BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang menyebabkan kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan Alatas, 1985). Saluran kemih merupakan lokasi tersering terjadinya infeksi pada anak dan sering berulang serta dapat menimbulkan gangguan pada renal (Chang dan Shortlife, 2006; Fisher, 2012). Kejadian ISK pada anak bervariasi tergantung usia dan jenis kelamin. Saat neonatus sampai umur 3 bulan ISK lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Pada usia 3 bulan - 1 tahun angka kejadian pada laki-laki sama dengan perempuan. Saat usia 5 tahun jumlah penderita perempuan 3 - 4 kali lebih banyak daripada laki-laki. Perbedaan angka kejadian ISK disebabkan karena urethra perempuan lebih pendek sehingga memudahkan bakteri bergerak ke vesika urinaria (Hasan dan Alatas, 1985; Saleh et al., 2003). Di negara maju seperti United States kasus infeksi saluran kemih pada anak sekitar 2,4 % sampai 2,8 % tiap tahunnya. Angka kejadian infeksi saluran kemih terutama di negara berkembang sulit di nilai secara akurat, tetapi disimpulkan sama dengan di United States (Fisher, 2011). Infeksi saluran kemih dibagi menjadi dua kategori berdasarkan lokasinya yaitu ISK bagian atas (ureter, ginjal) dan ISK bagian bawah (vesika urinaria, urethra). Berdasarkan fungsi sistem urinaria dibagi menjadi ISK complicated, disertai kelainan serta gangguan fungsi sistem urinaria dan ISK uncomplicated, 1
2
dengan fungsi sistem urinaria normal (Huether, 2010). Delapan puluh persen anak dengan ISK uncomplicated lebih rentan terjadi rekuren (Zelikovic et al., 1992). Berdasarkan waktu terjadinya, ISK dibagi menjadi dua yaitu ISK akut bila infeksi terjadi dalam waktu kurang dari dua minggu dan ISK kronik bila infeksi terjadi lebih dari dua minggu (Eckman M, 2010). Gejala klinis ISK pada anak dapat bersifat simptomatik ataupun asimptomatik. Pada kasus simptomatik berupa demam, nyeri saat buang air kecil, berkurangnya frekuensi berkemih, warna urin kemerahan. Dapat pula disertai nyeri abdomen, letargi, iritabilitas, dan muntah (Hasan dan Alatas, 1985). Kasus asimptomatik
berhubungan dengan meningkatnya resiko terjadinya infeksi
simptomatik berulang yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal (Zelikovic et al., 1992). The American Academy of Pediatrics merekomendasikan untuk bayi dan anak (usia 2 bulan – 2 tahun) dengan ISK agar dilakukan pemeriksaan imejing dengan ultrasonografi (USG) dan voiding cystourethrography (VCUG). Pemeriksaan imejing tersebut dilakukan dengan segera jika pasien tidak menunjukkan respon secara klinis setelah dilakukan terapi selama 2 hari (Fisher, 2012). Indikasi pemeriksaan radiologi untuk evaluasi saluran kemih pada anak dengan ISK yaitu mengidentifikasi adanya refluks vesikoureter, obstruksi, atau kelainan saluran kemih lainnya. Sekitar 50% anak dengan ISK simptomatik, ditemukan kelainan pada struktur anatomi saluran kemih. Berdasarkan hal tersebut, maka pemeriksaan radiologi seperti USG transabdominal di anjurkan
3
untuk monitoring asimptomatik bakteriuria yang pertama kali terjadi atau ISK pada anak usia kurang dari 5 tahun, ISK asimptomatik yang pertama kali terjadi pada anak laki-laki, dan kejadian ISK berulang pada anak perempuan (Zellikovic et al., 1992). USG merupakan modalitas imejing pilihan untuk anak dengan kelainan renal dan vesika urinaria (Kuzmic et al., 2001).
