11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pemberdayaan Pemberdayaan pada hakikatnya merupakan sebuah konsep yang fokusnya adalah hal kekuasaan. Pemberdayaan secara subtansial merupakan proses memutus atau breakdown dari hubungan antara subyek dan obyek. Proses ini mementingkan pengakuan subyek akan kemampuan atau daya (power) yang dimiliki obyek. Secara garis besar, proses ini melihat pentingnya mengalirnya daya dari subyek ke obyek. Hasil akhir dari proses pemberdayaan adalah beralihnya fungsi individu yang semula obyek menjadi subyek (yang baru), sehingga realisasi sosial yang ada nantinya hanya akan dicirikan dengan realisasi antarsubyek dengan subyek yang lain (Vidhyandika 1996:135). Pemberdayaan pada
intinya
adalah
pemanusiaan.
Menurut
Tjandraningsih(1996:3),
pemberdayaan mengutamakan usaha sendiri dari orang yang diberdayakan untuk meraih keberdayaannya. Oleh karena itu pemberdayaan sangat jauh dari konotasi ketergantungan. Dalam studi dan teori tentang pembangunan dan kemiskinan, pemberdayaan merupakan istilah yang relatif baru. Di tengah pengaruh kuat teori modernisasi, kegagalan pembangunan, keterlambatan sekelompok masyarakat merespon kemajuan dan masih merebaknya persoalan kemiskinan cenderung hanya dicari dan bersumber dari kesalahan mental dan nilai-nilai kebudayaan yang dianut oleh sekelompok orang miskin itu sendiri.
11
12
Gejala kemiskinan di kota erat kaitannya dengan langkanya peluang kerja yang produktif (Friedmann, 1981 : 129). Penduduk, baik pendatang desa-kota maupun penduduk kota yang baru masuk angkatan kerja, dengan kemampuan yang ada menciptakan kesempatan kerja dengan memanfaatkan kehidupan kota (Effendi, 1983). Dalam banyak kasus penghasilan mereka hanya dapat digunakan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari (Evers 1980: Sri-Edi Swasono dkk.,1986) meskipun mereka telah bekerja keras. Jadi, dapat dikatakan bahwa kemiskinan lebih disebabkan oleh keadaan ekonomi daripada kebudayaan kemiskinan. Oleh karena itu, untuk mengurangi kemiskinan perlu dipikirkan konsep yang dapat membantu menumbuhkan kemampuan ekonomi daripada perbaikan kondisi lingkungan. Pemberdayaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah upaya membuat
sesuatu
berkemampuan
atau
berkekuatan.
Itu
berarti
bahwa
pemberdayaan keluarga merupakan upaya untuk memandirikan keluarga, lewat perwujudan potensi kemampuan yang dimiliki keluarga. Dengan demikian, pada setiap upaya pemberdayaan keluarga baik yang dilakukan oleh pemerintah dan institusi semacam Lembaga Swadaya Masyarakat atau swasta yang peduli pada pemberdayaan keluarga harus dipandang sebagai sebuah pemacu untuk menggerakkan kegiatan ekonomi keluarga. Dalam kerangka pemikiran demikian, upaya pemberdayaan dapat dilihat dari tiga sisi. Pertama, pemberdayaan dengan menciptakan suasana atau atau iklim yang memungkinkan potensi keluarga berkembang. Artinya, setiap anggota keluarga dapat secara alamiah memiliki potensi yang dapat dikembangkan menuju
13
kehidupan yang lebih baik. Kedua, pemberdayaan dilakukan untuk memperkuat potensi ekonomi atau daya yang dimiliki keluarga. Dalam rangka memperkuat potensi ini, upaya yang perlu dilakukan adalah peningkatan taraf pendidikan, derajat kesehatan, dan akses terhadap sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Ketiga, pemberdayaan melalui pengembangan ekonomi keluarga berarti berupaya melindungi untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta menciptakan kebersamaan dan kemitraan antara yang sudah maju dengan yang belum berkembang (Warta Demografi, 1997) Kartasasmita
(1996)
mengemukakan
pendapatnya
bahwa
upaya
pemberdayaan rakyat harus dilakukan melalui tiga cara. Pertama, menciptakan suasana dan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang. Kondisi ini berdasarkan asumsi bahwa setiap individu dan masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Hakikat kemandirian dan dan keberdayaan rakyat adalah keyakinan bahwa rakyat memiliki potensi untuk mengorganisasikan dirinya sendiri dan potensi kemandirian individu perlu diberdayakan. Proses pemberdayaan rakyat berakar kuat pada proses kemandirian kemandirian setiap individu yang kemudian meluas ke keluarga, serta kelompok masyarakat baik di tingkat lokal maupun nasional. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh rakyat dengan menerapkan langkah-langkah nyata, menampung berbagai masukan, menyediakan prasarana dan sarana, baik fisik maupun sosial yang dapat diakses oleh masyarakat lapisan bawah. Ketiga, memberdayakan rakyat dalam arti melindungi yang lemah dan membela kepentingan masyarakat
