BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam era Otonomi Daerah, Bangsa Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari era globalisasi, dimana pelaksanaan pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemajuan dunia. Dewasa ini dikenal ada delapan strategi pembangunan millennium semesta (Milennium Development Goals), mengisyaratkan kepada semua negara di dunia untuk menurunkan 50 persen masalah kemiskinan di negaranya masing-masing pada tahun 2015, termasuk mengatasi masalah kesehatan penduduknya. Kemiskinan dan kesehatan pada dasarnya saling berhubungan, yaitu hubungan yang tidak pernah putus terkecuali dilakukan interfensi pada salah satu atau kedua sisi, yakni pada kemiskinan ataupun penyakitnya. Kemiskinan sudah pasti mempengaruhi kesehatan, sehingga orang miskin rentan terhadap berbagai penyakit karena mereka mengalami gangguan seperti menderita gizi buruk, pengetahuan kesehatan kurang, prilaku kesehatan kurang, lingkungan pemukiman yang buruk, serta biaya kesehatan tidak tersedia. Sebaliknya, kesehatan mempengaruhi kemiskinan. Masyarakat yang sehat menekan kemiskinan karena orang sehat memiliki kondisi seperti : produktifitas kerja tinggi, pengeluaran berobat rendah, investasi dan tabungan memadai, tingkat pendidikan maju. Tingkat fertilitas dan kematian rendah serta stabilitas ekonomi yang mantap.
1
Pertumbuhan
dan
pembangunan
ekonomi
suatu
negara
sangat
mempengaruhi derajat kesehatan penduduknya dan secara timbal balik berkaitan erat pula dengan kemampuan untuk mengembangkan pelayanan kesehatan atau kegiatan-kegiatan lain di sektor kesehatan. Kebijakan di bidang kesehatan dan pelaksanannya akan sangat dipengaruhi oleh pertimbangan ekonomi secara makro, sebaliknya derajat kesehatan suatu penduduk akan berpengaruh pula terhadap perkembangan dan pembangunan ekonomi. Oleh sebab itu program kesehatan hendaknya dipandang sebagai suatu bagian dari strategi yang menyeluruh untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, secara tegas menyatakan bahwa, setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Maka, setiap individu, keluarga dan masyarakat Indonesia berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya tidak terkecuali masyarakat miskin dan tidak mampu karena kesehatan adalah hak asasi dan sekaligus merupakan investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan, dengan tujuan guna meningkatkan kesadaran, kemauan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggitingginya. Untuk mencapai hal tersebut, Visi Departemen Kesehatan RI adalah “ Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat” dengan misi “ Membuat masyarakat sehat” yang akan dapat tercapai dengan salah satu strateginya adalah meningkatkan pembiayaan kesehatan.
2
Pembangunan daerah Provinsi Bali merupakan salah satu subsistem dari pembangunan nasional yang meliputi berbagai aspek kehidupan baik fisik maupun mental yang bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat, serta memperkuat jati diri dan kepribadian masyarakat Bali maka pembangunan difokuskan untuk mengentaskan kemiskinan yang masih ditemui pada desa/kelurahan di Provinsi Bali. Disamping kemiskinan, di Provinsi Bali juga masih menghadapi berbagai masalah kesehatan masyarakat yang kompleks, utamanya menyangkut pengendalian penyakit menular berbasis lingkungan seperti DBD, Diare, TB, Malaria, dan juga penyakit berbasis prilaku seperti HIV/AIDS, serta penyakit bersumber binatang seperti Flu Burung dan rabies. Ada empat pilar utama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat yakni faktor genetik, faktor lingkungan, faktor prilaku, serta aksessibilitas pelayanan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu intervensi program harus fokus kepada akar masalah kesehatan tersebut di atas, khususnya menggarap hulunya yakni menciptakan lingkungan sehat dan memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat, sejalan dengan upaya membenahi aksessibilitas pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat. Disamping berpengaruh terhadap lingkungan dan prilaku, kemiskinan juga secara nyata mempengaruhi Akssessibilitas Pelayanan Kesehatan, khususnya menyangkut biaya pelayanan kesehatan yang semakin mahal sehingga tidak terjangkau kebanyakan masyarakat. Terlebih lagi dengan sistem pembayaran yang ditanggung sendiri oleh masyarakat (Out Of Pocket), kebanyakan masyarakat tidak sanggup membayar ketika mereka jatuh sakit, apalagi kalau penyakitnya
