BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki luas wilayah kurang lebih 5.180.053 km2 yang terdiri dari 1.922.570 km2 daratan dan 3.257.483 km2 lautan.1 Salah satu keuntungan negara kepulauan adalah memiliki kekayaan sumber daya air yang melimpah. Indonesia pun disebut memiliki enam persen persediaan air dunia atau sekitar 21% dari persediaan air Asia Pasifik, namun dari tahun ke tahun Indonesia mengalami krisis air bersih. Indikasi krisis air bersih dapat dilihat dari kondisi air yang digambarkan berdasarkan kualitas (mutu) air dan dan ketersediaan (volume) air yang terdapat di Indonesia. Ketersediaan air berhubungan dengan berapa banyak air yang dapat dimanfaatkan dibandingkan dengan kebutuhannya2.
Gambar 1. Grafik Sumber Daya Air Per Pulau Pada Musim Hujan Tahun 2012 500000 Jumlah Air (m3)
400000
389689.3
387744.4
381763.9
300000 200000 100000 0
Ketersediaan 101160.8 31487.1 9485.8 Sumatra
Jawa & Bali
129400.2 2505.8 Kalimantan
6921.7
49420.4 37940.4 1552.5 106.2
Sulawesi
Wilayah
Nusa Tenggara Timur
Maluku
Kebutuhan 117.1 Papua
Sumber: Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia 2012 1
Anonim. 2013. Luas Wilayah Negara Indonesia. http://www.invonesia.com/luas-wilayah-negaraindonesia.html diakses pada tanggal 23 Februari 2015. 2 Alamendah. 2010. Krisis Air Bersih di Indonesia yang Kaya Air. http://alamendah.org/2010/10/15/krisis-air-bersih-di-indonesia-yang-kaya-air/ diakses pada tanggal 26 Februari 2015.
1
Dari data tersebut Indonesia tidak terbantahkan sebagai negara yang kaya akan ketersediaan air. Sayangnya potensi ketersediaan air bersih dari tahun ke tahun cenderung berkurang akibat rusaknya daerah tangkapan air dan pencemaran lingkungan yang diperkirakan sebesar 15–35% per kapita per tahun. Padahal di lain pihak kecenderungan konsumsi air bersih justru naik secara eksponensial. Krisis air bersih menyebabkan sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi air yang tidak layak minum. Kondisi tersebut diperkuat oleh penelitian United States Agency for International Development (USAID) dalam laporannya (2007) menyebutkan, di berbagai kota di Indonesia menunjukkan hampir 100% sumber air minum tercemar bakteri E Coli dan Coliform3. Kondisi tersebut mempersulit terlaksananya Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 yang menyatakan bahwa “bumi, air dan kekayaan alam lainnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Amanat UUD tersebut merupakan mandat bagi pemerintah untuk melayani masyarakat dalam rangka pengelolaan kekayaan alam termasuk kebutuhan air bersih. Untuk menjalankan mandat tersebut, Pemerintah mendirikan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dengan tujuan agar perusahaan dapat menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam melaksanakan kewajiban pelayanan air bersih kepada masyarakat. PDAM berbentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang berlandaskan pada ketentuan Pasal 26 UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. PDAM berkewajiban untuk
3
Ibid.
2
mengolah air baku yang tersedia menjadi air yang layak minum dan mendistribusikan air tersebut kepada masyarakat yang menggunakan jasa. Salah satu bentuk komitmen dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan pendistribuan air bersih kepada masyarakat dilakukan evaluasi kerja terhadap PDAM melalui Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (disingkat BPPSPAM)4. BPPSPAM telah melakukan evaluasi kinerja PDAM sejak tahun 2006 dengan data yang bersumber dari laporan audit keuangan dan audit kinerja oleh BPKP maupun data dari PDAM pada seluruh wilayah di Indonesia. Setiap tahun BPPSPAM terus berupaya untuk melakukan pembaharuan terhadap data tersebut. BPPSPAM melakukan evaluasi kinerja penyelenggara SPAM PDAM menggunakan 4 (empat) indikator yang diterapkan sejak tahun 2010. Disusun oleh tim BPPSPAM bekerja sama dengan pihak BPKP dan Perpamsi, kriteria-kiteria yang digunakan adalah (1) aspek keuangan (bobot 25%); (2) aspek pelayanan (bobot 25%); (3) aspek operasional (bobot 35%); (4) aspek sumber daya manusia (bobot 15%)5. Suatu perusahaan PDAM dapat dikategorikan sehat, kurang sehat, dan sakit melalui penilaian evaluasi kerja yang dilakukan oleh BPPSPAM. Nilai maksimum dari evaluasi kerja adalah 5. Kategori sehat bernilai lebih besar dari 2,8; kategori kurang sehat bernilai antara 2,2–2,8; dan kategori sakit bernilai kurang dari 2,2. Data klasifikasi kategori kinerja PDAM di Indonesia pada tahun 2006-2013 disajikan pada Tabel 1. 4
Badan yang dibentuk berdasarkan amanat Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum 5 Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. ____. Penilaian Kinerja PDAM. http://www.bppspam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=600&Itemid=93 diakses pada tanggal 25 Februari 2015.