USG
vesika urinaria
memberikan informasi penting mengenai kapasitas dan tebal dinding vesika urinaria, serta volume urin setelah miksi (Kocauglu et al., 2011). USG bersifat noninvasif, cepat, mudah digunakan, sederhana, bed-side , murah, dan aman (Uluocak et al., 2007; Sorkhi et al., 2009). Namun,
USG
juga
memiliki
kelemahan seperti sulit menilai struktur organ abdomen apabila terlalu banyak gas, lemak terlalu tebal, dan keahlian operator akan mempengaruhi kualitas (Anonymous 1, 2011). Pengukuran ketebalan dinding vesika urinaria dengan USG saat ini sangat populer digunakan diantaranya untuk mengukur dan memonitor obstruksi outlet bladder pada pria, mendeteksi overaktifitas detrusor pada wanita, dan anak dengan gangguan sfingter bladder non neuropati (Tanaka et al., 2008; Oelke dan Wijkstra, 2009). Pada USG transabdominal dengan klinis ISK akan tampak dinding vesika urinaria menjadi edema dan menebal yang disebabkan oleh adanya infiltrasi sel inflamasi ke muskulus atau mukosa (Liu et al., 2008). USG memiliki sensitivitas 98% dan spesifitas 82% dalam menilai ketebalan dinding vesika urinaria dan residu urin setelah miksi (Shah, 2000).
4
Pemeriksaan penunjang lain yang turut berperan dalam menegakkan diagnosis infeksi saluran kemih adalah urinalisa berupa leukosit esterase dan nitrit (Santos et al., 2007). Uji carik celup (dipstick test) merupakan pemeriksaan urinalisa yang pertama kali dikerjakan bila ada kecurigaan ISK karena cepat untuk mendiagnosis ISK dan murah. Bila hasil uji carik celup menunjukkan kecenderungan yang tinggi untuk ISK maka tidak diperlukan lagi pemeriksaan urinalisis mikroskopik dan biakan urin (UMHS, 1999). Kombinasi antara leukosit esterase dan nitrit memberikan hasil yang terbaik dalam memprediksi adanya infeksi saluran kemih, sehingga dapat memberikan informasi diagnostik yang cepat dan memberikan terapi lebih awal (Semeniuk dan Church, 1999). Leukosit esterase memiliki sensitivitas 71,4 % dan spesifitas 86,6 % (Eyong et al., 2011). Nitrit memiliki sensitivitas 38,9% dan spesifitas 99,5%.
Kombinasi antara leukosit esterase (+3) dan nitrit positif
memberikan akurasi sebesar 95,6% dengan sensitivitas 89,9% dan spesifitas 89,5% (Santos et al., 2007). Kultur urin merupakan standar tes diagnostik laboratorium untuk menegakkan diagnosis ISK dengan ditemukannya bakteri lebih dari 105 koloni/ml. Namun, metode ini membutuhkan inkubasi dengan waktu 24 jam atau lebih sehingga menyebabkan keterlambatan penanganan (Eyong et al., 2011). Pemeriksaan kultur urin di RSUP Sardjito, Yogyakarta membutuhkan waktu sekitar 3-5 hari, sehingga untuk ISK dipilih uji carik celup yang mudah pelaksanaannya dan tidak membutuhkan waktu yang lama.
5
Di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta berdasarkan data dari Instalasi Rekam Medis untuk Indeks Penyakit Tahunan tahun 2011 tercatat pasien anak dengan infeksi saluran kemih sejumlah 385 pasien, rata-rata tiap bulan berkisar antara 38 pasien baru. Adanya alat USG di instalasi radiologi RSUP Dr. Sardjito memungkinkan dapat dilakukannya pengukuran ketebalan dinding vesika urinaria. B. Perumusan Masalah Penelitian. Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan beberapa hal dalam penelitian ini yaitu : 1. Kejadian ISK yang tinggi memerlukan perhatian yang serius, selain itu ISK juga merupakan penyebab kegagalan ginjal yang permanen. 2. USG transabdominal merupakan modalitas imejing utama dalam menilai ketebalan dinding vesika urinaria pada anak dengan klinis ISK akut. 3. Pemeriksaan laboratorium berupa kenaikan hasil leukosit esterase dan nitrit dapat menjadi kriteria keluaran untuk menentukan ISK. Dari permasalahan yang telah dijabarkan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: apakah terdapat korelasi yang signifikan antara ketebalan dinding vesika urinaria pada ultrasonografi transabdominal dengan hasil leukosit esterase dan nitrit pada anak dengan klinis ISK akut. C. Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat korelasi antara ketebalan dinding vesika urinaria pada ultrasonografi transabdominal dan hasil leukosit esterase dan nitrit pada anak dengan klinis infeksi saluran kemih akut?
6
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menilai adanya korelasi ketebalan dinding vesika urinaria pada ultrasonografi transabdominal dan hasil leukosit esterase dan nitrit pada anak dengan klinis infeksi saluran kemih akut E. Manfaat Penelitian 1.
