12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bawah Garis Merah pada Anak Balita 2.1.1. BGM Gizi di bawah garis merah adalah keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Tanda-tanda klinis dari gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor (WHO, 2005). Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor (Supriasa, 2001). Gizi merupakan suatu proses organisme menggunakan makan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel-variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture, (Supriasa, 2002).
12 Universitas Sumatera Utara
13
2.1.2. Klasifikasi Gizi Buruk Bila dilihat berdasarkan gejala klinisnya gizi buruk dapat dibagi menjadi 3 yaitu sebagai berikut: 1.
Marasmus Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering
ditemukan pada balita. Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Gejala marasmus antara lain anak tampak kurus, rambut tipis dan jarang,kulit keriput yang disebabkan karena lemak di bawah kulit berkurang, muka seperti orang tua (berkerut), balita cengeng dan rewel meskipun setelah makan, bokong baggy pant, dan iga gambang. 2. Kwashiorkor Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang adekuat. Hal ini seperti marasmus, kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu, perubahan mental,pada sebagian besar penderita ditemukan oedema baik ringan maupun berat, gejala gastrointestinal,rambut kepala mudah dicabut,kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar,sering ditemukan hiperpigmentasi dan persikan kulit,pembesaran hati,anemia ringan,pada biopsi hati ditemukan perlemakan.
Universitas Sumatera Utara
14
3. Marasmiks-Kwashiorkor Marasmic-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari beberapa gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan (BB) menurut umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema yang tidak mencolok. Bentuk kelainan digolongkan menjadi 4 macam yaitu : a. Undernutrition, yaitu kekurangan komsumsi pangan secara relatif dan absolute dalam bentuk tertentu. b. Spesifik depesiensi yaitu kekurangan zat gizi tertentu. c. Overnutrition yaitu kelebihan konsumsi zat gizi dalam priode tertentu. d. Imbalance, ketidak seimbangan karena disporsi zat gizi tertentu (Supriasa dkk, 2002) 2.1.3. Kebutuhan Nutrisi Gizi pada Balita Bila ditinjau dari segi umur, maka anak balita yang sedang tumbuh kembang adalah golongan yang awan terhadap kekurangan energi dan protein, kerawanan pada anak - anak disebabkan oleh hal-hal di sebagai berikut, (Kardjati, dkk, 1985): a. Kemampuan saluran pencernaan anak yang tidak sesuai dengan jumlah volume makanan yang mempunyai kandungan gizi yang dibutuhkan anak. b. Kebutuhan gizi anak per satuan berat badan lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa, karena disamping untuk pemeliharaan juga diperlukan untuk pertumbuhan.
Universitas Sumatera Utara
15
c. Segera anak dapat bergerak sendiri, tanpa bantuan orang lain, dia akan mengikuti pergerakan
disekitarnya
sehingga
memperbesar
kemungkinan
terjadinya
penularan penyakit. d. Meskipun mempunyai nilai tertentu dalam keluarga, akan tetapi dalam hal penyajian makanan, anggota keluarga yang mempunyai nilai produktif akan mendapatkan pilihan yang terbaik, baru selebihnya yang diberikan pada anggota keluarga yang lain. Masa anak dibawah lima tahun (anak balita, umur 12 - 59 bulan). Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik (gerak kasar dan gerak halus) serta fungsi ekskresi. Setelah lahir terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih berlangsung dan terjadi pertumbuhan serabut serabut syaraf dan cabang - cabangnya, sehingga terbentuk jaringan syaraf dan otak yang kompleks. Jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antar sel syaraf ini sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar berjalan, mengenal huruf, sehingga bersosialisasi. Pada masa balita, perkembangan kemampuan bicara dan bahasa, kreatifitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian anak juga dibentuk pada masa ini, sehingga setiap kelainan/ penyimpangan sekecil apapun apabila tidak dideteksi apalagi tidak ditangani dengan
Universitas Sumatera Utara
16
baik, akan mengurangi kualitas sumber daya manusia dikemudian hari, (Depkes RI, 2006). Anak kelompok balita di Indonesia menunjukkan prevalensi paling tinggi untuk penyakit kurang kalori protein dan defesiensi vitamin A serta anemia defesiensin Fe. Kelompok umur sulit dijangkau oleh berbagai upaya kegiatan pebaikan gizi dan kesehatan lainnya, karena tidak dapat datang sendiri ke tempat berkumpul yang telah ditentukan tanpa diantar, padahal yang mengantar sedang semua, (Seadiaoetama, 2000). Adapun kebutuhan nutrisi pada anak balita sebagai berikut : 1.
