BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Pasal 1 Ayat 1, anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang dalam kandungan. Sedangkan menurut WHO batasan usia anak ialah antara 0-19 tahun. Dunia anak merupakan dunia yang penuh warna, dimana pertama kali anak belajar untuk bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya bersama teman-teman sebaya. Salah satu media anak dalam melakukan sosialisasi ialah dengan cara bermain. Bermain adalah kegiatan rekreatif yang sekaligus merupakan bagian dari metode untuk mengembangkan potensi anak, baik fisik maupun kreativitas. Bermain bagi anak memiliki nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari, karena melalui bermain anak-anak mampu mengembangkan fantasi, daya imajinasi dan kreativitasnya. Bermain dapat menumbuhkan kesenangan dan kepuasan, selain itu banyak nilai-nilai penting yang dihasilkan dari bermain, antara lain sosialisasi, sarana belajar, penyaluran energi emosional, perkembangan moral, fisik dan kepribadian. Secara formal dan universal kegiatan bermain dan bersenang-senang itu merupakan hak setiap anak. Hal ini telah diakui oleh masyarakat internasional dengan diratifikasinya 'Convention on The Rights of The Child' atau Konvensi tentang Hak-hak Anak (KHA) oleh banyak negara di dunia. Secara historis konsepsi KHA itu sendiri baru diterima dalam Sidang Umum PBB pada tanggal 20 November 1989. Kemudian pada tanggal 26 Februari 1990 pemerintah Indonesia
Universitas Sumatera Utara
bersama-sama dengan beberapa negara yang lainnya ikut menandatangani konvensi tersebut di New York, Amerika Serikat (AS). Moment penandatanganan KHA ini menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintah Indonesia dan beberapa negara lain menaruh kepedulian yang tinggi terhadap masa depan anak-anak. Untuk menindaklanjuti penandatanganan tersebut maka tepat pada tanggal 25 Agustus 1990 Presiden RI mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan KHA di Indonesia. Sejak saat itu secara formal dan moral Indonesia telah terikat berbagai ketentuan dalam KHA dalam upaya mengembangkan potensi dan kreativitas anak. Salah satu dari banyak hak-hak anak yang disebutkan secara eksplisit dalam KHA tersebut ialah hak anak untuk beristirahat dan bersenang-senang, untuk terlibat dalam kegiatan bermain, berekreasi dan seni budaya. Pada tahun 1993 Forum Komunikasi Pembinaan dan Pengembangan Anak Indonesia (FK-PPAI) berhasil merumuskan Asta Citra Anak Indonesia (ACAI) sebagai berikut: (1) Rajin beribadah; (2) Hormat dan berbakti kepada orang tua dan guru; (3) Jujur dan cakap dalam membawakan diri serta peka seni; (4) Pandai membaca dan menulis serta rajin bekerja; (5) Terampil, penuh prakarsa, rajin berkarya, mengejar prestasi dan berjiwa gotong royong; (6) Mandiri, penuh semangat, berdisiplin, dan bertanggung jawab; (7) Sehat, berhati riang, penuh keyakinan, dan usaha menghadapi masa depan; (8) Cinta tanah air. 1 Diantara banyaknya jenis permainan anak di Indonesia, maka kita mengenal jenis permainan tradisional dan permainan modern. Namun dalam perkembangannya, permainan tradisional saat ini semakin terpinggirkan dan popularitasnya telah digeser oleh kehadiran permainan modern. Permainan tradisional merupakan simbolisasi dari pengetahuan yang turun 1
http://p3m.amikom.ac.id/pics/2010/10/144130-1611-1999-07-23-PIKRAK-Anak-Industri-vs-Anak-Agraris.pdf)
Universitas Sumatera Utara
temurun dan mempunyai bermacam-macam fungsi atau pesan dibaliknya. Permainan tradisional merupakan hasil budaya yang besar nilainya bagi anak-anak dalam rangka berfantasi, berekreasi, berkreasi, berolah raga yang sekaligus sebagai sarana berlatih untuk hidup bermasyarakat, keterampilan, kesopanan serta ketangkasan. Aspek-aspek permainan tradisional diantaranya: a) aspek jasmani yang terdiri dari kekuatan dan daya tahan tubuh serta kelenturan; b) aspek psikis, yang meliputi unsur berfikir, unsur berhitung, kecerdasan, kemampuan membuat siasat, kemampuan mengatasi hambatan, daya ingat, dan kreativitas; c) aspek sosial meliputi unsur kerjasama, suka akan keteraturan, hormat menghormati, balas budi dan sifat malu. Salah satu gejala mencolok yang muncul dalam tiga dasawarsa terakhir di Indonesia adalah