Bermanfaat bagi pasien maupun masyarakat untuk melihat keluaran dari hasil ketebalan dinding vesika urinaria pada USG transabdominal dengan hasil leukosit esterase dan nitirit.
2.
Bermanfaat secara teoritis untuk menggambarkan adanya korelasi positif antara ketebalan dinding vesika urinaria pada USG transabdominal dengan hasil leukosit esterase dan nitrit pada anak dengan klinis ISK akut.
3. Bermanfaat bagi pendidikan, untuk melatih cara berfikir dan melakukan penelitian secara benar dan menambah wawasan dalam bidang radiodiagnosis khususnya USG transabdominal 4. Bermanfaat untuk penelitian selanjutnya, sebagai dasar teori atau sumber kepustakaan, sehingga hasil penelitian ini benar – benar bermanfaat F. Keaslian Penelitian Dari penelusuran kepustakaan yang dilakukan peneliti, belum ditemukan penelitian yang sama dengan penelitian ini, yaitu korelasi antara ketebalan dinding vesika urinaria pada ultrasonografi transabdominal dengan hasil leukosit esterase dan nitrit pada anak dengan klinis infeksi saluran kemih akut di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Peneliti menemukan beberapa artikel atau jurnal penelitian yang dapat digunakan sebagai acuan, diantaranya terlihat pada tabel 1
7
Tabel 1. Penelitian ketebalan dinding vesika urinaria dan hasil leukosit esterase dan nitrit Peneliti/
Subyek
Topik
Hasil
Tahun Pranantyo, L.E., 2008
Retrospektif. 60 subyek
Jequier & Rousseau et al., 1987
Prospektif 410 subyek
Hubungan penebalan dinding kandung kemih pada ultrasonografi dengan lekosit esterase pada penderita klinis infeksi saluran kemih.
Ada hubungan antara penebalan USG kandung kemih dengan hasil pemeriksaan lekosit (p< 0,05), dengan keeratan hubungan antar variabel lemah (0,326).
Mengukur ketebalan dinding bladder normal dengan USG pada anak.
- Terdapat hubungan linier antara tebal dinding bladder dengan volume bladder. - Rata-rata tebal dinding bladder 2,76 mm saat kosong (maksimum 5 mm) dan 1, 55 mm saat distensi (maksimum 3 mm).
Semeniuk et al., 1999
Prospektif 479 subyek
Santos et al., 2007
Prospektif 675 subyek
Liu et al., 2008
Prospektif 57 subyek
Sorkhi et al., 2009
Prospektif 106 subyek
Evaluasi leukosit esterase dan nitrit urin dengan tes dipstik untuk deteksi bakteriuria pada wanita dengan suspek infeksi traktus urinarius uncomplicated.
Kombinasi leukosit esterase dan nitrit urin memberikan hasil yang terbaik dibandingkan pemeriksaan terpisah
Evaluasi urinalisis sebagai parameter untuk memprediksi infeksi traktus urinarius.
- Parameter bakteriuria, leukosit esterase (+3) dan nitrit memiliki kekuatan prediktif yang baik
Karakteristik bladder pada bayi dengan infeksi traktus urinarius dengan studi USG
- Volume bladder kecil, dan penebalan dinding bladder pada bayi dengan infeksi traktus urinarius dapat disebabkan karena hiperkontraktilitas dan infeksi yang menyebabkan edema dinding bladder.
Pengukuran dinding bladder dari 4 lokasi yaitu anterior, posterior serta lateral kanan dan kiri dengan USG pada anak sehat.
- Rata-rata ketebalan dinding bladder pada 4 lokasi 1,79 ± 0,28 mm. Mean dinding anterior 1,5 ± 0,31 mm, dinding posterior 2 ± 0,36 mm, dinding lateral kanan 1,8 ± 0,34 mm, dinding lateral kiri 1,8 ± 0,36 mm. - Terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) pada lokasi pengukuran kecuali pada dinding lateral.
Eyong et al., 2011
Cross sectional 120 subyek
Evaluasi aktifitas leukosit esterase sebagai tes skreening yang cepat pada anak dengan bakteriuria
Metode pemeriksaan leukosit esterase dengan dipstik untuk diagnosis infeksi traktus urinarius memiliki sensitivitas 71,4% dan spesifitas 86,6%.