Asupan Kalori, Anak-anak usia balita membutuhkan kalori yang cukup banyak disebabkan bergeraknya cukup aktif pula. Mereka membutuhkan setidaknya 1500 kalori setiap harinya. Dan balita bisa mendapatkan kalori yang dibutuhkan pada makanan-makanan yang mengandung protein, lemak dan gula.
2.
Pasokan Lemak Roti, santan, mentega merupakan makanan yang mengandung lemak dan baik diberikan pada anak balita sebab lemak sendiri mampu membentuk Selubung Mielin yang terdapat pada saraf otak.
3.
Kebutuhan Protein Asupan gizi yang baik bagi balita juga terdapat pada makanan yang mengandung protein.
Karena
protein
sendiri
bermanfaat
sebagai
prekursor
untuk
neurotransmitter demi perkembangan otak yang baik nantinya. Protein bisa
Universitas Sumatera Utara
17
didapatkan pada makanan-makanan seperti ikan, susu, telur 2 butir, daging 2 ons dan sebagainya. 4.
Zat besi Usia balita merupakan usia yang cenderung kekurangan zat besi sehingga balita harus diberikan asupan makanan yang mengandung zat besi. Makanan atau minuman yang mengandung vitamin C seperti jeruk merupakan salah satu makanan yang mengandung gizi yang bermanfaat untuk penyerapan zat besi.
5.
Karbohidrat Dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan karbohidrat sebagai energi utama serta bermanfaat untuk perkembangan otak saat belajar dikarnakan karbohidrat di otak berupa Sialic Acid. Begitu juga dengan balita, mereka juga membutuhkan gizi tersebut yang bisa diperoleh pada makanan seperti roti, nasi kentang dan lainnya.
6.
Kalsium Balita juga membutuhkan asupan kalsium secara teratur sebagai pertumbuhan tulang dan gigi balita. Salah satu pemberi kalsium terbaik adalah susu yang diminum secara teratur.
7.
Vitamin Vitamin merupakan nutrisi yang juga dibutuhkan, tidak hanya balita, namun untuk semua umur membutuhkannya. Banyak manfaat yang bisa didapat dari vitamin seperti misalnya vitamin A sebagai perkembangan kulit sehat, vitamin C
Universitas Sumatera Utara
18
yang berfungsi sebagai penyerapan zat besi. Vitamin E yang berperan untuk mencegah kerusakan struktur sel membrane dan antioksidan. Dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.1. Kebutuhan Zat Gizi Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) Rata-rata Per Hari Berat Tinggi Badan Badan (Kg) (Cm) 0-6 bulan 5.5 60 7-12 bulan 8.5 71 1-3 tahun 12 90 4-6 tahun 18 110 Sumber: Solihin Pudjiadi, 2003 : 30. Golongan Umur
Energi (Kkal)
Protein (g)
560 800 1250 1750
12 15 23 32
Vitamin A (RE) 350 350 350 460
Besi/Fe (Mg) 3 5 8 9
Tabel 2.2. Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Protein (AKP) pada Anak No. Umur Energi (kkal) Protein (gr) 1 0-6 bulan 550 10 2 7-11 bulan 650 16 3 1-3 tahun 1000 25 4 4-6 tahun 1550 39 Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VII, Jakarta, 2004 2.1.4. Faktor Penyebab BGM BGM dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Namun, secara langsung dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu : anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang, anak tidak mendapat asuhan gizi yang memadai dan anak mungkin menderita penyakit infeksi. Ketiga penyebab langsung tersebut diuraikan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
19
1. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang Bayi dan balita tidak mendapat makanan yang bergizi. Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya. MPASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah, seringkali seorang anak harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan. 2. Anak tidak mendapat asuhan gizi yang memadai Suatu studi “positive deviance” mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang BGM, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya BGM. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang BGM ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan.