14
lemah. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah jangan sampai yang lemah makin terpinggirkan dalam menghadapi yang kuat. Di mata Kartasasmita, pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Peran program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui bantuan dana yang dapat diciptakan dari kegiatan sosial ekonomi dengan menganut beberapa prinsip sebagai berikut : 1. Mudah diterima dan didayagunakan oleh masyarakat kelompok sasaran (acceptable). 2. Dikelola
oleh
masyarakat
secara
terbuka
dan
dapat
dipertanggungjawabkan (accountable). 3. Memberikan pendapatan yang memadai dan mendidik masyarakat untuk mengelola kegiatan secara ekonomis (profitable). 4. Hasilnya dapat dilestarikan oleh masyarakat (sustainable). 5. Pengelolaan dana dan pelestarian hasil dapat dengan mudah digulirkan dan dikembangkan oleh masyarakat dalam lingkup yang lebih luas (replicable). (Gunawan Sumodiningrat, 1999). Sumodiningrat (1999) juga mengemukakan indikator keberhasilan yang dipakai untuk mengukur pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang mencakup : 1. Berkurangnya jumlah penduduk miskin 2. Berkembangnya
usaha
peningkatan
pendapatan
yang
dilakukan
penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia
15
3. Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin dilingkungannya 4. Meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok, serta makin luasnya interaksi sosial dengan kelompok lain Meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai dengan peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.
2.2 Konsep Pemberdayaan Yayasan Damandiri Untuk mengetahui realisasi dari suatu program pemberdayaan yang telah berjalan sekian tahun, berikut ini dikemukakan keberadaan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri dan munculnya program Pundi Kencana.
2.2.1 Sekilas Sejarah Berdirinya Yayasan Dana Sejahtera Mandiri Berawal dari pertemuan Jimbaran pada tanggal 25-27 Agustus 1995 dimana 100 pengusaha hadir dalam “Sarasehan Pembudayaan Pancasila bagi Pelaku Ekinomi Nasional”. Dari pertemuan tersebut lahir “Deklarasi Bali” (pers kemudian menyebutnya sebagai ‘Deklarasi Jimbaran’) dimana beberapa butir yang dapat dicatat yang langsung maupun tidak langsung menyentuh pemberdayaan ekonomi keluarga, adalah perlunya menggalang rasa setia kawan
16
antar pelaku ekonomi : BUMN, koperasi, dunia usaha swasta nasional, serta antara usaha besar, menengah dan kecil. Melalui Deklarasi Bali ini para pengusaha mencoba untuk memperlihatkan tanggung jawab sosial. Kemudian Menteri Negara Kependudukan/Kepala BKKBN Haryono Suyono (saat itu) menghadap Presiden Soeharto untuk melaporkan tentang kemungkinan mengawinkan Deklarasi Bali dengan program peningkatan penanggulangan kemiskinan melalui Pembangunan Keluarga Sejahtera. Bentuk “unjuk kepedulian” peserta sarasehan untuk membantu keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera semakin diperluas. Semula mereka akan menghimpun dana di kalangan intern yang besarnya 2 persen dari laba bersih (laba setelah dikurangi pajak penghasilan). Inisiatip itu terwujud dan mendapatkan landasan yang lebih kuat dengan keluarnya Keputusan Presiden No. 90 Tahun 1995 yang diundangkan tanggal 30 Desember 1995 . Melalui Keppres itu semua wajib pajak badan maupun wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan bersihnya Rp 100 juta ke atas atau Rp 8,3 juta sebulan, diminta membantu. Ini berarti bantuan tidak hanya terbatas dari kalangan pengusaha Kelompok Jimbaran, tetapi kian meluas. Sejalan dengan kesepakatan Jimbaran, isi dari Keppres No. 90 pasal 2 ayat (1) meminta agar wajib pajak badan maupun orang pribadi agar dapat membantu setinggi-tingginya 2 persen dari laba atau penghasilan bersih setelah dikurangi Pajak penghasilan, untuk pembinaan keluarga Pra-Sejahtera dan sejahtera I.