maraknya berbagai macam bentuk mainan (toys) dan permainan (game) yang berasal dari luar negeri yang tentu saja menggeser popularitas permainan tradisional di kalangan anak-anak. Modernisasi yang bergerak lambat namun pasti telah membuat permainan modern berkembang pesat dengan jenis-jenisnya yang makin variatif, permainan tradisional kini kian tersisih, tertinggal bahkan terlupakan. Mulai dari anak-anak sampai mereka yang telah dewasa pun kini asyik di depan layar TV, komputer, dan handphone untuk bermain game. Hal tersebut tidak mengherankan karena permainan ini tidak memerlukan tempat khusus dan luas serta bisa dimainkan sendiri. Gelombang masuknya unsur mainan asing ini terasa semakin sejalan dengan dibukanya tempat-tempat permainan elektronik dibanyak pusat perbelanjaan dan gedung-gedung bioskop. Mainan tradisional pada dasarnya lebih membentuk anak dalam kemampuan motoriknya. Mainan tradisional juga dapat melatih kemampuan sosial anak, karena pada umumnya permainan tradisional adalah permainan yang membutuhkan lebih dari satu pemain. Kemampuan sosial
Universitas Sumatera Utara
anak dengan teman-temannya sangat diasah, bagaimana emosi anak, bagaimana kemampuan anak untuk berempati dengan teman, kejujuran, kesabaran sangat dituntut dalam mainan tradisional. Jenis-jenis permainan tradisional tersebut antara lain congklak, engklek, petak umpet, kasti, engrang, lompat tali, tebak-tebakan, wayang, kelereng, membuat mobil-mobilan dari kayu, layangan, dan sebagainya. Mainan modern lebih mengasah anak dalam hal mengatur strategi, bagaimana anak menyusun suatu siasat agar tujuan/goal dari mainan tersebut tercapai sehingga sang anak menjadi juara. Kelebihan dari mainan ini selain kemampuan mengatur strategi, kemampuan koordinasi alat gerak dengan alat indra anak menjadi terasah. Selain itu beberapa orang percaya bahwa mainan ini mampu meningkatkan rentang perhatian dan konsentrasi anak. Namun kemampuan sosial anak tidak terlalu dipentingkan dalam mainan modern ini, malah cenderung diabaikan karena pada umumnya mainan modern berbentuk mainan individual dimana anak dapat bermain sendiri tanpa kehadiran teman-temannya, kalaupun main berdua kemampuan interaksi anak dengan temannya tidak terlalu terlihat. Pada dasarnya sang anak terfokus pada permainan yang ada di hadapannya. Mainan modern cenderung bersifat agresif, sehingga tidak mustahil anak bersifat agresif karena pengaruh dari mainan ini. Fenomena bergesernya permainan tradisional dengan masuknya permainan modern ini dapat kita temui di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Sumatera Utara. Mulai dari daerah perkotaan maupun dipelosok pedesaan, anak-anak sudah mengenal permainan modern seperti Timezone, Video Game, Playstation1, Playstation 2, Playstation 3, Nitendo, Spica, mainan yang menggunakan Remote Control, Robot-robotan, dan sebagainya. Ditambah lagi dengan dukungan jaringan internet yang kini telah merambah daerah pedesaan, sehingga anak-anak dari berbagai usia mampu untuk mengakses Game Online seperti Point Blank, Ayodance, Cityville, Poker, dan
Universitas Sumatera Utara
lain-lain. Hal serupa juga terjadi di Kelurahan Batang Terab Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi turut pula merambah pedesaanpedesaan di seluruh Indonesia, termasuk di Kelurahan Batang Terab. Tidak mengherankan apabila kita jumpai warung internet (warnet) tersebar dimana-mana sampai ke pelosok kelurahan (6 warnet dan 3 rental Playstation). Demikian pula halnya dengan tempat-tempat yang menyediakan jasa menyewakan Playstation. Permainan modern ini lebih menarik minat dan perhatian anak-anak di Kelurahan Batang Terab, sehingga saat ini sangat jarang ditemukan anakanak yang masih memainkan permainan tradisional bersama teman-temannya. Fenomena ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan permainan anak-anak, yakni dari tradisional ke modern. Berangkat dari latar belakang diatas, maka penulis merasa perlu melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana perubahan permainan anak dari tradisional ke modern yang terjadi di Kelurahan Batang Terab Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai dan faktor apa yang membuat anak lebih memilih permainan modern.