Universitas Sumatera Utara
20
3. Anak menderita penyakit infeksi Terjadi hubungan timbal balik antara kejadian infeksi penyakit dan BGM. Anak yang menderita BGM akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi. Di sisi lain, anak yang menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi buruk. Status Gizi Penyebab Langsung Asupan Gizi
Infeksi Penyakit
Perilaku/ Asuhan Ibu dan
Ketersediaan Pangan Tingkat Rumah
Pelayanan Kesehatan
Kemiskinan, Pendidikan Rendah, Ketersediaan
Krisis Politik
Penyebab tidak Langsung
Masalah Utama
Masalah Dasar
Gambar 2.1. Penyebab Masalah Gizi Menurut UNICEF, 1998 2.1.5. Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi secara langsung menurut Supariasa (2001) dapat dilakukan dengan empat cara: 1.
Secara Klinis Penilaian Status Gizi secara klinis sangat penting sebagai langkah pertama untuk mengetahui keadaan gizi penduduk. Karena hasil penilaian dapat memberikan
Universitas Sumatera Utara
21
gambaran masalah gizi yang nyata. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral. 2.
Secara Biokimia Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Salah satu ukuran yang sangat sederhana dan sering digunakan adalah pemeriksaan haemoglobin sebagai indeks dari anemia.
3.
Secara Biofisik Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat tanda dan gejala kurnag gizi. Pemeriksaan dengan memperhatikan rambut, mata, lidah, tegangan otot dan bagian tubuh lainnya.
4.
Antropometri Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat Gizi, Pengukuran antropometrik : pada metode ini dilakukan beberapa macam
pengukuran antara lain pengukuran tinggi badan,berat badan, dan lingkar lengan atas. Beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas sesuai
Universitas Sumatera Utara
22
dengan usia yang paling sering dilakukan dalam survei gizi. Di dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi dari ketiganya. Berdasarkan Berat Badan menurut Umur diperoleh kategori : Tergolong gizi buruk jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. Gizi kurang jika hasil ukur -3 SD sampai dengan < -2 SD. Gizi baik jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD. Gizi lebih jika hasil ukur > 2 SD. Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan) atau Panjang badan (0 bulan-24 bulan) menurut Umur diperoleh kategori : Sangat pendek jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. Pendek jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan < -2 SD. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD. Tinggi jika hasil ukur > 2 SD. Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau Panjang Badan: Sangat kurus jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. Kurus jika hasil ukur -3 SD sampai dengan < -2 SD. Normal jika hasil
ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
Gemuk jika hasil ukur > 2 SD. Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BB/TB sangat kurus, sedangkan balita dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal 2.1.6. Dampak Gizi Dibawah Garis Merah pada Balita Keadaan gizi kurang pada anak-anak mempunyai dampak pada kelambatan pertumbuhan dan perkembangannya yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu anak yang bergizi kurang tersebut kemampuannya untuk belajar dan bekerja serta bersikap akan lebih terbatas dibandingkan dengan anak yang normal (Santoso, 2003). Dampak
Universitas Sumatera Utara
23
yang mungkin muncul dalam pembangunan bangsa di masa depan karena masalah gizi antara lain : 1. Kekurangan gizi adalah penyebab utama kematian bayi dan anak-anak. Hal ini berarti berkurangnya kuantitas sumber daya manusia di masa depan. Kekurangan gizi berakibat meningkatnya angka kesakitan dan menurunnya produktivitas kerja manusia. Hal ini berarti akan menambah beban pemerintah untuk meningkatkan fasilitas kesehatan. 2.
Kekurangan gizi berakibat menurunnya tingkat kecerdasan anak - anak. Akibatnya diduga tidak dapat diperbaiki bila terjadi kekurangan gizi semasa anak dikandung sampai umur kira-kira tiga tahun. Menurunnya kualitas manusia usia muda ini, berarti hilangnya sebagian besar potensi cerdik pandai yang sangat dibutuhkan bagi pembangunan bangsa.
