BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan dalam bidang industri sudah semakin pesat, begitu banyak organisasi profit yang didirikan, sehingga semakin berkembang pula cara pemasaran yang digunakan oleh organisasi profit untuk menarik minat konsumen agar membeli produk atau jasa yang dihasilkannya. Di era informasi dan teknologi yang semakin berkembang iklan menjadi sarana untuk pemasaran yang kian diminati oleh berbagai organisasi profit. Iklan adalah salah satu sarana promosi yang dipakai oleh organisasi profit untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik dengan hasil produksi yang ditawarkan. Seperti yang kita ketahui, organisasi profit merupakan organisasi yang berorientasi untuk mencari keuntungan atau laba yang diperoleh dengan menjual barang atau jasa yang dihasilkan. Adanya iklan menyebabkan terjadinya banyak pergeseran dalam nilai, kita sering mendengar istilah „termakan iklan‟, istilah tersebut menggambarkan keinginan untuk melakukan pembelian dikarenakan tertarik dengan apa yang ditawarkan atau ditampilkan oleh iklan suatu produk bukan karena kebutuhan yang dimiliki individu. Iklan dirancang untuk mencapai komunikasi mengenai pengetahuan produk, ketertarikan, pembentukan citra produk, serta minat membeli (Belch & Belch, 2007). Organisasi profit yang turut menggunakan iklan dalam upaya untuk memasarkan produknya adalah industri rokok. Industri rokok merupakan salah satu industri yang berkembang pesat di Indonesia. Penerimaan cukai terbesar di Indonesia bersumber dari cukai hasil tembakau dan rokok, hal ini menunjukkan produk rokok memberi sumbangan yang besar pada perekonomian di Indonesia. Selain memberi sumbangan yang besar pada perekonomian, produk rokok juga memberi sumbangan yang besar pada masalah kesehatan di Indonesia. Hal ini karenakan
1
2
dalam asap rokok terdapat 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik (Bahar dalam Harian Umum Republika, 2002). Zat- zat berbahaya dalam produk rokok tersebut dapat menstimulasi kanker, penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan paru-paru, serta bronkitis kronis (Kaplan, Pease & Jehlen, 1993). Dina Kania selaku Koordinator Advokasi Kebijakan Pengendalian Tembakau Komisi Nasional Perlindungan Anak menyatakan bahwa sebanyak 200 ribu penduduk Indonesia setiap tahun meninggal dunia akibat produk rokok (lifestyleokezone.com, 2014). Fakta mengenai bahaya produk rokok, khususnya yang tejadi di provinsi DIY adalah laporan dari berbagai rumah sakit di provinsi DIY yang menyatakan bahwa penyakit cardiovaskuler seperti stroke dan jantung merupakan penyebab kematian tertinggi dan salah satu yang diduga menjadi pemicu penyakit tersebut adalah tingginya tingkat konsumsi tembakau. Fakta ini merupakan hasil survey pada tahun 2005 di Provinsi DIY yang menemukan bahwa rokok adalah prediktor kuat tingginya kasus penyakit cardiovaskuler (Dinas Kesehatan Provinsi DIY, 2009). Walaupun tidak ada yang memungkiri bahaya dari produk rokok tetapi minat membeli masyarakat terhadap produk rokok dapat dikatakan sangat tinggi, dan ini merupakan suatu fenomena. WHO menyebutkan Indonesia merupakan negara ketiga di dunia yang memiliki jumlah perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India (sosbud.kompasiana.com, 2014) jumlah perokok yang tinggi ini menunjukkan minat membeli rokok yang tinggi di Indonesia. Secara khusus, di provinsi DIY pengeluaran rumah tangga untuk membeli produk rokok menempati urutan kedua terbesar (14%) setelah pengeluaran untuk konsumsi dan berada diatas pengeluaran untuk kesehatan. Selain itu perbandingan pengeluaran untuk membeli rokok berdasarkan kabupaten yang berada di provinsi DIY, menunjukkan bahwa kota Yogyakarta dan kabupaten Bantul memilliki total pengeluaran yang tertinggi yaitu Rp. 250.000 - Rp. 500.000 (Dinas Kesehatan Provinsi
3