3
Tabel 1. Data Klasifikasi Kategori Kinerja PDAM di Indonesia Tahun 2006-2013 Kategori PDAM Sehat
2006 2007 2008 2009 18% 26% 27% 37% (44) (79) (89) (113) Kurang Sehat 43% 37% 37% 37% (110) (113) (119) (113) Sakit 39% 37% 36% 37% (99) (114) (117) (113) Sumber: BPPSPAM Wilayah II Jawa, 2012 & 2014
2010 41% (142) 38% (129) 21% (70)
2011 41% (144) 38% (129) 21% (86)
2012 52% (171) 31% (101) 17% (56)
2013 50% (176) 30% (104) 20% (70)
Dari data tersebut, diketahui setiap tahunnya seluruh PDAM di Indonesia terdapat kecenderungan peningkatan, namun yang bernilai kurang sehat dan sakit masih sangat banyak. Baik buruknya kinerja PDAM tersebut dalam pelayanan penyediaan air kepada masyarakat mencerminkan secara langsung baik buruknya Negara dalam melakukan kewajibannya untuk memenuhi hak asasi atas air. Padahal pelayanan mengenai pendistribusian air tersebut sangatlah mendasar. Hal ini diperkuat melalui Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah pasal 50 yang menyatakan bahwa Penyediaan air tanah untuk kebutuhan pokok sehari-hari merupakan prioritas utama di atas segala keperluan lain. Menurut UNICEF Indonesia (2012) pemanfaatan air bersih di perkotaan tidak diatur dengan baik dan secara umum cakupannya kecil. Dari 402 perusahaan daerah air minum (PDAM), yang melayani sebagian besar daerah perkotaan, hanya 31 yang memiliki lebih dari 50.000 sambungan pada tahun 2009. Ukuran yang lebih kecil dari optimal menyebabkan biaya operasi yang tinggi. Pada tahun 2010, angka air bersih yang tidak dipertanggungjawabkan adalah antara 38-40 persen dan hanya 30 PDAM mampu menutup biaya operasional dan pemeliharaan secara penuh. PDAM mengalihkan
sebagian
pendapatan–diperkirakan
4
sebesar
40
persen-kepada
pemerintah kabupaten/kota dengan sedikit tanggung jawab, dan memiliki sedikit atau tidak ada dana tersisa untuk operasi dan pemeliharaan. Berdasarkan pernyataan tersebut, tidak mengherankan, sistem persediaan air bersih perkotaan pada umumnya tidak terawat dan rusak. Beberapa PDAM telah mengadakan Kemitraan Publik-Publik, tetapi kompleksitas negosiasi antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten telah menyebabkan pembatalan dan penundaan. Sementara, dilaporkan pula setelah masa desentralisasi, banyak pemerintah kabupaten/kota terhambat oleh kurangnya keahlian di sektor perairan dan kapasitas kelembagaan. Daerah-daerah tertentu mengalami kesulitan untuk merekrut tenaga terampil, yang pada umumnya lebih memilih untuk tinggal dan bekerja di daerah yang memberikan upah tinggi. PDAM
yang sudah dikategorikan sehat pun tidak lepas dari
permasalahan. Sebagai contoh, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu Provinsi yang keseluruhan PDAM-nya berkategori sehat, yaitu PDAM Kabupaten Kulonprogo, PDAM Kabupaten Sleman, PDAM Kabupaten Bantul, PDAM Kabupaten Gunung Kidul, dan PDAM Tirtamarta Kota Yogyakarta pada tahun 2013. Meskipun dinilai sehat, tetapi PDAM di DIY masih mengalami volume air bersih berkurang atau susut setiap tahunnya. Berkurangnya volume tersebut dapat terlihat melalui data pendistribusian air bersih yang disajikan pada Tabel 2.
