BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Ekstrak lerak diharapkan dapat dikembangkan menjadi bahan pereda nyeri gigi yang bersifat biokompatibel terhadap jaringan dan memiliki efek analgetik. Pada bab ini akan dibahas secara lengkap mengenai buah lerak (Sapindus rarak DC) dan nyeri intradental.
4.1 Buah lerak (Sapindus rarak DC) Menurut taksonominya, Sapindus rarak dikalsifikasikan dalam : •
Divisi
: Spermatophyta
•
Subdivisi
: Angiospermae
•
Kelas
: Dycotyledonae
•
Bangsa
: Sapindales
•
Suku
: Sapindaceae
•
Marga
: Sapindus
•
Spesies
: Sapindus rarak
Nama umumnya adalah lerak. Masyarakat Sunda menyebutnya dengan nama Rerek, penduduk Jambi menyebutnya Kalikea, masyarakat Minang menyebutnya Kanikia. Di Palembang tanaman ini dikenal dengan nama Lamuran, di Jawa tanaman ini dikenal dengan nama Lerak atau Werak dan Tapanuli Selatan dikenal dengan nama buah sabun.
Universitas Sumatera Utara
Sapindus rarak merupakan tanaman rimba yang tingginya mencapai 42 m dan batangnya 1 m. Tanaman ini tumbuh liar di Jawa pada ketinggian antara 450 dan 1500 m diatas permukaan laut. Tanaman ini mempunyai batang berwarna putih kotor. Daun tanaman ini majemuk menyirip ganjil dan anak daun berbentuk lanset. Bunga tanaman ini melekat di pangkal, kuning, dan daun mahkotanya empat. Tanaman ini mempunyai buah yang keras, bulat, diameter + 1,5 cm dan berwarna kuning kecoklatan (Gambar 1). Biji tanaman ini tunggang dan kuning kecoklatan. Buah lerak terdiri dari 73% daging buah dan 27% biji.6
Gambar 1. Buah lerak yang berasal dari Desa Maga, Kecamatan Panyabungan, Tapanuli Selatan (skala = 1 cm).
Secara tradisional, lerak juga digunakan sebagai sabun wajah untuk mengurangi jerawat, obat eksim dan kudis.6,7 Sementara khasiat farmakologiknya antara lain adalah sebagai antijamur, bakterisid, anti radang, anti spasmodinamik, peluruh dahak, dan diuretik.14 Pada penelitian Nunik SA disebutkan bahwa senyawa saponin, alkaloid, steroid, dan triterpen yang dikandung oleh buah lerak secara berurutan adalah 12%,
Universitas Sumatera Utara
1%, 0,036%, dan 0,029%.14 Kandungan utama lerak adalah saponin yang berfungsi sebagai detergen.6 Hal ini dibuktikan pada penelitian Dyatmiko W, dkk yang mendapatkan saponin 20% dari buah lerak.7 Saponin buah lerak pada konsentrasi 0,008% dapat membersihkan dinding saluran akar gigi lebih baik dari NaOCl 5%. Berbagai khasiat farmakologik dari saponin adalah antiinflamasi, antimikroba, antijamur, antivirus, ekspektoran, antiulser, perbaikan sintesa protein, stimulasi dan depresi susunan saraf pusat dan molusida serta sebagai ekspektoran.15 Disamping itu, ekstrak lerak mempunyai efek antibakteri dan dan antifungal yang telah dibuktikan dengan beberapa penelitian. Penelitian Fadhilna I membuktikan bahwa ekstrak lerak komersil dan ekstrak lerak 0,01% mempunyai efek antibakteri terhadap Streptococcus mutans lebih baik dari NaOCl 5%,8 Sementara pada penelitian Sanny dibuktikan bahwa 0,25% ekstrak buah lerak dan 0,01% saponin buah lerak mempunyai efek antibakteri terhadap F.Nucleatum.9 Selain itu pada penelitian Juni F dibuktikan ekstrak lerak 0,01% mempunyai efek antifungal terhadap Candida albicans lebih baik dari NaOCl 5%.10
2.2. Nyeri intradental Menurut The International Association for the study of pain (IASP), nyeri didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial yang akan menyebabkan kerusakan jaringan.16,17 Reseptor neurologik yang dapat membedakan antara rangsang nyeri dengan rangsang lain disebut nosiseptor. Nosiseptor ini terdapat seluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di Sistem Saraf Pusat. Nyeri harus dianggap
Universitas Sumatera Utara
sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, dan kejang otot.18 Mekanisme nyeri adalah suatu seri kejadian elektrik dan kimia yang bisa dikelompokkan menjadi 4 proses, yaitu: transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. Secara singkat mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi nosiseptor oleh stimulus noksius pada jaringan, yang kemudian akan mengakibatkan stimulasi nosiseptor dimana disini stimulus noksius tersebut akan diubah menjadi potensial aksi. Proses ini disebut transduksi atau aktivasi neuron susunan saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri. Dari sini jaringan neuron tersebut akan naik keatas di medula spinalis menuju batang otak dan talamus. Selanjutnya terjadi hubungan timbal balik antara talamus dan pusat-pusat yang lebih tinggi di otak yang mengurusi respon persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri. Tetapi rangsangan nosiseptif tidak selalu menimbulkan reaksi nyeri dan sebaliknya persepsi nyeri bisa terjadi tanpa stimulasi nosiseptif. Terdapat proses modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi proses modulasi sinyal tersebut, tempat modulasi sinyal yang paling diketahui adalah pada kornu dorsalis medula spinalis. Proses terakhir adalah persepsi, dimana pesan nyeri relai menuju ke otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan (Gambar2).16
