1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD RI 1945) pada alinea keempat yang berbunyi bahwa “...untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...”. Pada salah salah satu tujuan tersebut menyatakan “untuk memajukan kesejahteraan umum”, hal tersebut dapat tercapai dengan cara adanya pembangunan nasional khususnya dibidang ekonomi. Pembangunan ekonomi tersebut harus diarahkan pada pembangunan yang mandiri dan handal, guna meningkatkan pendapatan masyarakat serta untuk menanggulangi adanya kesenjangan ekonomi dan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan adanya peningkatan kegiatan pembangunan dibidang ekonomi, maka meningkatkan pula ketersediaan dana. Sehingga dana tersebut
dapat tersalurkan melalui sistem
perkreditan bagi seluruh lapisan masyarakat. Di
negara
Indonesia
dapat
diamati
bahwa sedang mengalami
pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang menghasilkan bermacam ragam produk kebutuhan kehidupan sehari-hari (misalnya televisi, mesin cuci, lemari es, sepeda motor). Produk tersebut dipasarkan secara terbuka baik di pasar-pasar tradisional maupun melalui iklan di media massa yang telah mendorong masyarakat untuk ikut memiliki dan menikmati produk yang dibutuhkannya (Abdulkadir M. Dan Rilda M., 2000 : 250). Perkembangan zamanpun
mengharuskan masyarakat merubah pola
kehidupan dalam menjalankan aktifitasnya. Seperti halnya dalam bidang transportasi yang banyak mengalami perkembangan. Hal tersebut juga menunjang perkembangan
ekonomi
di
Indonesia
dikarenakan
semakin
cepatnya
pendistribusian barang maka secara otomatis juga memberikan dampak
2
perkembangan ekonomi yang signifikan. Berikut ini adalah data tentang perkembangan Jumlah Kendaraan di Indonesia dari tahun 2010-2014 yang dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS) berikut: Tabel I. Perkembangan Jumlah Kendaraan di Indonesia dari Tahun 2010-2014 Tahun
Sepeda Motor
Mobil Penumpang
Mobil Bis
Mobil Barang
2010
61.078.188
8.891.041
2.250.109
4.687.789
2011
68.839.341
9.588.866
2.254.406
4.958.738
2012
76.381.183
10.432.259
2.273.821
5.286.061
2013
84.732.652
11.484.514
2.286.309
5.615.494
2014
92.976.240
12.599.138
2.398.846
6.235.136
Sumber: (www.bps.go.id diakses pada tanggal 9 Februari 2016 pukul 10:02:04) Berdasarkan data di atas bentuk transportasi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah sepeda motor dibandingkan dengan jenis kendaraan lainnya seperti mobil penumpang, mobil bis dan mobil barang. Hal tersebut dapat dilihat pada peningkatan jumlah yang cukup signifikan dari tahun ke tahunnya dibandingkan dengan kendaraan lainnya. Peningkatan jumlah kendaraan sepeda motor di Indonesia yang cukup signifikan tersebut, diperkirakan akan terus berlanjut seiring berjalannya waktu. Hingga saat ini, Indonesia berada di peringkat ke tiga di dunia sebagai produsen sepeda motor terbesar setelah Cina dan India (www.news.okezone.com “Industri Motor di Indonesia akan Terus Meningkat” diakses pada tanggal
pril
1
pukul 10:45:16 WIB). Pernyataan tersebut di dukung pula oleh Asosiasi Industri Sepeda Motor di Indonesia (AISI) menyatakan bahwa tiap tahunnya Indonesia telah memproduksi sepeda motor lebih dari 7 juta motor tiap tahunnya yaitu pada tahun 2012 sebanyak 7.079.721, tahun 2013 sebanyak 7.736.295 dan tahun 2014 sebanyak 7.926.104 (www.aisi.co.id diakses pada tanggal 6 April 2 1 pukul 10:55:26 WIB). Dapat disimpulkan bahwa sepeda motor di Indonesia mengalami perkembangan pesat dari segi produksi maupun penggunaannya di Indonesia.