3. Kekurangan gizi berakibat menurunnya daya tahan manusia untuk bekerja, yang berarti menurunnya prestasi dan produktivitas kerja manusia. Kekurangan gizi pada umumya adalah menurunnya tingkat kesehatan masyarakat. Masalah gizi masyarakat pada dasarnya adalah masalah konsumsi makanan rakyat. Karena itulah program peningkatan gizi memerlukan pendekatan dan penggarapan diberbagai disiplin, baik teknis kesehatan, teknis produksi, sosial budaya dan lain sebagainya (Suhardjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
24
2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Bawah Garis Merah pada Balita 2.2.1. Perilaku Ibu Dari aspek biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkuatan (Notoatmojo,2010) , Segala kegiatan yang dilakukan makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari untuk mempertahankan kehidupan sehari-hari disebut dengan perilaku. Menurut Skiner (1938), seorang ahli psikologi yang dikutip dalam buku Notoatmodjo (2010), merumuskan bahwa perliku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulasi (rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses : Stimulus
Organisme
Respon, sehingga
teori Skinner ini disebut teori ‘SOR” Berdasarkan pembagian domain oleh Bloom, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi tingkat ranah perilaku sebagi berikut (Notoatmodjo,2010) 1. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). 2. Sikap (Attitiude) Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
25
3. Tindakan atau Praktik (Practice) Seperti telah disebutkan diatas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. 2.2.1.1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,2010). Menurut WHO pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Selanjutnya menurut Poejawijatna (1991), orang yang tahu disebut mempunyai pengetahuan. Jadi pengetahuan adalah hasil dari tahu. Dengan demikian pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo,2010). Penelitian Rogers (1983), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi tahapan pengetahuan dalam diri orang tersebut terjadi adalah sebagai berikut : a. Knowledge (Pengetahuan), yakni orang tersebut mengetahui dan memahami akan adanya perubahan baru. b. Persuasion (Kepercayaan), yakni orang mulai percaya dan membentuk sikap terhadap perubahan tersebut .
Universitas Sumatera Utara
26
c. Decision (Keputusan), yakni orang mulai membuat suatu pilihan untuk mengadopsi atau menolak perubahan tersebut d. Implementation (Pelaksanaan), orang mulai menerapkan perubahan tersebut dalam dirinya. e. Comfirmation (Penegasan), orang tersebut mencari penegasan kembali terhadap perubahan yang telah diterapkan, dan boleh merubah keputusannnya apabila perubahan tersebut berlawanan dengan hal yang diinginkannya. Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerima perubahan perilku baru atau adopsi perilku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan , kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003). Menurut Bloom (1908), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan : a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk keadaan pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
27
b. Memahami (Cmprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat meninterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan , menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedaalam komponen- komponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagainya. e. Sintesis (Syntesis) Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletekkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
Universitas Sumatera Utara
28
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakantentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2003) Pengetahuan menjadai landasan penting untuk menentukan suatu tindakan, pengetahuan, sikap dan perilaku akan kesehatan merupakan faktor yang menentukan dalam mengambil keputusan. Orang yang berpengatahuan di dalam kehidapan seharihari (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang (overt behavior) dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Menurut
Notoatmodjo (2003), ada beberapa faktor yang memepengaruhi
pengetahuan yaitu : a. Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seuur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseoarang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseornag akan cenderung untuk mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula penegetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitan dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan
Universitas Sumatera Utara
29
tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula penegtahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi dapat diperoleh pada pendidikan nonformal. Pengetahuan seeorang tentang suatu objek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negative. Kedua aspek inilah yang yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu b. Informasi Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan
pengaru jangka pendek shingga menghasilkan perubahan
pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam –macam yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain – lain mempengaruhi besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan – pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut. c. Sosial budaya dan ekonomi d. Lingkungan e. Pengalaman f. Usia