DIY, 2009). Fakta mengenai pembelian rokok yang tinggi tersebut merupakan prediktor bahwa terdapat minat membeli produk rokok yang tinggi di Indonesia dan secara khusus di provinsi DIY. Minat merupakan indeks penting untuk memprediksi perilaku konsumen, dan minat membeli adalah satu-satunya prediktor terbaik dari perilaku membeli yang sesungguhnya (Fishbein & Ajzen, 1975). Koller, Baumert & Schnabel (2001) menyatakan bahwa minat akan muncul apabila individu merasa suatu objek memiliki nilai yang positif dan menguntungkan bagi dirinya. Hal ini berlaku pula pada minat membeli produk rokok, umumnya individu hanya tertarik untuk melakukan pembelian pada produk yang dirasa akan memberinya keuntungan, sedangkan produk rokok bila dilihat dari sisi manapun tentu tidak membawa keuntungan sama sekali dan bahkan memberikan kerugian. Bila dilihat dari kenyataan yang ada, dapat dikatakan bahwa terdapat suatu hal yang membuat produk rokok dapat dinilai memberikan suatu keuntungan sehingga dapat menimbulkan minat membeli. Engel, Blackwell & Miniard (1995) berpendapat bahwa minat membeli adalah suatu kekuatan pendorong atau motif yang bersifat instrinsik yang mampu mendorong seseorang untuk menaruh perhatian secara spontan, wajar, mudah, tanpa paksaan dan selektif pada suatu produk untuk kemudian mengambil keputusan membeli. Minat membeli dapat disebabkan oleh beberapa faktor, promosi merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan munculnya minat membeli dan iklan adalah salah satu cara yang digunakan untuk melakukan promosi. Data mengenai tingginya minat membeli rokok di Indonesia, dan secara khusus di Yogyakarta tidak hanya mencakup individu yang berusia dewasa tetapi juga individu yang berusia remaja, terlebih Yogyakarta dijuluki sebagai kota pelajar karena banyak pelajar maupun mahasiswa yang datang dari berbagai kota di Indonesia untuk menempuh pendidikan di Yogyakarta, hal ini menggambarkan betapa banyaknya individu berusia muda yang berada di Yogyakarta. Rokok memang bukan merupakan produk yang asing di
4
kalangan remaja, hampir seluruh remaja mengenal produk rokok dan sebagian diantaranya memiliki minat membeli terhadap produk rokok. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010 menunjukkan bahwa lebih dari 60% usia pertama kali orang merokok di Indonesia kurang dari 20 tahun, dan kelompok umur 15-19 tahun merupakan yang terbesar, sebanyak 43,3% (www.readersdigest.co.id, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar orang telah mengenal rokok sejak usia remaja, dan membeli rokok pertamanya pada usia remaja. Data WHO mempertegas bahwa dari seluruh jumlah perokok yang ada di dunia, sebanyak 30% adalah kaum remaja (WHO, 2013), selain itu hasil riset terhakhir yang dilakukan oleh GYTS (Global Youth Tobacco Survey) terhadap remaja di Indonesia pada 31 desember 2012 menunjukkan bahwa bahwa pengguna rokok pada kaum muda laki-laki 41,1% dan perempuan 3,5% (WHO, 2013). Untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap mengenai minat membeli rokok pada remaja, peneliti melakukan wawancara kepada seorang pedagang yang berjualan di sekitar kawasan salah satu SMA negeri di Yogyakarta, pedagang tersebut mengaku bahwa setiap hari pasti ada beberapa siswa yang membeli rokok dagangannya, “Kalau sudah pulang sekolah, anak-anak putra di sekolah ini memang suka kumpulkumpul disini mbak. Beberapa membeli rokok disini tapi ada juga yang sudah bawa sendiri, kalau beli biasanya pada beli eceran”. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara kepada siswa dari salah satu SMA swasta di Yogyakarta dan siswa tersebut mengakui adanya minat membeli terhadap rokok pada dirinya dan teman-teman sekolahnya tetapi terkadang terkendala masalah biaya. “Temen-temen kalo sama rokok pada suka, pengennya beli tiap hari tapi kadang ga punya duit”. Minat membeli rokok yang tinggi di kalangan remaja tentu saja merupakan hal yang memprihatinkan. Minat membeli rokok yang tinggi ini salah satunya merupakan akibat dari maraknya iklan rokok yang terpapar pada berbagai media. Iklan memiliki peranan
