BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesesuaian hubungan antara sistem manusia-alat dalam dunia industri dapat diupayakan melalui perancangan fasilitas dan peralatan seergonomis mungkin, serta proses otomatisasi dan modernisasi peralatan di berbagai segi kehidupan. Namun hal ini tidak langsung berdampak mengurangi atau menyelesaikan problem ergonomi, bahkan dapat menimbulkan problem lain misalnya gangguan muskuloskeletal. Kondisi ini jika tidak ditanggulangi secara cermat dapat membawa berbagai akibat buruk (Haglund, 2001). Di Amerika Serikat problem atau gangguan muskuloskeletal merupakan jenis cedera yang paling banyak di temukan di tempat kerja, yaitu cedera punggung dan cummulative trauma disorders (CTDs) misalnya tendinitis, bursitis, epycondylitis dan carpal tunnel syndrome. Kejadian CTDs mengalami peningkatan secara dramatis sejak tahun 1980, dari 18% penyakit akibat kerja menjadi 65% di akhir tahun 1990an, demikian juga di Australia dan Jepang dalam dua dekade akhir abad ke 20 tersebut (Bernard, 1997). Pekerjaan yang melibatkan aktifitas fisik dan mental dapat menimbulkan keluhan otot (muskuloskeletal) dan kelelahan kerja. Hal ini dapat disebabkan karena postur kerja tidak alamiah (tidak ergonomis), tenaga berlebihan, gerakan berulang-ulang (repetitive motion), dan postur kerja statis (static posture), waktu bekerja cukup lama, sifat pekerjaan monoton, sarana prasarana kerja sesuai
dengan
antropometri
pekerja dan
tidak
tidak
adanya aktifitas
2 istirahat aktif bagi pekerja (Sutajaya, 2006). Lebih lanjut
Grandjean (1995)
menulis bahwa penyebab kelelahan kerja antara lain adalah intensitas kerja dan ketahanan kerja mental dan fisik yang tinggi, cuaca ruang kerja, pencahayaan, kebisingan, atau lingkungan kerja lain yang tidak memadai, faktor psikologis, rasa tanggung jawab, ketegangan dan konflik, adanya penyakit, rasa kesakitan dan status gizi, serta ritme sirkadian (circadian rhythm). Keluhan muskuloskeletal yang dialami oleh pekerja adalah rasa tidak nyaman sampai nyeri pada sistem otot, sendi, ligamen, saraf, tulang, dan sistem sirkulasi darah, baik bersifat sementara maupun menetap. Lebih lanjut permasalahan kelelahan kerja yang biasanya dialami pekerja
dapat berupa
perasaan sakit, mengantuk, pusing, merasa bosan, jantung berdebar dan malas beraktivitas (Kroemer dan Grandjean, 2000). Kelelahan yang dialami pekerja ditandai dengan beberapa aktifitas, seperti menoleh ke kiri dan ke kanan, menggeser-geser pantat, menguap / mengantuk,
mengobrol dengan teman,
terkejut saat ditanya, dan waktu bekerja dirasakan sangat panjang (Sutajaya, 2006). Gangguan muskuloskeletal dan kelelahan kerja dapat berakibat pada penurunan produktivitas, kehilangan waktu kerja, peningkatan risiko penyakit akibat kerja (PAK) dan meningkatkan pengeluaran biaya untuk kompensasi pekerja. Hasil estimasi yang diumumkan oleh National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) tahun 1996, bahwa biaya kompensasi untuk keluhan otot rangka sudah mencapai 13 milyar US dollar setiap tahun. Biaya tersebut merupakan biaya terbesar dibandingkan dengan biaya kompensasi untuk keluhan
3 atau sakit akibat kerja lainnya. Menurut laporan Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (1982), hampir 20% dari semua kasus sakit adalah akibat kerja dan 25% biaya kompensasi
dikeluarkan sehubungan dengan adanya keluhan
muskuloskeletal. Berdasarkan data dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia (2004), setiap hari rata-rata terjadi 414 kecelakaan kerja, 27,8% disebabkan karena kelelahan yang tinggi, dan 9,5% mengalami kecacatan (Hariyati, 2009). Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi faktor lingkungan kerja dan sikap kerja tidak ergonomis, antara lain melalui pengendalian secara ergonomi. Pengendalian tersebut terbagi dalam tiga jenis, yaitu (1) pengendalian teknis, misalnya memodifikasi/mendesain ulang tempat kerja dan peralatan kerja serta pengoperasiannya,
(2)
pengendalian
administratif,
misalnya
pengaturan