5
Tabel 2. Distribusi Air Bersih Sesuai Pengguna di DIY (1x1000m3) Tahun 2010-2013 2010 2011 2012 2013 Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Rumah Tangga 19.548 49,93 19.597 49,93 20.841 51,98 18.234 69,65 Instansi Pemerintah 1.040 2,66 1.080 2,66 1.043 2,6 942 3,60 Niaga dan Industri 837 2,14 691 2,14 708 1,77 684 2,61 Sosial 720 1,84 720 1,84 894 2,23 464 1,77 Lainnya 321 0,82 302 0,82 185 0,46 145 0,55 Susut 16.683 42,61 17.388 42,61 13.722 40,96 5.710 21,81 Jumlah 39.149 100 39.778 100 37.393 100 26.179 100 Sumber: BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2014 Pengguna
Dalam pendistribusian air bersih, volume air bersih berkurang tersebut akibat kualitas infrastruktur penyaluran air yang semakin memburuk karena faktor rusak maupun pemakaian illegal. Sumber air bersih di DIY sebanyak 60,99% berasal dari air tanah dan lainnya; 19,64% dari mata air; 17,94% dari sungai, dan 1,43% dari waduk6 yang kemudian diolah di Instalasi Pengolahan Air (IPA) tertentu. Sumber air bersih yang telah diolah lalu disalurkan melalui pipa-pipa hingga ke pelanggan. Dari proses penyaluran saat dimana kemungkinan kebocoran terjadi. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtamarta Kota Yogyakarta sejak tahun 2009 hingga 2013 termasuk dalam kategori sehat tetapi ada kecenderungan nilai yang menurun setiap tahunnya sesuai dengan penilaian BPPSPAM. Secara berurutan nilai PDAM Tirtamarta Kota Yogyakarta sejak tahun 2009-2013 adalah 3,3; 2,97; 3,27; 3,18; dan 3,18. Nilai tersebut menunjukkan bahwa PDAM yang masih mampu berkembang, dapat memperbaiki kas dan kewajiban pinjaman, dan
6
Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal. 53. 7 BPPSPAM. 2012. Kinerja PDAM 2012 Wilayah II Jawa. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum. 8 BPPSPAM. 2014. Kinerja PDAM 2014 Wilayah II Jawa. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum.
6
melakukan mengoperasikan instalasi secara efisien dalam pelayanannya kepada pelanggan tetapi cenderung tidak sebaik tahun sebelumnya. Data Evalusi Kinerja PDAM Tirtamarta Kota Yogyakarta Tahun 2009-2013 tersebut disajikan pada dalam bentuk grafik pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Nilai Kinerja PDAM Tirtamarta Kota Yogyakarta Tahun 2009-2013 Nilai Kinerja
3.4 3.3
3.3
3.2
3.2
3.18
3.1
3.1
3
2.97
2.9 2.8 2009
2010
2011 Tahun
2012
2013
(Sumber: Laporan Kinerja PDAM Wilayah II Jawa)
Penurunan nilai kinerja tersebut juga berbanding lurus dengan masih banyaknya keluhan dari masyarakat dibandingkan dengan pelayanan publik lainnya. Berdasarkan data yang bersumber dari Unit Pelayanan Informasi dan Keluhan (www.upik.jogjakota.go.id) terdapat keluhan pada layanan publik. Pada tahun 20139 terdapat 13 keluhan layanan publik dari 252 total keluhan dengan persentase 5,16%, tahun 2014 terdapat 70 keluhan layanan publik dari 569 total keluhan dengan persentase 12,30%, dan tahun 2015 terdapat 33 keluhan layanan publik dari 219 total keluhan dengan persentase 15,07%10. Keluhan terhadap layanan publik tersebut pada
9
Data dari 24 Oktober 2013 Pemerintah Kota Yogyakarta. ____. Statistik. http://upik.jogjakota.go.id/index.php/statistik/home diakses pada tanggal 26 Februari 2015. 10
7
tiap tahun keluhan mengenai PDAM yang memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan layanan publik lainnya. Secara berurutan dari tahun 2013 hingga 2015 adalah 6 keluhan, 32 keluhan, 8 keluhan terhadap PDAM. Jenis Keluhan Terhadap Pelayanan Kota Yogyakarta Tahun 2003-2015 disajikan pada Gambar 3 berikut.