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Skema proses terjadinya nyeri nosiseptif 16
Penelitian menunjukkan bahwa nyeri orofasial yang paling sering terjadi pada gigi,18 yang disebabkan oleh penyakit inflamasi pada jaringan pulpa, maupun daerah penyangganya.1 Jaringan pulpa gigi terdiri dari perivaskuler dan perineural yang dikelilingi oleh jaringan keras yaitu dentin dan email. Saraf sensorik gigi berasal dari cabang nervi kranialis yaitu N.Trigeminus (N.V.). Hasil penelitian hitopatologis yang dilakukan Fearhead, Dahl dan Myor, Holland menunjukkan bahwa saraf sensorik gigi terdiri dari serabut-serabut saraf tipe A-δ (bermielin) dan serabut-serabut saraf tipe-C (nonmielin). Ujung saraf intradental yang merupakan ujung saraf bebas terletak pada
Universitas Sumatera Utara
daerah batas dentin (inner dentin) dan pulpa, sehingga dengan lokasi ujung saraf serta adanya cairan tubulus dentin menyebabkan ujung saraf intradental sangat ideal menerima rangsang eksternal dan diteruskan ke susunan saraf pusat.19 Pada proses inflamasi, proses nyeri terjadi akibat pembebasan berbagai mediator biokimiawi selama proses inflamasi terjadi. Mediator nyeri (autacoids) terdiri atas histamine, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin.17 Mediator ini akan menyebabkan nyeri baik secara langsung dengan jalan menurunkan ambang rangsang serabut saraf sensoris, atau secara tidak langsung dengan jalan menigkatkan permeabilitas vaskuler yang akan menimbulkan edema, edema ini kemudian akan menyebabkan meningkatnya tekanan cairan yang secara langsung akan menstimulasi reseptor nyeri.1
2.3 Kelinci sebagai hewan coba Hewan coba memiliki peran penting dalam kemajuan ilmu pengetahuan pada umumnya dan biomedis khususnya. Terlebih lagi, hasil penelitian pada hewan coba dapat menjadi dasar untuk percobaan-percobaan klinis dan pengobatan masa depan.20 Kelinci telah banyak digunakan pada penelitian biomedis. Hewan ini memilki kedekatan secara genetik dan psikis dengan manusia. Untuk beberapa penelitian penggunaan kelinci dinilai lebih tepat dibandingkan dengan penggunaan tikus karena ukurannya yang lebih besar dan lebih mudah dalam melakukan manipulasi bedah.21 Penggunaan kelinci semakin diperluas, karena kemudahan dalam menanganinya dan harganya yang efektif.22
Universitas Sumatera Utara
Terdapat 3 jenis kelinci yang sering digunakan pada penelitian biomedis, yaitu : New Zealand White, Dutch Belted, dan Flernish Giant. 22 Kelinci memiliki 6 gigi insisivus. Terdapat 4 gigi insisivus maksila, 2 pada sisi labial, yang memiliki groove vertical pada garis tengahnya, dan 2 gigi rudimenter pada sisi palatal. Terdapat diastema yang besar diantara gigi insisivus dengan gigi premolar. Gigi premolar memiliki bentuk yang mirip dengan gigi molar, keduanya sering disebut gigi pipi.23
2.4. Kymograph sebagai alat pencatat respon nyeri Elektroda pencatat menurut jenisnya dibagi menjadi dua, yaitu: a. Elektroda pencatat dengan dua elektroda yang berfungsi sebagai anoda dan katoda (bipolar) b. Elektroda pencatat dengan satu elektroda (monopolar).19 Teknik pencatatan aktivitas sensorik intra dental pada hewan coba dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: a. Pencatatan yang dilakukan dari saraf sensorik dalam hubungannya dengan sistem saraf pusat sesudah saraf meninggalkan foramen apikal b. Pencatatan yang dilakukan sebelum saraf meninggalkan gigi, dengan meletakkan elektroda pencatat pada saraf yang terdapat pada daerah dentin atau pulpa. 19 Pada penelitian ini alat pencatat yang digunakan adalah kymograph, dengan memanfaatkan elektroda bipolar yang ada pada alat tersebut, dan meletakkan elektroda pencatat tersebut pada pada kavitas pulpa.
Universitas Sumatera Utara