BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor pariwisata yang pesat di Indonesia memberi dampak positif pada dunia perhotelan. Kebutuhan akan tempat menginap dan kegiatan MICE (Meetings, Incentives, Conferences, Exhibitions) semakin meningkat dan dimanfaatkan oleh jaringan hotel1 di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Berbagai jaringan hotel mengembangkan usaha perhotelan yang dimiliki dengan menambah jumlah properti hotel, tidak hanya di satu lokasi, namun di beberapa lokasi dan kota di Indonesia. Beberapa nama jaringan hotel dengan jaringan yang luas dan sudah cukup dikenal di Indonesia antara lain Santika Indonesia, Accor, Marriot, dan Hyatt. Dari beberapa nama jaringan hotel tersebut, Santika Indonesia menjadi jaringan hotel nasional yang terbesar di Indonesia. Yogyakarta terkenal sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Indonesia yang memiliki keunggulan dan daya tarik dengan keunikan budaya, tradisi, dan alamnya. Fakta tersebut memicu persaingan industri perhotelan menjadi semakin ketat dan mengakibatkan semakin banyak bermunculan hotel-hotel di Yogyakarta. Berdasarkan data dari PHRI (Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia) cabang Yogyakarta yang dipublikasikan melalui Tribun Jogja Online pada 20 Februari 2014, di akhir tahun 2013 terdapat total 1.160 hotel di Yogyakarta. Sebanyak 60 di antaranya merupakan hotel berbintang dengan sekitar 6.000 kamar dan 1.100 hotel lainnya merupakan hotel kelas melati dengan 12.660 kamar. Hotel-hotel berjaringan pun dapat ditemukan dengan mudah di Yogyakarta. Misalnya saja Meliá Purosani yang termasuk dalam jaringan hotel Meliá, Sheraton Mustika termasuk dalam jaringan hotel Sheraton, dan Hyatt termasuk dalam jaringan hotel Hyatt.
1
Jaringan hotel dapat diartikan sebagai beberapa hotel di bawah naungan suatu induk perusahaan, baik dengan nama yang sama maupun berbeda yang terletak di beberapa lokasi yang berbeda.
1
Royal Ambarrukmo Yogyakarta merupakan salah satu hotel bintang lima yang dikelola oleh Santika Indonesia sejak 27 Oktober 2011. Sebelum bergabung dengan Santika Indonesia, Royal Ambarrukmo Yogyakarta yang dulu bernama Ambarrukmo Palace Hotel adalah sebuah hotel berkelas internasional pertama di Indonesia yang memiliki nilai sejarah penting namun sempat tidak beroperasi selama beberapa tahun. Pemilik tanah dan bangunan hotel secara keseluruhan adalah Sri Sultan Hamengku Buwono. Namun selain Sri Sultan Hamengku Buwono, shareholder dari hotel ini juga terdiri dari PT Putera Mataram Indah Wisata (PMIW) dan PT Sampoerna Tbk. Hingga tahun 2004, manajemen Ambarrukmo Palace Hotel dikelola oleh Inna Group. Setelah sempat lama tidak beroperasi, tahun 2010 pengelolaan manajemen hotel dilakukan oleh PT Grahawita Santika, subunit bisnis dari Kelompok Kompas Gramedia yang menaungi Santika Indonesia. Santika Indonesia Hotels & Resorts yang dinaungi oleh PT Grahawita Santika merupakan salah satu jaringan hotel nasional terbesar di Indonesia dan telah berhasil mengelola smart hotel2, hotel bintang tiga, bintang empat, boutique villas, hingga luxurious boutique villas di berbagai kota di Indonesia. Hingga pertengahan tahun 2014 ini, PT Grahawita Santika telah memiliki 70 properti hotel di 32 kota di Indonesia dan 1 properti di Singapura. Properti hotel tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yang pertama adalah Santika Indonesia Hotels & Resorts yang terdiri dari Hotel Amaris, Hotel Santika, Hotel Santika Premiere, serta Hotel Santika Dyandra Premiere, dan yang kedua adalah The Royal Collection yang terdiri dari The Kayana dan The Samaya. Royal Ambarrukmo Yogyakarta sendiri menggunakan kata ‟Royal‟ yang menandai bahwa hotel tersebut merupakan bagian dari kelompok The Royal Collection, kelompok hotel berbintang lima.
2
Smart hotel atau biasa disebut dengan budget hotel adalah hotel yang mereduksi semua fasilitas tambahan hotel pada umumnya dan hanya menyediakan kebutuhan dasar untuk pengunjungnya yaitu tempat tidur, makanan, dan harga yang relatif terjangkau.
2
Pada tahun 2011, Santika Indonesia berhasil mengelola kembali dan melakukan rebranding3 terhadap Royal Ambarrukmo Yogyakarta hingga sekarang menjadi hotel bintang lima yang dikenal memiliki nuansa heritage, tidak hanya oleh masyarakat di Yogyakarta, namun juga di Indonesia dan mancanegara. Sejak 1 Februari 2014, Royal Ambarrukmo Yogyakarta dikelola secara mandiri dan tidak lagi tergabung dalam manajemen Santika Indonesia. Maka, saat ini Royal Ambarrukmo sedang mengalami masa transisi manajemen, dari manajemen Santika Indonesia menjadi manajemen yang dikelola sendiri. Royal Ambarrukmo Yogyakarta dituntut untuk dapat beradaptasi dan berkembang dengan kondisi yang berbeda dibandingkan dengan sebelumnya. Tidak ada lagi karyawan dari Santika Indonesia yang ditempatkan di manajemen Royal Ambarrukmo Yogyakarta. Tidak ada pula panduan, budaya kerja, hingga logo Santika Indonesia di Royal Ambarrukmo Yogyakarta. Berbagai tantangan harus dihadapi dalam masa transisi manajemen ini. Royal Ambarrukmo Yogyakarta harus beradaptasi dengan budaya kerja yang baru, beradaptasi dengan struktur organisasi yang berbeda, merancang kembali visi misi, hingga menentukan kembali SOP (Standard Operation Procedure), dan berbagai detail operasional lainnya. Berbeda dengan kondisi saat Royal Ambarrukmo Yogyakarta masih dikelola oleh Santika Indonesia, visi misi, SOP, serta sistem sudah berasal dari Santika Indonesia dan Royal Ambarrukmo Yogyakarta hanya tinggal menjalankannya. Salah satu bagian yang ikut terkena imbas dari transisi manajemen Royal Ambarrukmo Yogyakarta adalah Public Relations. Perubahan rencana, strategi, dan pendekatan dalam Public Relations tidak dapat dihindari dalam masa transisi manajemen di Royal Ambarrukmo Yogyakarta. Yang paling tampak adalah perubahan peran yang digunakan dalam menjalankan aktivitas Public Relations.
3
Rebranding dapat dipahami sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh perusahaan atau lembaga untuk mengubah total atau memperbarui sebuah brand yang telah ada agar menjadi lebih baik, dengan tidak mengabaikan tujuan awal perusahaan.
