BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi atau alat penghubung antar
manusia. Wujud alat komunikasi ini bisa menggunakan alat ucap manusia, atau bisa juga menggunakan bentuk lain. Wujud alat komunikasi dalam bentuk lain bisa menggunakan lambang-lambang atau simbol-simbol baik berupa kata atau bahasa tulis, bunyi lonceng, warna atau gerak tubuh manusia (Herusatoto, 1984:21). Oleh sebab itu, gerak tubuh manusia dapat dikategorikan sebagai bahasa. Bahasa memiliki hubungan yang erat dengan dunia seni tari. Hubungan erat tersebut terbukti karena wujud kebudayaan menyangkut seni tari dan bahasa (Koentjaraningrat, 1983:48). Seni tari merupakan gerak-gerik dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras dengan iringan gamelan serta irama musik, serta memiliki makna tertentu (Pangeran Suryodiningrat dalam Dewan Ahli Yayasan Siswa Among Beksa Ngayogyakarta Hadiningrat, 1981:16). Salah satu seni tari yang memiliki makna tertentu adalah Tari Lawèt. Tari Lawèt merupakan tarian khas dari Kabupaten Kebumen yang menggambarkan perilaku burung lawèt. Hasil sarang burung lawèt merupakan potensi unggulan karena dijadikan sebagai salah satu penopang pembangunan di Kabupaten Kebumen, sehingga burung lawèt juga dijadikan sebagai lambang Kabupaten Kebumen dan juga dijadikan sebagai tugu
1
2
kebanggaan di Kabupaten Kebumen (Sardjoko, 1996:2). Oleh karena itu, Tari Lawèt diciptakan karena terinspirasi dari burung lawèt. Tari Lawèt merupakan salah satu jenis kesenian yang masih bertahan di Kabupaten Kebumen. Sebagai tarian khas Kabupaten Kebumen, Tari Lawèt memiliki beberapa keunikan, salah satunya menggunakan bahasa Jawa sebagai bentuk dari nama-nama ragam gerak dan sub-sub variasi gerakan tariannya, tetapi ada satu nama ragam gerak tarinya yang menggunakan bahasa Indonesia. Keunikan lain yang terdapat pada Tari Lawèt adalah gerakannya diambil dari beberapa gaya daerah, antara lain Gaya Banyumas, Gaya Surakarta, dan Gaya Bali (Sardjoko, 1996:3). Tari Lawèt dibangun dari beberapa ragam gerak tari. Menurut Sudarsono (tt:17), pengertian ragam gerak tari dibatasi sebagai suatu kesatuan gerak tubuh manusia yang disusun, diolah dari beberapa macam motif gerak, sehingga membentuk suatu kesatuan gerak yang ritmis dan dinamis, serta memiliki makna tertentu. Ragam gerak Tari Lawèt disusun dari beberapa sub-sub variasi gerakan Tari Lawèt. Setiap ragam gerak tari dan sub-sub variasi gerakan Tari Lawèt memiliki nama tertentu. Contohnya: (1) Angklingan „melompat dengan satu kaki‟ (Poerwadarminta, 1939:16) (2) Ngrayung „menjari‟ (Poerwadarminta, 1939:517) Nama-nama ragam gerak tari dan sub-sub variasi gerakan Tari Lawèt berbentuk kata yang mengalami proses pembentukan kata. Proses pembentukan kata berakibat pada perubahan makna kata. Selain itu, kata tersebut juga memiliki hubungan di luar bahasa. Kata yang memiliki hubungan di luar bahasa disebut referen. Oleh karena itu, proses pembentukan kata, perubahan makna kata, dan
3
referen kata pada nama-nama ragam gerak tari dan sub-sub variasi gerakan Tari Lawèt merupakan hal yang penting, sehingga menjadi perhatian khusus penulis untuk meneliti lebih jauh. Penelitian mengenai proses pembentukan kata, perubahan makna kata, dan referen kata pada nama-nama ragam gerak tari dan sub-sub variasi gerakan tari masih jarang dilakukan, terutama pada nama-nama ragam gerak tari dan sub-sub variasi gerakan Tari Lawèt di Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen. Penelitian mengenai nama-nama ragam gerak tari hingga saat ini belum ada yang membahas secara lebih mendalam. Sebagian besar hanya membahas pada namanama ragam gerak tarinya saja, tetapi tidak sampai ke sub-sub variasi gerakan tarinya. Nama-nama ragam gerak Tari Lawèt dan sub-sub variasi gerakan Tari Lawèt terdiri dari sebelas nama-nama ragam gerak tari dan dua puluh delapan subsub variasi gerakan tari.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik suatu rumusan
masalah sebagai berukut. a.