17
Bantuan tersebut, demikian isi pada pasal yang sama ayat (20), diberikan kepada Yayasan yang dibentuk khusus untuk mengelola bantuan tersebut, bersamaan waktunya dengan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan 1995 ayat (3). Apabila jumlah seperti dimaksud diambil dari bagian dividen atau sejenisnya yang merupakan obyek Pajak Penghasilan bagi penerimanya, maka penghasilan yang diperhitungkan sebagai obyek Pajak Penghasilan tidak termasuk jumlah yang diberikan sebagai bantuan pembinaan keluarga Pra-Sejahtera dan Sejahtera I (ayat 4). Yayasan itu bernama Yayasan Dana Sejahtera Mandiri disingkat YSDM atau Yamandiri. Acara penandatanganan tersebut berlangsung di kediaman Jalan Cendana
Jakarta,
dihadapan
notaris
Kusbiono
Sarmanhadi.
Yayasan
menempatkan Preiden Soeharto sebagai Ketua, didampingi Haryono Suyono (Wakil Ketua I), Soedono Salim (Wakil Ketua II) Sudwikatmono (Wakil Ketua III); Subiakto Tjakrawerdaya (Sekretaris), Fuad Bawazier (Wakil sekretaris); Bambang Trihatmodjo (Bendahara). Yayasan Dana Sejahtera Mandiri berazaskan Pancasila dan berlandaskan UUD 1945, serta menjadi wadah bagi masyarakat untuk bergotong royong dan bermitra usaha guna mewujudkan tingkat kesejahteraan sejati dan taraf hidup mandiri dari para keluarga yang kini tergolong Pra sejahtera dan Sejahtera I.. Yayasan akan mengelola bantuan yang diperoleh dari wajib pajak Badan maupun wajib pajak Pribadi berdasarkan Keppres No.90/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Bantuan Yang diberikan untuk Pembinaan Keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I.
18
2.2 .1 Pengembangan PUNDI Pada awalnya yayasan memberi bantuan bagi kegiatan Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA) yang kemudian menjadi Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS). Adapun bentuk bantuan atau kredit yang diberikan antara lain berupa Tabungan Keluarga Sejahtera (Takesra) dan Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (Kukesra), Pengentasan Kemiskinan (Taskin), Kredit Taskin Pundi, Pundi Kencana, Kukesra Mandiri, dan Kredit Sudara. Kemudian dikembangkan inovasi untuk mendekatkan sasaran kepada akses perbankan dengan diluncurkannya Program pembinaan dan Dukungan Kredit Pundi. Dukungan ini sifatnya menjemput bola dimana para nasabah dilayani di tempat masing-masing. Pelaksanaan dan bunga Bank tidak lagi disubsidi, tetapi sesuai dengan keadaan pasar yang sedang bersaing.
2.2.2 Dasar Pemikiran Dua program yang pertama, yaitu Takesra dan Kukesra serta Gerdu Taskin, telah memberikan pelajaran yang berharga, dimana program yang didukung oleh pihak birokrasi dalam hal ini adalah BKKBN, Pemerintah Daerah, dan lembagalembaga lain yang sangat kredibel bila berada pada kondisi yang lemah akibat pengaruh politik, sosial dan ekonomi, akan mempengaruhi proses berjalannya program.
