BAB 4 ANALISIS TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI LISTRIK DI PT. PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) JAKARTA
4.1. Analisis Perjanjian Jual Beli Listrik
Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisa terhadap perjanjian jual beli listrik di PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) secara keseluruhan sehubungan dengan keseimbangan hak dan kewajiban para pihak.
Asas keseimbangan dilandaskan pada ideologi yang melatarbelakangi tertib hukum Indonesia. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah sumber tata nilai dan mencerminkan cara pandang masyarakat Indonesia. Pemerintah Indonesia adalah wakil dan cerminan masyarakat, dan juga menjaga arah perkembangan tertib hukum sehingga tolok ukur tata nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tetap terjaga sebagai
ideal
yang
Konsep-konsep,
seperti
setiap
kali
konsensualisme,
hendak
diejawantahkan
kekuatan
mengikat,
1
.
kebebasan
berkontrak, dan keseimbangan sarat dengan pengharapan normatif perihal pengembanan ideal dari suatu peran sosial, selaras dengan aturan-aturan sosial yang ditetapkan oleh tradisi, norma-norma, serta sejarah masyarakat yang bersangkutan.
Menurut Herlien Budiono, asas keseimbangan merupakan prinsip yang tidak bernama. Kesusilaan yang baik (de geode zeden); - dan konstruksi itikad baik (geodetrouw constructie), kewajaran dan kepatutan (redelijkheid en bilijkheid), penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandingen), dan justum pretium sebenarnya dilandaskan pada keadaan yang menuntut adanya “keseimbangan” dan di dalamnya dapat kita kenali semangat atau jiwa keseimbangan, sebagaimana juga
1
Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia-Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung 2006, hlm. 357.
59
Universitas Indonesia
Keseimbangan hak..., Yonna Fitriana, FH UI, 2011.
60
sepatutnya melandasi keputusan-keputusan maupun ketetapan pengadilan. Jika hakim mengetahui adanya penyimpangan yang terlalu jauh tatkala menguji perjanjian terhadap kepentingan umum atau terhadap kepentingan salah satu pihak yang berkehendak mempertahankan perjanjian, konsekuensi dari putusan hakim harus diterima semua pihak. Keberatan yang menyatakan bahwa melalui intervensi hakim kepastian hukum akan dikorbankan tidak perlu dimutlakkan. Pertama-tama, kepastian hukum mutlak tidak mungkin tercapai dan kedua, dalam tahapan lanjut dari perjanjian, bukan dalam pembentukannya, melainkan dalam pelaksanaannya – (justru) dengan mengingat kesusilaan yang baik, itikad baik, kepatutan dan kelayakan, serta penyalahgunaan keadaan – kita harus meninggalkan tuntutan kepastian hukum. Hukum tidak dapat memberikan kepastian lebih dari kepastian akan memberi perlakuan sama terhadap kondisi serupa 1. Yang sama diperlakukan sama, yang berbeda akan mendapat perlakuan berbeda. Bagaimana keseimbangan tercapai adalah persoalan lain.
Di
samping
tiga
tujuan
fundamental
dari
kontrak,
tema
penting
“keseimbangan” dicapai dengan melakukan “lompatan” menuju tujuan keempat, suatu tuntutan atau persyaratan yang menurut Herlien Budiono juga harus diterima sebagai salah satu tiang utama penopang hukum kontrak. Lompatan demikian yang disebut quantum leap
2
dan implementasinya dalam hukum kontrak dinamakan asas
keseimbangan. Dapat dikatakan bahwa di Belanda juga kita dapat berbicara tentang “asas keseimbangan”, mengingat dikenalnya prinsip yang tidak bernama tersebut di atas, tentunya dengan dasar yang mencerminkan cara pikir khas Belanda. Adanya kenyataan ini bisa jadi berarti bahwa asas keseimbangan memiliki daya berlaku universal. 1
H.J.K. Van Eikema Hommes, De elementaire grondbegrippen der rechtswetenschap, Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia-Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung 2006, hlm. 323. 2
A) a sudden alternation in the energy level of an atom (molecule) together with the emission or absorption of radiant energy. B) any sudden and extensive change or advance, as in a program or policy, Ibid, hlm. 323.
Universitas Indonesia
Keseimbangan hak..., Yonna Fitriana, FH UI, 2011.
61
Perjanjian jual beli listrik mengatur hak dan kewajiban para pihak sebagai berikut:
Pasal Definitions (Definisi) merupakan pernyataan bahwa para pihak, baik Penjual maupun PLN, menyepakati semua istilah yang terdapat dalam pasal ini memiliki definisi tertentu. Definisi yang tidak jelas akan menimbulkan perdebatan dan kesalahpahaman
3
yang akan mengganggu keseimbangan hak dan kewajiban
antara Penjual dan PLN. Keberadaan pasal ini merupakan implementasi dari asas keseimbangan yaitu definisi-definisi yang diatur dalam PPA merupakan kesepakatan para pihak yang mencerminkan kedudukan para pihak yang sama kuat pada saat pembuatan draft PPA. Pasal Conditions Precedent (Syarat Tangguh)4: menjelaskan beberapa kewajiban Penjual yang harus dilaksanakan dalam waktu 365 hari dan kewajiban PLN yaitu berupa dukungan terhadap Penjual untuk memudahkan Penjual dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya . :
a. Perjanjian dan Dokumen Lainnya yaitu setiap dokumen dan perjanjian yang terdaftar dalam Apendiks D tentang “Closing Date Documents” (Dokumen Tanggal Penutupan) sesuai dengan persyaratan dan ketentuan pokok Perjanjian ini berlaku penuh dan sedang berjalan dan semua persyaratan pendahuluan yang memungkinkan keberlakuannya telah dipenuhi 5.