5
membentuk persepsi masyarakat terhadap produk dengan menciptakan citra suatu produk dimata masyarakat, walaupun citra baik konsumen pada atribut ektrinsik produk tidak memiliki efek langsung terhadap minat membeli (Fandos & Flavian, 2006). Agresifnya iklan dan promosi rokok menyebabkan jumlah perokok usia anak dan remaja semakin meningkat setiap tahunnya, berdasarkan riset diketahui bahwa jumlah perokok remaja meningkat tiga kali lipat dari 7,1% di tahun 1995 menjadi 18,3% di tahun 2013. Kesan macho, gaul, dan solidaritas yang dicitrakan iklan promosi dan sponsor rokok telah berkontribusi
signifikan
dalam
menggiring
remaja
menjadi
perokok
aktif
(swa.co.id/business-strategy, 2014). Pada jaman sekarang yang lebih memprihatinkan adalah bila menjumpai remaja yang umumnya belum mempunyai penghasilan sendiri tetapi dapat menyisihkan uang sakunya untuk membeli produk rokok, kerap kali dianggap sebagai hal yang biasa. Perilaku membeli konsumen merupakan perwujudan dari minat membeli yang dimiliki konsumen terhadap suatu produk (Berkman & Gilson, dalam Hawkins, Mothersbaugh & Best, 2007). Laporan US Surgeon General menyimpulkan bahwa iklan rokok meningkatkan konsumsi dengan menciptakan kesan bahwa mengkonsumsi rokok adalah suatu hal yang biasa (Antara, 2007). Di Indonesia, industri rokok menghabiskan sedikitnya 1,6 triliun untuk belanja iklan, badan POM menemukan 23,677 iklan rokok di media elektronik dan media cetak di seluruh Indonesia selama tahun 2008 (Kementrian Kesehatan RI, 2012). Gencarnya upaya promosi produk rokok melalui iklan yang dilakukan oleh produsen rokok, tidak dibarengi dengan perlindungan terhadap konsumen. Pemerintah membuat peraturan khusus untuk produk rokok yang dituangkan pada PP RI Nomor 109 Tahun 2012 Pasal 26 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, mengenai pengendalian iklan produk tembakau yang dilakukan pada media cetak, media penyiaran, media teknologi informasi,
6
dan/atau media luar ruang. Beberapa peraturannya terdapat pada pasal 27, antara lain mencantumkan peringatan kesehatan dalam bentuk gambar dan tulisan sebesar paling sedikit 10% dari total durasi iklan dan/atau 15% dari total luas iklan; tidak memperagakan, menggunakan, atau menampilkan wujud atau bentuk rokok; tidak menggunakan kata atau kalimat yang menyesatkan; tidak merangsang atau menyarankan orang untuk merokok. Pada pasal 29, iklan rokok di televisi hanya dapat ditayangkan setelah pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat (PP RI No. 109/2012). Peraturan khusus mengenai pembatasan iklan rokok dilakukan berdasarkan keinginan pemerintah, dalam hal ini adalah departemen kesehatan, untuk menanggulangi masalah rokok sekaligus untuk mensosialisasikan bahaya dari produk rokok. Akan tetapi pelaksanaan dari peraturan khusus ini dinilai tidak efektif dalam melindungi anak dan remaja dari agresifnya iklan dan promosi rokok, terbukti dari masih banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh produsen rokok dan dari tingginya konsumsi remaja terhadap iklan rokok. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan menguatkan kembali kebijakannya mengenai iklan rokok, seperti opini dari seorang dosen komunikasi UMY, “Anak-anak menjadi banyak tau mengenai rokok karena promosi dan iklan yang gencar dilakukan oleh industri rokok, sehingga muncul keinginan untuk mencoba rokok seperti yang ada di iklan” (Kedaulatan Rakyat, 2015). Penelitian di DKI Jakarta menunjukkan 99,7% remaja melihat iklan rokok di televisi, 86,7% di media luar ruang, dan 76,2% di koran serta majalah. Studi penelitian menyimpulkan iklan dan promosi rokok merangsang anak untuk inisiasi merokok, merangsang perokok anak untuk tetap merokok dan mendorong anak yang telah berhenti merokok untuk kembali merokok (Kementrian Kesehatan RI, 2012). Sedangkan di provinsi DIY, berdasarkan hasil riset diketahui bahwa iklan rokok paling banyak diperoleh masyarakat dari televisi (34,8%), dan tidak tersaingi oleh media lainnya (Dinas Kesehatan Provinsi DIY, 2009). Iklan, promosi, serta sponsor rokok menyasar anak-anak dan remaja