3
Di sisi lainnya, sebagian besar masyarakat belum mampu membeli produk konsumsi yang dibutuhkan itu secara tunai dikarenakan banyaknya masyarakat Indonesia yang masih tergolong sebagai penduduk miskin. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah penduduk miskin di Indonesia yaitu pada bulan Maret 2014 sejumlah 28.280.030 jiwa, bulan September 2014 sejumlah 27.727.780 jiwa, bulan Maret 2015 sejumlah 28.592.790 jiwa dan bulan September 2015 sejumlah 28.513.570 jiwa (www.bps.go.id diakses pada tanggal 1 Desember
15 pukul 09:57:04
WIB). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami fluktuasi. Adanya fluktuasi jumlah penduduk miskin di Indonesia tersebut, menurut penulis telah menunjukkan bahwa pada dasarnya masyarakat Indonesia mengalami masalah terhadap keterbatasan sumber dana dalam mencukupi barang kehidupan sehari-hari karena memiliki pendapatan rendah. Perkembangan zaman pun juga telah merubah pola kehidupan masyarakat Indonesia yang merujuk pada gaya hidup yang konsumtif. Menurut Dahlan (Al-Ghifari, 2003:144) menyatakan bahwa perilaku konsumtif merupakan perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal yang dianggap paling mahal dan memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik sebesar-besarnya serta adanya pola hidup manusia yang dikendalikan dan didorong oleh suatu keinginan untuk memenuhi hasrat dan kesenangan semata-mata. Di zaman teknologi dan informasi yang berkembang cepat, juga memberikan pengaruh bagi masyarakat untuk membeli barang-barang konsumsi. Didukung dengan
adanya budayanya perilaku konsumtif
serta adanya
perkembangan teknologi dan informasi yang pesat sehingga mempengaruhi pergerakan barang produksi dan menarik masyarakat untuk memilikinya tanpa melihat keadaan keuangan mereka. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang konsumtif Bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan juga berperilaku konsumtif, sekarang tidak perlu lagi khawatir dalam memenuhi barang kebutuhan
4
khususnya barang konsumsi yang bersifat sekunder. Hal tersebut dikarenakan sudah terbantu dengan adanya lembaga keuangan perbankan atau non perbankan yang dapat memberi bantuan dana. Misalnya pegadaian, pasar modal, bank, lembaga pembiayaan dan sebagainya. Meskipun demikian, dalam kenyataannya tidak semua pelaku usaha dapat dengan mudah mengakses sumber dana dari lembaga tersebut dikarenakan penerapan ketentuan tidak dengan mudah dapat dipenuhi oleh pihak yang membutuhkan dana (Sunaryo, 2009 : 3). Salah satu contoh lembaga keuangan non perbankan adalah lembaga pembiayaan konsumen. Lahirnya pemberian kredit dengan sistem pembiayaan konsumen ini sebenarnya sebagai jawaban atas kenyataan berikut ini: 1. Keterbatasan sumber dana formal bagi masyarakat lapisan bawah berpenghasilan rendah. Adanya Pembiayaan Konsumen dengan sistem pembiayaan yang fleksibel, tidak memerlukan penyerahan barang jaminan, menyesuaikan dengan tingkat kebutuhan Konsumen, jumlah pembayaran setiap angsuran relatif kecil, terasa sangat meringankan konsumen 2. Koperasi pembiayaannya sulit berkembang dikarenakan Manajemen Koperasi ditangani oleh orang-orang yang tidak profesional serta ada kecenderungan untuk korupsi, dengan memanfaatkan modal koperasi untuk perusahaan pribadi. 3. Bank tidak melayani pembiayaan konsumen dikarenakan Bank tidak melayani pemberian kredit yang bersifat konsumtif dan ukuran kecil. Disamping itu, bank selalu menerapkan prinsip jaminan dalam pemberian kredit. 4. Pembiayaan lintah darat yang mencekik, dikarenakan sistem pembiayaan yang diterapkannya bersifat tradisional, bunga sangat tinggi bahkan jauh melebihi batas kewajaran yang berlaku dalam kegiatan bisnis biasa, serta sistem penagihan yang sangat ketat dengan ancaman penarikan barang bila menunggak (Abdulkadir M dan Rilda M, 2000 : 250 - 252). Berdasarkan faktor tersebut, maka mulailah dicari suatu sistem pendanaan yang mempunyai terms and conditions yang lebih bussinesslike dan tidak jauh berbeda dengan sistem perkreditan biasa, tetapi menjangkau masyarakat luas selaku konsumen. Maka mulailah dikembangkan sistem yang disebut “pembiayaan konsumen” yang dikenal sebagai salah satu jenis sistem pembiayaan di luar perbankan dan mendapat pengaturannya oleh masing-masing negara khususnya Indonesia (Munir Fuady, 2002 : 163-164).
