BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pada era globalisasi ini teknologi berkembang semakin pesat, begitu pula dengan teknologi dibidang kesehatan. Selain itu, juga kebutuhan akan kesehatan pada masyarakat modern sekarang semakin kompleks, hal ini dapat mempengaruhi para praktisi kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No, 659/MENKES/PER/VII/2009 tentang rumah sakit kelas dunia. Rumah
sakit
adalah
fasilitas
pelayanan
kesehatan
yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan baik. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan tersebut diperlukan tenaga medis yang mampu memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Keperawatan adalah suatu profesi yang berfokus pada menjaga, memelihara dan mengembalikan kesehatan yang optimal baik individu, keluarga, maupun masyarakat. Perawat merupakan salah satu tenaga medis yang memberikan pelayanan medis kepada masyarakat untuk menunjang kesembuhan pasien. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.
HK.
02.20/MENKES/148/1/2010,
tentang
ijin
dan
penyelenggaraan pratik perawat, seorang yang telah lulus pendidikan perawat 1
baik dalam maupun luar negri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perawat adalah seorang petugas medis yang profesional yang bertugas merawat, menjaga keselamatan, dan menyembuhkan orang sakit atau terluka baik akut maupun kronis, melakukan perencanaan perawatan kesehatan dan melakukan perawatan gawat darurat dalam rangka pemeliharaan kesehatan dalam lingkup luas. Hal ini menjadikan perawat sebagai ujung tombak pengobatan pasien selain dokter, sehingga peran perawat sangat diperlukan di suatu instansi kesehatan. Pelaksanaan suatu tindakan keperawatan menuntut profesionalisme perawat sehingga diharapkan pasien mendapatkan pelayanan yang baik, hal ini harus ditunjang dengan SDM, peralatan yang memadai dan lingkungan yang baik. Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan. Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik maupun psikologis pekerja yang menerima beban kerja tersebut. Beban kerja dapat berupa beban kerja fisik dan beban kerja psikologis. Beban kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti mengangkut, merawat, mendorong. Beban kerja psikologis dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan individu lainnya (Manuaba, 2000). Beban kerja adalah berkaitan erat dengan produktivitas tenaga kesehatan. Dimana 53,2% waktu yang benar-benar produktif yang di gunakan pelayanan kesehatan langsung, dan sisanya 39,9% digunakan untuk kegiatan penunjang (Iiyas,2004)1.
1
Definisi beban kerja, Ilyas, 2004
2
Yang mempengaruhi beban kerja perawat adalah kondisi pasien yang selalu berubah, jumlah rata-rata jam perawatan yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan langsung pada pasien dan dokumentasi asuhan keperawatan serta banyaknya tugas tambahan yang harus dikerjakan oleh seorang perawat sehingga dapat menggangu penampilan kerja dari perawat tersebut. (Haryani, 2008).2 Beban kerja merupakan suatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan tugas-tugas, lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja, keterampilan, perilaku, persepsi dari para pekerja. Beban pekerja fisik perawat meliputi mengangkat pasien ketempat tidur, mendorong branket pasien, mendorong peralatan kesehatan, merapihkan tempat tidur, memeriksa tandatanda vital pasien, memasang infus, mengambil darah, dsb. Sedangkan beban kerja mental yang dialami perawat diantaranya, bekerja shif atau bergiliran, menyiapkan mental pasien dan kelaurga pasien terutama bagi yang akan melaksanakan operasi atau dalam kritis. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa beban kerja perawat adalah kegiatan pokok maupun tambahan yang dibebankan kepada perawat dalam menjalankan pekerjaannya memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien baik yang sifatnya kuantitatif maupun kualitatif. Adapun standar beban kerja yang digunakan adalah jam kerja perawat dalam satu minggu = 40 hari, kalau hari kerja efektif 5 hari per minggu, maka 40/5=8 jam per hari, kalau satu hari kerja yang efektif 6 hari per minggu, maka 40/6=6,6 jam per hari, (Depkes RI (2006)3 dalam Sadariah (2008). Adapun standar beban kerja yang digunakan adalah setiap tenaga kesehatan 2 3
Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja, Haryati, 2008 Standar beban kerja, DepKes RI, 2006
3