3
Dengan General Manager yang baru4, tim Public Relations harus mempersiapkan berbagai alternatif strategi komunikasi yang disesuaikan dengan selera General Manager. Berbagai rencana, strategi, dan pendekatan dalam program Public Relations harus diselaraskan dengan visi misi, serta berbagai kebijakan di Royal Ambarrukmo Yogyakarta yang juga turut berubah. Peran Public Relations dalam perancangan dan pelaksanaan aktivitas eksternal di masa transisi manajemen Royal Ambarrukmo Yogyakarta menjadi tugas tambahan bagi tim Public Relations. Pendekatan Public Relations yang dilakukan dalam merancang strategi harus jelas dan mempertimbangkan berbagai perubahan yang ada. Mulai dari perubahan pendekatan relasi dengan media, penyusunan kembali berbagai desain buatan Public Relations Officer yang masih ‟berbau‟ Santika Indonesia, hingga pembuatan standar penilaian kinerja tim Public Relations sendiri. Apabila sebelumnya Royal Ambarrukmo Yogyakarta mendapat sokongan dari Santika Indonesia dalam bidang Public Relations, baik berupa materi desain, relasi, media, maupun finansial, kini Royal Ambarrukmo Yogyakarta benar-benar harus mandiri. Saat masih berada di bawah naungan Santika Indonesia, Royal Ambarrukmo Yogyakarta tentu memperoleh kemudahan-kemudahan karena Santika Indonesia memiliki jaringan yang luas baik dari segi bisnis hingga publisitas. Seperti yang telah diketahui, Santika Indonesia merupakan salah satu subunit bisnis Kelompok Kompas Gramedia, dimana hal ini tentu menguntungkan Santika Indonesia karena Kelompok Kompas Gramedia memiliki berbagai unit bisnis yang bervariasi, mulai dari media massa, toko buku, percetakan, radio, hotel, lembaga pendidikan, event organizer, stasiun televisi, hingga perguruan tinggi. Mengacu pada penjelasan di atas, transisi manajemen di Royal Ambarrukmo Yogyakarta tersebut merupakan fenomena yang kontemporer5. Peran Public 4
General Manager Royal Ambarrukmo Yogyakarta yang baru berasal dari hotel yang merupakan jaringan hotel berlatarbelakang internasional. Gaya kepemimpinan General Manager yang berasal dari jaringan hotel internasional tentu berbeda dengan gaya Santika Indonesia yang selalu mengusung budaya Indonesia. 5 Kontemporer dapat dilihat sebagai hal-hal yang sedang berlangsung dan terjadi pada masa kini. Masa kini merujuk pada situasi sekarang yang menunjukkan sesuatu yang baru.
4
Relations dalam masa transisi manajemen Royal Ambarrukmo Yogyakarta dari manajemen Santika Indonesia menjadi manajemen yang mandiri merupakan hal yang krusial, masih hangat, dan menarik untuk diteliti karena proses transisi itu sendiri hingga kini masih berlangsung. Peran Public Relations menjadi salah satu aspek yang dipengaruhi dan mempengaruhi transisi tersebut. Fenomena transisi manajemen Royal Ambarrukmo Yogyakarta merupakan fenomena yang unik karena pergantian manajemen hotel biasanya dilakukan suatu hotel untuk masuk ke sebuah jaringan hotel, berbeda dengan kasus Royal Ambarrukmo Yogyakarta yang justru keluar dari sebuah jaringan hotel dan harus melalui proses yang panjang. Apalagi apabila kasus yang terjadi seperti Royal Ambarrukmo Yogyakarta, dimana suatu hotel lepas dari jaringan hotel yang sudah memiliki nama besar di Indonesia dan mancanegara, tentu akan mempengaruhi keseluruhan sistem dan citra hotel itu sendiri. Dikutip dari Jawa Pos tanggal 5 November 2008, salah satu contoh fenomena pergantian manajemen hotel, dimana suatu hotel yang dikelola oleh suatu manajemen hotel keluar dan memilih untuk mengelola manajemen hotel sendiri adalah Hotel Majapahit, yang memutuskan untuk melepaskan diri dari jaringan Mandarin Oriental Hotel Group. Selain dari sisi bisnis, faktor nilai sejarah dan lokasi hotel yang strategis menjadi pertimbangan Hotel Majapahit untuk berani mengambil langkah mengelola manajemen hotel secara mandiri. Setelah dikelola secara mandiri, Hotel Majapahit tetap menjadi pilihan para tamu karena nuansa bangunan dan dekorasinya yang klasik, sehingga menjadi prioritas tamu mancanegara yang ingin merasakan suasana Surabaya tempo dulu. Namun dengan adanya pergantian manajemen, tentu pihak Public Relations telah melakukan langkah-langkah besar untuk tetap mempertahankan citra Hotel Majapahit. Apalagi pergantian manajemen ini diikuti dengan pergantian nama hotel yang akan mempengaruhi keseluruhan operasional hotel. Berkaitan dengan fenomena tersebut, proses yang harus dirancang dan dijalankan Public Relations lebih dari sekadar rebranding, melainkan juga memerlukan rancangan dan pendekatan komunikasi yang baru, disesuaikan dengan berbagai perubahan yang ada di Royal Ambarrukmo Yogyakarta.
5
Fenomena tersebut dapat dilihat dengan menggunakan perumpamaan ‟kitab suci‟. Saat masih dikelola oleh Santika Indonesia, Royal Ambarrukmo Yogyakarta diberi ‟kitab suci‟ sebagai panduan yang hanya tinggal dilaksanakan dan dijalankan saja. Namun sekarang ketika sudah tidak lagi dikelola oleh Santika Indonesia, Royal Ambarrukmo Yogyakarta harus menulis dan menyusun sendiri isi ‟kitab suci‟ dari awal. Maka dari itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai peran Public Relations dalam masa transisi manajemen Royal Ambarrukmo Yogyakarta setelah tidak tergabung dalam Santika Indonesia.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana peran Public Relations dalam masa transisi manajemen Royal Ambarrukmo Yogyakarta setelah tidak tergabung dalam Santika Indonesia?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengamati peran Public Relations dalam merancang dan menjalankan strategi serta rencana selama masa transisi manajemen Royal Ambarrukmo Yogyakarta setelah tidak tergabung dalam Santika Indonesia.
D. Objek Penelitian Objek pada penelitian ini adalah Royal Ambarrukmo Yogyakarta, dalam departemen Public Relations dan departemen Human Resources.
