNS yang menduduki jabatan fungsional jagawana apabila jenjang pangkat dan jabatannya
naik
maka
pendidikan
dan
pelatihannya
seharusnya
disesuaikan dengan jabatan yang didudukinya.
2. Kompensasi Berdasarkan jawaban kuisioner yang disampaikan kepada para pejabat fungsional jagawana mengenai kompensasi yang diberikan, terdapat 61,05 % atau 33 orang responden menyatakan bahwa kompensasi yang diterima belum dapat memenuhi kebutuhan dibandingkan dengan tugas pokok dan fungsi yang diemban apalagi untuk menunjang agar berkinerja dengan baik, kurang memenuhi 5,55 % (3 orang), ragu-ragu dapat memenuhi 14,8 % (8 orang), dapat memenuhi 12,95 % (12 orang), dan sangat dapat memenuhi 5,55 % (3 orang). Oleh karena itu pejabat fungsional jagawana dapat berkinerja dengan baik apabila kompensasi yang diberikan kepada mereka dapat memenuhi kebutuhan, maka kinerja akan lebih baik, hal ini juga terlihat bahwa Kompensasi berpengaruh terhadap kinerja secara parsial sebesar 40 %, sedangkan secara silmutan berpengaruh sebesar 25 %. Oleh karena itu peneliti
75
berkesimpulan kesesuaian pemberian kompensasi baik langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap kinerja pejabat fungsional jagawana dalam arti kata bahwa jika kompensasi langsung maupun tidak langsung yang diberikan kepada pejabat fungsional jagawana di Dinas Kehutanan Propinsi Jambi memenuhi kebutuhan dan dapat menunjang tugas pokok dan fungsi maka kinerja para pejabat fungsional tersebut akan maksimal.
3. Persepsi Gaya Kepemimpinan Persepsi Gaya Kepemimpinan yang diterapkan
oleh para pejabat di
lingkungan Dinas Kehutanan Propinsi Jambi sesuai jawaban kuisioner yang disampaikan 53,65 % atau (29 orang) menyatakan bahwa pimpinan tidak memberikan kewenangan kepada pejabat fungsional jagawana dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, hampir tidak pernah memberikan kewenangan 18,5 % (10 orang), kadang-kadang memberikan kewenangan 7,4 % (4 orang) sering memberikan kewenangan 5,55 % (3 orang) dan selalu memberikan kewenangan 14,8 % (8 orang). Dari keadaan tersebut mengakibatkan kinerja pejabat fungsional jagawana di Dinas Kehutanan Propinsi Jambi belum maksimal. Faktor Gaya Kepemimpinan dapat mempengaruhi kinerja pejabat fungsional Jagawana, karena tugas pokok pimpinan diantaranya adalah mendelegasikan sebagian wewenang terhadap bawahannya. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti berkesimpulan bahwa untuk meningkatkan kinerja pengaruh factor gaya kepemimpinan yang diterapkan
76
untuk memberdayakan para pejabat fungsional jagawana harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi dengan tugas pokok dan fungsinya pejabat fungsional jagawana itu sendiri. Karena jabatan fungsional adalah jabatan yang bersifat non manajerial yang bersifat mandiri sesuai dengan keterampilan yang dimiliki pejabat itu sendiri.