mempunyai beban kerja efektif kira-kira 80% dari waktu kerja dalam sebulan. Waktu kerja yang normal adalah 8 jam/hari, waktu efektif untuk setiap tenaga kesehatan adalah 5 jam/hari. Jadi total waktu jam normal per bulan adalah 5 jam x 24 hari=120 jam/bulan. Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa beban kerja standar setiap tenaga adalah 80% sampai 100% dari waktu kerja normal atau 120 jam sampai 150 jam per bulan. (Kanwil Depkes RI (1999) dalam Sadariah (2008)). Stres adalah hasil dari tidak atau kurang adanya kecocokan antara orang (dalam arti kepribadiannya, bakatnya, dan kecakapannya serta lingkungannya) yang mengakibatkan ketidakmampuannya untuk menghadapi berbagai tuntutan terhadap dirinya secara efektif (Munandar, 2011)4. Menurut Anogara (2011), stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan dilingkungannya yang dirasakan menggangu dan mengakibatkan dirinya terancam. Dalam beberapa penelitian diungkapkan bahwa faktor karakteristik usia, jenis kelamin, bidang pekerjaan, pengalaman kerja (Wijono, 2006)5, dan status perkawinan (Rahmawati, 2008) berpengaruh terhadap tingkat stres kerja. Pada dasarnya ada beberapa faktor-faktor yang menyebabkan stres kerja seperti yang dikemukkan Anies (2005)6, bahwa stres kerja pada hakikatnya merupakan hasil interaksi dari beberapa faktor, yaitu pekerjaan sendiri sebagai faktor eksternal, dan karakter maupun persepsi pekerja sebagai faktor internal, sedangkan menurut Tarwaka et.al. (2004),7 mengungkapkan bahwa stres kerja
4
Definisi stres kerja, Munandar, 2011 Faktor karakteristik yang berpengaruh terhadap tingkat stres, Wijono, 2006 6 Faktor-faktor yang menyebabkan stres kerja, Anies, 2005 7 Tarwaka et al, Ergonomi : Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas, UNIBA PRESS, 5
4
dapat timbul karena faktor pekerjaan yang meliputi keadaan fisik lingkungan kerja, shift kerja, pekerjaan yang beresiko tinggi dan berbahaya, beban kerja yang berlebihan, faktor peran individu dan organisasi, hubungan kerja, struktur organisasi dan suasana kerja. Adapun dampak stres secara emosional meliputi cemas, depresi, tekanan fisik, dan psikologis (Perry & Potter 2005)8, dampak kognitif berakibat pada penurunan kosentrasi, peningkatan distraksi, berkurangnya kapasitas memori jangka pendek. Dampak terhadap psikologis terdapat pada pelepasan epinephrine, norepinefrine, penonaktifan sistem, nafas cepat, peningkatan denyut jantung, konstriksi pembuluh darah, dampak pada perilaku misalnya meningkatkan ketidakhadiran kerja, menggangu pola tidur, mengurangi kualitas pekerjaan (Eyesenck, 2009). Di Indonesia, menurut penelitian yang dilakukan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2006) terdapat 50,9% perawat mengalami stres kerja, menyatakan keluhan sering merasa pusing, kecapean, karena beban kerja yang terlalu tinggi dan menyita waktu. Tingkat stres yang dihadapi oleh setiap perawat akan berbeda tingkat respon dan pengendaliannya tergantung dari setiap individu yang mengalaminya. Tingginya beban kerja perawat berdampak pada stress yang dialami perawat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Departement Kesehatan dan Universitas Indonesia tahun 2005 menunjukan 78,8% perawat melakukan tugas kebersihan dan 63,3% perawat melakukan tugas administrasi. Lebih dari 90% perawat melakukan tugas non keperawatan seperti menetapkan diagnosis
2004, Surakarta, hlm 147 8
Dampak- dampak stres kerja, Perry & Potter, 2005
5
penyakit dan membuat resep obat. Hanya 50% perawat melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan fungsinya9. IGD (Instalasi Gawat Darurat) yang memberikan pelayanan 24 jam secara cepat, tepat, akurat dan aman, yang memiliki fungsi yang terpenting dalam rumah sakit karena harus mencegah kematian seorang pasien sehingga perawat mempunyai beban dan tanggung jawab kerja pada akhirnya, dapat menimbulkan stres kerja, perawat juga dituntut untuk dapat mengambil keputusan, misalnya jika ada pasien datang ke unit gawatdarurat dengan kesadaran menurun atau pasien dengan kecelakaan, dimana perawat memberikan pertolongan pertama agar tidak terjadi gagal nafas, maka perawat pun mempunyai beban yang berat sehingga menimbulkan stress pada perawat tersebut. Dari situlah beban kerja pada perawat diperhatikan karena dapat menyebabkan stres kerja yang berakibat gangguan fisiologis dan psikologi pekerja. Jumlah kunjungan rata-rata per hari yaitu 80 pasien dan jumlah tenaga perawat dalam satu shift yaitu 4 orang perawat. Dengan banyaknya pasien yang dilayani maka menyebabkan adanya beban kerja pada perawat, karena di IGD sifatnya emergency, harus cepat, akurat, tepat, aman dan jumlah kunjungan perhari 80 pasien. Hal ini menyebabkan terjadinya stres kerja pada perawat yang ditandai dengan keluhan sakit kepala, sakit perut, keletihan, bosan dan angka absensi yang tinggi. Berdasarkan data diatas penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian tentang hubungan beban kerja dengan stres kerja perawat di IGD RSAB Harapan Kita.