6
E. Kerangka Teori 1.
Public Relations Istilah Public Relations sulit untuk didefinisikan secara pasti karena bidang
Public Relations sendiri dipandang melalui sudut pandang yang berbeda-beda oleh masing-masing orang. Public Relations dapat dipandang dari segi komunikasi, segi publikasi, segi pemasaran, segi manajemen, dan segi periklanan. Banyaknya sudut pandang tersebut membuat Public Relations memiliki berbagai definisi dan menjadi ilmu yang kompleks. Public Relations Society of America (PRSA) pada 2011 memperbarui definisi Public Relations yang telah dipublikasikan sebelumnya pada tahun 1982 sebagai “a strategic communication process that builds mutually beneficial relationships between organizations and their publics”. Cutlip, Center, dan Broom (2006: 6) menjabarkan definisi Public Relations adalah “fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan publik, yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut”. Frank Jefkins (2003: 10) mendefinisikan makna Public Relations sebagai “semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara organisasi dengan khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik berlandaskan pada saling pengertian”. Baskin, Aronof, dan Lattimore seperti dikutip Putra (2008: 1.4) menekankan bahwa banyak hal yang harus dilakukan oleh praktisi Public Relations. Menurut Baskin, Aronof, dan Lattimore, hal-hal yang harus dilakukan praktisi Public Relations adalah membantu organisasi dalam merumuskan filosofi, visi misi, serta menentukan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi. Intinya, Public Relations membantu organisasi dalam melakukan perubahan agar dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah. Public Relations bagi organisasi juga penting sebagai bagian yang membantu organisasi dalam membangun dan memelihara hubungan baik dengan publik internal maupun publik eksternal. Public Relations membantu organisasi untuk membangun saling pengertian dengan publiknya. Public Relations didefinisikan oleh banyak ahli menggunakan sudut pandang yang berbeda-beda, menyebabkan banyak terjadi perbedaan dalam memahami
7
Public Relations itu sendiri. PRSA seperti dikutip dari Cutlip, Center, dan Broom (2006: 6) mengungkapkan bahwa dari berbagai definisi tersebut, dapat ditemukan kata-kata kunci dan elemen yang sama dalam memahami definisi Public Relations. Elemen-elemen yang umumnya ditemukan di dalam definisi Public Relations adalah: a.
Melaksanakan program terencana dan berkesinambungan sebagai bagian dari manajemen organisasional
b.
Menangani hubungan antara organisasi dan publik stakeholder-nya
c.
Memonitor kesadaran, opini, sikap, dan perilaku di dalam dan di luar organisasi
d.
Menganalisis dampak kebijakan, prosedur, dan aksi terhadap publik stakeholder
e.
Mengidentifikasi kebijakan, prosedur, dan tindakan yang bertentangan dengan kepentingan publik dan kelangsungan hidup organisasi
f.
Memberi saran kepada manajemen dalam hal pembentukan kebijakan baru, prosedur baru, dan tindakan baru yang sama-sama bermanfaat bagi organisasi dan publik
g.
Membangun dan mempertahankan komunikasi dua arah antara organisasi dan publiknya
h.
Menciptakan perubahan yang terukur dalam kesadaran, opini, sikap, dan perilaku di dalam dan di luar organisasi
i.
Menghasilkan hubungan yang baru dan/atau tetap antara organisasi dan publiknya.
H. Frazier Moore (2004: 6) menyatakan terdapat empat unsur dasar Public Relations. Pertama, Public Relations merupakan filsafat manajemen yang bersifat sosial. Kedua, Public Relations adalah suatu pernyataan tentang filsafat tersebut dalam keputusan kebijaksanaan. Ketiga, Public Relations adalah tindakan akibat kebijaksanaan tersebut. Keempat, Public Relations merupakan komunikasi dua arah yang menunjang ke arah penciptaan kebijaksanaan ini kemudian
8
menjelaskan, mengumumkan, mempertahankan, atau mempromosikannya kepada publik sehingga memperoleh saling pengertian dan itikad baik. Public Relations bertanggung jawab terhadap perencanaan berbagai aktivitas Public Relations, menetapkan media komunikasi, dan membantu serta menasehati eksekutif lini (line executive) dalam melaksanakan tanggung jawab administratif untuk Public Relations, mengkoordinasikan dan mempersatukan fungsi-fungsi, menghilangkan duplikasi aktivitas-aktivitas, menjamin suatu program yang seimbang,
dan
menyajikan
keterampilan
khusus
yang
esensial
dalam
memproduksi materi komunikasi. Dalam berbagai aktivitas yang diadakan oleh Public Relations, publik menjadi penting karena menjadi sasaran utama yang dituju oleh Public Relations. Publik dari Public Relations disebut dengan stakeholders dan Rhenald Kasali (2003: 10) menyebutkan unsur-unsurnya yaitu: a.
Pemegang saham
b.
Karyawan dan manajemen
c.
Keluarga karyawan
d.
Kreditor
e.
Konsumen
f.
Pemasok
g.
Komunitas
h.
Pemerintah
Menurut Cutlip, Center, dan Broom (2006: 8) makna dan praktik Public Relations masa kini mencakup semua aktivitas dan bidang berikut: a.
Hubungan Internal Hubungan internal adalah bagian khusus dari Public Relations yang membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dan saling bermanfaat
antara
manajer
dan
menggantungkan kesuksesannya
9
karyawan
tempat
organisasi
b.
Publisitas Publisitas adalah informasi yang disediakan oleh sumber luar yang digunakan oleh media karena informasi itu memiliki nilai berita. Metode penempatan pesan di media ini adalah metode yang tak bisa dikontrol (uncontrolled) sebab sumber informasi tidak memberi bayaran kepada media untuk pemuatan informasi tersebut
c.
Advertising (Iklan) Iklan adalah informasi yang ditempatkan di media oleh sponsor tertentu yang jelas identitasnya yang membayar untuk ruang dan waktu penempatan informasi tersebut. Ini adalah metode terkontrol dalam menempatkan pesan di media
d.
Press Agentry Press agentry adalah penciptaan berita dan peristiwa yang bernilai berita untuk menarik perhatian media massa dan mendapatkan perhatian publik
e.
Public Affair Public affair adalah bagian khusus dari Public Relations yang membangun dan mempertahankan hubungan pemerintah dan komunitas lokal dalam rangka mempengaruhi kebijakan publik
f.
Lobbying Lobbying adalah bagian khusus dari Public Relations yang berfungsi untuk menjalin dan memelihara hubungan dengan pemerintah terutama dengan tujuan mempengaruhi penyusunan undang-undang dan regulasi
g.
Manajemen Isu Manajemen isu adalah proses proaktif dalam mengantisipasi, mengidentifikasi, mengevaluasi, dan merespon isu-isu kebijakan publik yang mempengaruhi hubungan organisasi dengan publik mereka
h.
Hubungan Investor Hubungan investor adalah bagian khusus dari Public Relations dalam perusahaan korporat yang membangun dan menjaga hubungan yang bermanfaat dan saling menguntungkan dengan shareholder dan
10
pihak lain di dalam komunitas keuangan dalam rangka memaksimalkan nilai pasar i.
Pengembangan Pengembangan adalah bagian khusus dari Public Relations organisasi nirlaba yang bertugas membangun dan memelihara hubungan dengan donor dan anggota dengan bertujuan mendapatkan dana dan dukungan sukarela.
Tabel 1.1 Model Public Relations Grunig dan Hunt Model Karakteristik
Tujuan Hakekat Komunikasi Model Komunikasi Hakekat Penelitian
Press
Public
Two-Way
Two-Way
Agentry
Information
Asymmetric
Symmetric
Propaganda One-way; kebenaran penuh tak penting Sumber → Penerima Sedikit
Penyebaran informasi
Persuasi ilmiah
Saling pengertian
One-way; kebenaran penting
Two-way; dampak tak berimbang
Two-way; dampak berimbang
Sumber → Penerima
Kelompok ←→ Kelompok
Formatif; evaluatif tentang sikap
Formatif; evaluatif tentang pemahaman
Sumber → Penerima Sedikit; keterbacaan; kepembacaan
Sumber: Grunig dan Hunt (dalam Putra, 2008: 2.4)
Dari bagan di atas, dapat diperhatikan bahwa model press agentry menggambarkan program-program Public Relations dengan tujuan tunggal untuk memperoleh publisitas melalui media massa yang menguntungkan (favourable) organisasi. Dalam model ini, kadang kebenaran dari informasi yang disampaikan menjadi tidak penting. Menurut Grunig dalam Putra (2008: 2.5), praktisi yang mempraktikkan model ini sering dipandang tidak lebih dari sekadar ‟flack‟.