19
Dengan perkataan lain, bila keadaan birokrasi mengalami perubahan, maka pengawasan program terganggu sehingga masyarakat menjadi korban karena arus dukungan melambat. Sehingga program berikutnya yaitu Gerdu Taskin penyaluran dana diserahkan pada lembaga keuangan biasa, yaitu Bank Pembangunan Daerah atau Bank lain. Pada tahap ini keputusan yang dilakukan birokrasi menjadi lebih terbatas sehingga kelambatan pelaksanaan program yang disebabkan pergantian birokrasi dengan sendirinya juga menjadi lebih kecil. Berdasarkan pengalaman lapangan dan beberapa studi terbatas diketahui bahwa pemberian dana pada keluarga kurang mampu tanpa latihan menabung, tanpa latihan mengetahui hubungan antara produksi dan pemasaran serta hal-hal yang berhubungan dengan pilihan jenis produksi yang diambil, tidak dapat dijamin bahwa upaya pengentasan kemiskinan memperoleh hasil yang diharapkan. Untuk itu diperlukan pembinaan usaha meliputi pembinaan manajeman, dukungan usaha, pemasaran dan dukungan kredit yang mudah diperoleh. Pembinaan usaha dan dukungan kredit tersebut oleh Yayasan Damandiri dinamakan “Pembinaan Usaha Keluarga Sejahtera Mandiri” atau “Pusaka Mandiri” disingkat “PUNDI” . Penyaluran dana PUNDI diserahkan pada Bank Pembangunan Daerah, oleh karena BPD mempunyai program yang sama yaitu bantuan kredit lunak pada bidang usaha kecil menengah, namun mempunyai beberapa perbedaan maka pemberian nama PUNDI oleh Yayasan dapat saja dianggap sebagai nama generik, dimana masing-masing BPD yang mengelola dana Yayasan Damandiri dapat
20
menggunakan nama programnya yang sudah populer. Agar berbeda dengan BPD lainnya sehingga khusus di Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur , kata PUNDI ditambah dengan KENCANA yang merupakan perpanjangan dari “Kepada yang cekatan berusaha dan menabung” sehingga menjadi “PUNDI KENCANA”. Adapun penempatan dana pada BPD Jatim berdasarkan “Kesepakatan Bersama antara Yamandiri, BPD JAWA TIMUR pada tanggal 17 November 2000 No : 075/ WAKA-I/ YDSM/ XI200,038/ 0657/ SP/ DIR/ 2000,10330/ J03/ KS/2000. Adapun Universitas Airlangga sebagai pembina dan peneliti terhadap keberlangsungan program tersebut
2.2.3 Maksud dan Tujuan Diluncurkannya bantuan ‘pembinaan dan kredit’ yang disingkat PUNDI adalah antara lain untuk maksud tujuan sebagai berikut : 1. Melanjutkan pemberdayaan dan pembinaan keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I alasan ekonomi, atau keluarga kurang mampu atau miskin, yang telah mempunyai usaha kecil dan usaha menengah yang mulai berhasil. Mereka diberikan dukungan pembinaan lanjutan dan pinjaman dana yang lebih besar; 2. Membantu pengembangan manajemen, pemasaran, dan permodalan usaha keluarga-keluarga yang mulai mandiri tersebut menjadi pengusaha kecil dan atau pengusaha menengah yang profesional 3. Memungkinkan para keluarga atau pengusaha kecil itu mengajak temanteman dan atau kerabatnya yang mulai berhasil, atau keluarga tertinggal
21
lainnya, agar bisa bergabung dalam usaha produktif yang berhasil dan meningkatkan pendapatannya. 4. Sesuai dengan konsep PUNDI yaitu pemberian pembinaan yang berkelanjutan. Pembinaan itu adalah proses pemberdayaan untuk membantu para pengusaha kecil atau kelompok untuk sesegera mungkin mandiri dan dapat memanfaatkan sumber-sumber yang ada untuk menghasilkan produk yang sedang trend di pasaran. Para pembina untuk upaya ini dapat berasal dari kalangan Universitas, Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat, Pesantren, dan para Petugas Lapangan yang selama ini telah ikut membantu kelompok atau perorangan dengan sangat berhasil.