4. Kinerja Berdasarkan data yang ada dapat dijelaskan bahwa Kinerja Pejabat fungsional Jagawana dapat dilihat dari perolehan angka kredit sejak PNS yang bersangkutan diangkat sebagai pejabat fungsional, karena sesuai Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 131/Menpan/1989, dinyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional Jagawana system pembinaan karir dalam hal pengangkatan dalam pangkat maupun dalam jabatan dipersyaratkan dengan perolehan angka kredit. Sesuai dengan hal tersebut jelas bahwa apabila Pejabat tersebut tidak memperoleh angka kredit yang dipersyaratkan untuk naik pangkat atau naik jabatan maka yang bersangkutan dapat dikategorikan tidak berkinerja dengan baik. Sesuai data yang ada perolehan angka kredit sejak yang bersangkutan diangkat dalam jabatan fungsional perolehan angka kreditnya masih dibawah standar, karena dari 54 pejabat fungsional yang dapat berkinerja dengan baik dan memenuhi perolehan angka kredit komulatif terendah baru 9,25 % (5 orang) yang berjumlah perolehan 40 poin, sedangkan 1,85 % (1 orang) yang berjumlah perolehan 39 poin, 12,95 % (7 orang) yang memperoleh 38 poin,
77
16,65 % (9 orang) dengan perolehan angka kredit 36 poin, 16,65 (9 orang) dengan perolehan 35 poin, 22,2 % (12 orang) dengan perolehan 34 poin, dan 20,35 % (11 orang) dengan perolehan 32 poin. Perolehan angka kredit komulatif yang terurai diatas menunjukkan kinerja pejabat fungsional jagawana belum maksimal, untuk dapat dikategorikan berkinerja dengan baik apabila minimal 2 tahun dan maksimal 4 tahun pejabat fungsional tersebut dapat
memperoleh
angka
kredit
yang
dipersyaratkan
untuk
naik
pangkat/jabatan satu tingkat lebih tinggi.
78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Hasil analisis regresi sedarhana untuk mengetahui pengaruh secara parsial antara jumlah dan jenis Pendidikan dan Pelatihan yang diikuti pejabat fungsional Jagawana dengan kinerja pejabat fungsional
jagawana
diperoleh
keterangan
bahwa
terdapat
hubungan positif antara kedua variabel tersebut. Dengan demikian semakin banyak jenis diklat yang diikuti semakin tinggi kinerjanya demikian pula sebaliknya. Selanjutnya analisis nilai
koefisien
depterminasi
menunjukkan
bahwa
variabel
Pendidikan dan pelatihan memberikan konstribusi sebesar 19 % terhadap Kinerja pejabat fungsional Jagawana pada Dinas Kehutanan Propinsi Jambi. 2. Hasil analisis regresi sedarhana untuk mengetahui pengaruh secara parsial antara kompensasi yang diberikan kepada
pejabat
fungsional Jagawana dengan kinerja pejabat fungsional jagawana diperoleh keterangan bahwa terdapat hubungan positif antara kedua variabel tersebut. Dengan demikian semakin besar kompensasi yang diberikan semakin tinggi kinerjanya demikian pula sebaliknya. Selanjutnya analisis nilai koefisien depterminasi menunjukkan bahwa variabel
79
kompensasi
memberikan
konstribusi sebesar 15 % terhadap
Kinerja pejabat fungsional Jagawana pada Dinas Kehutanan Propinsi Jambi. 3. Hasil analisis regresi sedarhana untuk mengetahui pengaruh secara parsial antara Gaya Kepemimpinan yang diterapkan kepada pejabat fungsional Jagawana dengan kinerja pejabat fungsional jagawana diperoleh keterangan bahwa terdapat hubungan positif antara kedua variabel tersebut. Dengan demikian semakin tepat gaya kepemimpinan
yang
diterapkan semakin tinggi kinerjanya demikian pula sebaliknya. Selanjutnya analisis nilai koefisien depterminasi menunjukkan bahwa variabel gaya kepemimpinan
memberikan
konstribusi