11
Sedangkan dalam model public information, kegiatan Public Relations bertujuan
untuk
penyebaran
informasi
kepada
publik.
Praktisi
yang
mempraktikkan model ini sering dijuluki sebagai ‟journalist in residence’ yakni praktisi yang menekankan hubungan media dengan membuat press release sesering mungkin. Namun demikian, berbeda dengan model press agentry, dalam model ini praktisi sudah mempertimbangkan pentingnya kebenaran dalam informasi yang disampaikan. Model two-way asymmetric sudah lebih canggih dari kedua model sebelumnya. Praktisi Public Relations yang mempraktikkan model ini menggunakan hasil riset untuk mengembangkan pesan-pesan yang sekiranya lebih mudah untuk membujuk publik agar publik berpikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan harapan-harapan organisasi. Model ini disebut juga sebagai model persuasi ilmiah (scientific persuasion) yang menggunakan hasil-hasil penelitian tentang sikap, misalnya, untuk merancang pesan. Oleh sebab itu, model ini biasanya lebih efektif jika dibandingkan dengan dua model yang sebelumnya. Walaupun begitu, model ini adalah model yang lebih mementingkan pembelaan organisasi daripada mencari solusi yang terbaik bagi penyelesaian masalah Public Relations yang muncul. Organisasi diasumsikan selalu benar dalam tindakantindakannya,
sementara
publik
tidak
perlu
diakomodasi
kepentingan-
kepentingannya. Model two-way symmetric menggambarkan sebuah model Public Relations yang beroperasi berdasarkan penelitian dan menggunakan komunikasi untuk mengelola konflik dan meningkatkan pemahaman dengan strategi publik. Model ini menekankan pentingnya sebuah perubahan perilaku organisasi untuk merespon tuntutan publik. Dengan kata lain, Public Relations dalam sebuah organisasi di samping berfungsi untuk mempersuasi publik juga berfungsi untuk membujuk pengelola organisasi. Model ini merupakan model Public Relations yang paling etis dan bisa diterima secara sosial. Namun banyak yang melihat model ini sangat utopis. Dalam kenyataannya, organisasi yang ada lebih banyak menerapkan Public Relations dengan menggunakan tiga model pertama.
12
2.
Peran Public Relations Cutlip, Center, dan Broom (2006: 45) mengungkapkan bahwa praktisi selalu
menyesuaikan pola perilakunya untuk menangani situasi yang senantiasa terjadi di dalam pekerjaan mereka dan mengakomodasi ekspektasi orang lain tentang apa yang seharusnya dilakukan dalam pekerjaan mereka. Empat peran utama Public Relations adalah sebagai berikut: a. Teknisi Komunikasi Kebanyakan praktisi masuk ke bidang ini sebagai teknisi komunikasi. Teknisi komunikasi disewa untuk menulis dan mengedit newsletter karyawan, menulis news release dan feature, mengembangkan isi website, dan menangani kontak media. Praktisi yang melakukan peran ini biasanya tidak hadir saat manajemen mendefinisikan problem dan memilih solusi. Mereka baru bergabung untuk melakukan komunikasi dan mengimplementasikan program, terkadang tanpa mengetahui secara menyeluruh motivasi atau tujuan yang diharapkan. Dalam peran terbatas ini, para praktisi biasanya tidak berpartisipasi secara signifikan dalam pembuatan keputusan manajemen dan perencanaan strategis. b. Expert Prescriber Manajemen menyerahkan Public Relations di tangan para ahli dan manajemen biasanya mengambil peran pasif saja. Praktisi yang beroperasi sebagai praktisi pakar bertugas mendefinisikan problem, mengembangkan
program,
dan
bertanggungjawab
penuh
atas
implementasinya. Pimpinan dan klien menginginkan posisi expert prescriber diisi oleh orang yang ahli karena mereka ingin memastikan bahwa Public Relations sudah ditangani oleh pakar Public Relations sehingga berasumsi bahwa mereka tidak akan lagi berurusan dengan soal Public Relations jika mereka sudah mempekerjakan ahli-ahli Public Relations. Akibatnya Public Relations menjadi terpisah dan terisolasi dari aktivitas utama perusahaan.
13
Manajer yang tidak berpartisipasi sendiri akan menjadi tergantung kepada praktisi pakar setiap kali muncul isu Public Relations. Manajer juga tidak akan banyak memberi komitmen kepada kegiatan Public Relations dan tidak bertanggungjawab atas kesuksesan atau kegagalan program. Fungsi expert prescriber dalam proses program secara periodik, secara jangka panjang akan merintangi difusi pemikiran Public Relations di seluruh organisasi. Praktisi Public Relations kecewa karena hanya diserahi tanggung jawab untuk keberhasilan program sementara mereka hanya punya sedikit atau bahkan tak punya kontrol atas bagian-bagian penting dari situasi dan kontrol atas faktor-faktor yang menyebabkan munculnya problem Public Relations. c. Fasilitator Komunikasi Peran fasilitator komunikasi bagi seorang praktisi adalah sebagai pendengar yang peka dan broker (perantara) komunikasi. Fasilitator komunikasi bertindak sebagai perantara (liaison), interpreter, dan mediator antara organisasi dan publiknya. Mereka menjaga komunikasi dua arah dan memfasilitasi percakapan dengan menyingkirkan rintangan dalam hubungan dan menjaga agar saluran komunikasi tetap terbuka. Tujuannya adalah memberi informasi yang dibutuhkan oleh manajemen maupun publik untuk membuat keputusan demi kepentingan bersama. Praktisi yang berperan sebagai fasilitator komunikasi ini bertindak sebagai sumber informasi dan agen kontak resmi antara organisasi dan publik. Mereka menengahi interaksi, menyusun agenda diskusi, meringkas dan menyatakan ulang suatu pandangan, meminta tanggapan, serta membantu mendiagnosis dan memperbaiki kondisi-kondisi yang mengganggu hubungan komunikasi di antara kedua belah pihak. Fasilitator komunikasi menempati peran di tengah-tengah dan berfungsi sebagai penghubung antara organisasi dan publik. Mereka beroperasi di bawah asumsi bahwa komunikasi dua arah akan meningkatkan kualitas
14
keputusan yang diambil oleh organisasi dan publik dalam hal kebijakan, prosedur, dan tindakan demi kepentingan bersama. d. Fasilitator Pemecah Masalah Ketika praktisi melakukan peran fasilitator pemecah masalah, mereka berkolaborasi dengan manajer lain untuk mendefinisikan dan memecahkan masalah. Mereka menjadi bagian dari tim perencanaan strategis. Kolaborasi dan musyawarah dimulai dengan persoalan pertama dan kemudian sampai ke evaluasi program final. Praktisi pemecah masalah membantu manajer lain dan organisasi untuk mengaplikasikan Public Relations dalam proses manajemen bertahap yang juga dipakai untuk memecahkan problem organisasional lainnya. Manajer lini memainkan peran penting dalam menganalisis situasi problem karena mereka adalah pihak yang paling tahu dan paling dekat dengan kebijakan, produk, prosedur, dan tindakan organisasi. Mereka juga merupakan pihak yang mempunyai kekuasaan untuk melakukan perubahan. Karenanya, mereka harus berpartisipasi dalam pemikiran dan perencanaan strategis di dalam program Public Relations. Ketika manajer lini berpartisipasi dalam proses perencanaan strategis Public Relations, mereka akan memahami motivasi dan tujuan program, mendukung keputusan taktis dan strategis, dan mereka berkomitmen untuk membuat perubahan dan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan program. Fasilitator pemecah masalah dimasukkan ke dalam tim manajemen karena mereka punya keahlian dan keterampilan dalam membantu manajer lain untuk menghindari masalah atau memecahkan masalah. Akibatnya, pandangan Public Relations akan dipertimbangkan dalam pembuatan keputusan manajemen.