3
berat dan perlu tindakan operasi, atau menderita penyakit kronis yang memerlukan perawatan jangka panjang seperti penyakit jantung, kanker dan lainnya. Kalau kondisi ini dibiarkan terus berjalan, tentu akan berdampak pada derajat kesehatan masyarakat yang pada akhirnya bermuara kepada rendahnya Indek Pembangunan Manusia (IPM) masyarakat Bali. Gambaran masyarakat Bali yang telah tercakup dengan Jaminan Kesehatan (JK) tahun 2008 yang dicatat dalam Pedoman Penyelenggaraan JKBM (2010:2) adalah sebagai berikut : 1). Kelompok masyarakat yang tercakup Jaminan Kesehatan yaitu sejumlah 980.114 jiwa 27, 88 persen yang terdiri dari peserta Askes PNS 332.708 jiwa, askes komersial 11. 274 jiwa, Jamkesmas 537.776 jiwa, ASABRI 9.401 jiwa dan Jamsostek 88. 954 jiwa. 2). Kelompok masyarakat yang belum tercakup Jaminan Kesehatan sejumlah 2.535.886 jiwa 72,12 persen. Jadi sekitar 72,12 persen dari penduduk Bali belum memiliki Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang senantiasa akan bermasalah ketika mereka jatuh sakit. Bahkan mereka yang sudah tercakup asuransipun masih ada kendala, karena sebagian asuransi yang dikembangkan Pemerintah Kabupaten, portabilitasnya masih terbatas sampai tingkat pelayanan dasar atau tingkat rujukan lokal (RS kabupaten setempat), sehingga akan tetap bermasalah ketika harus ketingkat Provinsi atau pusat. Usaha peningkatan kesehatan masyarakat Bali dilaksanakan dengan pencetusan program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) yang dimulai Tanggal 1 Januari 2010. Jaminan Kesehatan Bali Mandara ini bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara gratis di Puskesmas dan Rumah Sakit
4
Pemerintah kepada masyarakat Provinsi Bali. Program JKBM memberikan akses pada warga Bali yang belum memiliki jaminan kesehatan. Pelayanan yang bisa diperoleh pada program JKBM adalah pelayanan rawat jalan tingkat pertama sampai rawat inap tingkat lanjutan serta pelayanan gawat darurat. Implementasi dalam pelayanan kesehatan program JKBM diharapkan mampu memberikan dampak yang positif bagi pembangunan Provinsi Bali. Secara umum program JKBM ini bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Bali. Bagi masyarakat Bali yang memiliki KTP dan KK dan sudah terdaftar di desa masing-masing akan mendapatkan pelayanan kesehatan di seluruh Puskesmas dan Rumah Sakit Pemerintah yang ada di Bali secara gratis. Program JKBM bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat di Kabupaten/Kota se-Bali kecuali Kabupaten Jembrana. Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2008-2010 NO
Kabupaten /Kota
1 Jembrana 2 Tabanan 3 Badung 4 Gianyar 5 Klungkung 6 Bangli 7 Karangasem 8 Buleleng 9 Denpasar PROVINSI BALI
2008 Jumlah (orang) 20400 28500 13700 28900 11700 13300 29500 46600 13100 205700
% 8 6.9 3.3 6.6 7 6.1 7.7 7.5 2.2 5.85
2009 Jumlah % (orang) 17600 6.8 20800 4.9 14000 3.3 25500 5.8 8800 5.2 11400 5.2 24700 6.4 37700 5.9 13300 2.2 173800 4.88
Sumber : BPS Provinsi Bali (data diolah) Tahun 2011
5
2010 Jumlah (orang) 21200 29300 17700 31500 12900 13800 31600 45900 17500 221400
% 8.1 6.9 3.2 6.7 7.6 6.4 7.9 7.4 2.2 6.27
Berdasarkan data diatas, pada tahun 2010 persentase penduduk miskin paling banyak adalah Kabupaten Jembrana sebesar 8 persen, dan persentase penduduk miskin yang paling terendah adalah Kota Denpasar. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa hampir semua Kabupaten di Bali tidak terlepas dari masalah kemiskinan, begitu juga Kabupaten Badung sebagai kabupaten terkaya di Bali belum mampu mengentaskan kemiskinan di daerahnya dengan jumlah penduduk miskin 3,2 persen pada tahun 2010. Kabupaten Badung merupakan kabupaten yang mengandalkan sektor pariwisata dalam pengembangan ekonomi wilayahnya. Berdasarkan data distribusi
PDRB
Kabupaten
Badung
2010
diketahui
sektor
pariwisata
(sektor perdagangan, hotel, dan restoran) merupakan penyumbang PDRB tertinggi di Kabupaten Badung yaitu sebesar 37,92 persen. Perkembangan sektor pariwisata yang lebih banyak berkembang di Wilayah Badung Selatan mengakibatkan munculnya permasalahan ketimpangan pembangunan di Kabupaten Badung. Pembangunan menjadi lebih terfokus di Wilayah Badung Selatan dibandingkan Wilayah Badung Utara, sehingga pertumbuhan Wilayah Badung Selatan relatif lebih
pesat
dibandingkan
Wilayah
Badung
Utara.