Gambar 3. Grafik Jenis Keluhan Terhadap Pelayanan Kota Yogyakarta Tahun 2003-2015 32
Jumlah Keluhan
35 30
Kesehatan
25
Air Minum 17
20
Kebersihan
15 10 5
6 2
4
2
3
4
7
Pegawai
8 4 3
4 2 3
Lain-lain
2015
Listrik
0 2013
2014 Tahun
Komunikasi
Sumber: www.upik.jogjakota.go.id
Beberapa fakta yang telah dipaparkan sebelumnya menunjukkan masih terdapat masalah dalam pelayanan PDAM Tirtamarta Kota Yogyakarta. Terlebih lagi urgensi perbaikan terhadap kualitas pelayanan PDAM sebagai dampak munculnya Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2014 tentang Penyediaan Air Baku Usaha Perhotelan di Kota Yogyakarta pasal 3 ayat 2 menyatakan “Setiap usaha perhotelan di daerah yang terjangkau oleh jaringan PDAM harus menyediakan air baku yang bersumber dari PDAM”. Pada ayat selanjutnya dijelaskan usaha perhotelan dapat menggunakan sumber air tanah untuk tambahan penyediaan air baku. Kebijakan yang dikeluarkan tersebut tentunya harus diimbangi dengan kualitas dan kuantitas dari PDAM yang memadai.
8
Badan Pusat Statistik BPS Daerah Istimewa Yogyakarta mencatat peningkatan jumlah hotel baik hotel bintang dan non bintang di DIY, terutama setelah tahun 201011. Jumlah tersebut mencakup hotel yang dikategorikan menjadi hotel bintang dan non bintang, vila, penginapan, hostel dan lainnya. Peningkatan jumlah hotel kemudian berpengaruh terhadap peningkatan jumlah konsumsi air. Jika hotel mengambil air dari sumber air daerah tersebut, dipastikan akan mempengaruhi jumlah air di sekitarnya. Sebaliknya jika perhotelan menggunakan PDAM, maka PDAM harus mampu menyediakan air baku dan pelayanan yang baik bagi pelanggan dalam jumlah yang lebih besar. Jumlah perhotelan di DIY disajikan dalam Gambar 4 berikut.
Gambar 4. Grafik Jumlah Hotel Bintang dan Non-Bintang di DIY Tahun 2004-2013 Jumlah Hotel
1180 1160 1140 1120 1100 1080 1060 1040 1020
1170 1154 1129 1126 1134
1128 1125
1104 1083 1077
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Tahun
Sumber: BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2014
Jumlah hotel bintang dan non-bintang di Kota Yogyakarta juga sejalan dengan peningkatan di Provinsi DIY. Jumlahnya makin meningkat setiap tahnnya. Dari tahun
11
Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2014. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal. 60.
9
2009 hingga 2013 berturut-turut sebanyak 353, 368, 386, dan 40112. Dari peningkatan jumlah tersebut serta adanya kebijakan tersebut mendorong untuk adanya peningkatan kualitas pelayanan. Tetapi sebelum dilakukan peningkatan perlu adanya evaluasi terhadap penyebab kurang baiknya kualitas pelayanan yang diberikan. Penelitian terkait kualitas pelayanan publik sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Hasil penenlitian-penelitian tersebut juga memberikan sumbangan pikiran untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi berbagai subjek penelitian. Adapun beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, yaitu: 1. Penelitian pertama yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Nora Amalina tahun 2005 “Kualitas Layanan PT Garuda Indonesia”. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa tingkat kepuasan penumpang pada dimensi reability, assurance, responsiveness, emphaty, dan tangible menunjukkan tingkat kesesuaian 86,66% (sangat puas). Perlu ada peningkatan dari segi sumber daya manusia dan sarana pelayanan untuk dapat meningkatkan loyalitas pelanggan. Dalam penelitian ini, meskipun indikatornya sama tetapi terdapat perbedaan dalam jenis penelitian yaitu kuantitatif serta lokasi dan sasaran penelitian yang berbeda. 2. Penelitian kedua yang relevan dengan penenlitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Donald F. Hitipeuw tahun 2005 “Pengukuran kinerja dan kualitas pelayanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM): Studi empiris pada PDAM
12
Badan Pusat Statistik. 2014. Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka 2014. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal. 397.