9
Syaifoel, Batas kewenangan independent nurse practitioner, www.kompas.com , tanggal akses 26 juni 2009 6
1.2
Identifikasi Masalah Identifikasi masalah yang akan dibahas adalah mengidentifikasi masalah yang terjadi pada perawat RSAB Harapan Kita tentang beban kerja dengan stress kerja di IGD disebabkan oleh: 1.
Kondisi lingkungan kerja yang tidak konduksif sehingga dapat menurunkan penurunan kualitas pelayanan kesehatan kepada pasien.
2.
Individual, tekanan individual sebagai penyebab stress kerja seperti konflik peran, peran ganda, beban kerja yang berlebihan, tidak ada kontrol, tanggung jawab, kelompok dan organisasi.
3.
Kurangnya kompensasi yang diberikan oleh perusahaan kepada perawat sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja perawat. Dengan adanya kompensasi dapat menimbulkan kegairahan kerja dan meningkatkan produktivitas kerja.
4.
Beban kerja yang tinggi merupakan pembangkit stres, dimana perawat harus melakukan banyak prosedur operasional kepada pasien.
1.3
Pembatasan masalah Penelitian ini dilaksanakan pada setiap perawat RSAB Harapan Kita karena keterbatasan waktu dan biaya, maka peneliti hanya membatasi penelitian pada hubungan beban kerja dan stres kerja pada perawat.
1.4
Perumusan Masalah Berdasarkan data yang telah diuraikan pada latar belakang, maka rumusan masalah adalah “Adakah hubungan antara beban kerja dan stres kerja perawat di IGD RSAB Harapan Kita?”
7
1.5
Tujuan Penelitian 1.5.1
Tujuan Umum Mengetahui hubungan beban kerja dan stres kerja pada perawat di IGD RSAB Harapan Kita.
1.5.2
Tujuan Khusus a. Menghitung tingkat beban kerja dengan stress kerja pada perawat di IGD RSAB Harapan Kita. b. Mengetahui stres perawat di IGD RSAB Harapan Kita c. Menganalisis hubungan antara beban kerja dan stres kerja perawat di IGD RSAB Harapan kita.
8
1.6
Manfaat Penelitian Dengan melihat hubungan antara beban kerja dengan stres kerja di Unit IGD RSAB Harapan Kita, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi : 1.6.1 Bagi Penulis Memperoleh pemahaman tentang beban kerja dan stress kerja pada perawat, mendapatkan ilmu pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang diperoleh dari lahan yang diteliti, serta penelitian ini diharapkan sebagai saran untuk melatih cara berfikir dan membuat suatu penelitian berdasarkan metodologi penelitian yang baik dan benar. 1.6.2 Bagi Institusi Kesehatan Penelitian ini dapat memberika masukan mengenai permasalahan yang mungkin dihadapi perawat yang berhubungan dengan beban kerja dengan stres kerja, sehingga dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada pasien serta dapat mengurangi stres kerja. 1.6.3 Bagi Fakultas Terbinanya suatu jaringan kerjasama dengan institusi lapangan dalam
upaya
meningkatkan
keterkaitan
dan
kesepadanan
antara substansi akademik dengan pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan.
10