5
Kehadiran Lembaga pembiayaan konsumen di Indonesia saat ini tidak terlepas dari masalah kebutuhan sekunder yang harus dipenuhi oleh setiap anggota masyarakat. Fasilitas yang diadakan oleh perusahaan pembiayaan konsumen ini sangat membantu untuk meringankan beban konsumen dalam pemenuhan kebutuhan konsumennya jika dibandingkan dengan transaksi bisnis yang bersifat tunai (kontan). Fenomena tersebut juga dipengaruhi oleh faktor persaingan yang semakin ketat di antara para agen tunggal pemegang merek dalam industri kendaraan bermotor yang mendorong semakin terciptanya kondisi untuk kepemilikan kendaraan bermotor. Pemberian kemudahan melalui kredit yang kecil dan uang muka rendah maka debitor sudah dapat memiliki kendaraan tanpa harus membayar secara lunas terlebih dahulu. Dilihat dari segi hukum bisnis, kehadiran perusahaan pembiayaan konsumen memiliki arti strategis dalam pembangunan hukum. Dikarenakan awalnya masyarakat belum mengenal lembaga ini karena memang tidak diatur secara khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata). Salah satu contohnya adalah pada perjanjian pembiayaan konsumen. Kegiatan pembiayaan konsumen, pada dasarnya mulai diperkenalkan dalam usaha perusahaan pembiayaan pada waktu dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan yang diikuti dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988, bersamaan dengan diperkenalkannya industri multifinance. Sejak awal diperkenalkan, usaha jasa pembiayaan konsumen sudah menunjukkan perkembangan yang sangat baik (Budi Rachmat,2004 : 185). Dengan memanfaatkan Lembaga Pembiayaan ini, masyarakat yang tadinya sulit untuk membeli barang kebutuhan secara tunai, kini dengan bantuan perusahaan pembiayaan konsumen, maka kebutuhan mereka dapat terpenuhi. Konsumen (debitor) dapat langsung mengajukan permohonan pembiayaan kepada Perusahaan Pembiayaan Konsumen dengan melengkapi persyaratan agar dapat membayar secara tunai harga barang kebutuhan yang dibelinya dari pemasok (supplier), dengan ketentuan pembayaran kembali harga barang itu kepada Perusahaan Pembiayaan Konsumen yang dilakukan secara
6
angsuran. Dengan cara demikian, maka kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi secara wajar. Kontrak sangat banyak dipergunakan dalam kegiatan bisnis. Bahkan hampir semua kegiatan bisnis diawali oleh adanya kontrak, meskipun kontrak dalam tampilan sederhana sekalipun. Begitu pula dengan adanya lembaga pembiayaan pasti muncul suatu kontrak atau perjanjian di awalnya sebagai tanda adanya suatu kesepakatan antara kedua belah pihak tersebut. Secara konvensional, kesepakatan yang diperlukan bagi adanya suatu perjanjian yang berlandaskan asas kebebasan berkontrak, yang mana akan terjadi melalui suatu proses tawar menawar yang menunjukkan adanya kedudukan yang seimbang diantara para pihak yang terlibat di dalamnya (Kelik Wardiono, 2014 : 1). Tetapi dalam kenyataannya para pihak tidak selalu memiliki posisi tawar-menawar yang seimbang, akibatnya pihak yang memiliki posisi tawar yang lebih kuat cenderung menguasai pihak yang memiliki posisi tawar yang lebih lemah. Konsumen atau debitor yang disodori perjanjian baku tersebut pada umumnya hanya bersikap menerima karena mereka merupakan pihak yang memang membutuhkan dan mereka sama sekali tidak memungkinkan untuk merubah dari isi perjanjian tersebut. Sehingga berlakulah suatu ketentuan “take it or