2.3 Pengertian Keluarga Dalam kaitannya dengan masalah pengembangan sumber daya manusia, suatu fungsi dari keluarga yang perlu diperhatikan adalah fungsi sosialisasi (Ihromi, 1993). Melalui proses sosialisasi anak yang akan memasuki sistem sosial sebagai orang dewasa akan memperoleh berbagai pelajaran dan latihan dari keluarga sehingga ia akan mengenal norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dan kelak akan mampu melakukan berbagai peran sosial yang diharapkan padanya menurut kualitas yang dilakukan oleh lingkungan/masyarakat sekitarnya. Jadi melalui proses yang demikian anak sebagai sumber daya manusia mulai terbina.
22
Proses belajar yang berlangsung dalam keluarga yang dalam sosiologi disebut lingkungan kelompok primer (primary) dimana keluarga adalah suatu kelompok primer untuk anak-anak karena keluargalah yang pertama dan mempunyai waktu yang panjang untuk mempengaruhi perkembangan anak. Keluarga juga disebut kelompok primer karena memiliki sifat yang juga bersifat primer yaitu : (1) hubungan-hubungan sebagian besar berlangsung secara tatap muka dan bersifat intensif dan intim; (2) orang berinteraksi dengan memberikan respon pada anggota lain dengan memperhatikan orang lain sebagai pribadi yang utuh; (3) dalam berinteraksi kedua pihak memberikan respon dengan bebas dan spontan, dan melibatkan dirinya secara utuh serta membiarkan perasaan-perasaanya turut terlibat; (4) kedua pihak berkomunikasi tidak hanya terbatas mengenai hal-hal yang berada “dipermukaan” dan yang pada umumnya dapat dikemukakan dalam publik tetapi juga meliputi perasaan-perasaan yang mendalam dan meliputi bidang yang luas. Komunikasi yang berlangsung secara mendalam dan melebar itu tidak menjamin bahwa selalu terdapat persesuaian faham antara pihak-pihak yang berkomunikasi, namun komunikasi yang intensif dan berlangsung lama itu akan memberi peluang yang baik untuk dapat mempengaruhi orang lain, dan hal itulah yang berlangsung antara orang tua dan anak dalam proses sosialisasi. Terakhir, (5) dalam hubungan-hubungan primer itu, kepuasan-kepuasan individu juga sangat dipentingkan. Orang tua dalam berhubungan dengan anak misalnya mementingkan kepuasan-kepuasan psikologis yang diinginkan dan diupayakan terwujud pada anak. (Ihromi, 1993).
23
Masyarakat dan keluarga Indonesia yang modern akan menghadapi tantangan globalisasi yang dinamis dimana tantangan itu akan lebih berat daripada masa-masa sebelumnya. Untuk itu ada tiga hal penting yang harus disiapkan oleh keluarga Indonesia untuk menghadapi tantangan tersebut. Pertama, daya tahan yang kuat, baik dalam bidang keagamaan, tingkah laku budi pekerti, ketebalan rasa kebangsaan serta keakraban dalam keluarga. Kedua, kesehatan dan kemampuan
intelektual
yang
prima,
dan
ketiga,
kita
harus
mampu
mengembangkan fungsi dan kemampuan ekonomi keluarga Indonesia (Suyono, 2003 :49-50)
2.3.1 Konsep dan Indikator Keluarga Sejahtera Secara umum manusia memiliki kebutuhan dasar yang sama tetapi berbeda tingkat kebutuhannya. Maslow (1964) mengemukakan bahwa pada hakekatnya manusia memiliki kebutuhan dasar yang meliputi : kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk menyayangi dan disayangi, kebutuhan untuk memperoleh penghargaan, serta kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Adapun tingkat kebutuhan yang dikemukakan BKKBN untuk menilai tingkatan keluarga sejahtera, terdiri dari : 1) basic needs (spiritual, pangan, sandang, papan dan kesehatan; 2) socio-psychological needs (pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan transportasi); dan 3) development needs (kebutuhan untuk menabung dan untuk memperoleh informasi).
