BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN Setelah melalui bab analisis, sampailah kita pada tahap simpulan yang akan menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah. Meskipun analisis ini dapat dikatakan kurang dari sempurna, penulis akan berusaha menguraikannya. Pertama, analisis struktur cerpen. Dari analisis alur dan pengaluran ketiga cerpen, terdapat hubungan kausalitas, yaitu hubungan antara peristiwa yang saling berkaitan satu sama lain. Ketiga cerpen yang penulis analisis pengalurannya berjalan maju atau linear. Terdapat beberapa ingatan (kilas balik), sorot balik, dan bayangan (prospektif). Pada cerpen “Perempuan Tanpa Vagina”, cerita merupakan monolog tokoh Aku berupa perjalanan hidupnya maka penulis menyimpulkan bahwa pengaluran cerpen tersebut berjalan maju dan di dalamnya terdapat sorot balik, ingatan dan bayangan. Pada cerpen “Rumahmu adalah Hatiku” terdapat beberapa ingatan dan pada cerpen ketiga yaitu “Mbak Inul Mati, Mbok” terdapat bayangan dan ingatan. Cerpen pertama yaitu Perempuan Tanpa Vagina, sebuah cerpen monolog menceritakan tokoh Aku tentang fisiknya yang laki-laki namun jiwanya perempuan, hanya perempuan tanpa vagina. Ia menggambarkan bagaimana masyarakat memperlakukannya dengan tidak adil, menghujatnya, dan mempertanyakan moralnya. Namun tokoh Aku tak pernah menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi
94
95
padanya. Dan satu keyakinan yang ia tunjukkan dalam cerpen Perempuan Tanpa Vagina bahwa Tuhan menciptakannya sebagai perempuan. Cerpen kedua berjudul Rumahmu adalah Hatiku menceritakan seorang wanita bernama Destia, seorang istri yang merasa tidak bahagia lagi dengan pernikahan bersama suaminya, Rasyid. Perasaan yang pudar terhadap suaminya sendiri membuat ia mencari pelabuhan lain di luar rumah. Bertemulah ia dengan Prastanto, teman lama yang dahulu pernah menjadi lelaki Impiannya. Mulailah Destia menjalani hubungan terlarang dengan Prastanto. Rasyid yang mengetahui hubungan istrinya dengan pria lain tidak dapat melakukan apa-apa karena tidak ingin kehilangan istri yang masih sangat dicintainya. Pada akhirnya Destia tidak menemukan arti cinta yang sempurna pada diri Pras dan menemukan cintanya kembali pada Rasyid. Sementara itu Rasyid selalu percaya bahwa istri yang amat ia cintai itu akan kembali padanya. Cerpen ketiga yaitu Mbak Inul Mati, Mbok….. Cerpen ini menceritakan tokoh Si Mbok yang bermimpi tentang putrinya, Inul. Dalam mimpi Si Mbok, Inul yang selalu memakai kebaya, pakaian sehari-hari yang juga merupakan busana nasional wanita Indonesia, mati dibunuh oleh orang-orang di Jakarta karena dianggap menentang UU anti pornografi dan pornoaksi. Pada analisis tokoh dapat disimpulkan bahwa tokoh perempuan sebagai tokoh sentral dalam ketiga cerpen mendominasi. Walaupun dalam cerpen “Perempuan Tanpa Vagina” tokoh utamanya adalah seorang waria, tokoh tersebut memposisikan dirinya sebagai perempuan. Tokoh Aku pada cerpen “Perempuan Tanpa Vagina” hadir sebagai seorang waria yang merasa terdiskriminasi. Tokoh Destia pada cerpen
96
“Rumahmu adalah Hatiku” adalah seorang perempuan yang membutuhkan cinta yang sempurna dalam hidupnya. Dan tokoh sentral dalam cerpen “Mbak Inul Mati, Mbok..” yaitu Si Mbok seorang perempuan Jawa yang takut jika UU antipornografi dan pornoaksi membuat anaknya mati. Analisis latar yang dilakukan yaitu analisis latar, tempat, dan sosial. Hanya dalam cerpen “Perempuan Tanpa Vagina” tidak terdapat analisis latar dan tempat. Dalam kesimpulan penulis, cerpen ini berlatar tempat di Jawa dan Kota Jakarta. Latar Jawa yang terdapat dalam cerpen walaupun tidak secara keseluruhan dijelaskan secara eksplisit dijelaskan latar tempatnya, penulis menyimpulkan dari nama tokoh yang biasa digunakan oleh orang Jawa. Sementara itu latar Jawa dan Kota Jakarta dijelaskan pula melalui narasi dan dialog antartokoh pada cerpen “Mbak Inul Mati, Mbok...”. Latar sosial didasari oleh masyarakat Indonesia yang masih terikat oleh norma-norma dan mempertahankan tradisi budaya. Kedua cerpen menggunakan teknik penceritaan intern yaitu pencerita bertindak sebagai tokoh yang berada di dalam cerita, kecuali cerpen “Mbak Inul Mati, Mbok..” pencerita berada diluar cerita, bersifat sebagai pengamat atau biasa disebut pencerita ekstern. Ketiga cerpen menggunakan wicara yang dinarasikan sebagai tipe penceritaan. Dalam cerpen “Perempuan Tanpa Vagina” tak menggunakan wicara yang dilaporkan sebagai tipe penceritaan karena tak terdapat dialog dalam teks. Cerpen “Rumahmu adalah Hatiku” menggunakan ketiga tipe penceritaan. Tipe penceritaan yang digunakan dalam cerpen “Mbak Inul Mati, Mbok” selain
97