Apa yang dimaksud Tari Lawèt dan apa sajakah nama-nama ragam gerak dan sub-sub variasi gerakan Tari Lawèt?
b.
Bagaimanakah analisis morfologis dan semantis nama-nama ragam gerak Tari Lawèt?
4
1.3
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu ruang lingkup data
dan ruang lingkup pembahasan. 1.3.1 Ruang Lingkup Data Penelitian ini dikhususkan pada nama-nama ragam gerak tari dan sub-sub variasi gerakan Tari Lawèt. Berdasarkan jenis pengacuannya, nama-nama ragam gerak tari dan sub-sub variasi gerakan Tari Lawèt termasuk ke dalam kata nama. Kata nama adalah kata yang referennya unik (Wijana, 2010:77). Nama-nama ragam gerak tari dan sub-sub variasi gerakan Tari Lawèt memiliki referen yang unik karena referennya berdasarkan pada gerakan-gerakan Tari Lawèt. Berdasarkan pada hal tersebut, penelitian ini menggunakan data sebelas namanama ragam gerak tari dan dua puluh delapan sub-sub variasi gerakan Tari Lawèt. Data tersebut tertera pada lampiran 2. 1.3.2 Ruang Lingkup Pembahasan Penelitian ini menggunakan analisis morfologis dan semantis. Analisis morfologis dan semantis membahas proses pembentukan kata dan makna pada sebelas nama-nama ragam gerak dan dua puluh delapan sub-sub variasi gerakan Tari Lawèt yang referennya berupa gerakan Tari Lawèt.
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini ada dua, yaitu:
a.
Mendeskripsikan Tari Lawèt.
5
b.
Menjelaskan nama-nama ragam gerak Tari Lawèt dalam analisis morfologi dan semantik.
1.5
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan analisis proses pembentukan kata pada nama-nama ragam gerak tari dan sub-sub variasi gerakan tari. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai salah satu sumber referensi para peneliti bidang morfologi-semantik khususnya mengenai pembentukan kata. Selain itu dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai Tari Lawèt.
1.6
Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai proses pembentukan kata pada nama-nama ragam
gerak tari khususnya Tari Lawèt belum pernah dilakukan. Buku yang memuat tentang Tari Lawèt, pernah ditulis oleh Sardjoko (1996) dalam bukunya yang berjudul Sekilas Tentang Tari Lawèt Mulok Sekolah Dasar (1996). Sardjoko (1996) menjelaskan proses terjadinya Tari Lawèt dari penyusunan pertama hingga penyusunan keempat, gending iringan Tari Lawèt, pementasan Tari Lawèt, busana Tari Lawèt, cara memakai busana Tari Lawèt, serta ringkasan gerak Tari Lawèt. Dalam bukunya juga dijelaskan uraian gerak Tari Lawèt dan titilaras lancaran lawèt anéba pélog barang. Buku ini juga dilengkapi lampiran jenis dan namanama pakaian Tari Lawèt beserta gambar-gambar kegiatan pentas Tari Lawèt,
6
penemuan sarang burung lawèt, dan upacara tradisional pengunduhan sarang burung lawèt. Buku yang ditulis oleh Sardjoko (1996) menjadi bahan acuan yang inspiratif bagi penulis untuk mencoba mendeskripsikan Tari Lawèt. Penelitian terkait tentang nama-nama ragam gerak tari pernah dilakukan oleh Nikendari (1997) dalam skripsinya berjudul “Nama-nama Ragam Gerak Tari Putri Gaya Yogyakarta (Tinjauan Morfo-Semantis)”. Dalam penelitiannya Nikendari (1997) membahas nama-nama ragam gerak tari putri gaya Yogyakarta yang dianalisis dengan menggunakan teori morfologi dan semantis. Proses pembentukan nama-nama ragam gerak tari putri gaya Yogyakarta bersifat terikat dan bermakna gramatikal. Pada analisis morfologis, nama-nama ragam gerak Tari Putri Gaya Yogyakarta dibagi menjadi tiga, yaitu afiksasi atau pengimbuhan, perulangan, dan pemajemukan atau komposisi. Dalam skripsinya, Nikendari juga membahas nama-nama ragam gerak Tari Putri Gaya Yogyakarta yang dianalisis secara semantis