b. Perizinan pemerintah: semua perizinan pemerintah Republik Indonesia yang disyaratkan untuk diperoleh sebelum Tanggal Penutupan sehubungan dengan pelaksanaan, penyampaian dan dimulainya Perjanjian ini dan Dokumen Proyek lain sudah harus diperoleh dan berlaku penuh. 3
Prof. DR. Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, Cetakan keduabelas, Penerbit Sumur, Bandung, 1993, hlm. 7. 4 PPA Executed Copy Specimen, hlm. 13. 5 Ibid. hlm. 13.
Universitas Indonesia
Keseimbangan hak..., Yonna Fitriana, FH UI, 2011.
62
c. Pernyataan dan jaminan: pernyataan dan jaminan dari Penjual dan PLN yang dimuat atau disebut di sini adalah benar dan tepat dalam segala perihal pokok pada dan sejak Tanggal Penutupan dengan kekuatan yang sama seperti dibuat pada dan sejak Tanggal Penutupan suatu keterangan tentang perihal tersebut ditandatangani oleh seorang pejabat yang berwenang dari pihak lainnya 6.
d. Pembiayaan: Penjual akan menyerahkan kepada PLN: (i) sertifikat yang dikeluarkan oleh Bank xxx yang menyatakan bahwa pinjaman untuk membiayai Proyek telah disetujui dan telah tersedia dan (ii) sertifikat yang menyatakan bahwa Kontrak EPC yang ditandatangani oleh Penjual dan Kontraktor telah berlaku efektif.
e. Pendapat dari segi hukum: Masing-masing dari para pihak telah menerima dari pihak lainnya pendapat dari segi hukum dari konsultan hukum independen dalam bentuk dan substansi sebagaimana yang diatur dalam Jadual Penjual.
Pasal Implementation of the Project (Pelaksanaan Proyek): kewajiban PLN dan Penjual adalah:
Penjual bertanggung jawab sebagai berikut:
a. Persiapan EPC Contract, Kontrak Pasokan Batubara, pengaturan pembiayaan dan perjanjian lainnya yang dibuat oleh Penjual sehubungan dengan perjanjianperjanjian tersebut;
b. Pengaturan untuk desain, rancang bangun, pasokan dan konstruksi dari Proyek sesuai dengan parameter desain dan peralatan sebagaimana disebutkan dalam Apendiks A “Project Description and Design Conditions” dan Apendiks B 6
Ibid, hlm. 14.
Universitas Indonesia
Keseimbangan hak..., Yonna Fitriana, FH UI, 2011.
63
“Technical Limits”, pengaturan untuk pembiayaan proyek, dan untuk operasi dan pemeliharaan pembangkit, yang masing-masing tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku, dengan menggunakan pertimbangan bisnis yang wajar dan bijaksana atas seluruh kontrak yang dibuat oleh dan atas nama Penjual berkaitan dengan kegiatan tersebut.
c. Permintaan yang diajukan secara tepat dan benar, serta usaha yang seksama untuk memperoleh semua izin, seluruh pembaharuan atas izin-izin tersebut, dan persetujuan pemerintah lainnya yang disyaratkan sehubungan dengan transaksi yang diperlukan dalam Dokumen Proyek dan yang diharuskan atas nama Penjual;
d. Permintaan yang diajukan secara tepat dan benar, serta usaha yang seksama untuk memperoleh, semua izin kerja, kartu kerja, kartu keluarga, visa dan izin lain yang disyaratkan bagi semua orang yang terlibat dalam Proyek atas nama atau berdasarkan kontrak dengan Penjual;
e. Melakukan semua tindakan yang wajar dan secara kebiasaan, sesuai dengan kemampuannya, yang diperlukan untuk menjamin keamanan Lokasi;
f. Memberikan Hak Non Eksklusif bagi PLN sesuai dengan ketentuan dalam Apendiks T “Site and Easements”;
g. Mengirimkan
kepada
PLN
dengan
segera
setelah
pelaksanaan
dan
mengirimkannya pada saat atau sebelum Tanggal Penutupan, salinan-salinan yang benar dan lengkap (tanpa harga dan tidak termasuk Informasi Kepemilikan) dari setiap dokumen-dokumen Proyek dan dokumen-dokumen lain dan perjanjianperjanjian sebagaimana diuraikan dalam Apendiks D “Closing Date Documents” pada saat atau sebelum Tanggal Penutupan, di mana PLN tidak sebagai pihak;
Universitas Indonesia
Keseimbangan hak..., Yonna Fitriana, FH UI, 2011.