1.2.
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah diatas, maka
yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apa sajakah permainan tradisional dan modern yang terdapat di Kelurahan Batang Terab Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai? 2. Bagaimanakah perubahan permainan anak dari tradisional ke modern yang terjadi di Kelurahan Batang Terab Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai?
Universitas Sumatera Utara
3. Faktor apakah yang mempengaruhi anak dalam memilih jenis permainan?
1.3.
Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Batang Terab Kecamatan Perbaungan Kabupaten
Serdang Bedagai. Alasan dipilihnya lokasi tersebut adalah sebagai berikut: a. Efektifitas dan efisiensi waktu saat penelitian. b. Adanya variasi permainan yang dimainkan oleh anak-anak di Kelurahan Batang Terab Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai.
1.4.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perubahan permainan anak dari
tradisional ke modern yang terjadi di Kelurahan Batang Terab Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi anak dalam memilih jenis permainan serta mengetahui jenis permainan baik tradisional maupun modern yang teridentifikasi terdapat di Kelurahan Batang Terab. Manfaat dari penelitian ini adalah: a. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dan kontribusi positif secara akademis bagi kajian antropologi, khususnya mengenai folklor Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
b. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan wawasan penulis dalam bidang riset dan penulisan karya ilmiah, serta penerapan ilmu di tengah-tengah masyarakat. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi peneliti lainnya yang memerlukan bahan dalam hal ini, serta memperkaya bahan bacaan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politk khususnya Departemen Antropologi FISIP USU.
1.5.
Tinjauan Pustaka
1.5.1. Definisi Permainan Menurut Para Ahli Menurut Hans Daeng, permainan adalah bagian mutlak dari kehidupan anak dan permainan merupakan bagian integral dari proses pembentukan kepribadian anak. Andang Ismail
menuturkan bahwa permainan memiliki dua pengertian. Pertama,
permainan adalah sebuah aktifitas bermain yang murni mencari kesenangan tanpa mencari menang atau kalah. Kedua, permainan diartikan sebagai aktifitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan kepuasan, namun ditandai pencarian menang-kalah. Menurut Pellegrini dan Saracho, permainan memiliki sifat sebagai berikut: (1) Permainan dimotivasi secara personal, karena memberi rasa kepuasan. (2) pemain lebih asyik dengan aktivitas permainan (sifatnya spontan) daripada tujuannya. (3) Aktivitas permainan dapat bersifat nonliteral. (4) Permainan bersifat bebas dari aturan-aturan yang dipaksakan dari luar, dan aturanaturan yang ada dapat dimotivasi oleh para pemainnya. (5) Permainan memerlukan keterlibatan aktif dari pihak pemainnya.
