BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Secara umum, lingkungan dapat diartikan sebagai himpunan (aggregate) dari semua kondisi yang berasal dari luar aggregate yang berpengaruh pada kehidupan dan perkembangan pada suatu organisme, perilaku
manusia,
atau
kelompok
masyarakat
(Budioro,
2000).
Lingkungan anak adalah dunia di luar diri anak dan pembelajaran yang berasal dari pengalaman anak (Nuryanti, 2008). Lingkungan yang ada di sekitar anak, terutama kelompok sosial sangat berpengaruh terhadap diri anak. Kelompok sosial adalah suatu kesatuan sosial yang terdiri atas dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur sehingga diantara individu ini sudah terdapat pembagian tugas, struktur, dan norma- norma tertentu yang khas dari kesatuan sosial tersebut (Sherif, 1990). Peranan kelompok sosial dalam kehidupan anak sangat besar, karena membentuk kepribadian dan pengalaman belajar. Kelompok sosial yang dimiliki anak berupa interaksi anak dengan temannya. Anak memilih teman dari lingkungan sekitar mereka, sebagian besar memiliki jenis kelamin, ukuran tubuh, kematangan sosial, dan minat yang sama dengan mereka. Anak memilih teman bermain
1
yang paling menyenangkan bagi mereka dan tidak hanya dapat bermain saja tetapi juga dapat berkomunikasi dengan baik. Hal tersebut akan mempengaruhi proses komunikasi pada anak. Komunikasi
pada
anak
merupakan
sarana
penting
untuk
memperoleh tempat dalam bersosialisasi dengan teman– temannya. Penyesuaian sosial anak dan penyesuaian pribadi merupakan kondisi yang sangat mempengaruhi anak dan merupakan tanda awal dari masa akhir kanak- kanak. Periode akhir masa kanak– kanak dimulai dari usia enam tahun sampai anak matang secara seksual, kira– kira tiga belas tahun untuk perempuan dan empat belas tahun untuk anak laki– laki (Hurlock, 1980). Pada masa ini anak mulai melepaskan diri dari orang tuanya. Anak lebih mementingkan apa yang dikatakan dan diperbuat oleh teman– temannya. Pada akhirnya, anak mulai berusaha untuk melepaskan diri dari lingkungan keluarga dan mencari tempatnya sendiri di lingkungan masyarakat di luar rumah. Semakin luas sosialisasi anak maka kosa kata anak bertambah dengan cepat karena diajarkan langsung, pengalaman baru, membaca pada waktu senggang, mendengarkan radio, dan televisi. Menurut Hurlock (1987), diperkirakan bahwa anak kelas satu mengetahui rata– rata antara 20.000 sampai 24.000 kata atau 5 sampai dengan 6 persen dari kata yang ada dalam kamus baku, sedangkan anak kelas enam mengetahui kira– kira 80.000 kata atau 22 persen dari kata yang ada dalam kamus baku.
2
Pada masa akhir kanak– kanak, anak mulai menggunakan perkataan-
perkataan
yang
mengesankan
teman
sebaya
dan
mempertahankan kedudukan anak dalam kelompoknya. Anak laki– laki mempunyai lebih banyak kata yang kasar dan kata penghinaan karena kata– kata tersebut dianggap sebagai tanda bahwa anak akan diterima dalam kelompoknya, sedangkan pada anak perempuan lebih banyak mempunyai bahasa rahasia. Menurut Hurlock (1987), anak belajar kata– kata kasar dan kata– kata penghinaaan dari anak yang lebih besar dari lingkungan
masyarakatnya.
Anak
menganggap
bahwa
dengan
menggunakan kata- kata tersebut merasa “dewasa“ dan mereka segera mengetahui bahwa penggunaan kata– kata tersebut mempunyai nilai perhatian yang lebih besar. Anak juga menggunakan bahasa rahasia dalam bentuk isyarat dengan jari, tulisan yang berupa lambang, dan kata– kata yang hanya diketahui anak untuk berkomunikasi dengan sahabatnya. Sebagian besar anak mulai menggunakan salah satu atau beberapa bentuk kata rahasia ini pada saat ia masuk kelas tiga dan penggunaan ini mencapai puncaknya beberapa saat sebelum masa puber. Sebanyak 6- 16 persen anak laki- laki dan 2- 9 persen pada anak perempuan di bawah usia 18 tahun mengalami gangguan perilaku disruptif dan rasio pada anak laki- laki dan perempuan 4:1 sampai 12:1. Gangguan perilaku disruptif lebih didominasi oleh faktor psikososial, diantaranya pola asuh dan lingkungan. Gangguan perilaku disruptif ini cenderung ke
3
arah pelanggaran terhadap peraturan dan hak orang lain, seperti sering memulai perkelahian, sering membolos, dan menipu (Frijanto, 2008). Berdasarkan hasil penelitian di Norwegia, 15% murid atau satu diantara 7 siswa sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) terlibat dalam aksi bullying. Bahkan di Amerika Serikat, angkanya lebih tinggi, 30% murid SD dan SMP (Workshop mengenai kupas tuntas bullying, 2008). Bullying merupakan bentuk- bentuk perilaku berupa pemaksaan atau usaha menyakiti secara fisik ataupun psikologis terhadap seseorang/kelompok yang lebih lemah oleh seseorang/kelompok yang mempersepsikan dirinya lebih kuat (Nikita, 2007). Gangguan perilaku merupakan gangguan yang paling banyak dijumpai pada anak- anak (Jimerson, Caldwell, Chase & Savarnejad, 2002). Saat ini di Indonesia, meski data kenakalan anak menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2002 tercatat berjumlah 193.115 kasus, namun diakui bahwa jumlah yang sebenarnya mungkin mencapai 10 kali lipat (Tambunan, 2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi gangguan perilaku anak sebesar 4– 14 % tergantung pada kriteria dan populasi yang diteliti (Carr, 2001). Data yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara tanggal 5 Januari 2009 dengan guru kelas IV B dan guru agama Islam kelas empat sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri Petompon 01 Semarang diperoleh hasil bahwa sebagian besar anak kelas empat banyak menggunakan kata– kata penghinaan terutama terhadap temannya, kata– kata kasar (anak asal
4
bicara tanpa berpikir panjang apakah yang dibicarakan itu sopan atau tidak) dan etika anak kurang sopan terhadap guru dan temannya sehingga mengakibatkan anak kurang menghargai guru dan temannya. Hal tersebut juga diperkuat oleh guru pengganti kelas IV bahwa sebagian besar anak dalam berbicara dengan guru menggunakan bahasa seperti yang digunakan untuk temannya dan anak juga menggunakan kata– kata penghinaan kepada temannya, seperti anak menghina temannya yang memiliki postur tubuh yang lebih besar dan anak mengejek nama orang tua temannya. Saat anak melakukan sikap tersebut maka anak dianggap kurang sopan. Hal tersebut dikarenakan pengaruh faktor lingkungan terutama pengaruh interaksi anak dengan temannya.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan fenomena dan kajian latar belakang tersebut maka rumusan permasalahan yang ditetapkan penulis, yaitu ingin mengetahui adakah hubungan pengaruh teman dengan komunikasi verbal dan nonverbal pada anak sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri Petompon 01 Semarang.
5
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan pengaruh teman dengan komunikasi verbal dan nonverbal pada anak sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri Petompon 01 Semarang 2. Tujuan Khusus a. Mendapatkan gambaran pengaruh teman
dengan komunikasi
verbal pada anak sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri Petompon 01 Semarang b. Mendapatkan gambaran pengaruh teman dengan komunikasi nonverbal pada anak sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri Petompon 01 Semarang c. Menganalisis
adakah
hubungan
pengaruh
teman
dengan
komunikasi verbal pada anak sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri Petompon 01 Semarang d. Menganalisis
adakah
hubungan
pengaruh
teman
dengan
komunikasi nonverbal pada anak sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri Petompon 01 Semarang
6
D. Manfaat Ilmu Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah 1. Manfaat instansi sekolah dasar Setelah
mengetahui
hasil
penelitian
pengaruh
teman
dengan
komunikasi verbal dan nonverbal pada anak sekolah dasar, diharapkan pihak instansi sekolah dapat mengawasi lebih ketat lagi peserta didiknya dan membuat peraturan yang lebih tegas terhadap komunikasi verbal dan nonverbal. 2. Manfaat bagi keluarga Setelah
mengetahui
hasil
penelitian
pengaruh
teman
dengan
komunikasi verbal dan nonverbal pada anak sekolah dasar, diharapkan keluarga lebih memperhatikan dan memberikan arahan kepada anak untuk berkomunikasi verbal dan nonverbal dengan baik. 3. Manfaat bagi peneliti dan ilmu pengetahuan Peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat memberikan solusi bagaimana mengantisipasi pengaruh teman dengan komunikasi verbal dan nonverbal pada anak sekolah dasar dan diharapkan adanya penelitian yang serupa. Selain itu, peneliti sebagai seorang yang di didik menjadi seorang perawat berharap agar hasil penelitian ini dapat menambah
khazanah
kajian
ilmu
pengetahuan
dan
dapat
mengembangkan diri untuk mempelajari pengaruh teman dengan komunikasi verbal dan nonverbal pada anak sekolah dasar.
7
E. Bidang Ilmu Penelitian ini mencakup dalam bidang ilmu keperawatan anak dan keperawatan komunitas.
8