karena bahasa dalam nama-nama ragam gerak Tari Putri Gaya Yogyakarta merupakan bahasa konotatif. Berdasarkan kesamaan sifat dan perilaku yang sesuai dengan penyebutannya, terjadinya penyebutan nama-nama ragam gerak Tari Putri Gaya Yogyakarta dibagi dalam tiga klasifikasi, yaitu dengan makna denotatif sesuai, dengan makna metaforis, dan dengan maksud khusus. Penelitian ini menggunakan objek kajian berupa nama ragam gerak tari putri gaya Yogyakarta, sedangkan penulis menggunakan objek kajian yang berbeda, yakni nama-nama ragam gerak Tari Lawèt. Penelitian lain terkait tentang nama-nama ragam gerak tari juga pernah dilakukan oleh Sapariah (2004) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Morfo-
7
Semantis Nama Ragam Gerak Tari Suloh Bindae”. Dalam penelitiannya, Sapariah membahas nama ragam gerak Tari Suloh Bindae yang dianalisis dengan menggunakan teori morfologi dan semantis. Proses pembentukan nama ragam gerak Tari Suloh Bindae dibagi menjadi dua, yaitu monomorfemis dan polimorfemis. Dalam skripsinya, Sapariah juga membahas nama ragam gerak Tari Suloh Bindae yang dianalisis secara semantis pada tujuh gerakan pokoknya karena mengandung makna dan sekaligus merupakan rangkaian cerita. Penelitian ini menggunakan objek kajian berupa nama ragam gerak Tari Suloh Bindae, sedangkan penulis menggunakan objek kajian yang berbeda, yakni nama-nama ragam gerak Tari Lawèt. Penelitian lain yang terkait dengan teori morfologi semantik adalah penelitian yang dilakukan oleh Prahita (2013) dalam skripsinya berjudul “Leksikon Pemberitaan dalam Redaksi Berita Yogyawarta dan Berita Yogya TVRI Stasiun Daerah Istimewa Yogyakarta”. Dalam penelitiannya, Prahita membahas bentuk-bentuk leksikon, pembentukan leksikon dalam tataran morfologi semantik, dan fungsi leksikon bidang pemberitaan dalam redaksi berita Yogyawarta dan berita Yogya TVRI Stasiun Daerah Istimewa Yogyakarta yang dianalisis dengan menggunakan teori morfologi dan semantik. Bentuk-bentuk leksikon bidang pemberitaan dibagi menjadi dua bentuk, yaitu berdasarkan bentuk morfologis dan berdasarkan bentuk fonologis. Di dalam analisis morfologis, pembentukan leksikon bidang pemberitaan diperoleh dari kata serapan dan pinjaman yang mengalami tujuh proses morfologis, yaitu afiksasi, morfofonemik, compounding, konstruksi sintaksis, abreviasi, derivasi dan infleksi, dan konversi.
8
Berdasarkan proses morfologisnya, akan didapatkan aspek makna yang berupa makna gramatikal, makna leksikal, makna paduan leksem, makna idiomatikal, dan makna khusus. Makna-makna tersebut mengalami perubahan makna yang berupa perubahan makna akibat perubahan leksem atau kata, perubahan makna akibat perubahan bentuk, perubahan makna total, serta perluasan makna. Skripsi ini juga membahas fungsi leksikon bidang pemberitaan yang berupa kehematan dan kemudahan, memenuhi kebutuhan register tertentu, membedakan konsep register, kepraktisan, dan memenuhi unsur prestise tertentu. Penelitian ini menggunakan obyek kajian berupa leksikon pemberitaan dalam redaksi berita yogyawarta dan berita yogya TVRI stasiun Daerah Istimewa Yogyakarta, sedangkan penulis menggunakan objek kajian yang berbeda, yakni nama-nama ragam gerak Tari Lawèt. Skripsi yang ditulis oleh Prahita (2013) ini menjadi bahan acuan dalam analisis data bagi penulis. Empat penelitian terdahulu di atas yang masing-masing ditulis oleh Nikendari, Sapariah, Syafar, dan Prahita memiliki perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Perbedaan tersebut terlihat pada objek kajiannya. Meskipun sama-sama menggunakan teori yang sama, yaitu teori morfologi dan semantik, tetapi objek penelitiannya berbeda.