15
Tabel 1.2 Lingkungan dan Peran Organisasional Ancaman Rendah
Ancaman Tinggi
Sedikit Perubahan
Teknisi Komunikasi
Fasilitator Pemecah Masalah
Banyak Perubahan
Fasilitator Komunikasi
Expert Prescriber
Sumber: Cutlip, Center, dan Broom (2006: 51)
Di samping keempat peran tersebut, menurut Dozier dalam Putera (2008: 1.20) terdapat dua peran dominan yang muncul dalam praktik Public Relations yaitu: a.
Teknisi Public Relations Teknisi Public Relations mengurusi soal tulis-menulis, memproduksi dan menyebarkan komunikasi, seperti press release, pidato, website, cerita feature, dan laporan tahunan. Mereka cenderung kreatif, berjiwa seni, dan cakap secara teknis. Mereka menganggap diri mereka sebagai ‟pengrajin kata-kata‟ dan memperlihatkan sedikit kecenderungan atau minat kepada perencanaan strategis dan riset. Mereka kebanyakan fokus pada aktivitas komunikasi dan aktivitas lain dalam proses komunikasi. Mereka yang dominan dalam peran ini biasanya bukan bagian dari lingkaran manajemen, tetapi mereka menikmati kepuasan dalam bekerja jika mereka tetap berada dalam peran teknisi berdasarkan pilihannya sendiri. Peran ini merupakan inti dari pekerjaan Public Relations tradisional yang terdiri dari menulis rilis berita dan komunikasi media lainnya serta menjalin hubungan media.
b.
Manajer Public Relations Manajer Public Relations merupakan bagian dari manajemen organisasi. Peran ini membutuhkan keahlian riset, minat pada pemikiran strategis, dan tendensi untuk berpikir dari segi hasil atau dampak dari aktivitas Public Relations. Praktisi dalam peran manajer Public Relations
16
tidak membatasi taktik mereka hanya pada komunikasi. Mereka menggunakan scanning lingkungan dan inteligen organisasi, negosiasi dan pembentukan koalisi, manajemen isu, evaluasi program, dan konseling manajemen sebagai alat-alat Public Relations. Akuntabilitas dan partisipasi dalam manajemen organisasi membuat praktisi ini menerima gaji besar, tetapi juga tanggung jawab yang besar dan tingkat stres yang tinggi pula. Namun para periset yang meneliti 321 organisasi di Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris menemukan bahwa prediktor utama dari Public Relations yang baik adalah sejauh mana eksekutif Public Relations organisasi mampu melaksanakan peran manajer di atas peran teknisi.
Sebagai fungsi manajemen, Public Relations merupakan bagian dari struktur dan proses organisasi dalam menyesuaikan diri dengan perubahan. Tanggung jawabnya antara lain membantu organisasi mengidentifikasi, menilai, dan menyesuaikan diri dengan lingkungan ekonomi, politik, sosial, dan teknologinya yang bergejolak. Public Relations menjadi suatu fungsi strategis penting dalam suatu organisasi yang melakukan komunikasi dengan publik sehingga muncul pemahaman dan penerimaan dari publik terhadap organisasi. Salah satu fungsi penting Public Relations adalah untuk membangun relasi jangka panjang dengan berbagai lembaga strategis. Konsep dan strategi Public Relations yang dirancang memberikan pengaruh positif terhadap keefektifan kinerja dan pelaksanaan kegiatan Public Relations. Perlunya riset dan pemahaman permasalahan perusahan sangat penting sebelum Public Relations menjalankan aksi. Proses tersebut menjadi salah satu kesempatan bagi Public Relations untuk memikirkan secara matang berbagai kemungkinan, kesempatan, tantangan, hambatan, dan permasalahan yang telah, sedang, dan akan dilalui oleh perusahaan, sehingga dapat disesuaikan dengan rencana dan strategi Public Relations yang akan diterapkan. Proses evaluasi menjadi batu loncatan yang memiliki peran penting. Meski merupakan tahapan proses terakhir, proses evaluasi sebenarnya menjadi tahapan awal yang harus
17
dilakukan sebelum Public Relations memulai kembali proses tersebut. Evaluasi dilakukan untuk menilai dan mengendalikan hasil dari strategi Public Relations yang dijalankan melalui berbagai aktivitas dan berguna sebagai patokan untuk rencana dan strategi yang selanjutnya. Rencana strategis ditetapkan dengan menyesuaikan garis-garis besar tindakan strategis yang akan diambil dalam kurun waktu tertentu ke depan. Waktu yang ditetapkan dalam menjalankan strategi tidak dapat diprediksi dan bervariasi, sebab perkiraan dan perubahan di masa mendatang selama berjalannya strategi pun dapat terjadi. Public Relations sebagai bagian dalam suatu organisasi tidak dapat berdiri dan berjalan sendiri. Segala strategi, rencana, dan aktivitas yang akan dilakukan oleh Public Relations harus sejalan dan mendukung visi misi organisasi tersebut. Maka strategi perusahaan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum Public Relations menetapkan strateginya sendiri, yang nantinya akan disesuaikan dengan strategi perusahaan. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, Public Relations tidak dapat berdiri sendiri tanpa dukungan dan keterlibatan dari departemen lain dalam suatu organisasi. Public Relations memiliki fungsi yang mampu menghubungkan berbagai departemen dalam internal suatu organisasi dengan publik eksternal organisasi, melalui berbagai aktivitas Public Relations yang dijalankan. Fungsi Public Relations tersebut sengaja diciptakan untuk membangun keselarasan antara berbagai fungsi internal dan eksternal dari organisasi, sehingga tidak terjadi ketimpangan. Kedudukan Public Relations dalam suatu organisasi tidak dapat disamakan antara organisasi yang satu dengan yang lain. Belum ada teori yang jelas untuk menjelaskan kedudukan dan letak Public Relations di dalam struktur organisasi. Sampai sekarang pun masih ada yang berselisih pendapat mengenai di mana kedudukan Public Relations sesungguhnya di dalam suatu organisasi. Jawabannya mudah, tergantung tugas macam apa yang diemban oleh tim Public Relations itu. Kontribusi dan keterlibatan Public Relations sangat diperlukan organisasi untuk tetap menjaga keseimbangan fungsi internal dan eksternal di dalam organisasi tersebut. Rhenald Kasali (2003: 34) menyebutkan kontribusi yang
18
dapat diberikan oleh Public Relations terhadap strategi dan rencana jangka panjang organisasi adalah sebagai berikut: a. Menyampaikan fakta dan opini, baik yang beredar di dalam maupun di luar organisasi. Bahan-bahan itu diperoleh dari kliping media massa dalam kurun waktu tertentu, dengan melakukan penelitian terhadap naskah pidato pimpinan, bahan yang dipublikasikan organisasi, serta melakukan wawancara tertentu dengan pihak yang berkepentingan atau dianggap penting b. Menelusuri dokumen resmi organisasi dan mempelajari perubahan yang terjadi secara historis. Perubahan ini umumnya disertai dengan perubahan sikap organisasi terhadap publiknya dan sebaliknya. c. Melakukan analisis SWOT yang merupakan singkatan dari Strength (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunities (peluang), Threats (ancaman). Public Relations perlu melakukan analisis mengenai persepsi dari berbagai fungsi internal dan eksternal organisasi atas SWOT yang dimiliki. Misalnya, mengenai masa depan industri yang dijalani, citra yang dimiliki organisasi, budaya yang dimiliki, serta potensi lain yang dimiliki organisasi.