24
Sementara Miles dan Irvings (1985) lebih memandang bahwa persoalan kesejateraan keluarga berhubungan erat dengan konsep martabat manusia. Dalam konteks ini, pengukuran kesejahteraan keluarga dapat diedentifikasi melalui 4 (empat) dimensi, yaitu : rasa aman (securty), kesejahteraan (welfare), kebebasan (freedom), dan jati diri (identity). Dimensi rasa aman dapat diukur melalui indikator seperti derajat kerentanan terhadap kematian (kesakitan) karena kecelakaan atau kekerasan dan kerentanan untuk jatuh ke dalam jurang kemiskinan atau pengangguran. Kemudian dimensi kesejahteraan diukur melalui indikator kesehatan fisik dan pemilikan barang. Dalam dimensi kebebasan tingkat kesejahteraan keluarga diukur dengan sejauh mana keluarga memiliki akses terhadap berbagai sumber daya seperti pemilikan kapital, mobilitas pekerjaan dan lapisan sosial serta pemilikan waktu luang. Dan pada dimensi jati diri, diukur melalui insiden bunuh diri, ketergantungan atau kecanduan pada obat-obat penenang, insiden gangguan jiwa dan tindak kekerasan terhadap anak atau anggota keluarga lain. Pengertian keluarga Sejahtera mengacu pada pada Undang-Undang No. 10 tahun 1992 yang menyebutkan bahwa : Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota, serta antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya. Mengingat kesejahteraan keluarga sifatnya kondisional, tentu perlu adanya ukuran-ukuran dari keadaan tersebut atau indikator-indikator minimal yang harus
25
dicapai oleh setiap keluarga. Adapun indikator-indikator untuk mengukur taraf keluarga sejahtera dengan menggunakan acuan BKKBN adalah sebagai berikut : Keluarga sejahtera tahap I 1.
Anggota keluarga melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut masing-masing
2.
Pada umumnya seluruh anggota makan dua kali sehari atau lebih
3.
Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian berbeda-beda di rumah, bekerja, sekolah, dan bepergian
4.
Bagian yang luas dari lantai rumah bukan berupa tanah.
5.
Bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber-KB di bawa ke sarana/petugas kesehatan serta diberi obat/ cara KB modern.
Keluarga sejahtera tahap II 6.
Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama yang dianut masing-masing
7.
Paling kurang sekali seminggu keluarga menyediakan daging/ ikan/ telur sebagai lauk pauk
8.
Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang 1 stel pakaian setahun terakhir
9.
Luas lantai rumah paling kurang 8 meter persegi untuk tiap penghuni rumah..
10.
Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat sehingga dapat melaksanakan tugas/ fungsi masing-masing.
26
11.
Paling kurang 1 anggota keluarga usia 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap.
12.
Seluruh anggota keluarga yang berumur 10 – 60 tahun bisa baca tulisan latin.
13.
Seluruh anak usia 5 – 15 tahun bersekolah pada saat ini.
14.
Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang masih berstatus pasangan usia subur memakai kontrasepsi (kecuali bila sedang hamil).
Keluarga sejahtera tahap III 15.
Keluarga mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama
16.
Sebagian dari pendapatan dapat disisihkan untuk tabungan keluarga.
17.
Keluarga biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan itu dimanfaatkan untuk berkomunikasi antaranggota keluarga
18.
Keluarga biasanya ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.
19.
Keluarga mengadakan rekreasi bersama/ penyegaran di luar rumah paling kurang satu kali dalam 6 bulan.
20.
Keluarga dapat memperoleh berita dari surat kabar/ radio/ televisi/ majalah.
21.
Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi sesuai kondisi daerah.
Keluarga sejahtera tahap III Plus 22. Keluarga atau anggota keluarga secara teratur (pada waktu tertentu) dan sukarela memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materi.