10
Tirta Marta dan PDAM Prima”. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa kinerja PDAM Tirtamarta Yogyakarata dan Tirtaprima Sleman dengan mengunakan 30 indikator penilaian yang didasarkan atas Kepmendagri Nomor 47 Tahun 1999, PDAM Tirtamarta selama tiga tahun terakhir memiliki kinerja yang lebih baik dibanding kinerja PDAM Tirtaprima. Pada penelitian ini juga mengukur kualitas pelayanan publik, dengan indikator yang sama. Namun penelitian ini bersifat kuantitatif. Kedua lokasi dibandingkan menggunakan alat analisis independent sample t-test dan uji Mann-Whitney U-test. 3. Penelitian ketiga yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ir. Tri Rustiana Harahap tahun 2011 “Studi Tentang Kualitas Pelayanan Publik (Studi Kasus KTP di Kota Bekasi)”. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa kualitas pelayanan KTP di Kota Bekasi secara keseluruhan belum memuaskan masyarakat. Untuk itu disarankan agar segera diadakan perbaikan-perbaikan terhadap kelemahan yang masih dialami. Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan, salah satu faktor yang mempengaruhi pun sama, yaitu sumber daya manusia, metode pengumpulan data sama dan jenis penelitian ini juga kualitatif. Namun, dalam penelitian ini tidak menggunakan faktor kemampuan finansial sebagai faktor yang mempengaruhi dan lokasi penelitian juga berbeda. Ketiga penelitian tersebut memiliki kesamaan di indikator pelayanan publik dengan penelitian ini. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah ketiga penelitian tersebut lebih mendiskripsikan kondisi dari masing-masing indikator, sedangkan penelitian ini lebih detail dalam mencari penyebab dari kurang
11
baiknya kualitas pelayanan. Dari beberapa penelitian yang relevan tersebut indikator dan faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik dirangkum dalam Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Indikator dan Faktor Kualitas Pelayanan Publik Berdasarkan Penelitian Terdahulu Nora Amalina (2005) √ √ √ √ √
Donald F. Ir. Tri Rustiana Hitipeuw (2005) Harahap (2011) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Tangible Responsiveness Indikator Reability Assurance Emphaty Sumber Daya √ √ Manusia Sarana Pelayanan √ √ Faktor yang Keuangan Mempengaruhi Operasional √ Administrasi √ Koordinasi Antar √ Institusi Terkait Sumber: Skripsi Amalina (2005), Donald F. Hitipeuw (2005), dan Ir. Tri Rustiana Harahap (2011)
Dari beberapa permasalahan yang telah dipaparkan, terdapat suatu urgensi dalam melakukan penelitian terhadap penyebab kualitas PDAM Tirtamarta Kota Yogyakarta yang kurang baik. Dari penelitian ini, diharapkan Pihak PDAM dapat memperbaiki
dan
meminimalisir
kemunculan
masalah-masalah
baru
yang
teridentifikasi dalam penelitian ini. Beberapa penelitian relevan yang dipaparkan sebelumnya belum ada yang membahas secara detail mengenai penyebab kurang baiknya suatu pelayanan. Dari beberapa alasan tersebut kemudian peneliti tertarik
12
untuk meneliti dengan judul “Analisis Kualitas Pelayanan Publik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtamarta Kota Yogyakarta”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, rumusan masalah penelitian, yaitu: 1. Mengapa kualitas pelayanan publik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtamarta Kota Yogyakarta kurang baik? 2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtamarta Kota Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan, peneliti dapat menentukan tujuan dari penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Menganalisis kurang baiknya kualitas pelayanan publik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtamarta Kota Yogyakarta. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtamarta Kota Yogyakarta.
13
D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Pemerintah Sebagai bahan evaluasi dan masukan dalam upaya memenuhi konstitusi, yaitu UUD 1945 Pasal 33 bahwa Negara memiliki kewajiban untuk memenuhi hak asasi atas air kepada rakyat dan mengelola barang publik tersebut. 2. Bagi PDAM Sebagai evaluasi serta masukan terhadap pelayanan yang diberikan oleh PDAM Tirtamarta Kota Yogyakarta dan untuk dapat lebih memenuhi ketentuan Pasal 26 UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. 3. Bagi peneliti a. Sebagai latihan dalam penulisan karya ilmiah.dan menambah wawasan mengenai pelayanan PDAM. b. Sebagai latihan dalam mempertajam kemampuan mengkritisi suatu fenomena serta menentukan solusi yang tepat dalam pelaksanaan pelayanan publik.
14