Kumpulan berbagai kontribusi dari seluruh departemen yang ada di dalam organisasi menjadi rangkuman dan acuan bagi Public Relations untuk merancang dan menerapkan strategi yang akan dijalankan. Hal ini memberi keuntungan bagi Public Relations sendiri, karena dengan adanya acuan tersebut, strategi dan rencana Public Relations akan lebih terarah dan sesuai dengan arah serta tujuan bersama perusahaan. Pada awalnya Public Relations hanya berperan sebagai pendukung fungsi komunikasi dalam suatu organisasi. Namun kini fungsi Public Relations di dalam suatu organisasi sudah berkembang lebih dari itu. Tanggung jawab yang dimiliki Public Relations semakin besar seiring dengan makin meluasnya fungsi Public Relations. Kontribusi Public Relations sangat diperlukan dalam mencapai tujuan organisasi.
19
Public Relations di mana pun tempatnya dalam struktur organisasi dituntut untuk memiliki tingkat profesionalisme tinggi. Bagi yang ada di puncak, profesionalisme yang tinggi merupakan suatu keharusan sebagai cara untuk menjawab tantangan yang sudah diberikan dengan menempatkan Public Relations pada bagian puncak struktur organisasi. Dalam praktiknya, penempatan Public Relations dalam struktur organisasi sangat beraneka ragam. Bahkan tak sedikit organisasi
yang
mengabaikan
bagian
Public
Relations.
Di
Indonesia,
kecenderungannya adalah Public Relations berada pada level menengah ke bawah dalam struktur organisasi.
3.
Transisi Manajemen Setyaningsih Sri Utami (2007) mendeskripsikan perubahan organisasi sebagai
tindakan beralihnya suatu organisasi dari kondisi saat ini menuju kondisi masa yang akan datang yang diinginkan guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi. Suatu organisasi perlu melakukan perubahan dalam melakukan kegiatannya karena lingkungan organisasi secara terus-menerus mengalami perubahan, sehingga organisasi perlu melakukan perubahan jika ingin tetap eksis dan sukses dimasa mendatang. Winardi (2007: 207) mengatakan bahwa perubahan organisasi adalah tahapan yang harus dihadapi dan dilewati oleh semua perusahaan. Perusahaan yang tidak mengalami perubahan tidak akan dapat bertahan di lingkungan dan bidang di mana perusahaan tersebut berjalan. Perubahan organisasi dewasa ini menjadi suatu keharusan sehubungan dengan dinamika kondisi-kondisi lingkungan eksternal, ketegangan-ketegangan, dan tekanan-tekanan internal. Menurut Robbins dan Judge (2008: 339), terdapat enam faktor kekuatan pendorong perubahan organisasi yaitu: a.
Keadaan angkatan kerja
b.
Teknologi
c.
Guncangan ekonomi
d.
Persaingan
20
e.
Tren sosial
f.
Perpolitikan dunia
Kurt Lewin dalam Robbins dan Judge (2008: 348) mengatakan bahwa perubahan dalam organisasi yang berhasil harus mengikuti tiga tahap yaitu pelepasan (unfreezing), pergerakan (movement), dan pembekuan kembali (refreezing). Pelepasan adalah upaya perubahan untuk mengatasi tekanan yang berasal dari penolakan individual dan kesesuaian kelompok. Pergerakan adalah proses perubahan yang mengubah organisasi dari status quo menjadi kondisi akhir yang diinginkan. Pembekuan kembali adalah intervensi untuk menstabilkan suatu perubahan dengan cara menyeimbangkan daya dorong (driving forces) dan daya hambat (restraining force). Status quo dianggap sebagai kondisi ekuilibrium. Masa transisi menjadi masa peralihan dalam proses menuju perubahan di dalam organisasi. William Bridges (2009: 5) menyebutkan “because transition is a process by which people unplug from an old world and plug into a new world, we can say that transition starts with an ending and finishes with a beginning”. Dari penjelasan Bridges tersebut dapat dipahami bahwa masa transisi adalah masa peralihan dari periode yang lama menuju periode yang baru. Perubahan dan transisi merupakan dua hal yang berbeda namun saling melengkapi satu sama lain. Perubahan terjadi dalam waktu yang cepat dan bersifat situasional, sedangkan transisi berjalan lambat dan bersifat psikologis. Pada masa transisi, manusia sadar untuk berjalan menuju ke situasi yang baru dan perubahan yang menyertainya. Berdasarkan William Bridges (2009: 4), terdapat tiga fase dalam masa transisi yang terdiri atas: a. Ending, Losing, Letting Go Fase ini merupakan awal dari masa transisi yang dialami. Fase ini sering ditandai dengan dengan adanya sikap resistensi dan gejolak emosional karena dipaksa untuk melepaskan sesuatu yang membuat nyaman. Emosi yang kemungkinan dihadapi dalam fase ini antara lain rasa takut, penyangkalan, kemarahan, kesedihan, disorientasi, frustasi, ketidakpastian, hingga rasa kehilangan.
21
b. The Neutral Zone Pada fase ini seringkali dihadapi kebingungan, ketidakpastian, dan ketidaksabaran. Terkadang beban kerja yang lebih berat harus dihadapi karena harus beradaptasi dengan sistem dan cara kerja yang baru, sementara kebiasaan dan sistem yang lama masih belum dapat ditinggalkan. Emosi yang sering dialami pada fase ini yaitu kebencian terhadap inisiatif perubahan, moral yang rendah dan produktivitas yang rendah, kecemasan tentang peran, status, atau identitas, bahkan skeptis tentang inisiatif perubahan. Fase ini juga dapat menjadi salah satu fase dimana dapat terjadi proses kreatifitas, inovasi, dan pembaruan. Fase ini menjadi fase tepat untuk mendorong dan mencoba cara-cara berpikir atau bekerja yang baru. c. The New Beginning Fase terakhir ini adalah saatnya untuk menerima, mengembangkan identitas baru, dan energi yang baru. Orang-orang telah mulai menerima inisiatif perubahan dan sedang membangun keterampilan yang mereka butuhkan untuk bekerja dengan sukses dengan cara baru. Mereka juga mulai dapat melihat keberhasilan awal dari upaya mereka. Emosi yang dialami pada fase ini beberapa diantaranya yaitu energi penuh, keterbukaan untuk belajar, komitmen baru untuk kelompok atau peran mereka. Bagan 1.1 Tiga Fase Masa Transisi
Sumber: William Bridges (2009: 5)
22
Ketika manajemen suatu organisasi berada dalam masa transisi, diperlukan waktu yang cukup lama untuk beradaptasi dan melewati ketiga fase tersebut bagi orang-orang yang berada di dalam manajemen, baik pimpinan maupun bawahan. Adaptasi tersebut diperlukan untuk memahami dan menerima perubahan yang sedang terjadi. Masa transisi merupakan masa yang sangat penting dalam proses perubahan, karena menentukan apakah perubahan yang terjadi akan menuju ke arah yang baik atau buruk.