27
23. Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan/ yayasan/ institusi masyarakat Dimensi kesejahteraan sangat luas dan tidak semuanya dapat diukur . Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan beberapa indikator kesejahteraan yang dapat diukur, baik berupa indikator tunggal maupun indikator komposit, yang meliputi kependudukan, ketenagakerjaan, konsumsi rumah tangga, perumahan, dan lingkungan. Kemudian pemerintah propinsi Jawa Timur
melakukan melakukam
pengukuran penduduk miskin di Jawa Timur yang dikenal dengan nama Pendataan Kemiskinan dengan Indikator Baru (PKIB) dimana pada pengukuran rumah tangga miskin meliputi : sandang (jumlah pakaian yang dibeli), pangan (fasilitas air, persentasi pengeluaran rumah tangga untuk makanan), papan (kepemilikan rumah, jenis dinding, jenis lantai, sarana buang air bersih, sumber penerangan) dan lainnya (partisipasi sekolah, sumber keuangan rumah tangga, pelayanan kesehatan). Dalam penelitian ini ukuran kesejahteraan yang dipakai
adalah dengan
mengikuti pengukuran kesejahteraan keluarga yang digunakan oleh Instat untuk Yayasan Damandiri pada pelaksanaan Survei Pemberdayaan Ekonomi ; Usaha Kecil Menengah Tahun 2002 di Propinsi Jawa Timur. Yang meliputi peningkatan atau menambah biaya untuk konsumsi makanan bergizi, biaya pendidikan anak, biaya
kesehatan
rekreasi/oahraga,
/obat-obatan, perabot
perbaikan/pemeliharaan rumah.
pembelian
rumah
tangga,
pakaian, alat-alat
alat
transportasi,
elektronik,
dan
28
2.4 Pemenuhan Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranannya dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang (Redja Mudyaharjo, 2001). Pada awal abad XXI ini menurut
Ace (2000: 49 ) dunia pendidikan di
Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, di bidang pendidikan telah menyebabkan berkurangnya kemampuan pemerintah
dalam
menyediakan
anggaran
pendidikan
dan
menurunnya
kemampuan sebagian orang tua dalam membiayai pendidikan anaknya. Hal tersebut telah berakibat menurunnya mutu pendidikan, meningkatkan angka putus sekolah dan terganggunya proses pemerataan. Kedua, adanya globalisasi mengharuskan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Untuk itu dunia pendidikan dituntut supaya mempersiapkan SDM yang berkualitas agar mampu bersaing dalam pasar kerja sekaligus siap menghadapi dampak negatif dari globalisasi tersebut. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional sehingga dapat mewujudkan
proses
pendidikan
yang
lebih
demokratis,
memperhatikan
keberagaman (pluralisme) daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi keluarga dan masyarakat.
29
Hal yang senada dikemukakan oleh Menteri Pendidikan Nasional dalam gambar berikut yang memperlihatkan bahwa faktor kemiskinan sangat berpengaruh terhadap jumlah anak yang tidak dapat sekolah atau melanjutkan sekolah. Ketidakmampuan keluarga dalam sektor ekonomi turut berpengaruh terhadap kemampuan untuk membiayai pendidikan anak. Tabel 2.1 Tantangan Dunia Pendidikan Indonesia Permasalahan
Umur
Anak yang tidak terlayani pada pendidikan pra sekolah Buta Aksara
4 s/d 6 tahun Di atas 10 thn
Jumlah
Keterangan
10,1 juta
80 %
10 s/d 16 juta
Faktor kemiskinan
Anak usia pendidikan yang 7 s/d 15 tahun 5,5 juta Faktor kemiskinan tidak sekolah Sumber : Mendiknas A. Malik Fajar dalam Harian Media Indonesia, 2001 Salah satu gagasan atau strategi pembangunan yang dianggap bisa lebih efektif untuk memerangi kemiskinan dan ketidakadilan dalam pemerataan kebutuhan pokok manusia adalah dengan “Human needs approach” atau kebutuhan pokok manusia. Yang dimaksud dengan kebutuhan pokok adalah kebutuhan akan bahan makanan, perumahan, sandang, serta barang-barang dan jasa-jasa seperti pendidikan, kesehatan, dan partisipasi. Kebutuhan pokok manusia ini dapat dibedakan atas dua jenis yaitu kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan hidup seperti makanan, minum, pakaian, dan perumahan. Sedangkan kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang diperlukan untuk melengkapi kebutuhan primer seperti alat-alat dan perabot (Manullang, 1971:6) Mekanisme