7
sebagai pasar potensial, bahkan Philip Morris (1981) menyatakan bahwa remaja hari ini adalah calon pelanggan tetap hari esok (dalam www.academia.edu/rokok, 2010). Remaja merupakan sasaran iklan yang tepat karena remaja berada pada masa transisi dan terdapat ketidakstabilan dalam mengadopsi nilai, serta diperkuat juga dengan interaksi sosial di antara remaja yang menyebabkan remaja mudah terpengaruh. Pesan yang terdapat dalam iklan merupakan serapan nilai baru atau memperkuat nilai yang sebelumnya telah mereka anut. Ketidak stabilan remaja dalam mengadopsi nilai merupakan peluang yang memudahkan pasar untuk menggaet remaja. Iklan masuk dalam dunia remaja dengan memanfaatkan situasi psikologis remaja (Jefkins, 1996). Masa remaja adalah masa pencarian identitas, remaja mulai mencari gaya hidup yang cocok dan sesuai. Remaja juga mulai mencari seorang idola atau tokoh identifikasi yang bisa dijadikan panutan (Hurlock, 1993). Oleh karena itu remaja adalah individu yang labil dan mudah terpengaruh, salah satunya oleh iklan. Terdapat korelasi postif antara respon emosional dengan perilaku membeli konsumen (Niazi, Siddiqui, Shah & Hunjra, 2012). Persepsi yang positif terhadap iklan-iklan tayangan televisi swasta meingkatkan sikap konsumtif pada remaja (Priyohadi, 1998). Iklan, promosi dan sponsor rokok adalah strategi pemasaran ampuh untuk mempengaruhi anak dan remaja. Hasil studi UHAMKA dan Komnas Anak pada tahun 2007 menyatakan bahwa terdapat 99,7% anak melihat iklan rokok di televisi, 68% memiliki kesan yang positif terhadap iklan rokok, dan 50% merasa lebih percaya diri seperti yang disampaikan di iklan (www.litbang.depkes.go.id, 2014). Peneliti berkesempatan melakukan wawancara singkat kepada salah seorang manager di bidang marketing dari suatu perusahaan produsen rokok terkemuka di Indonesia, Sampoerna, mengenai manfaat iklan bagi penjualan produk dan berdasarkan pernyataan beliau dapat disimpulkan bahwa iklan meningkatkan minat membeli konsumen,
8
yang didukung oleh hasil riset dari perusahaan rokok tersebut mengenai pemasangan iklan dan peningkatan penjualan yang berkorelasi positif. “Iklan tentu sangat mempengaruhi peningkatan penjulan produk, iklan salah satu cara pemasaran yang paling ampuh, sudah ada bukti risetnya”. Selain itu beliau juga menyatakan bahwa sasaran iklan rokok adalah kaum laki-laki “Iklan rokok memang lebih ditujukan kepada konsumen laki-laki, karna jumlah konsumen perempuan hanya sebagian kecil dibandingkan konsumen laki-laki” Pada kesempatan lain peneliti melakukan wawancara singkat pada seorang remaja dari suatu SMA swasta di Yogyakarta yang menyatakan bahwa setelah melihat iklan rokok pada suatu baliho, pelajar tersebut memiliki pandangan bahwa rokok merk tersebut dapat memberikan sensasi dingin dan segar, dari pernyataan ini dapat terlihat bahwa persepsi terhadap iklan memiliki hubungan dengan minat membeli. “Aku pernah pingin membeli rokok setelah melihat iklan rokok pada sebuah baliho yang bergambar daun mint sedang tertiup angin, karena seperti dingin dan segar sekali” Pernyataan, slogan, dan ciri khas dalam iklan rokok juga turut memunculkan persepsi yang dapat mempengaruhi minat membeli dan pandangan konsumen terhadap produk, karena itu iklan rokok kerap kali digunakan oleh produsen untuk awareness yang ditujukan untuk sasaran pasarnya. Ada hubungan positif antara citra merek dengan minat membeli, semakin positif citra merek maka diikuti pula dengan semakin tingginya minat membeli (Arani, 2009). Berikut hasil wawancara peneliti kepada seorang remaja pecinta alam, “Kalo aku, melihat iklan rokok itu menggambarkan bagaimana target dari rokok tersebut. Iklan Gudang Garam dan Djarum kan menekankan pada kegiatan ekstrim dan petualangan berarti target dia untuk pecinta adrenalin tuh. Menurut aku Gudang Garam dan Djarum cocok buat jadi rokok pas melakukan kegiatan outdoor makanya aku kalo mau naik gunung biasanya beli Djarum Super”. Hasil survey Dinas Kesehatan Provinsi DIY menunjukkan bahwa iklan rokok menjadi iklan yang paling favorit ketiga di kalangan remaja Yogyakarta dengan persentase diatas 12% (Dinas Kesehatan Provinsi DIY, 2009). Hasil survey ini cukup serupa dengan
