BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang memiliki luas 240 ha. Pemanfaatan lahan di sekitar Waduk Cengklik sebagian besar adalah sawah irigasi dan permukiman. Dengan demikian di sekitar Waduk Cengklik terdapat berbagai macam kegiatan, diantaranya kegiatan pertanian dan rumah tangga. Kegiatan pertanian dan rumah tangga tersebut dapat menyumbang limbah organik ke dalam badan perairan waduk. Limbah tersebut tersalur melalui sungai yang mengalir menuju waduk. Sungai tersebut bernama Kali Senting. Di dalam badan perairan Waduk Cengklik, terdapat berbagai macam kegiatan antara lain: kegiatan pariwisata, budidaya ikan air tawar di dalam Keramba Jaring Apung (KJA), dan kegiatan pertanian. Purnami, dkk. (2010) menyebutkan kegiatan pariwisata, pertanian, dan perikanan merupakan sumber limbah utama bahan organik dan nutrien yang masuk ke dalam lingkungan perairan. Kegiatan pariwisata di Waduk Cengklik dapat menyumbang limbah organik ke dalam badan waduk. Limbah tersebut diantaranya detergen dan sisa makanan dan minuman yang berasal dari warung-warung di sekitar waduk dan pengunjung waduk. Wiadnyana (2002) menyebutkan bahwa semakin tinggi bahan detergen, buangan limbah organik dan anorganik yang memasuki perairan berdampak pada penyuburan yang berlebihan pada perairan. Kegiatan budidaya ikan air tawar di dalam KJA oleh penduduk sekitar waduk turut berkontribusi menyumbang limbah ke dalam badan perairan waduk. Kegiatan budidaya ikan dalam KJA ini telah dimulai sejak tahun 2007. Karena usaha ini dinilai sangat menguntungkan, sehingga banyak warga yang membuat
1
2
KJA. Hal tersebut mengakibatkan jumlah KJA di waduk Cengklik tidak terkendali. KJA yang terdapat di dalam waduk merupakan milik warga sekitar waduk Cengklik. Dalam kegiatan tersebut dihasilkan limbah organik yang berasal dari pakan ikan yang ditebar ke dalam KJA. Hanafiah (2005) dan Suryanto (2011) menyebutkan bahwa sumber sekunder bahan organik berupa kotoran dan sisa pakan. Sisa pakan ikan yang tidak habis dimakan oleh ikan, akan terlarut di dalam badan perairan waduk atau tersuspensi di sedimen. Sumbangan nutrien tersebut ke dalam perairan menurut Utomo, dkk. (2011) akan memicu tumbuhnya fitoplankton. Kegiatan di dalam waduk cengklik bertambah pada saat musim kemarau. Pada musim kemarau area di tepi waduk menjadi surut. Area yang tidak tergenang ini kemudian dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk kegiatan pertanian yakni untuk menanam padi maupun jagung. Pupuk yang digunakan dalam kegiatan pertanian tersebut akan meningkatkan kadar nutrien di dalam badan waduk. Dari kegiatan-kegiatan di sekitar dan di dalam badan waduk Cengklik yang telah diuraikan di atas telah menyumbang sejumlah nutrien atau bahan organik ke dalam badan perairan waduk. Effendi (2003) mengatakan bahwa bahan organik yang tinggi akan menyebabkan eutrofikasi atau pengkayaan nutrien pada perairan serta meningkatkan produktivitas perairan. Pengkayaan nutrien yang berlebihan menurut Yuningsih, dkk. (2014), dapat berpengaruh negatif terhadap ekosistem perairan. Pengaruh negatif tersebut diantaranya yaitu terjadinya ledakan alga, penurunan oksigen terlarut dan kematian ikan. Nutrien merupakan faktor penting bagi pertumbuhan fitoplankton yang sering digunakan sebagai bioindikator (Panda, dkk. 2012; Yeanny, 2013). Michael (1994) mengatakan bahwa plankton merupakan biota air yang umum digunakan
3
sebagai bioindikator karena keanekaragamannya sangat dipengaruhi oleh faktorfaktor lingkungan. Nutrien yang memiliki peran vital
dalam pertumbuhan