64
h. Diserahkannya kepada PLN pada saat atau sebelum tanggal Perjanjian ini ditandatangani dan diserahkan oleh Para Pihak, sebuah Bank Garansi dalam jumlah US$/Rp xxx berdasarkan syarat-syarat dan dalam bentuk sebagaimana yang diatur dalam Jadual Penjual Perjanjian ini, yang harus tetap berlaku dan mempunyai efek yang penuh mana yang terjadi lebih dahulu (i) Tanggal Penutupan; atau (ii) tiga puluh (30) hari setelah tanggal yang disebutkan dalam pemberitahuan pengakhiran yang dikeluarkan oleh PLN kepada Penjual menyusul peristiwa gagalnya memenuhi syarat-syarat Tanggal Penutupan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 15.2.1 “Non Fulfillment of Conditions to Closing Date” atau disebabkan karena terjadinya Kesalahan Penjual yang Tidak Dapat Diperbaiki sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 15.1.2 “Seller Non Remediable Event”;
i. Diserahkannya kepada PLN pada saat atau sebelum Tanggal Penutupan, Performance Security Tahap II dalam jumlah US$/Rp xxx menurut kondisi dan dalam bentuk sebagaimana yang diatur dalam Jadwal 5 “Form of Performance Security Stage II”, yang harus tetap dan mempunyai efek yang penuh mana yang terjadi lebih dahulu (i) Tanggal Operasi Komersial ; atau (ii) tiga puluh (30) hari setelah tanggal yang disebutkan dalam pemberitahuan pengakhiran yang dikeluarkan oleh PLN kepada Penjual menyusul peristiwa gagalnya memenuhi syarat-syarat Tanggal Penutupan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 15.3.1 (d) “Consequences” atau disebabkan karena terjadinya Kesalahan Penjual yang Tidak Dapat Diperbaiki sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 15.1.2 “Seller Non Remediable Event”;
Selain itu, Penjual juga harus meminta persetujuan dari PLN terhadap apapun seperti desain, bahan, dan sebagainya sebelum melakukan pekerjaannya, termasuk perubahan bahan yang akan digunakan dalam Proyek.
Universitas Indonesia
Keseimbangan hak..., Yonna Fitriana, FH UI, 2011.
65
Kemudian PLN bertanggung jawab terhadap hal-hal sebagai berikut 7:
a. Bekerja sama dengan dan membantu Penjual dalam mengidentifikasi permohonan Penjual sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4.1.(c) dan 4.1 (d) dan mengajukan serta mendukung permohonan tersebut, termasuk dalam proses persiapannya, sehingga dapat mempercepat pemberian pertimbangan oleh Instansi Pemerintah Republik Indonesia yang terkait dengan hal tersebut, dengan ketentuan permintaan tersebut sesuai dengan semua Ketentuan Hukum yang berlaku dan persyaratan setiap Dokumen Proyek dalam hubungan mana permintaan itu diajukan;
b. Mengajukan permintaan yang benar, dan melakukan upaya yang sebenarnya untuk memperoleh izin, pembaharuan izin, dan semua Perizinan Pemerintah Republik Indonesia lainnya yang diharuskan atas nama PLN, jika ada, sehubungan dengan transaksi yang diperlukan dalam Perjanjian ini;
c. Sesuai dengan permohonan secara wajar oleh Penjual, untuk membicarakan Proyek dan memberikan keterangan yang tersedia secara umum tentang PLN kepada pihak lain yang menyediakan pembiayaan kepada Proyek, asalkan dalam setiap hal, PLN tidak diharuskan, baik sendiri atau atas nama badan lain membuat pernyataan atau melakukan tindakan sehubungan dengan pembicaraan dimaksud atau yang berhubungan dengan perjanjian pembiayaan (terkecuali pernyataan yang dimuat pada Pasal 16.2 “Representations and Warranties of PLN” Perjanjian ini sehubungan dengan pengalihan dari Perjanjian ini kepada pihak lain tersebut sesuai dengan Pasal 19 “Assignment” Perjanjian ini);
d. Menyelenggarakan kewajiban sebagaimana diuraikan dalam Apendiks O “Additional PLN Obligations”. 7
Ibid, hlm. 18.
Universitas Indonesia
Keseimbangan hak..., Yonna Fitriana, FH UI, 2011.
66
Pasal Construction of the Project (Konstruksi Proyek) 8: Penjual bertanggung jawab untuk engineer, design dan construct Proyek dalam hal keseluruhan bahan. Karena tanggung jawab dan resiko yang besar ini, Penjual harus memastikan bahwa rencana dan pelaksanaan sudah matang untuk membawa Proyek menuju tahap operasional termasuk informasi mengenai resiko hukum dan keuangan yang terkandung di dalam project financing (pembiayaan proyek). Pada tahap ini, Penjual menanggung seluruh resiko. Pasal Start-Up and Commissioning (Start-Up dan Komisioning)9: Merupakan pengujian terhadap pembangkit listrik yang selesai dibangun untuk membuktikan bahwa pembangkit tersebut mampu beroperasi sesuai jadwal yang ditentukan dan mampu menghasilkan listrik dengan besaran kapasitas yang telah ditentukan dalam Pasal The Project (Proyek).
Pasal Operation and Maintenance of the Plant (Operasi dan Pemeliharaan Pembangkit)
10
: Penjual setiap saat selama jangka waktu Perjanjian ini, harus
mengoperasikan, memelihara dan memperbaiki Pembangkit dengan konsistensi yang senantiasa memperhatikan standar Good Utility Practice, dan mengoperasikan Pembangkit berdasarkan Operating Procedures and the Dispatch Instruction (Prosedur Pengoperasian dan Instruksi Pengaturan Beban) dan Penjual dapat menunjuk Operator untuk mengoperasikan Pembangkit.
Pasal Billing and Payment (Penagihan dan Pembayaran): Penjual harus menyerahkan tagihan setiap bulan kepada PLN. Tagihan tersebut akan dihitung berdasarkan alat pengukur listrik yang dikirim ke PLN.
8 9 10
Ibid, hlm. 19-21. Ibid, hlm. 21-22. Ibid, hlm. 22-25.
Universitas Indonesia
Keseimbangan hak..., Yonna Fitriana, FH UI, 2011.
67
Pasal Metering (Pengukuran): Merupakan dasar perhitungan atas jumlah listrik yang telah dihantarkan oleh Penjual kepada PLN. Pasal ini mencerminkan asas keseimbangan dalam sub-pasal 10.3 “PLN’s Access” yaitu PLN dan wakilnya berhak hadir pada saat pengujian, pemeriksaan, pemeliharaan dan penggantian setiap bagian dari Sistem Pengukuran yang dilakukan oleh Penjual. Pasal ini melibatkan kepentingan PLN dan Penjual sekaligus karena merupakan alat yang membuktikan terjadinya levering listrik yang dihantarkan sesuai perjanjian.
Pasal Indemnification and Liability (Ganti Kerugian dan Tanggung Jawab): Pasal ini merupakan pernyataan kesediaan dari para pihak untuk bertanggung jawab terhadap tuntutan yang ditujukan kepada Pihak lainnya yaitu Penjual yang akan bertanggung jawab terhadap tuntutan pihak ketiga yang ditujukan kepada PLN dan memberi ganti rugi kepada PLN dan karyawannya. Begitu pula halnya dengan PLN, akan bertanggung jawab terhadap tuntutan yang ditujukan pihak ketiga yang ditujukan kepada Penjual dan memberi ganti rugi kepada Penjual dan karyawannya. Pasal ini merupakan pelaksanaan asas keseimbangan dalam PPA, bahwa para pihak sepakat untuk saling melindungi kepentingannya satu sama lain dengan tujuan agar proyek pembangkit listrik tetap berjalan sesuai jadwal karena para pihak harus tetap melakukan hak dan kewajibannya tanpa terganggu oleh tuntutan pihak ketiga yaitu masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pembangkit tenaga listrik. Pasal ini tetap berlaku meskipun PPA telah berakhir jangka waktunya, sehingga kepentingan para pihak selamanya akan tetap aman dari tuntutan pihak ketiga.
Pasal Force Majeure (Kejadian Force Majeure): Suatu Kejadian Force Majeure berarti tiap keadaan yang tidak dapat dikendalikan dengan selayaknya, langsung atau tidak langsung, oleh Pihak yang mengalami, tetapi hanya jika dan sejauh (i) keadaan tersebut, meskipun dilakukan upaya yang seksama tidak dapat dicegah ataupun dilakukan pencegahan, dihindari atau dihilangkan oleh Pihak tersebut, (ii) dalam hal adanya tuntutan dari Penjual, kejadian tersebut secara mendasar mempengaruhi (dalam biaya dan/atau waktu) kemampuan Penjual untuk
Universitas Indonesia
Keseimbangan hak..., Yonna Fitriana, FH UI, 2011.
68
melakukan kewajibannya menurut Perjanjian ini, dan Penjual telah mengambil tindakan pencegahan yang layak, perhatian sewajarnya dan tindakan alternatif selayaknya dengan maksud untuk menghindari akibat dari kejadian tersebut atas kemampuan Penjual untuk melakukan kewajibannya menurut Perjanjian ini dan untuk mengurangi akibat yang timbul dari kejadian itu, (iii) kejadian dimaksud tidak merupakan akibat langsung atau tidak langsung dari kegagalan Pihak tersebut untuk melakukan setiap kewajibannya menurut Dokumen Proyek, (iv) Pihak tersebut telah memberikan kepada Pihak lainnya pemberitahuan secepat mungkin mengenai terjadinya kejadian tersebut, akibat yang ditimbulkan daripadanya dan tindakan yang telah diambil dengan maksud memenuhi ketentuan Pasal ini.
Contoh Kejadian Force Majeure adalah sebagai berikut: a. Tindakan perang (apakah perang diumumkan atau tidak) atau tindakan musuh umum; b. Kekacauan umum, huru hara, pemberontakan, sabotase, kerusuhan atau demonstrasi dengan kekerasan; c. Ledakan, kebakaran, gempa bumi atau bencana alam lainnya dan Act of God, atau penemuan bahan berbahaya atau benda peninggalan bersejarah di Lokasi; d. Pemogokan atau tindakan lainnya oleh buruh atau pegawai dari: (i) Penjual dan/atau pihak-pihak yang dipekerjakan atau ditunjuk oleh Penjual, (ii) Para Kontraktor atau subkontraktor dari Kontraktor, atau (iii) PLN dan/atau pihakpihak yang dipekerjakan atau ditunjuk oleh PLN yang secara langsung berakibat terhadap kelancaran pengiriman listrik dari Penjual; e. Hanya berlaku bagi Penjual, setiap tindakan atau kelalaian untuk bertindak tanpa alasan yang sah oleh setiap Instansi Pemerintah Republik Indonesia (termasuk setiap tindakan atau kelalaian untuk bertindak tanpa alasan yang sah oleh setiap badan yang diangkat dengan sah dari Instansi Pemerintah), yang mempengaruhi Penjual, Kontraktor atau Proyek, termasuk namun tidak terbatas pada, adanya penolakan atau penundaan, tanpa alasan yang sah atas pemberian suatu izin untuk mana telah diajukan permohonan yang layak dan upaya yang seksama oleh
Universitas Indonesia
Keseimbangan hak..., Yonna Fitriana, FH UI, 2011.
69
pemohon untuk memperolehnya, kegagalan tanpa alasan yang sah untuk tetap atau berlakunya suatu Perizinan, memperpanjang/memperbaharui Perizinan sesuai dengan kondisi yang sama yang pernah diberikan, dan setiap penundaan dalam pengimporan perlengkapan atau barang ke Indonesia sebagai akibat dari suatu tindakan atau kelalaian untuk bertindak tanpa alasan yang sah oleh setiap Instansi Pemerintah Republik Indonesia; f. Hanya berlaku bagi Penjual, pemberlakuan atau penerapan terhadap Penjual, setiap Kontraktor atau Proyek dari setiap Ketentuan Hukum dari Instansi Pemerintah Republik Indonesia yang tidak ada atau tidak berlaku pada Penjual, Kontraktor atau Proyek pada tanggal Perjanjian ini dibuat, atau setiap perubahan atas Ketentuan Hukum dimaksud atau penerapannya oleh suatu Instansi Pemerintah Republik Indonesia sesudah tanggal Perjanjian ini, tetapi tidak termasuk Ketentuan Hukum atau penerapan daripadanya yang berlaku pada tanggal itu yang menurut persyaratan itu telah atau akan diberlakukan dan diterapkan pada Penjual, Kontraktor atau Proyek sesudah tanggal tersebut; dan g. Hanya berlaku bagi Penjual, terjadinya suatu Kejadian Force Majeure Pasokan Batubara.
Pasal Default (Wanprestasi): Wanprestasi dalam Perjanjian ini di bagi menjadi dua (2) peristiwa yaitu Remediable Event (Kejadian Yang Dapat Diperbaiki) dan Non-Remediable Event (Kejadian Yang Tidak Dapat Diperbaiki), baik yang dilakukan oleh Penjual maupun PLN.
a. Remediable Event (Kejadian Yang Dapat Diperbaiki), jika dapat diperbaiki maka perjanjian dilanjutkan lagi seperti kondisi normal dan jika tidak dapat diperbaiki maka berubah menjadi Non-Remediable Event (Kejadian Yang Tidak Dapat Diperbaiki).
Universitas Indonesia
Keseimbangan hak..., Yonna Fitriana, FH UI, 2011.
70
b. Non-Remediable Event (Kejadian Yang Tidak Dapat Diperbaiki) jika dilakukan oleh Penjual maka PLN dapat memilih untuk membeli Proyek dan jika dilakukan oleh PLN maka PLN wajib untuk membeli Proyek tersebut.
Pasal Termination (Pengakhiran): Pengakhiran perjanjian mempunyai akibatakibat sebagai berikut:
a. Sebelum Tanggal Penutupan: PLN berhak atas pembayaran yang diatur di dalam ketentuan mengenai Bank Guarantee;
b. Setelah Tanggal Penutupan sampai Tanggal Operasi Komersial: (i) PLN berhak atas pembayaran yang diatur di dalam ketentuan mengenai Bank Guarantee, (ii) PLN mempunyai opsi untuk membeli Proyek;
c. Setelah Tanggal Operasi Komersial: Dalam hal Seller Non-Remediable Event (Kesalahan Penjual Yang Tidak Dapat Diperbaiki) maka PLN mempunyai opsi untuk membeli Proyek dengan harga jual yang ditentukan dalam Pasal 2.1 Apendiks F;
d. Setelah Tanggal Penutupan: Dalam hal PLN Non-Remediable Event (Kesalahan PLN Yang Tidak Dapat Diperbaiki) maka PLN wajib membeli Proyek dengan harga jual yang ditentukan dalam Pasal 2.2 Apendiks F.
Pasal Representations and Warranties (Pernyataan dan Jaminan): Bahwa para pihak memberikan pernyataan dan jaminan (warranty) kepada satu sama lainnya bahwa para pihak adalah badan hukum yang sah dan tunduk pada hukum dan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, bahwa para pihak tidak dalam proses pengadilan, arbitrase, pailit dan sebagainya dengan pihak ketiga. Intinya, pasal ini melaksanakan asas keseimbangan bahwa para pihak adalah subyek hukum yang cakap, mempunyai itikad baik dan tidak dalam proses hukum. Pasal ini wajib ada
Universitas Indonesia
Keseimbangan hak..., Yonna Fitriana, FH UI, 2011.
71
dalam PPA karena merupakan dasar bagi para pihak untuk mengadakan perikatan jual beli listrik. Pasal Arbitration (Arbitrase): jika perselisihan di antara para pihak tidak dapat diselesaikan dalam waktu tiga puluh (30) hari, maka: a. Perselisihan dilanjutkan ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI); b. Para pihak memiliki waktu tiga puluh (30) hari untuk menunjuk arbiter; c. Kedua arbiter yang telah ditunjuk oleh para pihak harus menunjuk arbiter ketiga yang akan bertindak sebagai ketua panel; d. Jika kedua arbiter tersebut tidak menunjuk arbiter ketiga, maka Sekretaris Jenderal BANI akan menunjuk arbiter ketiga; e. Tempat arbitrase dan hearing (dengar pendapat) diadakan di Jakarta, Indonesia; f. Putusan arbitrase akan terbit dalam waktu seratus delapan puluh (180) hari; g. Para pihak dilarang mengajukan banding setelah putusan arbitrase keluar.
Alasan para pihak memilih BANI karena para pihak sama-sama badan hukum Indonesia dan biayanya lebih murah.
Pasal Assignment (Pengalihan): Pasal ini melarang para pihak untuk menjual, mengalihkan atau dengan cara lain memindahkan hak-haknya atau kewajibankewajibannya dalam suatu atau menurut PPA ini tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Pihak lain. Pasal ini juga merupakan pelaksanaan asas keseimbangan.
4.2 Resiko-Resiko Hukum Dalam Perjanjian Jual Beli Listrik
Resiko-resiko hukum para pihak yang juga mempengaruhi keseimbangan hak dan kewajiban adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Keseimbangan hak..., Yonna Fitriana, FH UI, 2011.
72
1. Resiko perubahan nilai valuta asing ditanggung oleh PLN;
Perubahan nilai valuta asing maksudnya adalah harga baja, harga bahan bakar dan sebagainya tergantung pada harga pasar dunia yang menggunakan valuta asing yaitu Dollar Amerika Serikat. Jika nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat stabil, maka PLN tidak mengalami masalah besar. Namun jika nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat turun drastis maka PLN yang menanggung resiko kenaikan harga baja, harga bahan bakar dan sebagainya.
2. Resiko pasokan bahan bakar ditanggung oleh PLN;
Pasokan bahan bakar untuk mengoperasikan unit pembangkit tenaga listrik ditanggung oleh PLN yaitu PLN wajib memastikan bahwa pasokan bahan bakar dan akses pengiriman bahan bakar mencukupi kebutuhan selama periode tertentu. Resiko kenaikan harga bahan bakar (batubara) juga ditanggung oeh PLN dengan sistem pass-through sehingga berapapun kenaikan harga batubara, maka selisih antara harga semula dengan harga baru menjadi resiko dan beban PLN.
3. Resiko Konstruksi ditanggung oleh Penjual;
Seperti yang telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya, periode konstruksi adalah periode di mana hanya Penjual yang menanggung resiko sesuai Perjanjian, sedangkan PLN tidak menanggung resiko dalam periode ini (kecuali terjadi Government’s Force Majeure atau terjadi PLN’s non remediable event), sehingga dapat dikatakan bahwa Penjual menanggung resiko sepenuhnya dalam periode konstruksi. Resiko yang dimaksud adalah resiko pada saat konstruksi pembangkit tenaga listrik dilakukan sejak tahap awal yang memerlukan biaya yang banyak dan Penjual belum mendapatkan keuntungan apapun, jadi Penjual harus memastikan bahwa dana untuk pembiayaan konstruksi baik dari investor maupun dari kreditur telah tersedia. Kemudian Penjual harus menyelesaikan konstruksi
Universitas Indonesia
Keseimbangan hak..., Yonna Fitriana, FH UI, 2011.
73
tepat waktu dan memastikan pembangkit dapat beroperasi sesuai ketentuan teknis ketenagalistrikan yang berlaku di Indonesia agar pembangkit dapat beroperasi secara komersial.
4. Resiko Pembiayaan ditanggung oleh Penjual;
Penjual menanggung resiko pembiayaan yaitu jika setelah Penjual memenangkan tender di PLN, maka Penjual perlu memastikan bahwa dirinya memiliki cukup modal dan teknologi yang telah mendapatkan komitmen dari kreditur yang bersedia membiayai pembangunan pembangkit tenaga listrik dan kemudian menjual listrik tersebut kepada PLN.
5. Resiko Jaminan ditanggung oleh Penjual;
Sebagaimana penjelasan pada poin nomor 4 di atas, Penjual menanggung resiko pembiayaan dan berikut pula menanggung resiko jaminannya. Bentuk jaminan yang lazim digunakan dalam transaksi perjanjian jual beli listrik adalah jaminan pembiayaan atas proyek (project financing) yang merupakan proyek yang dimiliki oleh Penjual selain bentuk-bentuk jaminan yang lazim diberikan dalam pembiayaan proyek.