Universitas Sumatera Utara
30
2.2.1.2. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu (Notoatmodjo, 2007). Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni (Notoatmodjo, 2007) 1. Menerima (Receiving) Menerima diartikan, bahwa orang (subjek) mau dan memerhatikan stimulus yang diberikan (objek . 2. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertnayaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut. 3. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihya denga segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Universitas Sumatera Utara
31
2.2.1.3. Pola Asuh Secara harfiah, Bahasa Indonesia, pola adalah motif, penggambaran, model, cara.Sementara pengasuhan berasal dari kata asuh berarti menjaga, memelihara dan mindidik.Jadi dari harfiah Bahasa Indonesia, praktek pengasuhan anak adalah cara yang diterapkan oleh ibu untuk mendidik anak-anak agar tidak mudah mengalami sakit dengan kondisi badan yang sehat Pengasuhan anak adalah aktivitas yang berhubungan dengan pemenuhan pangan, pemeliharan fisik dan perhatian terhadap anak. Pengasuh anak meliputi aktivitas peraatan terkait gizi/persiapan makanan dan menyusui, pencegahan dan pengobatan penyakit, memandikan anak, membersihkan rumah. Berdasarkan pengertian tersebut “Pengasuhan’’ pada dasarnya adalah suatu praktek yang dijalankan oleh orang yang lebih dewasa terhadap anak yang dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan pangan atau tempat tinggal yang layak, higiene perorangan, sanitasi lingkungan, sandang, kesegaran jasmani (Soetjiningsih, 1995). Pola pengasuhan merupakan salah satu kejadian pendukung untuk mencapai status yang baik bagi anak. Pola pengasuhan merupakan kejadian pendukung anmun secara tidak langsung. Dengan pola pengasuhan yang baik, maka perkembangan anak juga akan baik. Ahli psikologi perkembangan, dewasa ini menilai secara kritis pentingnya pengasuhan anak oleh orang tuanya. Proses pengasuhan ini erat hubungannya dengan kelekata antara anak dan orang tua dimana proses tersebut
Universitas Sumatera Utara
32
melahirkan ikatan emosional secara timbal balik antara bayi atau anak dengan pengasuh (orang tua) (Milis. I, 2004 di dalam Silfiya dkk, 2005). Berdasarkan pengertian tersebut “ Pengasuhan “ pada dasarnya adalah suatu praktek yang dijalankan oleh orang yang lebih dewasa terhadap anak yang dihubungkan dengan penemuan kebutuhan pangan atau tempat tinggal yang layak, hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, sandang, kesegaran jasmani, (Soetjiningsih, 1995). Menurut Eagle 1995 pola pengasuhan adalah aktivitas terhadap anak terkait makanan, aktivitas mandi mereka menderita infeksi Eagle, (1995). Pola pengasuhan menurut Zeitlin (2000) adalah praktek dirumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak. Pola makan di suatu daerah berubah-ubah sesuai dengan perubahan faktor atau kondisi setempat yang dapat dibagi dalam dua kelompok. Pertama adalah faktor yang berhubungan dengan persediaan atau pengadaan pangan dalam kelompok ini termasuk faktor geografi, iklim, kesuburan tanah yang dapat mempengaruhi jenis tanaman dan jumlah produksinya di suatu daerah, bahan pangan yang erat kaitannya dengan tinggi rendahnya persediaan disuatu daerah (Almatsier, 2001). Pola makan adalah jumlah makanan dan jenis serta banyaknya bahan makanan dalam pola pangan, disuatu Negara atau daerah tertentu, biasanya berkembang dari daerah setempat atau dari pangan yang telah ditanam ditempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang (Suhadjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
33
Segala yang terkaitan dengan pengaturan makanan (pola makan dan pengaturan jenis makanan beserta kandungan gizi suatu zat makanan) bertujuan untuk mmenuhi keseimbangan zat dalam tubuh kita untuk mencapai kehidupan yang optimal (Kusumah, 2007). Kesehatan Lingkungan juga berperan penting terhadap status gizi balita, ruang lingkup kesehatan lingkungan antara lain meliputi perumahan, pembuangan tinja, penyediaan air bersih dan pembuangan sampah dan sebagainya. Keadaan perumahan mempunyai hubungan yang erat dengan status kesehatan penghuninya. Air bersih merupakan faktor utama untuk menentukan bagi proses kehidupan dan kesehatan (Sukarni), karena bibit penyakit tertentu dapat ditularkan oleh air terkontaminasi Higiene atau biasa disebut dengan kebersihan, adalah upaya untuk memelihara hidup sehat yang meliputi kebersihan pribadi, kehidupan bermasyarakat, dan kebersihan kerja. Sanitasi lingkungan adalah usaha pengendalian diri dari faktor lingkungan yang dapat menimbulkan hal yang merugikan perkembangan fisik, kesehatan dan menurun daya tahan tubuh manusia. Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Salah satu kelompok masyarakat yang rentan terhadap penurunan status gizi adalah anak usia 2-5 tahun, karena pada usia ini anak sudah tidak mendapatkan ASI sedangkan makanan yang dikonsumsi belum mencukupi kebutuhan gizi yang semakin meningkat. Status gizi secara tidak langsung berkaitan dengan faktor sosial ekonomi dan higiene sanitasi serta berkaitan langsung dengan tingkat konsumsi dan infeksi.