9
jawaban yang diperoleh peneliti setelah menanyakan kepada beberapa siswa suatu SMA negeri di Yogyakarta mengenai pendapat mereka terhadap iklan rokok. Sebagian besar menjawab hal yang sama, bahwa iklan rokok adalah iklan yang keren. Berikut adalah salah satu contoh jawaban dari seorang siswa yang menunjukkan bahwa persepsi remaja tersebut terhadap iklan rokok adalah positif, “Iklan rokok di TV itu keren-keren, olah raga yang ditampilin juga cowok banget seperti terjun payung atau berselancar, puisi yang sering dibacain di iklan rokok televisi juga bagus-bagus” Terdapat berbagai persepsi atau pandangan masyarakat terhadap iklan rokok, ada yang memandangnya dari segi positif dan ada pula yang memandangnya dari segi negatif. Selain alasan karena persepsi adalah sesuatu yang personal, ini juga dikarenakan iklan rokok merupakan iklan yang implisit dan kontra argumentasi. Disebut implisit karena pada iklan rokok tidak pernah ditunjukkan produk rokok secara langsung, dan disebut kontra argumentasi karena disatu sisi produsen iklan rokok membuat iklan rokok sedemikian menarik agar dapat mempersuasi konsumen untuk membeli produknya, contohnya iklan Marlboro yang dibuat identik dengan pria macho berkuda yang melambangkan kejantanan atau iklan rokok yang menampilkan selebriti idola, tetapi disisi lain iklan rokok harus menyertakan peringatan dari bahaya merokok seperti “Merokok Membunuhmu”. Melihat iklan di media masa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut. Iklan rokok khususnya yang menggunakan media televisi memang kerap kali menonjolkan sisi maskulinitas, sebagai contoh iklan produk rokok Djarum Super yang bertema “My Great Adventure Indonesia” iklan ini menampilkan persahabatan beberapa lelaki dengan tubuh atletis dan gagah sedang melakukan berbagai aktivitas ekstrim. Sasaran utama iklan rokok adalah kaum pria karena konsumen terbanyak produk rokok adalah pria, hal itu yang
10
menyebabkan iklan-iklan rokok di televisi memanfaatkan figur kedewasaan dan kejantanan dalam promosinya. Rokok menjadi gaya hidup dan citra diri seseorang yang sehat, sukses, dan dinamis. Iklan dapat menimbulkan minat membeli konsumen salah satunya adalah dengan pemberian informasi yang menarik tentang produk yang ditawarkan (Kotler, 2000). Bahkan analisis time-series data tentang rokok di Ukraina menunjukkan hubungan positif yang kuat antara penjualan rokok dan aktivitas iklan rokok (Peng & Ros, 2009). Persepsi dapat terbentuk setelah adanya perhatian, dan persepsi tidak dapat terbentuk apabila tahap perhatian tidak tercapai (Passer & Smith, 2008). Pemasangan peringatan bahaya merokok pada iklan di televisi kerap kali tidak terlalu diperhatikan oleh konsumen karena penayangannya yang sangat minim, hanya 10% dari total durasi iklan televisi (PP RI No. 109/2012) dan bahkan sering kali sudah menghilang sebelum sempat diperhatikan sehingga kecil kemungkinan terbentuknya persepsi yang negatif terhadap iklan rokok. Persepsi konsumen terhadap iklan rokok yang akan diteliti pada penelitian ini dikhususkan kepada remaja laki-laki karena sasaran utama iklan rokok adalah laki-laki dan jumlah perokok laki-laki jauh lebih banyak dibandingkat perokok perempuan. Persepsi merupakan hal yang berpengaruh terhadap minat membeli, karena persepsi adalah salah satu faktor internal yang mempengaruhi purchasing decision process (Hawkins, Mothersbaugh & Best, 2007). Konsumen bertindak dan bereaksi atas dasar persepsi yang dimiliki bukan atas dasar realitas obyektif, oleh karena itu bila produsen memahami seluruh gagasan persepsi dan konsep yang berhubungan, maka produsen dapat menentukan dengan lebih mudah apa yang dapat menimbulkan minat membeli konsumen (Schiffman & Kanuk, 1991). Produsen rokok telah sukses membentuk citra produknya melalui iklan khususnya iklan yang menggunakan media televisi, karena hingga saat ini minat membeli konsumen terhadap rokok masih sangat tinggi dan remaja termasuk didalamnya. Rokok
11
dan remaja adalah dua hal yang sulit dipisahkan, segala upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah nampaknya tidak menurunkan minat beli remaja terhadap rokok. Dari uraian latar belakang di atas, dapat diindikasikan bahwa minat membeli rokok pada remaja cukup tinggi terlihat dari pembelian rokok yang tinggi pada kaum remaja berdasarkan hasil dari beberapa riset. Minat membeli yang tinggi tersebut dapat diindikasikan karena persepsi remaja yang positif terhadap iklan rokok di televisi, sehubungan dengan penyampaian pesan dalam iklan rokok yang cukup efektif. Bagaimanapun, pernyataan tersebut belum dapat dipertanggung jawabkan secara empirik. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui bagaimana persepsi remaja sebagai konsumen terhadap iklan rokok, dan bagaimana hubungannya dengan minat membeli rokok. Dalam penelitian ini, peneliti secara khusus membahas iklan rokok yang menggunakan media televisi karena hasil beberapa riset menunjukkan bahwa persentase remaja melihat iklan rokok yang tertinggi adalah pada media televisi bila dibandingkan dengan media lain. Penelitian ini dapat menempati posisi yang strategis, dikarenakan penelitian ini akan melengkapi penelitian-penelitian terdahulu mengenai minat membeli rokok yang masih relatif sedikit namun merupakan topik yang menarik dan patut untuk dibahas. Informasi berdasarkan hasil penelitian, nantinya dapat dipakai sebagai acuan ataupun informasi tambahan dalam mencegah ataupun mengatasi masalah remaja yang sehubungan dengan minat membeli produk rokok.
B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris dan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara persepsi remaja terhadap iklan-iklan rokok yang ditayangkan di televisi dengan minat membeli rokok di kalangan remaja.
12
C. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan memberi sumbangan informasi terhadap ilmu Psikologi khususnya dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi, mengenai topik consumer behavior yang cukup marak pada era konsumerisme sekarang ini. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan dari persepsi terhadap iklan rokok di media televisi dengan minat membeli produk rokok pada individu yang berada di usia remaja, dimana produk rokok telah diketahui berdampak buruk bagi kesehatan.
2.
Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai hubungan persepsi terhadap iklan rokok dengan minat beli terhadap rokok pada remaja, yang dapat berguna bagi pemerintah, serta badan-badan pelayanan masyarakat yang terkait. Temuan dari penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak tersebut dalam mengambil keputusan strategis terkait penggunaan cara yang efektif untuk mengurangi minat membeli remaja terhadap produk rokok dan evaluasi kebijakan sehubungan dengan iklan produk tembakau. Bagi masyarakat Indonesia, temuan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang terpercaya mengenai hubungan antara iklan rokok dengan minat membeli, dan dapat menyadarkan masyarakat mengenai bahaya iklan rokok, secara khusus bagi orang tua dan para pendidik, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan informasi mengenai bahaya dari iklan rokok, sehingga pihak-pihak tersebut dapat mengambil tindakan yang berguna untuk melindungi remaja dari bahaya iklan rokok.