jadual/giliran kerja dan waktu istirahat, program pelatihan dan perawatan serta perbaikan, dan (3) pengendalian dari aspek cara kerja, dapat dilakukan banyak hal secara ergonomis, antara lain agar seluruh anggota tubuh tetap berada pada posisi netral/alamiah, mengatur jangkauan tangan, lengan, kaki maupun bagian tubuh lain dalam bekerja di samping cara angkat dan angkut, dorong dan tarik yang ergonomis (Setyawati, 2008). Industri garmen merupakan industri yang dalam melakukan kegiatan produksi masih dominan menggunakan tenaga manusia dan berisiko terjadi keluhan muskuloskeletal dan kelelahan kerja. Salah satu bagian pekerjaan di industri garmen yang berisiko adalah bagian penjahitan atau sewing. Para pekerja dalam melakukan pekerjaan menjahit, seringkali harus mempertahankan tubuh
4 dalam posisi duduk statis/kaku pada waktu yang relatif lama. Padahal pekerjaan menjahit harus dilakukan dengan teliti, berulang-ulang dan kecepatan tinggi. Hal ini dapat memicu timbulnya keluhan muskuloskeletal dan kelelahan kerja (Fitrihana, 2007). Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di CV. Cahyo Nugroho Jati (CNJ), pada bagian sewing sebagian besar pekerja melakukan pekerjaan dengan posisi duduk statis dan tidak alamiah (non ergonomis) yaitu duduk membungkuk di kursi setinggi 45 cm yang tidak dilengkapi sandaran dengan meja kerja setinggi 65 cm, posisi kepala menunduk hingga mendekati bagian mesin jahit, dan secara periodik melakukan gerakan memutar ke samping dan belakang. Sikap kerja seperti ini dijalani pekerja dalam waktu minimal 8 jam setiap hari. Hal ini berpotensi menimbulkan keluhan muskuloskeletal dan kelelahan kerja pada karyawan (Kroemer dan Grandjean, 2000). Berdasarkan dokumentasi klinik perusahaan 3 bulan terakhir (SeptemberNovember 2012), diperoleh data bahwa dari 239 kunjungan terdapat 46 pekerja (19,2 %) mengeluh nyeri otot (myalgia), 27 pekerja (11,3%) mengeluh radang dan kaku sendi (artritis), dan 10 pekerja (4,2%) mengeluh capek/lesu. Suatu
perusahaan
yang
mempertimbangkan
aspek
biaya
dalam
melaksanakan upaya pengendalian secara ergonomi, sejak awal perlu melakukan upaya langkah antisipasi terhadap permasalahan keluhan muskuloskeletal dan kelelahan kerja. Apabila permasalahan ini diabaikan dapat berdampak pada masalah kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang dialami para pekerja, dan
5 akhirnya berdampak pada produktivitas kerja baik individu maupun perusahaan (Setyawati, 2011). Upaya solusi alternatif yang dapat dilakukan pekerja untuk mencegah dan mengurangi keluhan muskuloskeletal dan kelelahan akibat kerja adalah dengan melakukan Workplace Stretching-Exercise (WSE) yang didesain dengan prinsip gerakan stretching (peregangan otot) dan iringan musik instrumental tempo sedang. Peregangan otot yaitu usaha untuk memperpanjang otot sehingga mengakibatkan otot menjadi rileks dan lentur (Nelson & Kokkonen, 2007). Musik tempo sedang bermanfaat menjadikan tubuh dan pikiran lebih rileks, meningkatkan perasaan senang dan mengatasi rasa bosan dan lelah dalam bekerja (Djohan, 2009). Pelaksanaan WSE melibatkan pengendalian ergonomi khususnya secara administratif dan aspek cara kerja. Berdasarkan hasil penelitian Waikar & Bradshaw (1995) terhadap 203 tenaga kerja (sedentary work) pada level manajerial, staf, dan tenaga teknis, diperoleh hasil bahwa sebagian besar mengalami keluhan muskuloskeletal. Para tenaga kerja selanjutnya mengikuti program quick exercises yang dimasukkan dalam software komputer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden mengalami penurunan keluhan muskuloskeletal. Penelitian O’connor (2006) terhadap 36 responden yang mengalami kelelahan menetap, diperoleh hasil bahwa latihan aerobik intensitas rendah dapat menurunkan kelelahan lebih besar dibandingkan latihan intensitas sedang. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh WSE dalam mencegah dan menurunkan keluhan
6 muskulosekeletal dan kelelahan kerja pada pekerja di bagian sewing industri garmen, dengan alasan: (1) memperoleh bukti empiris guna mendukung implementasi/aplikasi WSE sebagai upaya alternatif dalam
mencegah dan