Universitas Sumatera Utara
34
Penelitian Ma’rifat (2012) terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi batita indikator BB/U dengan pemanfaatan pelayanan penimbangan, penyuluhan dan pemberian makanan tambahan. Sementara untuk status gizi batita indikator TB/U hubungan yang signifikan hanya terjadi dengan pemanfaatan pelayanan penimbangan dan suplementasi gizi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi batita indikator BB/TB adalah jumlah anggota keluarga dan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sedangkan terhadap status gizi batita indikator BB/U dan TB/U adalah lama pendidikan ibu, pemanfaatan pelayanan kesehatan dan penyakit infeksi. Aspek kunci dalam pola asuhan adalah : a. Perawatan dan perlindungan bagi bayi b. Praktek menyusui dan pemberian MP-ASI c. Pengasuhan psiki-sosial d. Kebersihan diri dan sanitasi lingkungan e. Praktek kesehatan dirumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan.
2.3. Epidemiologi BGM Konsep dasar kejadian BGM menurut segitiga epidemilogi, Segitiga epidemiologi merupakan konsep dasar epidemiologi yang memberi gambaran tentang hubungan antara tiga faktor yang berperan dalam terjadinya penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi antara Host (penjamu), Agent (penyebab) dan Environment (lingkungan). Suatu penyakit dapat timbul di masyarakat apabila terjadi ketidakseimbangan antara Host, Agent dan
Universitas Sumatera Utara
35
Environment. Hal ini dikarenakan perubahan pada salah satu faktor atau komponen akan mengubah keseimbangan secara keseluruhan. Hubungan ketiga komponen digambarkan dengan tuas dalam timbangan, dimana environment sebagai penumpunya. Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat ke suatu proses kejadian penyakit yakni proses interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya (biologis, Fisiologis, Psikologis, Sosiologis dan antropologis) dengan penyebab (agent) serta dengan lingkungan (Enviroment) (Nur nasry noor, 2000). Pada kasus balita yang mengalami BGM, penyakit dapat timbul dikarenakan tidak seimbangnya host, agent, dan environmentnya. a. Host (Pejamu) Host atau pejamu ialah keadaan manusia dimana dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Faktor ini di sebabkan oleh faktor intrinsik. : 1. Umur. Bayi dan balita merupakan golongan rawan terhadap penyakit gizi buruk. Selain karena daya tahan tubuhnya yang masih rendah, faktor organ pencernaan yang belum berfungsi sempurna juga turut mempengaruhi. 2. Status kesehatan. Status gizi yang kurang menyebabkan mudahnya menderita BGM. 3. Keadaan imunitas dan respons imunitas. Adanya alergi atau intolerant terhadap protein tertentu terutama protein susu mempengaruhi intake protein dalam tubuh. Sehingga menyebabkan kurangnya protein apabila tidak dicari penggantinya
Universitas Sumatera Utara
36
4. Tingkat Pendidikan. BGM juga dipengaruhi akibat rendahnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi pada anak dan kurangnya pemahaman akan makanan peralihan dari ASI ke makanan pengganti ASI. b. Agent (Penyebab) Pada dasarnya, tidak ada satu pun penyakit yang dapat timbul hanya disebabkan oleh satu faktor tunggal semata. Umumnya kejadian penyakit disebabkan oleh berbagai unsur yang secara bersama-sama mendorong terjadinya penyakit, namun demikian, secara dasar, unsur penyebab penyakit dapat dibagi dalam dua bagian utama yakni : 1. Penyebab Kausal Primer, dan 2. Penyebab Kausal Sekunder Penyebab kausal primer pada penderita BGM ialah rendahnya asupan makanan yang mengandung protein. Padahal zat ini sangat dibutuhkan oleh anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, namun tidak semua makanan mengandung protein/asam amino yang mencukupi kebutuhan dalam tubuh. Sedangkan penyebab kausal sekunder lebih kepada lingkungan pasien itu sendiri seperti ketersediaan bahan pangan di daerah tempat tinggalnya yang memadai atau tidak. c. Environment (Lingkungan) Unsur lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan terjadinya sifat karakteristik individu sebagai pejamu dan ikut memegang peranan dalam proses kejadian BGM.