Universitas Sumatera Utara
Kimpraswil mengatakan bahwa definisi permainan adalah usaha olah diri (olah pikiran dan olah fisik) yang sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan motivasi, kinerja, dan prestasi dalam melaksanakan tugas dan kepentingan organisasi dengan lebih baik. Joan Freeman dan Utami Munandar
mendefinisikan permainan sebagai suatu aktifitas yang
membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional. 2
1.5.2. Permainan Tradisional Permainan tradisonal merupakan simbolisasi dari pengetahuan yang turun temurun dan mempunyai bermacam-macam fungsi atau pesan di baliknya, di mana pada prinsipnya permainan anak tetap merupakan permainan anak. Dengan demikian bentuk atau wujudnya tetap menyenangkan dan menggembirakan anak karena tujuannya sebagai media permainan. Aktivitas permainan yang dapat mengembangkan aspek-aspek psikologis anak dapat dijadikan sarana belajar sebagai persiapan menuju dunia orang dewasa. Menurut Mulyadi (2004) bermain secara umum sering dikaitkan dengan kegiatan anakanak yang dilakukan secara spontan yang terdapat lima pengertian bermain; (1) sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak (2) tidak memiliki tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik (3) bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak serta melibatkan peran aktif keikutsertaan anak, dan (4)
2
http://belajarpsikologi.com/tag/pengertian-permainan/
Universitas Sumatera Utara
memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan seuatu yang bukan bermain, seperti kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial. Permainan tradisional juga dikenal sebagai permainan rakyat merupakan sebuah kegiatan rekreatif yang tidak hanya bertujuan untuk menghibur diri, tetapi juga sebagai alat untuk memelihara hubungan dan kenyamanan sosial. Dengan demikian bermain merupakan suatu kebutuhan bagi anak. Jadi bermain bagi anak mempunyai nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari termasuk dalam permainan tradisional. 3
1.5.3. Permainan Modern Permainan Modern adalah jenis permainan yang dari cara pembuatannya maupun cara memainkannya menggunakan teknologi canggih dan membutuhkan keahlian khusus. Permainan modern umumnya dimainkan secara individu daripada berkelompok, dan wujudnya sebagian besar berbentuk mesin, digital, online, dan sebagainya. 1.5.4. Permainan Tradisional Anak Dalam Kajian Antropologi. Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). (James Danandjaja, 1986 : 2) Ciri-ciri pengenal utama folklor pada umumnya dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat,
3
http://moharifikaha.blogspot.com/
Universitas Sumatera Utara
dan alat pembantu pengingat) dari generasi satu ke generasi berikutnya. Kini penyebaran folklor dapat terjadi dengan bantuan mesin cetak dan elektronik. b. Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar. Disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi). c. Folklor ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi (interpolation), folklor dengan mudah dapat mengalami perubahan. Perbedaannya hanya terletak pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap bertahan. d. Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lagi. e. Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola. f.
Folklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Cerita rakyat misalnya mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.
g. Folklor bersifat pralogis, yaitu memiliki logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. h. Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini diakibatkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya. i.
Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan. Hal ini karena banyak folklor yang merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manifestasinya (Danandjaja, 1986 : 3-5).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Jan Harold Brunvand, seorang ahli folklor dari AS, folklor dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok berdasarkan tipenya : (1) folklor lisan (verbal folklore), (2) folklor sebagian lisan (partly verbal folklore), dan (3) folklor bukan lisan (non verbal folklore). Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan. Bentuk folklor yang termasuk kedalam kelompok ini adalah (a) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan pangkat tradisional, dan titel kebangsawanan; (b) ungkapan tradisional seperti peribahasa, pepatah, dan pemeo; (c) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki; (d) puisi rakyat seperti pantun, gurindam, dan syair; (e) cerita prosa rakyat seperti mite, legenda dan dongeng; dan (f) nyanyian rakyat. Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Bentuk-bentuk folklor yang tergolong dalam kelompok ini ialah kepercayaan rakyat, permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat istiadat, upacara, pesta rakyat, dan lain-lain. Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok ini dapat dibagi menjadi dua subkelompok, yakni yang material dan bukan material. Bentuk folklor yang tergolong material antara lain: arsitektur rakyat (bentuk rumah asli daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya); kerajinan tangan rakyat; pakaian dan perhiasan tubuh rakyat; makanan dan minuman rakyat; dan obatobatan tradisional. Sedangkan yang termasuk yang bukan material antara lain gerak isyarat tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat (kentongan atau gendang), dan musik rakyat (Danandjaja, 1986 : 21-22). Permainan rakyat merupakan folklor karena diperolehnya melalui warisan lisan. Hal ini terutama berlaku bagi permainan rakyat anak-anak karena permainan ini disebarkan hampir
Universitas Sumatera Utara
murni melalui tradisi lisan dan banyak diantaranya disebarluaskan tanpa bantuan orang dewasa seperti orang tua mereka atau guru sekolah mereka. Permainan rakyat biasanya berdasarkan gerak tubuh seperti lari dan lompat; atau berdasarkan kegiatan sosial sederhana, seperti kejar-kejaran, sembunyi-sembunyian, dan berkelahi-kelahian; atau berdasarkan matematika dasar atau kecekatan tangan seperti menghitung dan melempar batu ke lubang tertentu; atau berdasarkan keadaan untung-untungan, seperti main dadu (Brunvand dalam Danandjaja, 1986 : 171). Berdasarkan perbedaan sifat permainan, maka permainan rakyat (folk games) dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu permainan untuk bermain (play) dan permainan untuk bertanding (game). Permainan bermain lebih bersifat untuk mengisi waktu senggang atau rekreasi, sedangkan permainan bertanding hampir selalu memiliki lima sifat khusus, seperti (1) terorganisasi, (2) perlombaan (competitive), (3) harus dimainkan paling sedikit oleh dua orang peserta, (4) memiliki kriteria yang menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah, dan (5) mempunyai peraturan permainan yang telah diterima bersama oleh para pesertanya (Roberts, Arth, dan Bush dalam Danandjaja 1986, 171). Selanjutnya permainan bertanding dapat dibagi lagi kedalam: 1. Permainan bertanding yang bersifat ketrampilan fisik (game of physical skill), 2. Permainan bertanding yang bersifat siasat (game of strategy) 3. Permainan bertanding yang bersifat untung-untungan (game of change) (Roberts dan Sutton Smith dalam Danandjaja, 1986 : 171). 1.6.