F. Kerangka Konsep Menurut Dozier dalam Putra (2008: 1.18), peran yang diemban praktisi Public Relations dalam organisasi merupakan salah satu kunci penting untuk pemahaman fungsi Public Relations dan komunikasi organisasi. Peranan praktisi Public Relations juga merupakan salah satu kunci untuk pengembangan pencapaian profesional dari praktisi Public Relations. Artinya, hanya dengan menjalankan peran manajer, realisasi Public Relations yang profesional dapat tercapai. Public Relations memegang peranan penting dan utama dalam suatu perusahaan. Pengambilan keputusan dan peran Public Relations mempengaruhi berbagai aktivitas dan strategi yang akan direncanakan dan dijalankan oleh perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran Public Relations harus dijalankan selaras dengan tujuan perusahaan, yang menjadi tujuan utama seluruh departemen di dalam perusahaan tersebut. Berbagai kegiatan dan program yang dirancang Public Relations harus direncanakan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan yang diterapkan dalam filosofi dan visi misi perusahaan. Tuntutan profesionalitas sangat tinggi karena peran penting Public Relations dalam menetapkan kebijakan, akses tak terbatas ke atas dan ke bawah, serta wewenang perusahaan. Peran ini diberikan karena Public Relations memiliki tanggung jawab yang besar untuk menjalankan fungsi komunikasinya. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini akan menerapkan jenis peran dominan Public Relations yang dibagi menjadi dua, yaitu teknisi Public Relations
23
dan manajer Public Relations. Alasan digunakannya kedua jenis peran Public Relations tersebut karena dalam praktiknya, terutama di berbagai perusahaan di Indonesia, Public Relations hanya diposisikan sebagai teknisi dan bukannya manajer. Terdapat perbedaan yang amat mendasar dari kedua peran tersebut yaitu pada keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan di perusahaan. Teknisi Public Relations tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan manajemen karena dianggap sebagai posisi yang hanya berperan menjalankan rencana yang telah diputuskan oleh orang-orang di posisi manajerial. Sedangkan manajer Public Relations berpartisipasi dalam membuat keputusandan bertanggungjawab terhadap gagal atau berhasilnya sebuah program Public Relations dan terlibat dalam seluruh proses organisasi, tidak sekadar di bagian Public Relations saja. Terdapat dua ciri-ciri praktisi Public Relations yang menjalankan posisi manajerial. Pertama, mereka merupakan bagian dari koalisi dominan dalam organisasi dan terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang memutuskan perencanaan strategis. Kedua, mereka mengelola bagian Public Relations tanpa campur tangan bagian lain dan bertanggungjawab secara penuh terhadap seluruh programnya.
Tabel 1.3 Unit Analisis Peran
Manajer Public Relations
Definisi
Praktisi Public Relations yang
Indikator
- Mengelola respon
merupakan bagian dari manajemen
organisasi terhadap
organisasi dan melakukan
berbagai isu
pengelolaan terhadap seluruh kegiatan Public Relations meliputi perencanaan, pengimplementasian, dan pengevaluasian program.
- Memanfaatkan riset untuk segmentasi publik - Mengembangkan goals dan objective untuk bagian Public Relations
24
- Melakukan riset evaluasi - Mempersiapkan anggaran untuk bagian Public Relations
Teknisi Public Relations
Praktisi Public Relations yang
- Menerapkan program dan
bukan bagian dari lingkaran
rencana yang ditetapkan
manajemen dan bertugas untuk
oleh manajemen
mengerjakan pekerjaan teknis yang
- Melakukan pekerjaan
telah ditetapkan sebelumnya oleh
Public Relations
manajemen, juga melakukan
tradisional yaitu menulis
implementasi program Public
rilis berita dan komunikasi
Relations.
media lainnya serta menjalin hubungan media - Melakukan pekerjaan tulis menulis, memproduksi dan menyebarkan komunikasi, seperti press release, pidato, website, cerita feature, dan laporan tahunan - Melakukan pekerjaan teknis, bukan perencanaan strategis dan riset
Dalam penelitian ini, seperti kerangka teori yang telah dijelaskan sebelumnya akan diterapkan dalam fenomena transisi manajemen yang dialami oleh Royal Ambarrukmo Yogyakarta. Sebagai organisasi profit berupa hotel, Royal Ambarrukmo Yogyakarta dikenal sudah memiliki citra dan positioning yang kuat di Yogyakarta. Di sini nantinya akan dilihat bagaimana peran Public Relations
25
Royal Ambarrukmo Yogyakarta dalam merancang atau pun menjalankan strategi yang bertujuan untuk tetap menjaga dan meningkatkan berbagai hal yang telah berhasil diperoleh oleh perusahaan selama ini selama masa transisi manajemen. Seperti yang telah dijelaskan dalam teori sebelumnya, penelitian ini juga akan menggunakan teori dari William Bridges dalam melihat fase transisi yang sedang dilalui oleh Royal Ambarrukmo Yogyakarta. Perubahan yang terjadi pada manajemen membawa perusahaan dalam masa transisi. Kontribusi besar Public Relations sangat diperlukan karena perusahaan harus tetap mempertahankan citra baik yang telah diterima publiknya, sedangkan di internal perusahaan sendiri sedang terjadi perubahan. Mau tidak mau, perubahan yang terjadi pada internal perusahaan akan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap eksternal perusahaan. Apalagi perubahan yang terjadi adalah transisi manajemen, dimana perusahaan harus melakukan berbagai perubahan yang mendasar, bahkan hingga tujuan perusahaan yang tercermin dalam filosofi dan visi misi perusahaan. Berubahnya tujuan perusahaan memaksa Public Relations untuk turut menyesuaikan peran hingga strategi yang telah dijalankan selama ini. Meskipun peran Public Relations yang telah dijalankan selama ini dinilai sudah cukup memberi kontribusi terhadap perkembangan besar perusahaan, namun dalam manajemen yang baru ternyata Public Relations dituntut untuk merancang strategi baru yang mampu memberi kontribusi lebih besar lagi. Hal ini disebabkan karena perusahaan sedang berada dalam masa transisi manajemen, dimana sedang terjadi perubahan yang cukup signifikan, sehingga perusahaan memerlukan bantuan Public Relations untuk dapat beradaptasi menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang terjadi. Bagaimana peran dan posisi Public Relations dijalankan di Royal Ambarrukmo Yogyakarta menjadi perhatian utama dalam penelitian ini.