Fakta
yang
dapat
memperlihatkan adanya ketimpangan pembangunan antara Wilayah Badung Selatan dengan Wilayah Badung Utara adalah jumlah rumah tangga miskin yang sebagian besar teredapat di Wilayah Badung Utara.
6
Tabel 1.2 Jumlah Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Badung Tahun 2006-2008 (RTM) Jumlah Rumah Tangga Miskin 2006 2007 2008 Kuta 218 101 115 Kuta Utara 430 268 272 Kuta Selatan 598 458 437 Mengwi 1664 1285 1043 Abiansemal 1735 1593 1568 Petang 556 317 391 Kabupaten Badung 5201 4022 3826 Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Bali Tahun 2009 Kecamatan
Berdasarkan data statistik diatas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan jumlah rumah tangga miskin dari tahun ke tahun. Pada Tahun 2008 Jumlah Rumah Tangga Miskin di kabupaten Badung terendah di Kecamatan Kuta sebesar 115 Rumah Tangga Miskin, dan Jumlah Rumah Tangga Miskin tertinggi di Kecamatan Abiansemal sebesar 1.568 Rumah Tangga Miskin. Walaupun terjadi penurunan jumlah Rumah Tangga Miskin di kecamatan abiansemal dari tahun 2007 ke tahun 2008, tetap menempatkan Kecamatan Abiansemal sebagai Kecamatan dengan Jumlah Rumah Tangga Miskin tertinggi. Hal ini akan berpengaruh pada tingkat kesehatan dari Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Abiansemal.
7
Tabel 1.3. Jumlah Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Abiansemal Tahun 2008 (RTM) Desa/Kelurahan
Jumlah RT Miskin
Jumlah RT
%
Dauh yeh cani 54 1529 3.53 Darmasaba 81 1933 4.19 Sibang gede 115 2497 4.61 Mambal 75 1356 5.53 Bongkasa pertiwi 36 631 5.71 Sibang kaja 69 1208 5.71 Mekar bhuwana 73 1250 5.84 Blahkiuh 81 1315 6.16 Sangeh 75 1180 6.36 Bongkasa 98 1510 6.49 Selat 46 596 7.72 Angantaka 71 914 7.77 Abiansemal 143 1699 8.42 Punggul 75 833 9.00 Sedang 85 925 9.19 Ayunan 69 589 11.71 Taman 208 1774 11.72 Jagapati 114 827 13.78 Kecamatan Abiansemal 1568 22566 7.41 Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Bali Tahun 2009 Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa desa di Kecamatan Abiansemal dengan persentase jumlah rumah tangga miskin terbanyak terdapat didesa Jagapati sebanyak 13,78 persen dan desa dengan persentase jumlah rumah tangga miskin paling sedikit adalah Desa Dauh Yeh Cani sebanyak 3,53 persen. Hampir diseluruh desa yang ada di Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung memiliki jumlah persentase RTM yang berbeda kecuali di Desa Bongkasa Pertiwi dan Desa Sibang Kaja yang memiliki jumlah RTM yang sama. Kemiskinan dapat disebabkan oleh beberapa hal (Utama : 2010) pertama, kemiskinan alamiah atau
8
natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah seperti faktor usia, kesehatan, geografis tempat tinggal. Mereka tidak mempunyai sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia, sumber daya alam maupun sumber daya pembangunan lainnya. Kedua, kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh adat istiadat, etos kerja, dan lainnya. Kemiskinan ini mengacu pada sikap hidup seseorang yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budayanya, kelompok masyarakat ini sulit untuk diajak berpartisipasi dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya, sulit untuk melakukan perubahan serta biasanya menolak mengikuti perkembangan jaman. Ketiga, kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor buatan manusia seperti distribusi aset yang tidak merata dan kebijakan eknomi yang diskriminatif. Sehubungan dengan hal tersebut, diharapkan tidak terdapat perbedaan kinerja program JKBM dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di seluruh desa yang ada di Kecamatan Abiansemal mengingat masing-masing desa memiliki kondisi geografis, sumber daya, dan kebiasaan hidup yang berbedabeda sehingga manfaat dari program JKBM ini dapat dinikmati secara merata diseluruh desa tersebut. Maka dari itu, perlu diteliti terdapat tidaknya perbedaan kinerja program JKBM dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat diantara desa-desa yang ada di Kecamatan Abiansemal. Apabila dikelompokkan menjadi dua kategori yakni desa miskin dan desa sangat miskin dengan cara membuat batasan ditengah-tengah berdasarkan nilai rata-rata dari banyaknya persentase jumlah RTM yakni dengan nilai rata-rata sebesar 7,41 maka desa yang