mengurangi keluhan muskuloskeletal dan kelelahan kerja pada pekerja, (2) memberikan pengetahuan dan keterampilan praktis untuk mencegah dan mengatasi terjadinya keluhan muskuloskeletal dan kelelahan pada pekerja yang setiap hari terpapar potensi bahaya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “apakah Workplace Stretching-Exercise berpengaruh mencegah dan menurunkan keluhan muskuloskeletal dan kelelahan kerja pada pekerja bagian sewing di CV. CNJ ?” C. Keaslian Penelitian 1. Suhardi (2010) meneliti pengaruh back exercise metode William Flexion Exercise terhadap nyeri pinggang dan mobilitas lumbal pada pekerja bagian sewing CV.Cahyo Nugroho Jati. Perbedaan dengan penelitian ini adalah dalam hal : (1) tujuan penelitian, (2) intervensi / perlakuan, (3) variabel bebas, (4) variabel terikat 2. Adiatmika, dkk (2006) meneliti perbaikan kondisi kerja dengan pendekatan ergonomi total dalam menurunkan keluhan muskuloskeletal dan kelelahan serta meningkatkan produktivitas dan penghasilan pengrajin pengecatan logam di Kediri-Tabanan dengan desain penelitian eksperimental dan pertanyaan penelitiannya adalah: Apakah pendekatan ergonomi total dapat menurunkan
7 keluhan muskuloskeletal dan kelelahan serta meningkatkan produktivitas kerja? Perbedaan penelitian ini adalah pada subyek penelitian, variabel bebas dan pertanyaan penelitian. 3. Cahyani (2008) meneliti sikap kerja sebagai faktor risiko gangguan muskuloskeletal pada pekerja bagian sewing PT. Mataram Tunggal Garment Yogyakarta dengan desain cross-sectional dan pertanyaan penelitiannya adalah: Apakah sikap kerja merupakan faktor risiko terjadinya keluhan muskuloskeletal? Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada desain, subyek penelitian, variabel bebas dan variabel terikat serta pertanyaan penelitian. 4. Yogisutanti (2009) meneliti mengenai pengaruh pelatihan patient handling terhadap penurunan keluhan muskuloskeletal pada perawat di RS Immanuel Bandung dengan desain penelitian quasi experimental dan pertanyaan penelitiannya adalah: Apakah pemberian pelatihan penanganan pasien akan menurunkan keluhan muskuloskeletal pada perawat di rumah sakit? Perbedaan penelitian ini adalah pada desain penelitian, subyek penelitian, variabel bebas dan variabel terikat serta pertanyaan penelitian. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada : 1. Masyarakat pekerja a. Sebagai informasi mengenai solusi praktis dalam mencegah dan mengurangi gangguan muskuloskeletal dan kelelahan akibat kerja. b. Meningkatkan kemauan dan kemampuan pekerja dalam mengatasi keluhan muskuloskeletal dan kelelahan kerja secara mandiri.
8 c. Menjaga kesehatan fisik maupun mental pekerja untuk selalu dalam keadaan yang optimal guna meningkatkan produktivitas kerja. 2. Pihak perusahaan a. Sebagai informasi mengenai manfaat WSE dalam mencegah dan mengurangi keluhan muskuloskeletal dan kelelahan kerja pada pekerja. b. Sebagai bahan masukan/pertimbangan bagi perusahaan, bahwa WSE dapat diterapkan sebagai langkah antisipatif bagi pekerja untuk mencegah dan mengurangi keluhan muskuloskeletal dan kelelahan kerja. 3. Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan
Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta. Sebagai dasar penelitian berikutnya mengenai pengaruh
WSE dalam
mencegah dan mengurangi keluhan muskuloskeletal dan kelelahan kerja pada pekerja bagian sewing. 4. Bagi peneliti Sebagai wahana untuk mengamalkan ilmu kesehatan kerja, menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai desain dan aplikasi WSE
dan
pengaruhnya dalam mencegah dan mengurangi keluhan muskuloskeletal dan kelelahan kerja pada pekerja bagian sewing industri garmen. E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk membuktikan bahwa Workplace Stretching-Exercise (WSE) berpengaruh mencegah dan menurunkan keluhan muskuloskeletal dan kelelahan kerja pada pekerja bagian sewing di CV. CNJ.
9 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik pekerja bagian sewing di CV. CNJ. b. Mengetahui prevalensi keluhan muskuloskeletal sebelum mendapatkan Workplace Stretching Exercise pada pekerja bagian sewing di CV. CNJ. c. Mengetahui prevalensi keluhan muskuloskeletal setelah mendapatkan Workplace Stretching Exercise pada pekerja bagian sewing di CV. CNJ. d. Mengetahui prevalensi kelelahan kerja sebelum mendapatkan Workplace Stretching Exercise pada pekerja bagian sewing di CV. CNJ. e. Mengetahui prevalensi kelelahan kerja setelah mendapatkan Workplace Stretching Exercise pada pekerja bagian sewing di CV. CNJ. f. Mengetahui pengaruh pemberian Workplace Stretching Exercise terhadap keluhan muskuloskeletal pada pekerja bagian sewing di CV. CNJ. g. Mengetahui pengaruh pemberian Workplace Stretching Exercise terhadap kelelahan kerja pada pekerja bagian sewing di CV. CNJ. h. Menghasilkan Visual Compack Disk (VCD) rekaman Workplace Stretching Exercise