1.7
Kerangka Teori Untuk mengkaji nama-nama ragam gerak tari dan sub-sub variasi gerakan
Tari Lawèt, diperlukan dua teori untuk membahasnya. Kedua teori tersebut adalah teori morfologi dan semantik.
9
1.7.1
Pengertian Morfologi dan Semantik Menurut Poedjosoedarmo, dkk (1979:2), morfologi adalah cabang kajian
linguistik (ilmu bahasa) yang mempelajari tentang seluk beluk kata dan tata kalimat pada umumnya. Dengan demikian, pada dasarnya kajian morfologi menyangkut kata dengan segala aturan pembentukan dan perubahannya. Teori linguistik struktural dengan analisis bentuk kata dengan proses morfologi akan dapat menjelaskan proses pembentukan nama-nama ragam gerak tari dan sub-sub variasi gerakan Tari Lawèt yang berupa kata dalam bahasa Jawa. Menurut Verhaar (2012:385), semantik adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna. Makna atau arti akan hadir di dalam tata bahasa yang berupa proses morfologi dan sintaksis, sehingga dapat disimpulkan bahwa bentuk kebahasaan yakni morfologi berkaitan dengan pembentukan makna. Semantik digunakan untuk mengetahui makna dari nama-nama ragam gerak tari dan subsub variasi gerakan Tari Lawèt setelah adanya proses morfologi yang berupa pembentukan kata. 1.7.2
Analisis Morfologi-Semantik Analisis morfologi-semantik didasarkan pada unsur pembentuk kata-kata
bahasa Jawa berupa morfem. Bahasa Jawa memiliki morfem yang dapat berdiri sendiri dan memiliki makna sendiri dan juga morfem yang dapat memunculkan makna baru karena adanya proses pengimbuhan (afiksasi). Selain itu terdapat juga proses pengulangan (reduplikasi), pemajemukan atau akronimisasi, pengubahan bunyi, produktivitas, frekuensi, dan perubahan morfemik. Selain itu, kata juga memiliki kemampuan untuk mengacu pada hal-hal di luar bahasa. Hal-hal di luar
10
bahasa dinamakan referen. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa di dalam tataran morfologi-semantik ada keterkaitan antara proses pembentukan kata dengan makna yang dihasilkan. Selain itu, ada juga keterkaitan antara makna dengan acuan yang ada di luar bahasa. Analisis morfologi-semantik diperlukan untuk menjabarkan proses pembentukan kata dan makna yang dihasilkan pada nama-nama ragam gerak tari dan sub-sub variasi gerakan Tari Lawèt, serta memperlihatkan referen gerakan Tari Lawèt. Analisis morfologi membahas data yang dianalisis atas morfemmorfemnya, serta proses pembentukan kata yang merupakan proses morfologis. Menurut Poedjosoedarmo (1979:6), proses morfologi membicarakan tentang pembentukan kata-kata bahasa Jawa. Bahasa Jawa terdiri dari morfem bebas dan morfem terikat. Contoh morfem bebas diantaranya ngulèt „mengulur anggota badan (bangun tidur), dhidhis „duduk sambil menelusuri rambut (bulu, celana) dicari kutunya, èrèk „berjalan mendekat‟ atau giring „kawin‟, dan lain-lain. Selain morfem bebas, ada juga morfem terikat, contohnya awalan N-, akhiran –an, maupun sisipan –um-. Kata-kata bahasa Jawa yang berbentuk morfem bebas, dapat dibentuk karena mengalami pengimbuhan (afiksasi). Selain itu juga karena mengalami pengulangan (reduplikasi), pengubahan bunyi baik berupa perubahan bunyi vokal (vowel change) maupun perubahan bunyi konsonan (consonant change), pemajemukan (compounding), dan penyingkatan secara akronim. Proses pembentukan kata tersebut akan dijelaskan secara singkat. a.