leave it”. Berkembangnya pembiayaan konsumen di Indonesia bukan berarti tidak mengalami berbagai masalah. Permasalahan yang sering timbul biasanya mengenai masalah yang berkaitan dengan adanya jaminan fidusia. Hal tersebut dikarenakan Lembaga Pembiayaan Konsumen menggunakan jaminan fidusia sebagai jaminannya. Beberapa permasalahan yang sering dihadapi oleh Lembaga Pembiayaan yang sering dihadapi adalah sebagai berikut: 1. Banyaknya Kreditor dari Lembaga Pembiayaan Konsumen tidak mendaftarkannya obyek jaminan fidusia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia. 2. Bentuk pelanggaran lainnya yang lebih fatal adalah adanya pendaftaran fidusia yang dilakukan manakala debitor wanprestasi. 3. Pelaksanaan eksekusi terhadap obyek jaminan pada umumnya prosedur pelaksanaan eksekusi tidak dilaksanakan sesuai ketentuan. Misalnya eksekusi dilakukan dengan penjualan di bawah tangan hanya boleh dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak
7
diberitahukan secara tertulis kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan minimal dalam dua surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan. Akan tetapi pada umumnya lembaga pembiayaan akan menggunakan jasa debt collector yang langsung mendatangi debitor dan mengambil kendaraan obyek jaminan. 4. Kebanyakan jasa debt collector dalam melakakukan pengambilan barang jaminan akan berperilaku tidak etis dan sering menggunakan kekerasan dalam cara penarikan kendaraan bermotor. 5. Pelanggaran lainnya adalah kendaraan yang diambil oleh jasa debt collector tersebut kemudian oleh lembaga pembiayaan akan di jual kepada pedagang yang sudah menjadi relasinya. Hasil penjualanpun tidak diberitahukan kepada debitor terdapat sisa atau kekurangan terhadap hutang debitor (Purwanto. 1 . “Beberapa Permasalahan Perjanjian Pembiayaan Konsumen dengan Jaminan Fidusia” Jurnal Rechts Vinding. Vol.1 No. 2. Jakarta). Banyaknya permasalahan yang sering dihadapi oleh lembaga pembiayaan konsumen seperti yang telah disebutkan di atas, maka sangatlah penting untuk dilakukan pengkajian ulang terhadap Perjanjian Pembiayaan Konsumen pada suatu lembaga pembiayaan konsumen. Salah satu lembaga pembiayaan yang menyediakan pembiayaan konsumen adalah PT Summit Oto Finance. PT Summit Oto Finance adalah perusahaan pembiayaan di luar bank dan lembaga keuangan non bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang bergerak di dalam bidang usaha penyediaan barang konsumsi. PT Summit Oto Finance adalah merupakan perusahaan swasta nasional yang mana biasanya barang yang dibiayai adalah kendaraan bermotor. Oleh karena itu, dalam penulisan ini perjanjian Pembiayaan Konsumen yang perlu di kaji salah satunya adalah Perjanjian Pembiayaan Konsumen oleh PT Summit Oto Finance. Pada dasarnya penelitian ini hampir sama dengan Skripsi dari Universitas Sumatra Utara dengan Judul “ nalisis Hukum terhadap Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dihubungkan dengan Jaminan Fidusia (Study pada PT Busan Auto Finance Medan)
yang mana sama-sama
mengkaji perjanjian Pembiayaan
Konsumen. Perbedaannya dengan penulisan hukum tersebut menggunakan penulisan hukum empiris dengan lokasi yang berbeda yang mana penelitian tersebut lebih fokus ke arah
jaminan Fidusianya yang bertujuan untuk
mengetahui penerapan pengikatan jaminan fidusia dan akibat kelalaian konsumen dalam perjanjian pengikatan jaminan fidusia .