menggunakan tipe penceritaan wicara yang dinarasikan terdapat pula wicara yang di laporkan. Kedua, setelah melalui analisis struktur cerpen kita dapat menjawab rumusan masalah mengenai representasi waria, cinta, dan kehidupan. Dari ketiga cerpen yang dianalisis dapat disimpulkan bahwa cerpen “Perempuan Tanpa Vagina” benar menggambarkan kaum waria, Cerpen “Rumahmu adalah Hatiku” menggambarkan cinta, dan “Mbak Inul Mati, Mbok” merepresentasikan kehidupan seperti pembagian tema cerita yang Merlyn lakukan pada kumpulan Cerpen Perempuan Tanpa V ini. Pada cerpen “Perempuan Tanpa Vagina” kaum waria digambarkan sebagai kelompok yang selalu dipertentangakan dan sering di diskriminasi oleh masyarakat. Sementara itu pada cerpen “Rumahmu adalah Hatiku” digambarkan bahwa cinta tak ada yang sempurna. Ikatan pernikahan yang dianggap suci oleh masyarakat dapat dikesampingkan atas nama cinta itulah yang tergambar dalam cerpen ini. Lalu cerpen yang terakhir “Mbak Inul Mati Mbok..” merupakan bentuk refleksi dari kehidupan masyarakat Indonesia yang masih menperdebatkan UU antipornografi dan pornoaksi. Kehidupan direpresentasikan sangat penuh pro dan kontra. Cerpen ini memaparkan bahwa perlu banyak pertimbangan untuk mengambil suatu keputusan dalam kehidupan masyarakat yang memiliki beragam budaya. Ketiga, eksistensi waria yang direpresentasikan melalui ketiga cerpen ini. Cerpen “Perempuan Tanpa Vagina” melalui analisis alur, pengaluran, tokoh menggambarkan eksistensi waria yang ingin menunjukan keyakinannya pada masyarakat bahwa mereka (waria) memiliki hak dan tempat sama seperti orang lain.
98
Cerpen ini dibuat pengarang berdasarkan pengalamannya sebagai seorang waria. Dalam pembagian kumpulan cerpen ini, bagian Aku merupakan sebuah eksistensi pengarangnya secara langsung karena merupakan pengalaman hidupnya yang dituangkan dalam teks. Pada cerpen “Rumahmu adalah Hatiku”, tokoh utama adalah sosok perempuan yang membutuhkan cinta yang sempurna dalam hidupnya. Melalui tokoh itu Merlyn ingin menunjukan eksistensinya sebagai seorang perempuan yang ingin dicintai. Merlyn sebagai seorang waria memang memiliki pemikiran lebih terbuka dalam memandang sesuatu. Hal itu memang mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya seperti pada cerpen ini, seorang wanita digambarkan mencari cinta dari laki-laki idaman lain sepengatahuan suaminya. Cerpen “Mbak Inul Mati, Mbok” merupakan sebuah kritik yang ingin disampaikan pengarang pada pemerintah tentang pandangannya sebagai perempuan jawa dan bangsa Indonesia terhadap kebijakan pemerintah yang dapat menyebabkan pengikisan tradisi budaya bangsa. Sebuah sindiran melalui cerpen dengan menggunakan simbol kebaya sebagai pakaian nasional wanita Indonesia sepertinya Merlyn berhasil membuat kita berfikir kembali mengenai adanya UU tersebut. Representasi eksistensi waria yang didapatkan melalui cerpen ini adalah dengan menyuarakan pendapatnya bahwa waria pun berharap dapat memberikan solusi kepada pemerintah. Bahwa keberadaan waria pun dapat memberikan nilai positif kepada masyarakat. Pada akhirnya diketahui bahwa eksistensi Merlyn sebagai seorang waria ditampilkan pada ketiga cerpen ini baik melalui teks ataupun pengalaman hidup yang
99
dituangkan ke dalam teks. Representasi eksistensi waria dalam ketiga cerpen adalah bahwa waria juga memiliki hak, keinginan dan dapat berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat. Disimpulkan bahwa eksistensi waria dilatarbelakangi persamaan hak sebagai warga negara, berkeinginan diperlakukan selayaknya perempuan dan dapat menyuarakan pendapatnya pada masyarakat umum tidak hanya untuk kepentingannya sendiri namun juga demi bangsa ini. Selain itu eksistensi waria diwujudkan demi menghilangkan nilai negatif masyarakat tentang kaum waria
5.2 SARAN Setelah mendapatkan kesimpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan, penulis akan memberikan saran yang diharapkan dapat menambah referensi. Pertama, melalui analisis terhadap cerpen dengan pendekatan sosiologi sastra, peneliti diharap dapat secara objektif memberikan gambaran keadaan sosial yang terdapat pada karya agar masyarakat dapat mengambil suatu nilai positif dari sebuah karya sastra; Kedua, cerpen merupakan bagian dari eksistensi pengarang dan berguna untuk peneliti selanjutnya agar mengetahui latarbelakang pengarang untuk mengungkap fakta sosial dalam karya; Ketiga, bagi peneliti selanjutnya, agar dapat meneliti lebih banyak lagi karya yang dihasilkan oleh pengarang dengan latar belakang kehidupan sosial yang unik dan ada beberapa pengarang kaum transgender lain yang karyanya belum dianalisis, tidak hanya terbatas oleh karya Merlyn saja.