Afiksasi
11
Proses afiksasi dibentuk dengan mengimbuhkan awalan, sisipan, akhiran, maupun gabungan imbuhan-imbuhan pada kata dasarnya. Afiksasi menghasilkan kata kerja. Imbuhan dalam bahasa Jawa berupa awalan N-, awalan a-, akhiran –an, sisipan –um-, dan lain-lain. b.
Pengulangan Proses pengulangan dalam bahasa Jawa dibagi menjadi beberapa macam,
diantaranya pengulangan utuh (dwilingga), pengulangan utuh disertai bunyi (dwilingga salin suara), pengulangan awal (dwipurwa), dan pengulangan akhir (dwiwasana). c.
Pemajemukan dan akronimisasi Kata majemuk dalam bahasa bahasa Jawa dapat terdiri dari dua buah kata,
tiga buah kata, atau bisa juga berbentuk akronim (camboran tugel), yakni pemajemukan dari potongan kata-kata komponennya. d.
Pengubahan bunyi Kata baru bahasa Jawa dibentuk dari kata lama yang melalui perubahan
bunyi vokal maupun bunyi konsonannya. Kata baru bisa juga terbentuk melalui perubahan kedua bunyi vokal dan konsonannya. Perubahan ini terjadi pada fonemnya. Contoh kata yang terbentuk dari proses ini adalah kata dalam leksikon krama. e.
Perubahan morfofonemik
Perubahan morfofonemik membahas tentang berbagai morfem dan alomorfalomorfnya yang disertai dengan syarat-syarat pendistribusiannya. Syarat penentu distribusi alomorf-alomorf dalam bahasa Jawa, tidak hanya terbatas pada syarat
12
fonologis dan morfologis, tetapi juga dengan syarat lain, diantaranya persyaratan dialek, unda-usuk, dan ragam bahasa. Setelah morfologi, akan dilakukan pembahasan mengenai aspek-aspek makna dari morfem-morfem yang dianalisis. Dalam penelitian ini digunakan semantik leksikal yang menyangkut makna leksikal (Verhaar, 2012:388). Bidang yang meneliti semantik leksikal dinamai leksikologi. Makna leksikal dalam deskripsi linguistik lazimnya ditandai dengan tanda petik tunggal. Misalnya kata ngulèt memiliki makna „mengulur anggota badan (bangun tidur)‟. Semantik leksikal secara leksikologis mencakup banyak segi, antara lain a) makna dan referensi, b) denotasi dan konotasi, c) analisis ekstensional dan analisis intensional, d) analisis komponensial, e) makna dan pemkaiannya, dan f) kesinoniman, keantoniman, kehomoniman, dan kehiponiman. Penelitian ini menggunakan semantik leksikal yang mencakup bagian a), yaitu mengenai makna dan referensi. Menurut Verhaar (2012:389) makna leksikal lazim disebut sebagai sifat kata sebagai unsur leksikal. Misalnya kata angklingan memiliki makna „melompat dengan satu kaki‟, akan tetapi selain dari makna tersebut, kata angklingan juga memiliki sifat yang namanya referensi. Referensi adalah kemampuan kata untuk mengacu pada hal-hal tertentu. Hal yang diacu tersebut dinamakan sebagai referen. Referen dari kata angklingan berupa gambar dari gerakan angklingan. Jelaslah bahwa referensi memiliki kaitan yang erat dengan makna, sehingga referensi merupakan salah satu sifat makna leksikal. Istilah referensi membawa dua arti yang agak berbeda. Referensi yang tadi dibicarakan adalah referensi
13
ekstralingual, karena referen itu adalah sesuatu yang ada di luar bahasa. Referensi ekstralingual disebut juga ektoforis (Verhaar, 2012:390).