sebesar 16 % terhadap Kinerja pejabat fungsional Jagawana pada Dinas Kehutanan Propinsi Jambi. 4. Hubungan regresi secara serentak antara variabel Pendidikan dan Pelatihan, Kompensasi, dan Gaya Kepemimpinan menunjukkan bahwa ketiga variabel bebas tersebut memberikan kontribusi yang positif terhadap kinerja pejabat fungsional jagawana pada Dinas Kehutanan Propinsi Jambi. Dengan perkataan lain bahwa semakin banyak jenis diklat yang diikuti, semakin besar kompensasi yang diberikan, dan semakin tepat gaya kepemimpinan yang diterapkan kepada pejabat fungsional jagawana semakin tinggi kinerja pejabat fungsional jagawana dinas kehutanan propinsi jambi. Nilai
80
koefisien korelasi ( R ) antara variabel Diklat, Kompensasi, dan Gaya Kepemimpinan secara serentak terhadap variabel Kinerja sebesar 0,50. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga variabel bebas tersebut secara silmutan memberikan pengaruh yang cukup kuat terhadap variabel terikat. 5. Analisis terhadap Pendidikan dan Pelatihan yang diperlukan oleh pejabat fungsional jagawana Dinas Kehutanan Propinsi Jambi mereka menghendaki adanya pelatihan-pelatihan yang dapat menunjang tugas pokok dan fungsinya, antara lain meliputi Pengukuran dan pemetaan hutan, pengukuran kayu bulat dan olahan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Pengenalan Jenis Pohon, Inventarisasi Hutan, Pemadaman Kebakaran, dan Pengelolaan Hutan. Selanjutnya agar pelatihan tersebut dapat mencapai sasaran yang dikehendaki peserta, pelaksanaannya harus menekankan praktek dari pada aspek teori. Sedangkan dalam hal pemberian kompensasi
tidak langsung
seperti pemberian fasilitas yang dapat dipergunakan untuk percepatan tugas lapangan seperti kendaraan roda 2 maupun roda 4 yang dapat dipergunakan sebagai sarana tugas operasi gabungan, perumahan/asrama, peralatan jaga diri seperi senjata api dan senjata bius binatang liar dan buas. Selanjutnya pemberian kewenangan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan
yang
berlaku
juga
perlu
diberikan,
81
keseluruhan tersebut di atas guna meningkatkan kinerja pejabat fungsional.
B. Saran Agar hasil penelitian bermanfaat bagi Dinas Kehutanan Propinsi Jambi khususnya dalam rangka memberdayakan pejabat fungsional jagawana untuk dapat berkinerja secara maksimal
maka disarankan hal-hal
sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan identivikasi yang lebih komprehensif terhadap seluruh kebutuhan Diklat pejabat fungsional jagawana
Dinas
Kehutanan Propinsi Jambi. 2. Perlu pemberian kompensasi tidak langsung seperti pemberian fasilitas kendaraan untuk melakukan kegiatan operasional lapangan, perumahan sebagai tempat tinggal keluarganya, pos jaga, alat bela diri seperti senjata api bail laras panjang maupun laras pendek dan senjata bius binatang buas dan liar. 3. Perlu diberikan kewenangan sepenuhnya sesuai tugas pokok dan fungsi pejabat fungsional jagawana sesuai ketentuan yang berlaku.
82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN B. Kesimpulan 1. Hasil analisis regresi sedarhana untuk mengetahui pengaruh secara parsial antara jumlah dan jenis Pendidikan dan Pelatihan yang diikuti pejabat fungsional Jagawana dengan kinerja pejabat fungsional
jagawana
diperoleh
keterangan
bahwa
terdapat
hubungan positif antara kedua variabel tersebut. Dengan demikian semakin banyak jenis diklat yang diikuti semakin tinggi kinerjanya demikian pula sebaliknya. Selanjutnya analisis nilai
koefisien
depterminasi
menunjukkan
bahwa
variabel
Pendidikan dan pelatihan memberikan konstribusi sebesar 19 % terhadap Kinerja pejabat fungsional Jagawana pada Dinas Kehutanan Propinsi Jambi. 2. Hasil analisis regresi sedarhana untuk mengetahui pengaruh secara parsial antara kompensasi yang diberikan kepada
pejabat
fungsional Jagawana dengan kinerja pejabat fungsional jagawana diperoleh keterangan bahwa terdapat hubungan positif antara kedua variabel tersebut. Dengan demikian semakin besar kompensasi yang diberikan semakin tinggi kinerjanya demikian pula sebaliknya. Selanjutnya analisis nilai koefisien depterminasi menunjukkan bahwa variabel