Universitas Sumatera Utara
37
-
Lingkungan Fisik, daerah dimana ketersediaan dan ketahanan pangannya rendah akan menjadi daerah endemik penyebaran BGM. Lingkungan fisik ada yang terjadi secara alamiah tetapi dapat juga mucul akibat ulah manusia sendiri (Nur Nasri Noor, 2000).
-
Lingkungan Sosial, semua bentuk kehidupan sosial budaya, ekonomi, politik, sistem organisasi. Serta instusi/peraturan yang berlaku bagi setiap individu yang membentuk masyarakat tersebut. Faktor hidup di tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun temurun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya BGM. Selain itu tingkat pendapatan yang rendah sehingga mengakibatkan daya beli barang yang rendah juga turut andil mengakibatkan BGM. Dari keseluruhan unsur di atas, dimana hubungan interaksi antara satu dengan
yang lainnya akan menentukan proses dan arah dari proses kejadian penyakit, baik pada perorangan, maupun dalam masyarakat. Dengan demikian Terjadinya suatu penyakit tidak hanya di tentukan oleh unsur penyebab semata, tetapi yang utama adalah bagaimana rantai penyebab dan hubungan sebab akibat di pengaruhi oleh berbagai faktor maupun unsur lainnya. 2.4. Landasan Teori Landasan teori dalam penelitian ini dirangkum berdasarkan tinjauan teori yang ada, khususnya mengenai hubungan satu factor risiko dengan risiko yang lain yang dapat mempengaruhi terjadinya BGM.
Universitas Sumatera Utara
38
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian BGM adalah karakteristik ibu yang meliputi (umur, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan), faktor penyebab tidak langsung yaitu perilaku ibu yang meliputi (Pengetahuan, sikap dan pola asuh) pelayanan kesehatan, dan ketersediaan pangan, dan faktor penyebab langsung yaitu penyakit infeksi dan asupan gizi. Kerangka teori terjadinya BGM pada anak balita dapat dilihat pada gambar 2.2 sebagai berikut : Masalah dasar Krisis Politik Masalah utama -Kemiskinan -Pendidikan Rendah, -Ketersediaan Pangan
Kejadian Bawah Garis Merah
Penyebab langsung - Asupan Gizi - Infeksi Penyakit Penyebab tidak langsung - Ketersediaan Pangan - Pelayanan Kesehatan
Karakteristik ibu - Umur - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan
Perilaku - Pengetahuan - Sikap - Pola Asuh Gambar 2.2. Kerangka Teori Penelitian Sumber : Rogers (1983),UNICEF (1998)
Universitas Sumatera Utara
39
2.5. Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teori maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian dan tidak semua variabel yang tercantum pada kerangka teori dilakukan pengukuran, peneliti hanya memilih beberapa faktor yang fisibel (dapat dilakukan peneliti) untuk diteliti sebagai variabel penelitian. Variabel terikat (variabel dependen) dalam penelitian ini adalah kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada anak balita sedangkan variabel bebas (variabel independen) adalah karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan) dan perilaku ibu (pengetahuan, sikap dan pola asuh). Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka teori, maka yang menjadi kerangka konsep penelitian dalam penelitian ini sebagai berikut : Variabel Independen Karakteristik Ibu: - Umur - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan
Variabel Dependen
Kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada Anak Balita
Perilaku Ibu : - Pengetahuan - Sikap - Pola Asuh
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara