BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1 Konsep Skizofrenia Paranoid 1.1 Pengertian Skizofrenia Paranoid Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar membingungkan dan menyimpan banyak tanda tanya (teka-teki). Kadangkala skizofrenia dapat berpikir dan berkomunikasi dengan jelas, memiliki pandangan yang tepat dan berfungsi secara baik dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada saat yang lain, pemikiran dan kata-kata terbalik, mereka kehilangan sentuhan dan mereka tidak mampu memelihara diri mereka sendiri (Nolen, 2004). Skizofrenia merupakan sindrom klinis yang paling membingungkan dan melumpuhkan. Skizofrenia merupakan gangguan psikologis yang paling berhubungan dengan pandangan populer tentang gila atau sakit mental. Hal ini sering menimbulkan rasa takut, kesalahpahaman, dan penghukuman, bukannya simpati dan perhatian. Skizofrenia menyerang jati diri seseorang, memutus hubungan yang erat antara pemikiran dan perasaan serta mengisinya dengan persepsi yang terganggu, ide yang salah, dan konsepsi yang tidak logis. Mereka mungkin berbicara dengan nada yang mendatar dan menunjukkan sedikit ekspresi (Greene, 2003). Menurut Tubagus, skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yang berarti jiwa yang retak (skizos artinya retak dan freenas artinya jiwa). Jiwa manusia terdiri dari 3 unsur yaitu perasaan, kemauan dan perilaku (Erwin, 2002). Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai
8 Universitas Sumatera Utara
9 fungsi
individu,
termasuk
berpikir
dan
berkomunikasi,
menerima
dan
menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan perilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial (Isaac, 2005). 1.2 Gejala-Gejala Skizofrenia Paranoid Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu: 1. Gejala positif a. Delusi atau waham Suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara objektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya. b. Halusinasi Pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya penderita mendengar suara-suara/ bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara/ bisikan itu. c. Kekacauan alam pikiran Dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya. d.Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan. e. Merasa dirinya ”Orang Besar”, merasa serba mampu dan sejenisnya. f. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya. g. Menyimpan rasa permusuhan.
Universitas Sumatera Utara
10 2. Gejala negatif a. Alam perasaan (affect) ”tumpul” dan ”mendatar” Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi. b. Menarik diri atau mengasingkan diri, tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain dan suka melamun. c. Kontak emosional amat sedikit, sukar diajak bicara dan pendiam. d. Pasif dan apatis serta menarik diri dari pergaulan sosial. e. Sulit dalam berpikir nyata. f. Pola pikir steorotip. g. Tidak ada/ kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif. 1.3 Faktor Resiko Skizofrenia Paranoid Faktor resiko skizofrenia adalah sebagai berikut: 1. Riwayat skizofrenia dalam keluarga 2. Kembar identik Kembar identik memiliki risiko skizofrenia 50%, walaupun gen mereka identik 100% (Videbeck, 2008). 3. Struktur otak abnormal Dengan perkembangan teknik pencitraan teknik noninvasif, seperti CT scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI), dan Positron Emission Tomography (PET) dalam 25 tahun terakhir, para ilmuwan meneliti struktur otak dan aktivitas otak individu penderita skizofrenia. Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita skizofrenia memiliki jaringan otak yang relatif lebih sedikit (Carpenter, 2000).
Universitas Sumatera Utara
11 4. Sosiokultural Lingkungan sosial individu dengan skizofrenia di negara-negara berkembang mungkin menfasilitasi dan memulihkan (recovery) dengan lebih baik daripada di negara maju (Jenkins, 2003). Di negara berkembang, terdapat jaringan keluarga yang lebih luas dan lebih dekat disekeliling orang-orang dengan skizofrenia dan menyediakan lebih banyak kepedulian terhadap penderita. Keluarga-keluarga di beberapa negara berkembang lebih sedikit melakukan tindakan permusuhan, mengkritik, dan sangat terlibat jika dibandingkan dengan keluargakeluarga di beberapa negara-negara maju. Hal ini mungkin membantu jumlah atau tingkat kekambuhan dari anggota-anggota keluarga penderita skizofrenia. 5. Tampilan emosi Sejumlah penelitian menunjukkan orang-orang dengan skizofrenia yang keluarganya
tinggi
dalam
mengekspresikan
emosi,
lebih
besar
kemungkinannya untuk menderita kekambuhan psikosis daripada mereka yang keluarganya sedikit atau kurang mengekspresikan emosi (Hooley, 2000). 1.4 Terapi Skizofrenia Paranoid 1. Farmakoterapi 2. ECT (Electro Convulsive Therapy) 3. Terapi Koma Insulin 4. Psikoterapi (Maramis, 2005)
Universitas Sumatera Utara
12 2. Konsep Keluarga 2.1 Defenisi Keluarga Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan seseorang. Keluarga yang lengkap dan fungsional serta mampu membentuk homeostasis akan dapat meningkatkan kesehatan mental para anggota keluarga dan kemungkinan dapat meningkatkan ketahanan para anggota keluarganya dari adanya gangguan-gangguan mental dan ketidakstabilan emosional anggota keluarganya. Usaha kesehatan mental sebaiknya dan seharusnya dimulai dari keluarga. Karena itu perhatian utama dalam kesehatan mental adalah menggarap keluarga agar dapat memberikan iklim yang kondusif bagi anggota keluarganya yang mengalami gangguan kesehatan mental (Notosoedirdjo, 2005). Keluarga sebagai sistem sosial yang terdiri dua orang atau lebih yang hidup bersama dan memiliki ikatan emosional yang kuat, interaksi yang regular, dan berbagai kekhawatiran dan tanggung jawab (Isaacs, 2005). 2.2 Tipe Keluarga Tipe keluarga dikelompokkan menjadi enam bagian yaitu : a. Keluarga Inti (nuclear family) terdiri dari suami, istri, dan anak-anak, baik karena kelahiran maupun adopsi. b. Keluarga Besar (extended family) terdiri dari keluarga inti ditambah keluarga yang lain misalnya kakek, nenek, paman, bibi, sepupu termasuk keluarga modern, seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan sejenis. c. Keluarga Berantai (social family) keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali.
Universitas Sumatera Utara
13 d. Keluarga asal (family of origin) merupakan satu unit keluarga tempat asal seseorang dilahirkan. e. Keluarga
Komposit
(composite
family)
adalah
keluarga
dari
perkawinan poligami dan hidup bersama. f. Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan menurut ikatan perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan. Sedangkan keluarga nontradisional tidak diikat oleh perkawinan (Sudiharto, 2007). 3. Konsep Dukungan Sosial Keluarga Dukungan adalah memberi spirit dan psiko adalah jiwa (Bambang, 2000). Dukungan keluarga adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan memperhatikannya (Setiadi, 2007). Hawari (2001) dukungan sosial merupakan terapi yang bertujuan untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi agar yang bersangkutan dapat kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sosial. Cohen dan Mc Kay, (1984) dalam Niven, (2000) bahwa komponenkomponen dukungan sosial keluarga adalah sebagai berikut : 1. Dukungan Emosional Dukungan emosional memberikan pasien nyaman, merasa dicintai meskipun saat mengalami suatu masalah, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat kepada pasien yang dirawat di
Universitas Sumatera Utara
14 rumah atau rumah sakit jiwa. Jenis dukungan bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi atau ekspresi. Yang termasuk dukungan emosional ini adalah ekspresi dari empati, kepedulian, dan perhatian kepada individu. Memberikan individu perasaan yang nyaman, rasa memiliki dan merasa dicintai saat mengalami masalah, bantuan dalam bentuk semangat, kehangatan personal, cinta, dan emosi. Jika stres mengurangi perasaan seseorang akan hal yang dimiliki dan dicintai maka dukungan dapat menggantikannya sehingga akan dapat menguatkan kembali perasaan dicintai tersebut. Apabila dibiarkan terus menerus dan tidak terkontrol maka akan berakibat hilangnya harga diri. 2. Dukungan Pengharapan Dukungan pengharapan merupakan dukungan berupa dorongan dan motivasi yang diberikan keluarga kepada pasien. Dukungan ini merupakan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian positif terhadap individu. Pasien mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi penghargaan positif keluarga kepada pasien, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan pasien. Dukungan keluarga ini dapat membantu meningkatkan strategi koping pasien dengan strategi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek positif. Dalam dukungan pengharapan, kelompok dukungan dapat mempengaruhi persepsi pasien akan ancaman. Dukungan keluarga dapat membantu pasien mengatasi masalah dan mendefinisikan kembali situasi tersebut sebagai ancaman kecil dan
Universitas Sumatera Utara