6. Resiko Operasi Pembangkit ditanggung oleh Penjual.
Setelah pembangkit selesai dibangun dan diuji coba (komisioning), maka pembangkit akan dapat beroperasi secara komersial dengan menjual listrik yang dihasilkan kepada PLN. Pada periode ini, yaitu periode operation and maintenance, Penjual wajib melakukan upaya dengan sebaik-baiknya untuk mengoperasikan dan memelihara kelangsungan pembangkit agar pembangkit dapat menghasilkan listrik terus menerus tanpa gangguan berarti. Dalam beberapa proyek IPP, biasanya Penjual mengadakan perjanjian operasi dan pemeliharaan
Universitas Indonesia
Keseimbangan hak..., Yonna Fitriana, FH UI, 2011.
74
dengan pihak ketiga yaitu Operator Pengoperasian dan Pemeliharaan (O&M Operator). Penunjukan O&M Operator harus melalui mendapatkan persetujuan dari PLN.
Jika melihat keadaan di atas, maka Penjual menanggung empat (4) resiko dan PLN menanggung dua (2) resiko. Sehingga jika dilihat secara linear akan ditemukan adanya ketidakseimbangan pada hak dan kewajiban para pihak dalam Perjanjian Jual Beli Listrik.
4.3 Analisis Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Listrik
Dari sudut pandang hukum perdata, Perjanjian Jual Beli Listrik merupakan perjanjian jual beli yang diatur dalam Buku III, Bab V, Bagian Kesatu, Pasal 1457 tentang Jual Beli.11
Pelaksanaan perjanjian jual beli listrik (PPA) berarti para pihak harus menanggung resiko-resiko hukum dalam jangka waktu tertentu.
PLN harus menanggung resiko perubahan nilai valuta asing dan resiko pasokan bahan bakar dalam kurun waktu lebih kurang 30 tahun lamanya. Resiko perubahan nilai valuta asing berhubungan dengan kewajiban PLN yaitu membayar listrik yang telah dikirim oleh Penjual sesuai jumlah dan harga yang disepakati. Harga yang harus dibayar adalah dalam cent Dollar Amerika Serikat, jika terjadi perubahan kurs valuta asing yang melemahkan Rupiah, ini berarti PLN harus membayar harga listrik lebih mahal daripada situasi normal (kurs valuta asing stabil). Mahalnya harga listrik yang dibayar berpengaruh pada kemampuan membayar PLN dan jika PLN tidak mampu membayar dan dianggap telah masuk ke kondisi PLN 11
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh Prof R. Subekti, S,H. Dan R. Tjitrosudibio, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1996), Pasal 1457: “Jual-beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.
Universitas Indonesia
Keseimbangan hak..., Yonna Fitriana, FH UI, 2011.
75
Non-Remediable Event maka PLN wajib membeli pembangkit listrik yang sudah dibangun oleh Penjual. Membeli pembangkit listrik dengan jumlah uang yang sangat mahal dan melampaui kemampuan finansial PLN dapat membawa PLN kepada ancaman bangkrut atau menjadi dasar bagi Penjual untuk membawa permasalahan ini ke forum arbitrase yang berarti tambahan biaya lagi bagi PLN. Hal ini dapat membuat PLN menuju kepada ancaman pailit, membuat para direksi dan komisaris PLN diperiksa oleh pihak berwenang karena disinyalir telah merugikan keuangan negara. Kemudian resiko pasokan bahan bakar adalah pembangkit listrik harus terus menerus memperoleh pasokan bahan bakar, jika pasokan ini berkurang jumlahnya atau terlambat pengirimannya dapat mempengaruhi kelancaran jual beli listrik karena listrik adalah sesuatu yang harus terus dihantarkan Penjual kepada PLN tanpa terputus dan kemudian PLN menjualnya kepada masyarakat. Kekurangan pasokan bahan bakar baik karena keterlambatan pengiriman, kekurangan pasokan dan kenaikan harga bahan bakar dapat menimbulkan masalah bagi PLN yaitu digugat oleh masyarakat sebagai konsumen karena terjadi pemadaman bergilir. Inti dari paragraf ini adalah menginformasikan kepada PLN mengenai resiko-resiko hukum apa saja yang akan ditanggung agar PLN terhindar dari tuntutan ganti rugi dan gugatan ke forum penyelesaian perselisihan yang dilakukan oleh Penjual, investor dan/atau kreditur serta masyarakat sebagai konsumen.
Penjual harus menanggung resiko konstruksi, pembiayaan, jaminan dan operasi-pemeliharaan pembangkit tenaga listrik selama lebih kurang 4 sampai 5 tahun lamanya. Pada periode konstruksi, Penjual harus mengeluarkan biaya yang sangat besar sedangkan Penjual belum bisa menjual listrik dan memperoleh pembayaran listrik dari PLN. Mengingat resiko harus mengeluarkan uang dalam jumlah banyak ini maka Penjual sudah harus memperoleh kekuatan finansial yang kuat baik itu diperoleh dari investor dan/atau kreditur agar Penjual dapat menyelesaikan kewajibannya tepat waktu.
Universitas Indonesia
Keseimbangan hak..., Yonna Fitriana, FH UI, 2011.
76
Menurut UU No. 15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang No. 30 tahun 2009, PT. PLN (Persero) adalah Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan untuk melaksanakan kewajibannya sebagai penyedia tenaga listrik bagi rakyat Indonesia.