83
kompensasi
memberikan
konstribusi sebesar 15 % terhadap
Kinerja pejabat fungsional Jagawana pada Dinas Kehutanan Propinsi Jambi. 3. Hasil analisis regresi sedarhana untuk mengetahui pengaruh secara parsial antara Gaya Kepemimpinan yang diterapkan kepada pejabat fungsional Jagawana dengan kinerja pejabat fungsional jagawana diperoleh keterangan bahwa terdapat hubungan positif antara kedua variabel tersebut. Dengan demikian semakin tepat gaya kepemimpinan
yang
diterapkan semakin tinggi kinerjanya demikian pula sebaliknya. Selanjutnya analisis nilai koefisien depterminasi menunjukkan bahwa variabel gaya kepemimpinan
memberikan
konstribusi
sebesar 16 % terhadap Kinerja pejabat fungsional Jagawana pada Dinas Kehutanan Propinsi Jambi. 4. Hubungan regresi secara serentak antara variabel Pendidikan dan Pelatihan, Kompensasi, dan Gaya Kepemimpinan menunjukkan bahwa ketiga variabel bebas tersebut memberikan kontribusi yang positif terhadap kinerja pejabat fungsional jagawana pada Dinas Kehutanan Propinsi Jambi. Dengan perkataan lain bahwa semakin banyak jenis diklat yang diikuti, semakin besar kompensasi yang diberikan, dan semakin tepat gaya kepemimpinan yang diterapkan kepada pejabat fungsional jagawana semakin tinggi kinerja pejabat fungsional jagawana dinas kehutanan propinsi jambi. Nilai
84
koefisien korelasi ( R ) antara variabel Diklat, Kompensasi, dan Gaya Kepemimpinan secara serentak terhadap variabel Kinerja sebesar 0,50. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga variabel bebas tersebut secara silmutan memberikan pengaruh yang cukup kuat terhadap variabel terikat. 5. Analisis terhadap Pendidikan dan Pelatihan yang diperlukan oleh pejabat fungsional jagawana Dinas Kehutanan Propinsi Jambi mereka menghendaki adanya pelatihan-pelatihan yang dapat menunjang tugas pokok dan fungsinya, antara lain meliputi Pengukuran dan pemetaan hutan, pengukuran kayu bulat dan olahan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Pengenalan Jenis Pohon, Inventarisasi Hutan, Pemadaman Kebakaran, dan Pengelolaan Hutan. Selanjutnya agar pelatihan tersebut dapat mencapai sasaran yang dikehendaki peserta, pelaksanaannya harus menekankan praktek dari pada aspek teori. Sedangkan dalam hal pemberian kompensasi
tidak langsung
seperti pemberian fasilitas yang dapat dipergunakan untuk percepatan tugas lapangan seperti kendaraan roda 2 maupun roda 4 yang dapat dipergunakan sebagai sarana tugas operasi gabungan, perumahan/asrama, peralatan jaga diri seperi senjata api dan senjata bius binatang liar dan buas. Selanjutnya pemberian kewenangan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan
yang
berlaku
juga
perlu
diberikan,
85
keseluruhan tersebut di atas guna meningkatkan kinerja pejabat fungsional.
B. Saran Agar hasil penelitian bermanfaat bagi Dinas Kehutanan Propinsi Jambi khususnya dalam rangka memberdayakan pejabat fungsional jagawana untuk dapat berkinerja secara maksimal
maka disarankan hal-hal
sebagai berikut: 4. Perlu dilakukan identivikasi yang lebih komprehensif terhadap seluruh kebutuhan Diklat pejabat fungsional jagawana
Dinas
Kehutanan Propinsi Jambi. 5. Perlu pemberian kompensasi tidak langsung seperti pemberian fasilitas kendaraan untuk melakukan kegiatan operasional lapangan, perumahan sebagai tempat tinggal keluarganya, pos jaga, alat bela diri seperti senjata api bail laras panjang maupun laras pendek dan senjata bius binatang buas dan liar. 6. Perlu diberikan kewenangan sepenuhnya sesuai tugas pokok dan fungsi pejabat fungsional jagawana sesuai ketentuan yang berlaku.