26
G. Metodologi Penelitian 1.
Jenis Penelitian Penelitian ini pada dasarnya akan melihat bagaimana peran Public Relations
dijalankan dalam transisi manajemen Royal Ambarrukmo Yogyakarta setelah tidak lagi tergabung dalam Santika Indonesia. Maka pertanyaan ‟how’ (bagaimana) dan ’why’ (mengapa) akan dijawab dalam penelitian ini, yang berkenaan dengan kaitan-kaitan operasional yang menuntut pelacakan waktu tersendiri dan bukan sekadar frekuensi atau kemunculan. Pertanyaan ‟bagaimana‟ dan ‟mengapa‟ pada penelitian ini lebih mengarah pada bentuk eksplanatoris. Maka penelitian ini sangat tepat diteliti dengan menggunakan pendekatan kualitatif eksplanatoris karena nantinya dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai bagaimana peran Public Relations dalam masa transisi manajemen Royal Ambarrukmo Yogyakarta. Fenomena transisi manajemen Royal Ambarrukmo Yogyakarta dapat disebut sebagai peristiwa kontemporer dan tidak dapat dimanipulasi. Fenomena tersebut memberi dampak besar pada keseluruhan bagian dan departemen di Royal Ambarrukmo Yogyakarta, salah satunya adalah Public Relations. Berdasarkan penjelasan tersebut, penelitian ini sangat tepat menggunakan studi kasus karena fenomena ini memerlukan penelitan yang intensif dan mendalam, mengingat banyaknya sumber bukti yang dapat diperoleh selama penelitian. Robert K. Yin (2011: 1) mengatakan studi kasus adalah sebuah penyelidikan empiris yang menginvestigasi fenomena kontemporer dalam konteks kehidupan nyata, khususnya ketika batas antara fenomena dan konteks tidak begitu jelas. Tujuan penggunaan penelitian studi kasus menurut Robert K. Yin adalah untuk menjelaskan bagaimana keberadaan dan mengapa kasus tersebut terjadi. Penelitian studi kasus bukan sekedar menjawab pertanyaan penelitian tentang „what‟ (apa) obyek yang diteliti, tetapi lebih menyeluruh dan komprehensif lagi adalah tentang „how‟ (bagaimana) dan „why‟ (mengapa). Dalam studi kasus, peneliti harus memandang suatu fenomena yang diteliti sebagai kasus di dalam penelitian. Kasus sendiri dapat dipahami sebagai sesuatu
27
yang dipandang sebagai suatu sistem kesatuan yang menyeluruh, tetapi dibatasi oleh kerangka konteks tertentu.
2.
Teknik Pengumpulan Data Banyaknya sumber bukti dapat menjadi keuntungan, namun juga dapat
menjadi kesulitan tersendiri dalam penelitian karena diperlukan kemampuan untuk menyajikan bukti secara kuat. Pengumpulan data untuk penelitian ini akan dilakukan melalui tiga teknik pengumpulan data yaitu: a.
Observasi Observasi menurut Nawawi dan Martini (2001) adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak pada gejala-gejala dalam objek penelitian. Metode observasi yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode observasi quasi partisipasi, yaitu observasi dimana sebagian waktu dalam satu periode observasi pengobservasi ikut melibatkan diri dalam kegiatan yang diobservasi dan sebagian waktu lainnya ia terlepas dari kegiatan tersebut observasi dilakukan dalam penelitian ini agar peneliti dapat lebih dekat dan secara langsung mengetahui tentang objek dan fenomena yang terjadi. Peneliti melakukan observasi dengan internship (magang) di Public Relations Royal Ambarrukmo Yogyakarta selama tiga bulan, mulai dari tanggal 15 Desember 2013 hingga 15 Maret 2014. Melalui internship, observasi dapat dilakukan dengan turut serta berpartisipasi dalam segala jenis kegiatan yang dilakukan oleh Public Relations Royal Ambarrukmo Yogyakarta.
b.
Indepth Interview (Wawancara Mendalam) Wawancara
mendalam
adalah
kegiatan
untuk
mendapatkan
informasi dari para informan dengan cara tatap muka atau bertemu langsung. Pedoman wawancara disusun terlebih dahulu dan dapat dikembangkan sesuai dengan keadaan di lapangan. Menurut Bungin (2007: 107), pemilihan informan dilakukan dengan prosedur purposif yaitu menentukan informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan
28
dengan masalah penelitian tertentu. Sampel informan dipilih karena informan tersebut dianggap seseorang yang memiliki informasi yang diperlukan dalam penelitian. Informan yang akan diwawancarai oleh peneliti adalah pihak-pihak manajemen Royal Ambarrukmo Yogyakarta sehingga informasi dan data yang diperoleh akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Pihak manajemen yang menjadi informan dalam wawancara mendalam antara lain Public Relation Manager, Public Relations Officers, dan Director of Human Resources Royal Ambarrukmo Yogyakarta. Selain itu dilakukan pula wawancara dengan salah satu wartawan media lokal yang sejak awal mengikuti perkembangan Royal Ambarrukmo Yogyakarta. Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan interview guide yang telah disusun sebelumnya sehingga mempermudah peneliti untuk menanyakan dan memperoleh jawaban yang lebih terstruktur. c.
Studi Pustaka Metode
studi
pustaka
dilakukan
untuk
menunjang
metode
wawancara dan observasi yang telah dilakukan. Pengumpulan informasi dibutuhkan dalam mencari referensi-referensi yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Studi pustaka dalam penelitian ini akan menggunakan company profile, arsip-arsip, hingga kliping surat kabar dari Royal Ambarrukmo Yogyakarta.
3.
Validitas dan Realibilitas Validitas penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
triangulasi. Triangulasi sumber data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh dari beberapa sumber, sedangkan metode triangulasi dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yang dalam penelitian ini adalah teknik observasi, wawancara, dan studi pustaka. Reliabilitas penelitian ini akan menggunakan keterbukaan dan diskursus. Keterbukaan yaitu sejauh mana peneiliti memanfaatkan metode yang berbeda untuk mencapai tujuan. Sedangkan diskursus yaitu sejauh mana dan seintensif apa
29
peneliti mendiskusikan temuan dan analisisnya dengan orang lain. Keterbukaan dan diskursus diperlukan untuk menggali data dan permasalahan yang diteliti benar-benar ada dan bisa diteliti. Nantinya diharapkan muncul kepercayaan antara peneliti dengan informan dan lebih terbuka sehingga data yang diperoleh lebih detail.
4.
Teknik Analisis Data Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik kualitatif karena
penelitian ini lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah dan tidak menggunakan penghitungan dengan angka. Tujuan dari penelitian kualitatif ini bukan suatu generalisasi tetapi pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah. Penelitian kualitatif berfungsi memberikan kategori substantif dan hipotesis penelitian kualitatif. Selain itu, dilakukan pula pattern matching, yaitu perbandingan antara data yang diperoleh dengan suatu pola yang telah dibuat dari beberapa teori yang telah disusun. Datadata yang terkait dengan tema penelitian dianalisis dengan rumusan teoritik yang digunakan dalam kerangka teori penelitian.
30