15 keluarga bertindak sebagai pembimbing dengan memberikan umpan balik dan mampu membangun harga diri pasien. 3. Dukungan Nyata Dukungan ini meliputi penyedian dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dengan menyediakan dana untuk biaya pengobatan, dan material berupa bantuan nyata (Instrumental Support/Material Support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah kritis, termasuk didalamnya bantuan langsung seperti saat seseorang membantu pekerjaan sehari-hari, menyediakan informasi dan fasilitas, menjaga dan merawat saat sakit serta dapat membantu menyelesaikan masalah. Pada dukungan nyata, keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis. Meskipun sebenarnya, setiap orang dengan sumber-sumber yang tercukupi dapat memberi dukungan dalam bentuk uang atau perhatian yang bertujuan untuk proses pengobatan. Akan tetapi, dukungan nyata akan lebih efektif bila dihargai oleh penerima dengan tepat. Pemberian dukungan nyata yang berakibat pada perasaan ketidakadekuatan dan perasaan berhutang, malah akan menambah stres individu. 4. Dukungan Informasi Dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah yang dihadapi pasien di rumah atau rumah sakit jiwa, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik terhadap apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan tempat,
Universitas Sumatera Utara
16 dokter, dan terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stressor. Pada dukungan informasi, keluarga sebagai penghimpun informasi dan pemberi informasi. Pemberian asuhan keperawatan dan terapi saja kepada pasien skizofrenia paranoid ternyata tidak cukup, tetapi peran keluarga untuk memberikan dukungan sosial merupakan kunci utama. Kuntjoro (2002) memberi contoh nyata yaitu bila ada seseorang yang sakit dan terpaksa dirawat di rumah sakit, maka sanak saudara ataupun teman-teman biasanya datang berkunjung. Dengan kunjungan tersebut maka orang yang sakit tentu merasa mendapat dukungan sosial. Dukungan sosial (social support) didefinisikan oleh Gottlieb (dalam Kuntjoro 2002) sebagai informasi verbal atau nonverbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Pendapat senada dikemukakan juga oleh Sarason (dalam Kuntjoro 2002) yang mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan menghargai dan menyayangi kita. Dalam hal ini pasien skizofrenia paranoid yang memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapatkan saran atau kesan yang menyenangkan. Kurangnya perhatian dan dukungan dari lingkungan sosial dapat menimbulkan konflik atau keguncangan atau kecemasan sehingga mempengaruhi proses penyembuhan pasien dan juga mempengaruhi lamanya pengobatan (Darsana, 2009).
Universitas Sumatera Utara
17 4. Konsep Kekambuhan 4.1 Defenisi Kekambuhan Kekambuhan merupakan keadaan pasien dimana muncul gejala yang sama seperti sebelumnya dan mengakibatkan pasien harus dirawat kembali (Andri, 2008). Keadaan sekitar atau lingkungan yang penuh stres dapat memicu pada orang-orang yang mudah terkena depresi, dimana dapat ditemukan bahwa orangorang yang mengalami kekambuhan lebih besar kemungkinannya daripada orangorang yang tidak mengalami kejadian-kejadian buruk dalam kehidupan mereka. 4.2 Faktor- Faktor Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid Pasien dengan diagnosa skizofrenia diperkirakan akan kambuh 50 % pada tahun pertama, 70% pada tahun kedua (Sullinger, 1988) dan 100% pada tahun kelima setelah pulang dari rumah sakit (Carson & Ross, 1987). Menurut Sullinger (1988 dalam Keliat, 1996) ada 4 faktor penyebab pasien kambuh dan perlu dirawat kembali di rumah sakit jiwa, yaitu : a. Pasien Secara umum bahwa pasien yang minum obat secara tidak teratur mempunyai
kecenderungan
untuk
kambuh.
Hasil
penelitian
menunjukkan 25% sampai 50% pasien skizofrenia yang pulang dari rumah sakit jiwa tidak memakan obat secara teratur (Appleton, dalam Keliat 1996). Pasien kronis, khususnya skizofrenia sukar mengikuti aturan
minum
obat
karena
adanya
gangguan
realitas
dan
ketidakmampuan mengambil keputusan. Di rumah sakit perawat bertanggung jawab dalam pemberian atau pemantauan pemberian obat sedangkan di rumah tugas perawat digantikan oleh keluarga.
Universitas Sumatera Utara
18 b. Dokter Minum obat yang teratur dapat mengurangi kekambuhan, namun pemakaian obat neuroleptik yang lama dapat menimbulkan efek samping yang mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol. Pemberian obat oleh dokter diharapkan sesuai dengan dosis terapeutik sehingga dapat mencegah kekambuhan. c. Penanggung Jawab Pasien (Case Manager) Setelah pasien pulang ke rumah, maka penanggung jawab kasus mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk bertemu dengan pasien, sehingga dapat mengidentifikasi gejala dini pasien dan segera mengambil tindakan. d. Keluarga Ekspresi emosi yang tinggi dari keluarga diperkirakan menyebabkan kekambuhan yang tinggi pada pasien. Hal lain adalah pasien mudah dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam proses perawatan di rumah sakit jiwa, persiapan pulang dan perawatan di rumah agar adaptasi klien berjalan dengan baik. Kualitas dan efektifitas perilaku keluarga akan membantu proses pemulihan kesehatan pasien sehingga status kesehatan pasien meningkat.
Universitas Sumatera Utara