Kebutuhan listrik nasional menurut Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2010-2019 adalah rata-rata pertumbuhan kelistrikan nasional dalam sepuluh tahun ke depan diperkirakan sebesar 9,2 % per tahunnya. Jika dilihat berdasarkan daerah operasi, maka angka pertumbuhan kelistrikan di Jawa Bali diprediksi sebesar 8,97 % per tahun, Indonesia Barat 10,2 % per tahun dan Indonesia Timur mencapai 10,6 % per tahun. Sementara itu, penambahan pembangkit listrik untuk seluruh Indonesia sampai dengan 2019 diperkirakan mencapai 55.484 MW, dengan rata-rata penambahan pembangkit per tahunnya sebesar 5.500 MW. Sebagian besar penambahan pembangkit berasal dari PLTU. Dari total penambahan pembangkit ini, 31.958 MW berasal dari pembangkit PLN dan 23.525 MW berasal dai IPP (Independent Power Producer). Penambahan pembangkit terbesar dalam sepuluh tahun ke depan berada di wilayah operasi Jawa Bali yang mencapai 36.222 MW, disusul Indonesia Barat 12.365 MW dan Indonesia Timur 6.896 MW dengan perkiraan jumlah biaya sebesar USD 97,1 milyar atau rata-rata USD 9,7 milyar per tahunnya 12.
Berdasarkan data-data di atas, Indonesia memerlukan investasi yang akan membiayai proyek pembangkit tenaga listrik selama kurun waktu sepuluh (10) tahun ke depan sehingga perlu daya dukung seperti peraturan perundang-undangan yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan investasi, perpajakan, pembentukan perusahaan perseroan terbatas dan sebagainya agar investor dan kreditur tertarik untuk memberikan dana dalam rangka membiayai pembangunan pembangkit tenaga listrik di Indonesia. 12
“PLN Luncurkan RUPTL 2010-2019, http://www.esdm.go.id/berita/listrik/39-listrik/3727-plnluncurkan-ruptl-2010-2019.html, diunduh 3 Desember 2010.
Universitas Indonesia
Keseimbangan hak..., Yonna Fitriana, FH UI, 2011.
77
PLN harus teliti saat memilih calon Penjual yang akan menjadi pihak dalam PPA yaitu apakah calon Penjual mampu secara finansial, teknis dan Sebelum ikut serta dalam tender yang diadakan oleh PT. PLN (Persero), Penjual lazimnya sudah mengadakan hubungan kerjasama atau komitmen dengan investor dan kreditur yang akan memberikan pembiayaan untuk pembangunan pembangkit tenaga listrik, karena kekuatan finansial merupakan salah satu pertimbangan PLN dalam memilih peserta tender sebagai pemenang. Pemenang tender ini yang (apabila menang lelang/terpilih) akan menjadi pihak Penjual dalam Perjanjian Jual Beli Listrik.
Jangka waktu resiko yang harus ditanggung oleh para pihak turut mempengaruhi keseimbangan hak dan kewajiban para pihak yaitu Penjual menanggung resiko pada tahap financing yang jangka waktunya adalah 1 tahun, tahap mobilization yang jangka waktunya lazimnya adalah 3 bulan dan tahap construction yang jangka waktunya antara 30 (tiga puluh) bulan sampai dengan 48 (empat puluh delapan) bulan tergantung kapasitas pembangkit yang akan dibangun, total jangka waktu lamanya resiko yang ditanggung oleh Penjual adalah sekitar 4 sampai 5 tahun. Sedangkan PLN harus menanggung resiko (yaitu resiko membayar harga jual listrik tepat waktu dan tepat jumlah, resiko perubahan nilai tukar valuta asing dengan Rupiah, resiko kenaikan bahan bakar/batubara dan suku cadang dan resiko lainnya yang mungkin timbul dalam masa operasi komersial) pada tahap operasional selama tiga puluh (30) tahun. Jika dilihat dari rentang jangka waktu resiko yang harus ditanggung maka terlihat tidak ada keseimbangan hak dan kewajiban para pihak dalam Perjanjian Jual Beli Listrik.
Alokasi resiko yang disepakati para pihak dalam Perjanjian Jual Beli Listrik merupakan pilihan yang secara ”terpaksa” diterima oleh PLN mengingat secara kekuatan finansial pihak Penjual (yang selama ini berasal dari negara industri seperti Amerika Serikat, Jepang dan negara-negara Eropa) sehingga PLN sebagai pihak yang akan membeli listrik terpaksa menyetujui ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian Jual Beli Listrik yang lebih ”menguntungkan dan mengamankan” Penjual. Cerita akan
Universitas Indonesia
Keseimbangan hak..., Yonna Fitriana, FH UI, 2011.
78
jauh berbeda jika PLN dengan keuangan yang kuat membangun pembangkit tenaga listrik dengan pembiayaan sendiri sehingga leluasa menetapkan resiko apa saja yang akan diterima dan ditanggung oleh PLN. Namun yang terjadi adalah PLN harus ”terikat” dengan skema perjanjian jual beli listrik ini.
Universitas Indonesia
Keseimbangan hak..., Yonna Fitriana, FH UI, 2011.