1.8
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan subjek nama-nama ragam gerak dan sub-sub
variasi gerakan Tari Lawèt. Pemilihan subjek dalam penelitian ini dilakukan dengan alasan bahwa penelitian menggunakan nama-nama ragam gerak tari dan sub-sub variasi gerakan tari masih jarang dilakukan. Objek penelitian ini adalah sebelas nama-nama ragam gerak tari dan dua puluh delapan sub-sub variasi gerakan Tari Lawèt. Metode penelitian bahasa yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tiga tahap, yaitu metode pengumpulan data, metode analisis data, dan metode penyajian data. 1.8.1 Metode Pengumpulan Data Tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data. Proses pengumpulan data diperoleh langsung di tiga sanggar tari, yaitu Sanggar Tari Kinanthi di Desa Karangsari, Sanggar Tari Sri Dewi di Desa Panjer, dan Sanggar Tari Srikandi Laras di Desa Bumirejo karena ketiga sanggar merupakan sanggar tari yang masih mengajarkan Tari Lawèt hingga saat ini. Ketiga sanggar tersebut berlokasi di Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen. Populasi data yang diteliti dalam penelitian ini adalah nama-nama ragam gerak tari dan sub-sub variasi gerakan Tari Lawèt selama satu bulan. Kemudian diambil sampel penelitian yang dipandang cukup mewakili keseluruhannya. Sampel diambil
14
karena dalam ragam gerak Tari Lawèt, nama-nama ragam gerak maupun nama sub-sub variasi gerakan tari yang sama digunakan pada saat latihan menari. Oleh karena itu, berdasarkan frekuensi tersebut, diambil sampel penelitian berupa nama-nama ragam gerak tari dan sub-sub variasi gerakan tari dalam satu bulan, yakni pertengahan bulan Maret hingga pertengahan bulan April 2013. Proses observasi dilakukan kurang lebih empat minggu pada pertengahan bulan Maret hingga pertengahan bulan April 2013. Proses observasi pertama dilakukan di Sanggar Tari Kinanthi di Desa Karangsari guna mendapatkan data nama-nama ragam gerak tari dan sub-sub variasi gerakan Tari Lawèt pada saat latihan menari. Pada minggu kedua, proses observasi dilakukan di Sanggar Tari Sri Dewi di Desa Panjer guna mengamati nama-nama ragam gerak tari dan subsub variasi gerakan Tari Lawèt yang digunakan pada saat latihan menari. Minggu ketiga dilanjutkan dengan pengamatan nama-nama ragam gerak tari dan sub-sub variasi gerakan Tari Lawèt yang digunakan pada saat latihan menari di Sanggar Tari Srikandi Laras di Desa Bumirejo. Pengumpulan data pada minggu keempat adalah studi pustaka. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dan metode cakap. Adapun teknik dan tahapan yang digunakan sebagai perwujudan langsung metode simak yang digunakan. Teknik tersebut terdiri dari teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar penelitian ini adalah teknik sadap, sedangkan teknik lanjutannya adalah teknik Simak Libat Cakap (SLC). Sudaryanto (1988:3) mengemukakan bahwa teknik SLC melibatkan peneliti langsung dalam dialog. Pada prakteknya, penyimakan diwujudkan dengan
15
menyadap langsung penggunaan nama-nama ragam gerak tari dan sub-sub variasi gerakan Tari Lawèt yang digunakan oleh pelatih tari dan murid tari. Selanjutnya, untuk mendapatkan data lanjutan digunakan teknik rekam dan teknik catat. Alat yang digunakan seperti alat rekam dan alat tulis. Observasi lebih lanjut dilakukan dengan pengamatan pada buku tentang Tari Lawèt, studi pustaka, dan wawancara mendalam guna mendapatkan data terkait dengan Tari Lawèt di ketiga sanggar tari. Wawancara mendalam diwujudkan dengan metode cakap dengan teknik cakap semuka (CS) sebagai tekniknya. Teknik CS merupakan kegiatan percakapan langsung, tatap muka atau bersemuka atau lisan percakapan dikendalikan oleh peneliti dan diarahkan sesuai dengan kepentingannya, yakni memperoleh data selengkap-lengkapnya sesuai dengan data yang dikehendaki atau diharapkan (Sudaryanto, 1988:7). Wawancara mendalam dilakukan dengan informan atau orang yang dipandang mengetahui tentang Tari Lawèt. Informan yang dipilih dengan kriteria seperti a) penduduk asli Kebumen, b) mengetahui, memahami, dan menguasai seluk-beluk Tari Lawèt, dan c) berpengalaman, yakni sudah lama mengenal Tari Lawèt. Daftar informan lihat lampiran 6. Hasil dari wawancara diharapkan dapat memenuhi data yang diperlukan oleh penulis. Pada saat wawancara mendalam, penulis menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan, namun tidak semata-mata tergantung pada daftar pertanyaan tersebut. Daftar pertanyaan wawancara lihat lampiran 1. Setelah
data
terkumpul,
data-data
yang
berupa
data
lingual
ditranskripsikan kemudian dicatat dalam kartu data. Demikian halnya dengan
16
data-data yang berupa data tertulis. Setelah semuanya dicatat dalam kartu data, semua data tersebut kemudian diklasifikasikan. 1.8.2 Metode Analisis Data Setelah data yang dikumpulkan diklasifikasikan, langkah selanjutnya adalah analisis data. Data dianalisis dengan analisis morfologi dan semantik. Terkait dengan data yang diperoleh, hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses analisis data adalah proses morfemis pembentukan kata yang merupakan materi penelitian.