9
termasuk dalam kelompok miskin adalah Desa Dauh Yeh Cani, Darmasaba, Sibang Gede, Mambal, Bongkasa Pertiwi, Sibang Kaja, Mekar Bhuwana, Blahkiuh, Sangeh, dan Bongkasa, sedangkan desa yang masuk dalam kelompok sangat miskin adalah Desa Selat,
Angantaka, Abiansemal, Punggul, Sedang,
Ayunan, Taman, dan Jagapati. Dengan melihat banyaknya jumlah rumah tangga miskin yang terdapat di Kecamatan Abiansemal dapat dikatakan bahwa pembangunan belum berjalan dengan baik. Pembangunan dikatakan berhasil apabila kesejahteraan masyarakat meningkat. Kesehatan merupakan penentu kesejahteraan sosial. Kesejahteraan bukan hanya diukur dari tingkat pendapatan , tetapi juga sehat jasmani dan rohani. Maka dari itu, pemerintah mencanangkan program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) yang memprioritaskan kepada masyarakat kurang mampu. Kinerja program pelayanan kesehatan JKBM dalam kaitannya dengan peningkatan derajat kesehatan sangat penting untuk diteliti sehingga diketahui kelemahan-kelemahan maupun keunggulannya dalam peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan serta dari segi peningkatan derajat kesehatannya mengingat 72,12 persen dari penduduk Bali belum memiliki Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Demikian pula belum ada informasi mengenai perbedaan kinerja program pelayanan kesehatan JKBM di desa miskin dengan desa sangat miskin dalam kaitannya dengan peningkatan derajat kesehatan masyarakat miskin di Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung.
10
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1) Apakah terdapat perbedaan Kinerja Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) dari segi peningkatan akses pelayanan kesehatan masyarakat antara desa kategori miskin dengan desa sangat miskin di Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung ? 2) Apakah
terdapat peningkatan
derajat kesehatan
Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung setelah
masyarakat di mendapatkan
program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) ? 3) Apakah terdapat perbedaan Kinerja Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) dari segi peningkatan derajat kesehatan masyarakat antara desa kategori miskin dengan desa sangat miskin di Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung ? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan diatas, dapat dirumuskan tujuan sebagai berikut. 1) Untuk mengetahui terdapat tidaknya perbedaan Kinerja Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) dari segi peningkatan akses pelayanan kesehatan masyarakat antara desa kategori miskin dengan desa sangat miskin di Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung.
11
2) Untuk mengetahui terdapat tidaknya peningkatan
derajat kesehatan
masyarakat di Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung setelah mendapatkan program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) . 3) Untuk mengetahui terdapat tidaknya perbedaan Kinerja Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) dari segi peningkatan derajat kesehatan masyarakat antara desa kategori miskin dengan desa sangat miskin di Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis, maupun manfaat praktis, yaitu. 1) Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya yang terkait dengan kualitas pelayanan kesehatan, serta dapat dijadikan referensi bagi penelitian dalam hal pelayanan kesehatan 2) Secara Praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi khususnya bagi Perangkat Daerah di Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung dan Pemerintah Provinsi Bali secara umum dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan dan derajat kesehatan untuk masyarakat yang tidak memiliki jaminan kesehatan. Disamping itu pula hasil penelitian ini dapat disebarluaskan untuk meningkatkan pemahaman aparatur pemerintah di bidang kesehatan untuk lebih meningkatkan profesionalismenya.
12