BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau “naluri”. Namun merawat akan menjadi kaku, statis dan tidak berkembang tanpa didampingi dengan intelegensia atau “pengetahuan” (Asmadi, 2008: 256). Ilmu pengetahuan pada dasarnya akan berubah dengan adanya proses belajar. Kredibilitas profesi perawat profesional sebagai ujung tombak pemberi layanan kesehatan dapat terwujud dengan kuatnya pondasi ilmu pengetahuan
dan
disertai
kesadaran
untuk
selalu
mengembangkannya. Untuk dapat menjadi perawat profesional, perawat diharapkan mempunyai berbagai kompetensi. Salah satu kompetensi yang akan melekat pada profesi perawat adalah memasang infus untuk memulai terapi intravena. Terapi intravena perifer pada semua pasien di rumah sakit bertujuan untuk mensuplai cairan, elektrolit dan obat-obatan (Bausone-Gazda, et al., 2010:1). Terapi intravena merupakan salah satu tindakan invasif. Dalam tindakan invasif, baik sekecil apapun akan 1
2 beresiko terjadinya komplikasi. Komplikasi dari terapi intravena dapat berupa komplikasi lokal dan atau komplikasi sistemik. Komplikasi utama terapi intravena adalah flebitis, infiltrasi, beban cairan berlebih, perdarahan dan infeksi (Potter & Perry, 2006). Flebitis merupakan peradangan pada vena (Gorski, 2007: 265). Flebitis merujuk pada gejala klinik berupa nyeri, tendernes, peradangan, indurasi (pengerasan), eritema (kemerahan), sensasi hangat dan venous cord dapat teraba karena pembengkakan, infeksi dan atau trombosis (NassajiZavareh & Ghorbani, 2007: 733). Apabila flebitis tidak dimanajemen dengan baik maka akan mengakibatkan berbagai
komplikasi.
Komplikasi
serius
yang
dapat
disebabkan oleh flebitis adalah tromboflebitis, sepsis dan trombosis (Gorski, 2007). Menurut Ingram P & Lavery I (2005), terapi intravena beresiko terhadap keamanan pasien, resikonya bervariasi dari yang ringan sampai dengan kematian. Flebitis dapat disebabkan oleh faktor kimia, mekanik dan bakterial (INS, 2006; Ariyanto, 2011). Kejadian flebitis dapat
semakin
meningkat
sesuai
dengan
lamanya
pemasangan jalur intravena, komplikasi cairan atau obat yang diinfuskan (terutama pH dan tonisitasnya), ukuran dan
3 tempat kanula dimasukkan, pemasangan jalur IV yang tidak sesuai dan masuknya mikroorganisme pada saat penusukan (Brunner & Suddarth, 2002: 289). Salah satu faktor mekanik yang dapat menyebabkan flebitis adalah letak pemasangan kateter intravena (O’Grady et al, 2002). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Uslusoy & Mete (2008) di Departemen Bedah Umum Rumah Sakit Universitas Dokuz Eylul Turki, didapatkan angka kejadian flebitis 54,5% (309 dari 568 pasien), dengan prosentase
berdasarkan
lokasi
yang
lebih
banyak
menimbulkan flebitis adalah pada Antekubital Fossa (63,2%, 79 dari 125), kemudian lengan tangan (56,9%, 99 dari 174), pergelangan tangan (48,7%, 56 dari 115) dan pada punggung tangan (48,7%, 75 dari 154). Berdasarkan sisi bagian tubuh, tubuh sebelah kanan lebih beresiko terjadi flebitis (57,5%, 115 dari 200) daripada tubuh bagian kiri (52,7%, 194 dari 368). Gorski (2007) juga menambahkan bahwa untuk letak pemasangan infus harus menghindari area fleksi dan ekstremitas bawah (kecuali pada bayi) karena dapat beresiko mengakibatkan flebitis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nassaji-Zavareh M dan Ghorbani R (2007) terhadap 300 insersi, didapatkan prosentase kejadian flebitis
4 pada pemasangan infus di ekstremitas bawah (76,9%) dan pada ekstremitas atas (23,7%). Pada
tindakan
pemasangan
infus,
setelah
mempersiapkan cairan dan peralatan infus perawat akan memilih vena yang akan diinsersi. Critical thinking dalam menentukan vena tersebut diperlukan agar pemberian terapi intravena menjadi lebih efektif. Pada berbagai sumber mengenai prosedur pemasangan infus, tangan yang lebih diutamakan adalah tangan nondominan, hal ini berkaitan dengan pembatasan aktivitas jika dilakukan di tangan dominan. Jika kateter intravena dipasang pada tangan dominan dan kemudian pasien bermobilisasi dapat beresiko mengurangi keadekuatan dari balutan, sehingga akan menyebabkan kateter intravena bergeser. Pergeseran dari kateter intravena ini dapat mengakibatkan trauma pada tunika intima dan dapat menyebabkan flebitis. Pada pemberian terapi intravena, manajemen dari rotasi pemasangan kateter intravena juga menjadi penting ketika dihadapkan pada resiko terjadi komplikasi dan pembatasan aktivitas. Penelitian untuk melihat proporsi dari kejadian flebitis pada tangan dominan dengan nondominan dirasa perlu untuk menjawab pertanyaan, seperti; Tangan mana yang beresiko lebih kecil terkena flebitits? Apakah