kelembagaan utama dalam mengembangkan keahlian dan
pengetahuan suatu bangsa adalah sistem pendidikan formal. Perluasan kesempatan
30
memperoleh pendidikan yang cepat dipandang merupakan kunci utama dalam mencapai keberhasilan pembangunan nasional. Semakin meningkat pendidikan semakin cepat terjadinya proses pembangunan untuk mencapai pertumbuhan yang tinggi menuju tercapainya kesejahteraan masyarakat, namun demikian perluasan dan kemampuan sistem pendidikan formal perlu diprogramkan dan dilaksanakan secara terarah sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan nasional yang akan dapat menunjang keberhasilan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (Tilaar, 2001:65). Kualitas pendidikan mengacu pada kualitas proses dan kualitas produk. Suatu pendidikan disebut bermutu dari segi proses (yang juga sangat dipengaruhi kualitas masukannya) jika proses belajar mengajar berlangsung secara efektif, dan peserta didik mengalami pembelajaran yang bermakna, ditunjang oleh sumber daya (manusia, dana, sarana, dan prasarana) yang memadai. Sedangkan suatu pendidikan di sebut bermutu dari segi produk jika mempunyai salah satu atau lebih dari ciri-ciri berikut ini: Peserta didik menunjukkan tingkat penguasaan yang tinggi terhadap tugastugas belajar (learning tasks) yang harus dikuasainya sesuai dengan tujuan dan sasaran pendidikan, diantaranya adalah hasil belajar akademik yang dinyatakan dalam prestasi belajar (kualitas internal). Hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam kehidupannya sehingga dengan belajar peserta didik bukan hanya ‘’mengetahui ‘’ sesuatu, melainkan ‘’dapat melakukan sesuatu’’ yang fungsional untuk kehidupannya (learning and earning). Hasil pendidikan sesuai atau relevan dengan tuntutan lingkungan khususnya dunia kerja. Dari segi ini, maka relevansi merupakan salah satu aspek atau indikator dari kualitas (Vidhyandika, 1996:77). Pendidikan sangat berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Laporan United Nation Development Programme (UNDP) pada tahun
31
1995 menunjukkan posisi Indonesia berada diurutan 95 dari 166 negara di dunia melalui penilaian Human Development Indeks (HDI). Kemudian pada tahun 2002 posisi Indonesia merosot hingga urutan 110, jauh di bawah Malaysia (59), Thailand (70), dan Philipina (77). (Human Development Report, 2002). HDI merupakan angka penting yang menjadi standar internasional dalam menentukan kualitas sumber daya manusia suatu negara, dengan penilaian meliputi usia harapan hidup, pendapatan dan pendidikan. Oleh sebab itu pembangunan pendidikan yang merupakan pembangunan pendidikan seutuhnya adalah suatu cara yang memerlukan waktu panjang, berkesinambungan, dan harus merata pada komunitas masyarakat setiap bangsa termasuk di Indonesia yang harus berjuang keras untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia agar tidak makin terpuruk di dunia internasional. Disinilah peran keluarga untuk memotivasi anak-anaknya agar dapat meningkatkan potensi diri melalui pendidikan (Gunarsah, 2000:51). Berkaitan dengan kualitas manusia, dalam agama Islam, pemenuhan pendidikan anak menjadi salah satu dalam sekumpulan hukum yang mengatur kewajiban kedua orang tuanya, masyarakat di sekitarnya, dan negara. Orang tua diberi kewajiban memenuhi hak anak mendapatkan pendidikan, sehingga ia menjadi Muslim yang berkualitas. Selain hak atas pendidikan, yang lain adalah antara lain hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan perlindungan dan nafkah dalam keluarga, dan hak mendapatkan kebutuhan pokok sebagai warga negara. Apabila hak-hak anak tadi terpenuhi, maka mereka akan tumbuh menjadi manusia berkualitas, menjadi warga negara yang baik (Rahmat.2002: 43)