86
DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku Anonimous, 2000. Modul Teknis Administrasi Kepegawaian Tingkat Menengah : Manajemen Purna Karya, Pusat Diklat Badan Kepegewaian Negara Jakarta Boydell, T.H,1980. Petunjuk Mengenai Analisa Jabatan Bhatara Karya Aksara Jakarta Brokers, J, 1995 Training and Development Competence A Pratical Guide.Kogam Page London Davis. K dan W.B.Werther. 1993, Human Resources and Personel Management Mcaw Hil Singapura. Hadis, FA. 2000. Menghadapi Masa Persiapan Pensiun dan Memahami Psikologi Lansia. Makalah disampaikan kepada Lokakarya Penyusunan Program Pelatihan Bagi Pra Purna Karya PNS Bandung. Kurdi. M, 2000 Kewirausahaan / Manajemen Bisnis. Makalah disampaikan pada Lokakarya Penyusunan Program Pelatihan Bagi Pra Purna Karya PNS Bandung. Manulang, M., 1982. Manjemen Personalia. Ghalia Indonesia. Jakarta. Martoyo, 1994. Manajemen Sumberdaya Manusia BPFE. Yogyakarta. Moekijat, 1982. Analisa Jabatan (Job Analysis). Penerbit Alumni Bandung Reay, DG, 1994. Planing a Training Strategy. Kogan Page. London. Rae. L. (1993) How To Measure Training Effectiveness (Second Edition) Gower London. Soeprihanto, J, 2000. Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karyawan BPFE Yogyakarta. Singarimbun, M dan S. Effendi, 1982. Metode Penelitian Survai. LP.3 ES Jakarta Santoso, 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Gramedia. Jakarta
87
Sugiyono, 1997. Metode Penelitian Administrasi. Penerbit Alfabeta Bandung Sunandie, A. S., 2000. Kiat-Kiat Masa Pensiun. Makalah Disampaikan pada Semiloka Penyusunan Program Pelatihan Bagi Pra Purna Karya PNS. Bandung. Webster, A.L., 1995. Applied Statistics for Buseness and Economics (Second Edition). Richard D. Irwin INC. USA. Walker, S dan I Recce, 1995. A Practical Guide to Teching Training and Learning (Second Edition) Business Education Publishers, London. Zarfiel, M.D., 2000. Memelihara Motivasi Untuk Memberdayakan Diri di Usia Lanjut. Makalah disampaikan pada Semiloka Penyusunan Program Pelatihan Bagi Pra Purna Karya PNS. Bandung Zainun B, 1996. Manajemen Sumberdaya Manusia Indonesia PT. Gunung Agung Jakarta
Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan di Daerah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah di Daerah Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Sebagai Daerah Otonom. Peraturan Daerah Jambi Nomor 5 Tahun 1980 Tentang Tata Kerja Dinas Kehutanan Propinsi Daerah Tingkat I Jambi Peraturan Daerah Jambi Nomor 4 Tahun 1983 Tentang Tata Kerja Cabang Dinas Kehutanan Propinsi Daerah Tingkat I Jambi Peraturan Daerah Jambi Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Tata Kerja Dinas Kehutanan Propinsi Jambi
88
DAFTAR PUSTAKA
Alek S. Niti Semito, 1984. Manajemen Personalia (Manajemen Sumberdaya Manusia) Galia Indonesia Albanese, Robert (1978), Managing: toward accountability for performance, Homewood, Illinois : Richard D. Irwin, Inc. Dann Sugandha, 1986. Kepemimpinan di dalam Administrasi Sinar Baru Bandung Milkovich, George T and Boudreau, Jhon W (1991), Human resoursce management. Sixth edition, Homewood, IL 60430: Richard D. Irwin, Inc. Mitchel, Terrence R (1985), People in organization. Singapore: McGraw hill Book Co. Sugiyono, 1997. Metode Penelitian Administrasi Penerbit Afabeta Bandung Santoso, 2000 Info SDM Aparatur Departemen Kehutanan, Diklat Fungsional Jalan Menuju Pejabat Fungsional Yang Profesional Santoso, 2000 Buku latiahan SPSS Statistik Parametrik. Gramedia, Jakarta T. Hani Handoko, 1993. Manajemen Personalia dan Manajemen Sumberdaya Manusia BPFE, Yogyakarta Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Di Daerah Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1074 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI Nomor 131/Kpts/1989 Tentang Petunjuk Angka Kredit Pejabat Fungsional Jagawana Keputusan Bersama Menteri Kehutanan dengan Badan Kepegawaian Negara Nomor 156/Kpts-II/1992 dan 09/SE/1992 tentang Petunjuk Pelaksanaan Angka Kredit Jabatan Fungsional Jagawana
89
Peraturan Daerah Propinsi Jambi Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Tata Kerja DinasDinas Daerah Propinsi Jambi Keputusan Gubernur Jambi Nomor 231 Tahun 2001 Tentang Tugas Pokok dan Fungsi Unit Organisasi Dinas-Dinas Propinsi Jambi
90
DAFTAR ISI
RIWAYAT HIDUP ….……………………………………………………
i
LEMBAR PERSETUJUAN AKHIR ……………………………………….