Metode Penelitian
1.6.1. Jenis Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Bentuk penelitian ini adalah penelitian studi deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yakni pendekatan yang menghasilkan data dan tulisan dari tingkah laku yang dapat diamati (Nawawi, 1994 : 203). Penelitian deskriptif ini digunakan untuk mengambarkan atau melukiskan secara terperinci bagaimana perubahan permainan anak dari tradisional ke modern dan untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi anak untuk memilih permainan modern di Kelurahan Batang Terab Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai.
1.6.2.
Informan Informan dalam penelitian ini antara lain adalah:
a. Informan kunci, yang terdiri dari: •
Tokoh Masyarakat, yaitu orang yang dituakan (sesepuh), dan para orang tua
•
Anak-anak yang berusia antara 0-18 tahun
b. Informan biasa, yaitu masyarakat di Kelurahan Batang Terab dan Penjaga warnet atau playstation.
1.6.3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode tertentu untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan kebutuhan peneliti. Jenis data dalam penelitian ini digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu : 1. Data Primer Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian lapangan yaitu:
Universitas Sumatera Utara
•
Observasi. Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap berbagai gejala yang tampak pada saat
penelitian. Adapun hal-hal yang diobservasi adalah siapa-siapa saja pihak yang terlibat antara lain orang tua, anak-anak, fasilitas permainan yang terdapat di Kelurahan Batang Terab, interaksi anak dengan teman sebaya, dan lain-lain. Observasi yang dilakukan dilengkapi dengan foto-foto untuk mengabadikan hal-hal yang dapat mempertegas data yang diperoleh dilapangan. •
Wawancara mendalam (in-depth interview). Wawancara mendalam yang dimaksud adalah yang sifatnya luwes, terbuka dan tidak
baku. Peneliti melakukan proses tanya jawab kepada para informan dengan harapan informan dapat mengungkapkan informasi atau data yang diharapkan dengan bahasanya sendiri. Jikalaupun ada pedoman wawancara (interview guide), itu hanya sebatas instrumen pembantu si peneliti yang sifatnya tidak monoton. 2. Data Sekunder •
Studi kepustakaan, yakni dengan menggunakan buku-buku atau referensi yang dapat mendukung penelitian ini.
•
Dokumentasi, untuk membantu penelusuran data historis, dapat berupa foto, artikel, jurnal, buku, dokumen atau catatan-catatan lainnya yang masih berkaitan dengan topik penelitian.
•
Internet untuk membantu memudahkan peneliti dalam mencari bahan penelusuran yang berkaitan dengan topik penelitian.
1.6.4. Analisa Data Analisa data adalah sebuah tahap dalam upaya menyederhanakan dari data yang telah diperoleh dari hasil penelitian di lapangan maupun dari hasil studi kepustakaan.
Universitas Sumatera Utara
Analisa data dikerjakan sejak peneliti mengumpulkan data dan dilakukan secara intensif setelah pengumpulan data selesai. Data-data yang diperoleh akan dipelajari kembali, ditelaah, dikelompokkan, sesuai dengan permasalahan dari penelitian yang dilakukan. Berdasarkan data yang diperoleh akan diinterpretasikan untuk menghasilkan data secara terperinci dan sistematis yang disajikan secara deskriptif. Setelah semua data terkumpul selanjutnya akan diproses untuk menemukan titik kesimpulan yang dapat menjelaskan laporan atau hasil penelitian yang disusun secara sistematis.
Universitas Sumatera Utara