5 kejadian flebitis menjadi faktor yang lebih diutamakan untuk menentukan letak pemasangan infus daripada pembatasan aktivitas? Bagaimana manajemen rotasi yang sebaiknya dipilih ketika ada keterbatasan akses vena? Dan ketika terjadi perbedaan angka kejadian flebitis antara
tangan
dominan dengan nondominan, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi? Data dari Bidang Infeksi Nosokomial (INOS) Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan menyebutkan bahwa pada periode Januari sampai September 2011 kejadian flebitis merupakan kejadian INOS tersering yang terjadi yaitu 6,07% (243 dari 4005 pasien), dengan standar rekomendasi kejadian flebitis menurut Infusion Nursing Society yaitu 45%. Di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan, setiap ruang rawat inap mempunyai sistem dokumentasi INOS yang berbeda. Walaupun sistem tersebut tetap menjawab datadata penting untuk dokumentasi kejadian INOS, namun belum ada riset tersendiri untuk mengetahui fakto-faktor yang menyebabkan kejadian INOS di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan. Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan merupakan Rumah Sakit Vertikal di Salatiga yang sudah berstandarkan ISO 9001-2008, dengan artian manajemen
6 pelayanan yang dilakukan sudah terstandarkan dengan baik. Berdasarkan pengalaman praktik klinik penulis selama 4 bulan, termasuk selama 3 minggu di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan, penulis mendapati bahwa letak pemasangan infus pada umumnya adalah di ekstremitas atas, baik pada tangan dominan dan tangan nondominan. Oleh karena berbagai alasan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbandingan Angka Kejadian Flebitis pada Pemasangan Kateter Intravena pada Tangan Dominan dengan Nondominan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga”.
1.2
Pertanyaan Penelitian
1.2.1
Adakah
perbedaan
angka
kejadian
flebitis
pada
pemasangan kateter intravena pada tangan dominan dengan tangan nondominan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga? 1.2.2
Adakah
perbedaan
angka
kejadian
flebitis
pada
pemasangan kateter intravena pada tiap lokasi vena yang digunakan untuk pemasangan infus pada tangan dominan dan nondominan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga?
7 1.2.3
Apa
faktor-faktor
yang
menyebabkan
flebitis
dan
menimbulkan perbandingan angka kejadian flebitis pada tangan dominan dan nondominan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Tujuan
umum
dari
penelitian
ini
adalah
untuk
mengetahui perbandingan angka kejadian flebitis pada pemasangan kateter intravena pada tangan dominan dengan nondominan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. 1.3.2 Tujuan Khusus Mengidentifikasi perbandingan angka kejadian flebitis pada pemasangan kateter intravena pada tangan dominan dengan nondominan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga, meliputi: -
Mengetahui perbandingan angka kejadian flebitis pada tangan dominan dengan tangan nondominan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga.
-
Mengetahui perbandingan angka kejadian flebitis di tiap lokasi vena yang digunakan untuk pemasangan
8 infus pada tangan dominan dan nondominan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. -
Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan flebitis dan mempengaruhi perbandingan angka kejadian flebitis pada tangan dominan dan nondominan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Klien Untuk mencegah
menurunkan kenaikan
angka
biaya
kesakitan
pengobatan
klien yang
dan harus
dikeluarkan untuk mengatasi flebitis dan meneruskan terapi pengobatan. Untuk mencegah timbulnya komplikasi yang lebih serius, misalnya tromboflebitis, sepsis dan trombosis.
1.4.2 Bagi Ilmu Keperawatan Untuk penelitian
memperkaya yang
dunia
didasari
keperawatan
oleh
keinginan
dengan untuk
mengembangkan ilmu keperawatan. 1.4.3 Bagi profesi keperawatan Masukan bagi profesi keperawatan pada lahan praktik untuk menentukan kebijakan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
9 1.4.4 Bagi Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga Sebagai masukan bermakna demi pengembangan manajemen pelayanan kesehatan, agar kejadian flebitis dapat diminimalkan.
1.4.5 Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan bacaan di Perpustakaan atau sumber data bagi peneliti lain yang memerlukan masukan berupa data atau pengembangan penelitian dengan judul yang sama demi kesempurnaan penelitian.
1.4.6 Bagi Peneliti Merupakan pengalaman berharga bagi peneliti dalam rangka menambah wawasan keilmuan.