fitoplankton yang biasa digunakan sebagai indikator tingkat kesuburan suatu perairan adalah Fosfor dan Nitrogen (Risamasu dan Prayitno, 2011). Menurut Fajriani, dkk. (2013) bahan organik N dan P dari buangan limbah merupakan unsur yang dapat langsung diserap oleh fitoplankton. Menurut Aunurohim, dkk, 2009, nitrat dan fosfat merupakan faktor pembatas bagi kehidupan fitoplankton. Nitrogen dalam bentuk nitrat dan fosfor dalam bentuk orthofosfat dapat dimanfaatkan oleh alga dan tumbuhan air (Lee dan Lee, 2005). Konsentrasi nitrat yang tinggi dalam badan perairan menggambarkan ketersediaan nitrogen yang melimpah bagi pertumbuhan fitoplankton (Risamasu dan Prayitno, 2011). Perairan dikatakan subur apabila perbandingan antara N dari Nitrat dan P adalah 1:5 (Rengganis, dkk., 2011). Nitrat yang terlampau tinggi menurut Aji dan Murtini (2005) akan menyebabkan pertumbuhan plankton yang cukup tinggi pula. Panda, dkk. (2012) mengatakan bahwa fosfor terlarut merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi kualitas air karena fosfor dibutuhkan untuk pertumbuhan fitoplankton. Tingginya kadar fosfat dan nitrat di dalam perairan seperti penelitian yang dilakukan oleh Rengganis, dkk. (2011) disebabkan oleh nutrisi yang terbawa dari sawah, ladang, dan limbah rumahtangga di sekitar badan perairan. Fitoplankton merupakan tumbuhan tingkat rendah yang bersifat planktonik, hidup melayang dalam kolom perairan. Walaupun renik tubuhnya, namun mereka mampu melakukan aktivitas fotosintetis seperti halnya tumbuhan tingkat tinggi. Kecepatan pertumbuhannya yang tinggi, sangat potensial dalam
4
penyerapan CO2 udara. Disamping itu, fitoplankton mampu melepaskan O 2 yang sangat berguna dalam proses pernapasan (respirasi) bagi organisme lain. Di dalam ekosistem perairan, fitoplankton sangat berperan sangat penting sebagai produser primer yang menduduki tingkat tropik paling dasar dalam rantai makanan (Sutomo, 2013). Fitoplankton memegang peranan yang penting dalam suatu perairan, fungsi ekologinya sebagai produsen primer dan awal mata rantai dalam jaring makanan menyebabkan fitoplankton sering dijadikan skala ukuran kesuburan satu perairan. Tingkat berikutnya adalah pemindahan energi dari produsen ke tingkat tropik yang lebih tinggi melalui rantai makanan (Handayani dan Patria, 2005). Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti ingin mengetahui dan mempelajari kondisi lingkungan dengan melakukan penelitian yang berjudul “Struktur Komunitas Fitoplankton di Waduk Cengklik Boyolali”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian dengan judul “Struktur Komunitas Fitoplankton di Waduk Cengklik Boyolali” sebagai berikut: 1. Bagaimana struktur komunitas fitoplankton berdasarkan densitas, dominansi, dan indeks keanekaragaman di Waduk Cengklik Boyolali? 2. Bagaimana hubungan antara indeks keanekaragaman fitoplankton dengan faktor abiotik di Waduk Cengklik Boyolali?
5
C. Tujuan Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian dengan judul “Struktur Komunitas Fitoplankton di Waduk Cengklik Boyolali” adalah untuk menganalisis dan mengetahui: 1. Struktur komunitas fitoplankton berdasarkan densitas, dominansi, dan indeks keanekaragaman di Waduk Cengklik Boyolali. 2. Hubungan antara indeks keanekaragaman fitoplankton dengan faktor abiotik di Waduk Cengklik Boyolali. D. Manfaat Berdasarkan latar belakang, permasalahan, dan tujuan penelitian dengan judul “Struktur Komunitas Fitoplankton di Waduk Cengklik Boyolali” tersebut diharapkan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut: 1.
Bagi pribadi penulis dan pengembangan ilmu pengetahuan untuk menambah wawasan keilmuan biologi terutama mengenai studi komunitas fitoplankton.
2.
Bagi instansi terkait sebagai bahan masukan dan rekomendasi dalam pengelolaan
dan
pemantauan
Waduk
Cengklik
Boyolali
yang
berkelanjutan. 3.
Bagi masyarakat sekitar agar dapat melakukan upaya untuk melestarikan Waduk Cengklik Boyolali.