8
Perbedaan penulisan hukum ini dengan penulisan hukum tersebut di atas, selain perbedaan dari segi lokasi penelitian, perbedaan yang menonjol adalah penulisan hukum ini lebih menekankan mengenai keabsahan perjanjian khususnya pada perjanjian pembiayaan yang sifatnya sudah baku. Sudah dibakukannya perjanjian pembiayaan konsumen itu, maka dapat memunculkan asumsi bahwa pihak konsumen atau debitor yang tidak ikut serta dalam menentukan klausul dari perjanjian, serta kemungkinan besar mereka harus menanggung kewajiban dan tanggungjawab serta kerugian yang selayaknya tidak menjadi bebannya. Masalah perlindungan hukum bagi debitor, harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah maupun masyarakat. Penggunaan klausul yang dibuat secara sepihak tersebut memang lebih banyak memberikan keuntungan bagi pihak kreditor. Di sisi lain, bagi konsumen atau debitor dengan adanya klausula yang dibuat secara sepihak justru merupakan pilihan yang tidak menguntungkan. Debitor hanya dihadapkan pada satu pilihan yaitu menerimanya karena memang membutuhkan. Padahal dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen tersebut seharusnya tidak semata-mata menguntungkan pihak kreditor saja namun seharusnya memberikan perlindungan hukum yang cukup bagi pihak Debitor. Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan hukum terkait adanya klausula baku dalam perjanjian pembiayaan konsumen tersebut. Penulisan hukum ini akan disusun dalam sebuah skripsi dengan judul “Analisis Yuridis Perlindungan Hukum terhadap Debitor dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen oleh PT Summit Oto Finance Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka rumusan masalah yang akan dibahas yaitu: 1. Apakah perjanjian pembiayaan konsumen pada PT Summit Oto Finance sudah memenuhi ketentuan syarat sahnya perjanjian? 2. Apakah klausula yang tertuang dalam perjanjian pembiayaan konsumen pada
9
PT Summit Oto Finace telah memberikan perlindungan hukum bagi debitor?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif a. Mengetahui mengenai perjanjian pembiayaan konsumen pada PT Summit Oto Finance sudah memenuhi atau tidak
ketentuan syarat sahnya
perjanjian. b. Mengetahui klausula yang tertuang dalam perjanjian pembiayaan konsumen pada PT Summit Oto Finance telah memberikan perlindungan hukum atau tidak bagi debitor. 2. Tujuan Subyektif a. Memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam menyusun penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan yang diwajibkan dalam meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. b. Menambah dan memperluas pemahaman penulis terhadap materi- materi yang penulis peroleh selama perkuliahan di Fakultas Hukum, terutama terkait dengan hukum kontrak dan hukum Pembiayaan.
D. Manfaat Penelitian Sebuah penelitian diharapkan adanya manfaat dan kegunaan karena nilai dari suatu penelitian dilihat dari besar kecilnya manfaat dari penelitian tersebut, baik bagi penulis sendiri maupun bagi orang lain. Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
sebagai
kontribusi
pengetahuan
yang
bermanfaat
bagi
pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan bidang hukum kontrak serta hukum Pembiayaan pada khususnya.
10
b. Hasil penulisan hukum ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi, masukan data dan literatur bagi penulisan hukum selanjutnya serta dapat menyumbangkann pemecahan terhadap masalah yang akan diteliti. c. Penulisan hukum ini diharapkan dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian sejenis untuk tahap berikutnya. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan sumbangan pemikiran dan memberikan jawaban atas permasalahan yang penulis teliti. b. Menjadi sarana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan pola pikir ilmiah yang sistematis serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama kuliah. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi semua pihak yang berkepentingan terkait dengan permasalahan hukum yang serupa dengan masalah yang penulis kaji sehingga dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.
E. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know - how dalam ilmu hukum, bukan sekedar know - about. Sebagai suatu kegiatan know – how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi. Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 60). Hal tersebut sama halnya yang dikatakan oleh Morris L. Cohen (dalam Peter Mahmud Marzuki,
14 : 59) bahwa “legal research is the process of
finding the law that governs activities in human society” yang artinya suatu kegiatan penelitian hukum merupakan proses menemukan hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Penelitian hukum (legal research) bertujuan untuk menemukan kebenaran koheresi, yaitu menentukan apakah aturan hukum yang ada sudah
11
sesuai dengan norma hukum dan/atau apakah norma hukum yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah tindakan (act) seseorang sesuai dengan norma hukum bukan hanya sesuai aturan hukum atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 47). Dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum dan melakukan penalaran dan menganalisis masalah hukum sehingga dikemudian dapat memberikan pemecahan masalah tersebut. Penulisan hukum ini dapat berjalan dengan baik dan memberikan hasil yang maksimal apabila menggunakan metode penelitian yang tepat. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif atau doktrinal. Penelitian doktrinal (doctrinal research) adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka (library based) yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 55-56). 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini bila ditinjau dari bidangnya, maka penelitian ini termasuk dalam penelitian preskriptif. Dikarenakan menurut Peter Mahmud Marzuki menyatakan bahwa ilmu hukum bukanlah ilmu deskriptif melainkan ilmu preskriptif (2014 : 59). Maka ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, dan norma-norma hukum. Penelitian hukum yang bersifat preskriptif bertujuan memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya dilakukan, bukan membuktikan kebenaran hipotesis. Preskripsi itu harus timbul dari telaah yang dilakukan. Mengingat ilmu hukum merupakan ilmu terapan, penelitian hukum dalam kerangka kegiatan akademis sekalipun harus melahirkan preskripsi yang dapat diterapkan ( Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 69).
12
Oleh karena itu, dalam penulisan ini maka penulis akan mempelajari konsep hukum serta segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum kontrak pada perjanjian pembiayaan konsumen oleh PT Summit Oto Finance. 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian dalam penulisan hukum pada dasarnya terdapat beberapa macam pendekatan yang mana mempermudahkan peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Menurut Peter Mahmud Marzuki (2014 : 133) Pendekatan yang dapat digunakan dalam penelitian hukum adalah: a. Pendekatan undang-undang (Statute Approach) b. Pendekatan kasus (Case Approach) c. Pendekatan historis (Historis Approach) d. Pendekatan komparatif (Comparative Approach) e. Pendekatan konseptual (Conseptual Approach) Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan terhadap undang-undang (Statute Approach). Metode pendekatan terhadap undang-undang (Statute Approach) perlu memahami hierarki dan asas-asas dalam peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan permasalah yang dikaji serta guna menjawab isu hukum yang dikaji oleh penulis. 4. Jenis dan Sumber Hukum Secara umum jenis data yang diperlukan dalam suatu penelitian hukum terarah pada data primer dan data sekunder. Data primer adalah data ang diperoleh langsung dari masyarakat. Sedangkan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan kepustakaan dengan membaca dan mengkaji bahan kepustakaan. Data sekunder dalam penelitian hukum terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 181). Dalam penelitian ini sumber hukum yang digunakan adalah: a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer adalah merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya memiliki otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari
13
perundang-undangan dan putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 181). Bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari kaidah dasar yang berupa bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan. Adapun bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 4) Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. 5) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia. 6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor. 7) Perjanjian Pembiayaan Konsumen pada PT Summit Oto Finance. b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan ini adalah dari buku-buku, skripsi, tesis dan disertasi hukum dan jurnal hukum. Pada dasarnya kegunaan bahan hukum sekunder adalah memberikan kepada peneliti sebuah arah untuk melakukan penulisan hukum ini. Bagi kalangan praktisi, bahan hukum sekunder ini bukan tidak mungkin sebagai panduan berfikir dalam menyusun argumentasi (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 195196). Penulisan hukum ini menggunakan bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer melalui hasil penulisan hukum, hasil karangan ilmiah dari kalangan hukum dan artikel baik dari media cetak maupun media online yang berkaitan dengan pokok bahasan yaitu perlindungan hukum terhadap debitor dalam perjanjian pembiayaan konsumen oleh PT Summit Oto Finance berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
14
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research). Dikarenakan dalam penulisan hukum ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) maka yang harus pertama kali dilakukan penulis adalah dengan mencari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan isu hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 237). Penulisan hukum ini setelah mencari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan isu hukum, maka selanjutnya
melakukan studi
dokumen atau bahan pustaka dengan cara mengunjungi perpustakaan, membaca, mengkaji dan mempelajari buku-buku, literatur, jurnal penelitian, makalah, internet dan sebagainya guna mengumpulkan dan menunjang penelitian sesuai dengan pokok bahasan yang dikaji. 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Analisa bahan hukum merupakan tahap yang sangat penting dan menentukan dalam setiap penelitian. Penulisan hukum ini menggunakan teknik analisa bahan hukum yang bersifat deduksi dengan metode silogisme. Penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan yang bersifat umum) yaitu peraturan hukum yang berlaku dalam lemabaga pembiayaan konsumen. Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus) yaitu fakta hukum atau kondisi empiris dalam pelaksanaan suatu aturan hum. Selanjutnya kedua premis tersebut ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 89-90).