Proses-proses
yang
perlu
diperhatikan
adalah
afiksasi
dan
pemajemukan. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah aspek makna yang terbentuk dalam kata-kata tersebut. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode agih dan metode padan. Menurut Sudaryanto (1993:15), metode agih adalah metode yang alat penentunya berupa bagian dari bahasa yang diteliti. Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik bagi unsur langsung sebagai teknik dasar, dan teknik perluas sebagai teknik lanjutannya. Menurut Sudaryanto (1993:31), teknik bagi unsur langsung merupakan teknik yang digunakan pada awal kerja analisis dengan membagi satuan lingual data menjadi beberapa satuan data atau unsur. Setelah dilakukan teknik bagi unsur langsung, data kemudian dianalisis berdasarkan teknik perluas, yakni dilaksanakan dengan memperluas satuan satuan lingual yang bersangkutan ke kanan atau ke kiri, dan perluasan itu menggunakan unsur tertentu diantara unsur-unsur lingual yang ada untuk kepentingan analisis. Unsur tertentu itu berada di luar satuan lingual yang bersangkutan, yakni referen atau acuan. Mengingat objek penelitian yang berupa
17
data di luar kebahasaan, penelitian ini juga menggunakan metode padan dengan teknik pilah unsur penentu sebagai teknik dasarnya dan teknik hubung banding memperbedakan (HBB). Menurut Sudaryanto (1993:21), teknik pilah unsur penentu adalah teknik yang menggunakan daya pilah referensial, daya pilah fonetis artikulatoris, daya pilah translasional, daya pilah ortografis, daya pilah pragmatis, dan lain-lain. Penelitian ini lebih mengkhususkan pada penggunaan daya pilah referensial sebagai penentunya. Daya pilah ini ditujukan pada pembeda referen di luar bahasa yang diteliti. Daya pilah ini digunakan untuk mengetahui perbedaan referen gerakan tarinya. Digunakan juga teknik hubung banding memperbedakan (HBB), yakni merupakan teknik yang membandingkan unsur data yang telah ditentukan berupa referen gerakan tariannya (Sudaryanto, 1993:27). 1.8.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data Setelah penarikan kesimpulan dilakukan, tahap terakhir penelitian ini adalah tahap penyajian data. Penyajian data berupa penyajian yang bersifat formal. Penyajian data yang bersifat formal adalah penyajian data dengan menggunakan kaidah. Dalam ilmu bahasa, kaidah dapat diartikan sebagai pernyataan umum tentang keteraturan atau pola bahasa (Kridalaksana, 2008:101). Teknik penulisan penelitian ini menggunakan buku Pedoman Penulisan Skripsi yang disusun oleh Tim Penyusun Program Sarjana Jurusan Sastra Nusantara Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 2012.
18
1.9
Sistematika Penulisan Laporan penelitian yang akan disajikan dalam tulisan ini terdiri dari empat
bab. Bab pertama pendahuluan memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, manfaat penelitia, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab dua, memaparkan Tari Lawèt di Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen membicarakan pengantar, gambaran umum Kabupaten Kebumen, jenis-jenis kesenian di Kabupaten Kebumen, dan Tari Lawèt di Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen. Bab tiga, analisis morfologis dan semantis nama-nama ragam gerak Tari Lawèt di Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen membahas pengantar, analisis morfologis nama-nama ragam gerak Tari Lawèt, dan analisis semantis nama-nama ragam gerak Tari Lawèt. Bab empat, penutup berisi kesimpulan bab dua dan bab tiga, kemudian saran. Hasil akhir juga dilengkapi dengan daftar pustaka, lampiran daftar narasumber, dan lampiran peta.