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………
iii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………..
iv
ABSTRAK .…………………………………………………………………
v
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….
vi
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….
vii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….
viii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………
1
1. Latar Belakang ……………………………………………... ...
2
2. Perumusan Masalah …………………………………………….
9
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………
10
3.1 Tujuan Penelitian…………………………………………..
10
3.2 Manfaat Penelitian ………………………………………..
10
4. Kerangka Pemikiran …………………………………………..
11
5. Hipotesis ………………………………………………………
16
6. Metode Penelitian …………………………………………….
17
6.1. Rancangan penelitian ……………………………………..
17
6.2. Populasi …………………………………………………...
17
6.3. Metode Pengumpulan Data ……………………………….
18
6.4. Operasional Variabel ……………………………………..
18
6.5. Teknik Analisis Data dan Uji Statistik ……………………
19 vi
91
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………..
23
1. KINERJA ………………………………………………………
23
2. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN …………………………...
27
3. KOMPENSASI ………………………………………………...
38
4. GAYA KEPEMIMPINAN ……………………………………..
45
BAB III HASIL PENELITIAN ……………………………………………
52
3.1. Obyek Penelitian ……………………………………………
52
3.2. Sejarah Singkat Dinas Kehutanan Propinsi Jambi …………
52
3.3. Struktur Organisasi …………………………………………
53
3.4. Tugas Pokok dan Fungsi …………………………………...
55
3.5. Hasil Penelitian …………………………………………….
57
BAB IV PEMBAHASAN ………………………………………………..
73
4.1. Pendidikan dan Pelatihan ………………………………….
73
4.2. Kompensasi ………………………………………………..
75
4.3. Persepsi Gaya Kepemimpinan …………………………….
76
4.4. Kinerja …………………………………………………….
77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………
79
A. Kesimpulan ……………. ……………………………………
79
B. Saran …………………………………………………………
82
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………... DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………… Vi
92
PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN, KOMPENSASI, DAN GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEJABAT FUNGSIONAL JAGAWANA DINAS KEHUTANAN PROPINSI JAMBI
TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Manajemen
Oleh SUCINARTO C2B002024
Konsentrasi Manajemen Sumberdaya Manusia
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS JAMBI TAHUN 2003
93
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS JAMBI
PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN, KOMPENSASI, DAN GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEJABAT FUNGSIONAL JAGAWANA DINAS KEHUTANAN PROPINSI JAMBI
TESIS
Oleh SUCINARTO NIM. C2B002024
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Manajemen Tahun 2003
94
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS JAMBI
TANDA PERSETUJUAN AKHIR
Nama Nim JudulTesis
: SUCINARTO : C2B002024 : PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN, KOMPENSASI, DAN GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEJABAT FUNGSIONAL JAGAWANA DINAS KEHUTANAN PROPINSI JAMBI
… Desember 2003 Disetujui oleh Ketua Program
Wakil Ketua Bidang Akademik
Dr. H. Amri Amir, M.S, S.E NIP. 131 412 489
Drs. H. Ardinal, M.Si NIP. 130 610 985
95
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS JAMBI
PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN, KOMPENSASI, DAN GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEJABAT FUNGSIONAL JAGAWANA DINAS KEHUTANAN PROPINSI JAMBI TANDA PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING
Nama Nim JudulTesis
: SUCINARTO : C2B002024 : PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN, KOMPENSASI, DAN GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEJABAT FUNGSIONAL JAGAWANA DINAS KEHUTANAN PROPINSI JAMBI
… Desember 2003 Disetujui oleh Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. H. Amri Amir, M.S, S.E
Dra. Sofia Amin, M.Si
96
97