F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan hukum ini memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai bahasan yang dikaji oleh penulis. Selain itu, sistematika penulisan ini bertujuan untuk mempermudah dalam melakukan pembahasan, penganalisaan dan penjabaran isi dari penelitian yang dimaksud. Adapun dalam penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab, setiap bab terbagi dari beberapa sub bab yang dimaksudkan untuk dapat mempermudah pemahaman terhadap
15
keseluruhan penulisan ini. Maka penulis dapat menguraikan sistematika penulisan hukum ini sebagai berikut: Bab I
: PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan masalah, manfaat penelitian, metode penelitian dan terakhir mengenai sistematika penulisan. Diawali dengan latar belakang masalah yang merupakan dasar utama untuk menguraikan masalah apa yang akan diangkat dalam penulisan ini. Selanjutnya rumusan masalah merupakan batasan masalah yang akan penulis angkat dalam penulisan ini. Dilanjutkan dengan adanya tujuan penelitian yang terdiri dari dua tujuan yaitu tujuan obyektif dan tujuan subyektif. Selanjutnya membahas manfaat penelitian yang terdiri dari dua manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Dilanjutkan dengan membahas metode penelitian yang berisi jenis penelitian, sifat penelitian, pendekatan penelitian, jenis dan sumber hukum, teknik pengumpulan bahan hukum dan teknik analisi bahan hukum. Terakhir pada bab ini membahas mengenai Sistematika penulisan yang berisi gambaran menyeluruh mengenai bahasan yang dikaji oleh penulis .
Bab II
: TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini menguraikan mengenai kerangka dan teori maupun kerangka pemikiran. Kerangka teori memuat berbagai pengertian dan teori hukum yang mendukung judul penulisan hukum sehingga akan
memudahkan pembacanya untuk memahami apa yang
penulis paparkan dalam penulisan hukum ini. Dimulai dari tinjauan umum tentang perlindungan hukum, tinjauan umum tentang perjanjian, tinjauan umum tentang lembaga pembiayaan konsumen. Selanjutnya kerangka pemikiran yang akan memberikan gambaran bagaimana alur berpikir penulis dalam melakukan penulisan hukum.
16
Bab III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab hasil penelitian dan pembahasan, pada dasarnya merupakan inti dari penulisan hukum ini yang berisi hasil penelitian beserta analisis sehingga dapat menghasilkan pembahasan atas pokok permasalahan yang telah dirumuskan. Bab ini memberikan uraian jawaban
sistematis
mengenai
permasalahan
yang
pertama,
mengenai perjanjian pembiayaan konsumen pada PT Summit Oto Finance sudah memenuhi atau tidak
ketentuan syarat sahnya
perjanjian. Kedua, mengenai klausula yang tertuang dalam perjanjian pembiayaan konsumen pada PT Summit Oto Finance telah memberikan perlindungan hukum atau tidak bagi debitor. Bab IV
: PENUTUP Bab ini merupakan bagian akhir dari penulisan hukum yang mana menguraikan mengenai simpulan yang diperoleh berdasarkan keseluruhan hasil pembahasan dari bab sebelumnya disertai pula dengan saran sebagai tidak lanjut dari kesimpulan tersebut yang dikemukakan kepada para pihak terkait dengan penulisan hukum ini.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN