BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fungsi paru Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apex (puncak) di atas dan muncul sedikit lebih tinggi dari klavikukula di dalam dasar leher.17 Fungsi utama paru sebagai organ adalah untuk pertukaran gas O2 dan CO 2 yang ada di dalam darah dengan udara pernapasan.5 Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula. Sebuah pipa bronkhial kecil masuk ke dalam setiap lobula dan semakin ia bercabang, semakin menjadi tipis dan akhirnya berakhir menjadi kantong kecil-kecil, yang merupakan kantong-kantong udara paru-paru. Jaringan paru-paru adalah elastik, berpori dan seperti spon.17 Paru-paru dapat dikembangkempiskan melalui dua cara: (1) diafragma bergerak turun naik untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada, dan (2) depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameter anteroposterior rongga dada. Pernapasan normal dan tenang dapat dicapai dengan hampir sempurna melalui metode pertama dari kedua metode tersebut, yaitu melalui gerakan diafragma.18 Jika kemampuan mengembang dinding toraks atau paru menurun sedangkan tahanan saluran napas meningkat, maka tenaga yang diperlukan oleh otot pernapasan guna memberikan perubahan volume serta tenaga yang diperlukan kerja pernapasan akan bertambah. Hal ini berakibat kebutuhan oksigen juga bertambah atau meningkat.
Universitas Sumatera Utara
Jika paru-paru tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen, akhirnya akan menimbulkan sesak nafas. Gangguan mekanik dari alat pernapasan yang disebabkan oleh beberapa penyakit paru akan meningkatkan kerja otot pernapasan yang melebihi pemasokan energi aliran darah dengan akibat terjadi penumpukan bahan-bahan metabolik. Bahan metabolik merangsang reseptor sensoris yang terdapat di dalam otot dan akan menimbulkan sensasi sesak nafas.6
2.2. Definisi Kanker paru Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran pernafasan. Kanker paru tumbuh dari salah satu jenis sel yang ada di dalam saluran pernafasan yaitu epitel bronkus.19
Gambar 2.1 : Anatomi Paru dan Kanker Paru43
Universitas Sumatera Utara
Titik tumbuh karsinoma paru berada di percabangan segmen atau subsegmen bronkus. Pada tempat pertumbuhan tumor tampak berupa nodul kecil kemudian tumbuh menjadi gumpalan dan meluas ke arah sentral atau sentripetal dan ke arah pleura. Paru merupakan tempat paling umum untuk metastatis kanker dari berbagai tempat.20 Penyebaran limfatik (karsinomatosa limfangitis) menyebabkan suatu perselubungan linier pada paru, biasanya disertai pembesaran kelenjar getah bening hilus.21
2.3. Klasifikasi Kanker Paru Klasifikasi kanker paru berdasarkan tujuan pengobatan dibedakan menjadi dua bagian yaitu : 22 2.3.1. Small Cell Lung Cancer (SCLC) Karsinoma sel kecil biasanya terletak di tengah di sekitar percabangan utama bronki. Karsinoma sel kecil memiliki waktu pembelahan yang tercepat dan prognosis yang terburuk dibandingkan dengan semua karsinoma bronkogenik. Sekitar 70% dari semua pasien memiliki bukti-bukti penyakit yang ekstensif (metastatis ke distal) pada saat diagnosis, dan angka kelangsungan hidup 5 tahun kurang dari 5%.23 Gambaran histologis karsinoma sel kecil yang khas adalah dominasi sel-sel kecil yang hampir semuanya diisi oleh mucus dengan sebaran kromatin dan sedikit sekali/tanpa nucleoli. Bentuk sel bervariasi ada fusiform, polygonal dan bentuk seperti limfosit.22
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC) a. Karsinoma Epidermoid/ Karsinoma Sel skuamos Perubahan karsinoma sel skuamos biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum. Karsinoma sel skuamosa seringkali disertai batuk dan hemoptisis akibat iritasi atau ulserasi, pneumonia, dan pembentukan abses akibat obstuksi dan infeksi sekunder. Karena tumor ini cenderung agak lamban dalam bermetastatis, maka pengobatan dini dapat memperbaiki prognosis.23 b. Adenokarsinoma23 Adenokarsinoma memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mucus. Kebanyakan dari jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan sering bermetastatis jauh sebelum lesi primer. c. Karsinoma Sel Besar Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Selsel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.23
Universitas Sumatera Utara
2.4 Gejala Klinis kanker Paru Beberapa gejala klinik ada hubungannya dengan jenis histologi kanker paru. Karsinoma epidermoid sering tumbuh sentral, memberikan gejala klinik yang sesuai dengan pertumbuhan endobronkial. Meliputi batuk, sesak nafas akibat obstruksi, atelektasis, wheezing atau post obstuktif pneumonia. Berbeda dengan adeno karsinoma dan large cell carcinoma, yang sering terletak pada bagian perifer memberikan gejala yang berhubungan dengan pertumbuhan tumor di perifer seperti nyeri pleuritis, pleural effusi, atau nyeri dari dinding dada.19 Gejala klinik kanker paru beraneka ragam, secara garis besar dapat dibagi atas :19,6 2.4.1. Gejala Intrapulmonal Gejala intrapulmonal disebabkan gejala lokal adanya tumor di paru, yaitu melalui gangguan pada pergerakan silia serta ulserasi bronkus yang memudahkan terjadinya radang berulang, disamping dapat mengakibatkan obstuksi saluran napas atau atelektasis. Gejala dapat berupa batuk lama atau berulang lebih dari 2 minggu yang terjadi pada 70-90% kasus. Batuk darah yang terjadi sebagai akibat ulserasi terjadi pada 651% kasus. Nyeri dada terjadi pada 42-67% kasus, sesak nafas yang disebabkan oleh tumor atau obstruksi yang ditimbulkan tumor ataupun karena atelektasis. Keluhan sesak napas terdapat pada 58% kasus. 2.4.2. Gejala Intratorakal Ekstrapulmonal Gejala intratorakal ekstrapulmonal terjadi akibat penyebaran kanker paru melalui kelenjar limfe, atau akibat penyebaran langsung kanker paru ke mediastnum.
Universitas Sumatera Utara
Gejalanya berupa sindrom Horner, paralisis diafragma, sesak napas, atelektasis, disfagia, sindrom vena cava superior, efusi pleura dan lain-lain. 2.4.3. Gejala Estratorakal Non Metastatik Gejala estratorakal non metastatik terbagi atas manifestasi neuromuskuler ditemukan pada 4-15% kasus, manifestasi endokrin metabolik terjadi pada 5-12,1% kasus, manifestasi jaringan ikat dan tulang sering terdapat pada jenis karsinoma epidermoid, manifestasi vaskuler dan hematologik jarang ditemukan dan bila ditemukan biasanya berupa migratory thrombophlebitis, purpura dan anemia. 2.4.4 Gejala Ektratorakal Metastatik Penyebaran kanker paru ekstratorakal dapat terjadi pada beberapa tempat baik secara hematogen maupun limfogen. Lebih dari 50% penderita kanker paru mengalami metastase ekstra torakal, sering pada tempat yang berbeda dan sering ditemui kelainan neurologis fokal, nyeri tulang dan nyeri perut akibat metastase pada hati atau metastase pada kelenjar adrenal.
2.5. Stadium Klinis27 Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan system TNM menurut International Union Againts Cancer (IUAC) The American Joint on Cancer Comitee (AJCC) 1997 adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Klasifikasi Stadium Klinis Kanker Paru berdasarkan TNM Stadium 0
TNM Karsinoma In Situ
I II III
IA
T1N0M0
IB IIA IIB IIIA
T2N0M0 T1N1M0 T2N1M0 T3N0M0 T3N1M0 T1N2M0 T2N2M0 T3N2M0 T4N0M0 T4N1M0 T4N2M0 T1N3M0 T2N3M0 T3N3M0 T4N3M0 Setiap T, Setiap N dengan M1
IIIB
IV
Keterangan : Tumor Primer (T) Tis : Karsinoma in situ T1 : Tumor dengan ukuran ≤ 3 cm, dikelilingi oleh pleura paru atau viseral dan tidak ada invasi proksimal ke lobus bronkus pada bronskopkopi. T2 : Tumor ukuran > 3 cm, melibatkan bronkus utama, perluasan ke pleura viseral, perluasan ke hilus akibat atelektasis atau pneumonitis obstruktif. T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada, diafragma, pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di bronkus utama
Universitas Sumatera Utara
yang terletak < 2 cm dari distal karina, tetapi tidak melibatkan karina, atau adanya atelektasis/ pneumonitis obstruktif seluruh paru. T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga pleura/ perikardium yang disertai efusi pleura/ perikardium, satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer. Kelenjar Getah Bening Regional (N) N0 : Tidak ada metastatis ke kelenjar getah bening regional N1 : Metastasis ke kelenjar getah bening hilus, dan atau peribronkial, serta kelenjar getah bening pada paru karena perluasan langsung tumor primer. N2 : Metastasis ke kelenjar getah bening mediastinum atau kelenjar getah bening di bawah karina. N3 : Metastasis ke kelenjar getah bening hilus kontra lateral, atau skelenus kontra lateral/ipsi lateral, atau kelenjar getah bening supraklavikuler. Metastasis Jauh (M) M0 : Tidak ada metastasis jauh. M1 : Metastasis ke hepar, anak ginjal, tengkorak.
2.6. Status Performance Penderita Kanker Paru Untuk mengetahui kualitas hidup penderita kanker paru, diperlukan suatu standar. Standar untuk menilai kualitas hidup yang sering dipakai adalah indeks performance dari Karnoffsky. Status performance ini penting untuk menentukan
Universitas Sumatera Utara
rencana terapi yang akan diberikan pada penderita. Selain itu juga penting untuk evaluasi hasil terapi yang telah diberikan pada penderita kanker paru.19 Status performance menurut Karnoffsky adalah sebagai berikut :6,19 a. 100% = Mampu melakukan aktivitas normal, tidak ada keluhan. b. 90% = Mampu melakukan aktivitas normal, gejala penyakit ringan. c. 80% = Dengan usaha mampu melakukan aktivitas normal dengan gejala penyakit cukup didapatkan. d. 70% = Tidak mampu bekerja, mampu merawat dirinya sendiri. e. 60% = Untuk merawat dirinya sendiri terkadang membutuhkan pertolongan. f. 50% = Membutuhkan banyak pertolongan untuk merawat dirinya sendiri, serta memerlukan perawatan medik. g. 40% = Penderita cacat, memerlukan perawatan khusus. h. 30% = Penderita cacat berat, memerlukan perawatan di rumah sakit. i.
20% = Sakit berat, harus dirawat di rumah sakit
j.
10% = Hampir meninggal
k. 0%
= Meninggal.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Epidemiologi Kanker Paru 2.7.1. Frekuensi dan Distribusi a. Orang Kanker paru merupakan salah satu jenis kanker yang paling sering ditemukan pada laki-laki dibanding perempuan.28 Berdasarkan hasil penelitian Cancer Research UK (United Kingdom) tahun 2003 di Inggris (tahun 1999), IR kanker paru pada lakilaki 70,4 per 100.000 penduduk sedangkan pada wanita 34,9 per 100.000 penduduk. Menurut Hasil penelitian SEER (Surveilance Epdemiology and End Result) tahun 2003, Insidens Rate kanker paru tahun 2000 di Amerika Serikat pada laki-laki 79,7 per 100.000 penduduk sedangkan pada wanita 49,7 per 100.000 penduduk.8 Survei epidemiologi kanker paru pada umumnya melaporkan bahwa kurang lebih 90% kasus kanker paru terjadi pada penderita berusia diatas 40 tahun.19 Kurang dari 5% pasien kanker paru berumur di bawah 40 tahun.25 Laporan SEER Cancer Statistics tahun 2000-2004, Insidens Rate kanker paru pada usia ≥ 65 tahun 358,7 per 100.000 penduduk sedangkan usia < 65 tahun 17,3 per 100.000 penduduk. b. Tempat Cause Spesifik Death Rate (CSDR) kanker paru antara negara satu dengan negara yang lain berbeda. Hal ini berhubungan dengan kebiasaan merokok di negara tersebut. Angka kematian karena kanker paru CSDR per 100.000 penduduk pada pria usia 45 tahun atau lebih pada tahun 1972, di Sri lanka 4, Mesir 7, Taiwan 47, Jepang 75, Australia 184, Amerika Serikat 194, Belanda 281, dan Inggris 310. 19
Universitas Sumatera Utara
c. Waktu Data penderita kanker paru dari RSUP Persahabatan Jakarta menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1970-1976 ditemukan 382 kasus, tahun 1980-1984 sebanyak 374 kasus,tahun 1984-1988 sebanyak 666 kasus dan tahun 1998 ditemukan 273 kasus.27 Data penderita kanker paru dari RS. Dharmais Jakarta tahun 2004 sebanyak 86 kasus mengalami peningkatan menjadi 111 kasus pada tahun 2006 dan 113 kasus pada tahun 2007.9 2.7.2. Determinan a. Umur Berdasarkan hasil survei kanker paru yang dikutip dari Alsagaf (1995), dilaporkan bahwa 90% kasus kanker paru terjadi pada usia ≥ 40 tahun. Di Amerika, penderita kanker paru terbanyak pada usia ≥ 4 0 tahu n yaitu sebesar 9 0 %, d an di Indonesia sebesar 84,4%. 19 b. Jenis Kelamin Kanker paru lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.41 Survei epidemiologis kanker paru atas dasar jenis kelamin pada umumnya melaporkan perbandingan kasus laki-laki dibanding wanita adalah 5:1 (A.S, 70,6 : 14,4 per 100.000 penduduk; R.S. Dr. Soetomo, Surabaya 39:8).19 Hasil penelitian Liauw KM & Chen CJ (982-1994) dengan desain kohort Dikalangan kaum pria, kebiasaan merokok secara bermakna berhubungan dengan peningkatan risiko kematian akibat kanker paru 3 kali (RR(risiko relatif)=3) dan pada kalangan wanita (RR=3,6).45
Universitas Sumatera Utara
c. Pengaruh Genetik dan Status Imunologi Kanker paru dapat di pengaruhi oleh keadaan genetik. Normalnya, pertumbuhan sel berjalan dalam beberapa tahapan dan di kontrol oleh gen (pembawa informasi) yang sebagian bertindak sebagai pemicu, penghambat pertumbuhan dan gen pengontrol proses lain dalam sel agar berjalan baik. Gangguan pada gen atau proses pertumbuhan itu dapat menyebabkan sel tumbuh tidak terkendali. Pada beberapa kondisi tidak semua gangguan itu berkembang cepat namun dapat berhenti sebelum berubah menjadi ganas (tumor jinak). Namun, ketika gangguan semakin berat dan bermetastasis ke organ lain maka hal inilah yang dikatakan sebagai kanker.33 Status imunologi penderita yang dipantau dari celular mediated menunjukkan adanya korelasi antara derajat differensiasi sel, stadium penyakit, tanggapan terhadap pengobatan serta prognosis. Penderita yang alergi umumnya tidak memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan dan lebih cepat meninggal.6 d. Rokok Insidens kanker paru berhubungan erat dengan kebiasaan merokok.31 Merokok merupakan faktor
risiko utama kanker paru. Pada rokok terdapat zat
karsinogen dan zat pemicu timbulnya kanker.32 Risiko relatif terjadinya kanker paru pada perokok adalah 20 kali dibandingkan dengan non perokok. 6,15 Dari data Susenas 2001 dapat dilihat prevalensi perokok di Indonesia pada penduduk umur di atas 10 tahun (27,7 %). Prevalensi perokok cenderung meningkat selama 5 tahun terakhir. Pola merokok bergeser pada kelompok umur yang lebih muda (15-19 tahun). Prevalensi merokok menurut jenis kelamin didapatkan pada
Universitas Sumatera Utara
penduduk laki-laki (54,5%) dan perempuan (1,2%). Dari mereka yang merokok sebanyak 92 % menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga lainnya. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar dari anggota rumah tangga dapat dikategorikan sebagai perokok pasif.44 Beberapa data epidemiologi yang dilaporkan meningkatkan risiko kanker paru adalah jumlah rokok yang dikonsumsi yaitu lebih dari 20 batang sehari, lama merokok lebih dari 10 tahun, dan kebiasaan merokok dengan cara menghisap dalamdalam. Merokok dalam jangka panjang yaitu 10-20 tahun, dengan jumlah merokok 110 batang/hari meningkatkan risiko 15 kali, 20-30 batang/hari meningkatkan risiko 40-50 kali serta 40-50 batang/hari meningkatkan risiko 70-80 kali. Jika seorang perokok menghentikan kebiasaan merokok, maka baru akan menunjukkan risiko yang sama dengan bukan perokok 10-13 tahun kemudian.6,15 e. Paparan Industri6 Pemaparan terhadap zat kimia tertentu di tempat kerja jelas berhubungan dengan perkembangan kanker paru. Angka Insiden paru pun meningkat pada pekerja yang terpapar beberapa bentuk nikel dan asbestos. Asbestos adalah fibrosis paru yang berkembang secara perlahan akibat menghirup debu asbestos berkonsentrasi tinggi atau akibat pemaparan yang lama. Asbestos tingkat lanjut sering dihubungkan dengan kanker paru terutama dikalangan perokok. Asbestos dapat meningkatkan risiko kanker paru 6-10 kali. Para pekerja di industri bahan-bahan radioaktif seperti penambang uranium mempunyai risiko menderita kanker paru 4 kali lebih besar dari pada populasi umum. Paparan industri ini biasanya baru terlihat pengaruhnya setelah 15-20 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Pekerjaan yang meningkatkan risiko kanker paru antara lain penambang nikel, industri ion exchange resins
yang menggunakan chloromethyl ether dan bis
(chloromethyl) ether, penambang biji kromit, industri pemakai arsenikum, gas mostar, jelaga, tir dan hidrokarbon aromatik polisiklik. World Health Organization (WHO) pada tahun 2004 mengeluarkan pedoman tentang karsinogen di tempat kerja dan perkiraan risiko relatif terhadap kejadian kanker paru. Menurut Steenland et all (1996), Risiko relatif untuk kanker paru akibat pajanan karsinogen di tempat kerja (tidak termasuk radon) diperkirakan 1,6. Orang yang terpapar arsenik dan asbestos dengan dosis rendah memiliki risiko 1,2 kali untuk menderita kanker paru (RR 1,22-1,32; 95% Cl).46 f. Penyakit lain15 Tuberkulosis paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi kanker paru. Melalui mekanisme hiperplasi, metaplasi, karsinoma in situ kanker paru sebagai akibat adanya jaringan parut tuberkulosis.
2.8. Pencegahan Kanker Paru 2.8.1 Pencegahan Primodial Tujuan pencegahan primodial adalah untuk mencegah timbulnya pola hidup berisiko tinggi. Pencegahan primodial pada kanker paru adalah dengan mencegah gaya hidup merokok untuk mencegah timbulnya peningkatan kejadian kanker paru.34 Pencegahan atau pengurangan merokok dapat juga ditempuh melalui penerapan kebijaksanaan dan regulasi tentang rokok. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 114 menyebutkan bahwa setiap
Universitas Sumatera Utara
orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia wajib mencantumkan peringatan kesehatan dan pada pasal 115 menyebutkan kawasan tanpa rokok antara lain fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum serta tempat lain yang ditetapkan.35 2.8.2 Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah usaha untuk mencegah timbulnya kanker dengan menghilangkan dan melindungi diri dari kontak dengan zat karsinogen dan faktorfaktor yang dapat menimbulkan kanker.36 Pencegahan primer terhadap kanker paru adalah dengan tidak merokok sejak usia dini, apabila sudah merokok hendaklah segera berhenti merokok, menjauhi perokok22 dan bila bekerja di tempat yang ada polusi udara seperti debu sebaiknya menggunakan alat pelindung diri (masker).36 2.8.3. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah usaha untuk mencegah timbulnya kerusakan lebih lanjut. Pencegahan sekunder adalah dengan deteksi dini, diagnosis kanker paru serta penatalaksanaan klinis dengan segera.36 a. Deteksi Dini Deteksi dini kanker ialah usaha untuk menemukan adanya kanker yang masih dapat disembuhkan, yaitu kanker yang belum lama tumbuh, masih kecil, masih lokal, masih belum menimbulkan kerusakan yang berarti, pada golongan masyarakat tertentu dan pada waktu tertentu. Deteksi dini kanker paru dapat dilakukan dengan Xfoto toraks dan Sitologi sputum.36
Universitas Sumatera Utara
b. Diagnosa kanker Paru b.1 Anamnesis Anamnesis dapat memberikan petunjuk adanya kanker paru. Keluhan dan gejala klinis permulaan yang merupakan petunjuk ke arah karsinoma paru terutama pada golongan resiko tinggi. Batuk disertai dengan dahak yang banyak, purulenta dan kadang-kadang bercampur dengan darah. Sesak napas dengan suara pernapasan yang nyaring (wheezing) mirip dengan serangan asma bronkial. Rasa nyeri di rongga dada. Pada umumnya keadaan lemah, berat badan menurun, anoreksia dan tidak ada kemauan merokok yang sebelumnya adalah perokok.20 b.2 Pemeriksaan fisik Salah satu bentuk yang paling sering ditemukan pada kanker paru adalah terjadinya osteoatropati dari ujung-ujung jari yakni berupa clubbing fingers (jari-jari tabuh).24 Selain itu, ada ditemukan beberapa kelainan yang dapat memperkuat kecurigaan adanya kanker paru seperti perubahan bentuk dinding toraks dan deviasi trakea, tumor yang letaknya di perifer meluas pada jaringan bawah kulit berupa penonjolan, kelenjar getah bening teraba terutama di daerah supraklavikula dan terjadi perluasan tumor ke permukaan pleura yang dapat menyebabkan efusi pleura.20 Pada stadium lanjut kelainan yang terjadi dapat berupa paralisis dari pita suara (serak), obstruksi vena cava, sindroma Horner, gangguan neurologik seperti paralisis hemidiafragma dan metastase ke kulit dan lain-lainnya.25 b.2.1 Laboratorium24 Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya resiko imunologi terhadap sel tumor. Pemeriksaan laboratorium pada kanker paru ditujukan
Universitas Sumatera Utara
pada 5 hal, antara lain : Untuk menilai kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker terhadap paru. Kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru yang bertujuan untuk menilai adanya kegagalan pernapasan. Selain itu untuk menilai berbagai kelainan elektrolit Na, K, Cl, Ca, P yang disebabkan oleh kanker dan untuk menilai kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada organ- organ yang lainnya. Kemudian juga ditujukan untuk menilai kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada jaringan tubuh yang disebabkan oleh tumor primer atau metastasisnya serta untuk menilai reaksi imunologi yang terjadi. b.2.2 Radiologi Pemeriksaan radiologi digunakan dalam menegakkan diagnosis pada kanker paru terutama pada kelompok berisiko tinggi (high risk group).24 Pemeriksaan foto dada merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Pemeriksaan dengan computer tomograph pada dada lebih sensitif dari pada pemeriksaan foto dada biasa, karena dapat mendeteksi kelainan atau nodul dengan diameter minimal 3 mm. Pemeriksaan dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dilakukan untuk menilai kelainan tumor yang menginvasi ke dalam medula spinal dan mediastinum namun biayanya cukup mahal.22 b.2.3 Sitologi Sputum Secara umum pemeriksaan sitologi sputum dapat dilakukan untuk diagnosis kanker paru sampai 80% kanker yang terletak di sentral, tetapi kurang dari 20% di perifer.20 Pada kanker yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat memberikan hasil positif 67-85% pada karsinoma sel skuamos. Pemeriksaan sitologi
Universitas Sumatera Utara
sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin dan screening untuk diagnosis dini kanker paru. Ketepatan diagnosis sitologi sputum pada karsinoma epidermoid adalah 84,5%, karsinoma sel kecil sebesar 70% dan adenokarsinoma sebesar 57%.24 Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil positif, hal ini bergantung pada letak tumor terhadap bronkus, jenis tumor, teknik mengeluarkan sputum, jumlah sputum yang diperiksa dan waktu pemeriksaan sebaiknya keadaan sputum harus segar.22 b.2.4 Bronkoskopi 19 Bronkoskopi serat optik/bronkoskop fiber optik merupakan teknik yang sering digunakan untuk mendiagnosis definitif kanker paru. Dengan bronkoskopi kita dapat mengetahui perubahan bronkus, mengetahui perubahan permukaan mukosa, mengetahui perubahan karina dan untuk mengetahui penderajatan kanker. Ketepatan dari diagnostik bronskopi tergantung dari letak lokasi tumor, secara keseluruhan akurasinya 60-80%. Untuk kanker paru dengan diameter lebih besar dari 2 cm dan terletak di sentral memiliki ketepatan 90% sedangkan untuk kanker paru dengan diameter kurang dari 2 cm dan terletak di perifer ketepatannya hanya sekitar 15-20%. b.2.5 Biopsi Aspirasi Jarum halus (BAJAH) 20 Biopsi asirasi jarum halus (BAJAH) transtorakal banyak dipergunakan untuk diagnosis kanker paru terutama yang terletak di perifer atau pemeriksaan yang dilakukan bila semua pemeriksaan yang biasanya dilakukan telah gagal dalam menegakkan diagnosis terutama pada lesi yang terletak pada tepi paru.
Universitas Sumatera Utara
Prosedur dan teknik ini relatif sederhana dan akurasi diagnosisnya tinggi. Peranan radiologi sangat penting terutama untuk menentukkan ukuran dan letak, juga menuntun jarum mencapai massa tumor. Penentuan letak tumor bertujuan untuk memilih titik masuk jarum di kulit dinding toraks yang berdekatan pada tumor. b.2.6. Mediastinoskopi Mediastinokopi dilakukan untuk melihat tumor yang bermetastasis ke kelenjar getah bening, hilus dan mediastinum.22 Pada penderita kanker paru dengan pemeriksaan non invasif (Magnetic Resonance Imaging, Tomografi dan Computed Tomography scan) menunjukkan adanya nodul pada mediastinum lalu dilakukan mediastinoskopi cervial yang memberikan hasil positif 85-90%. Sedangkan bila mediastinoskopi tersebut dilakukan tanpa pemeriksaan non invasif terlebih dahulu, memberikan hasil positif antara 25-40%.19 b.2.7 Torakoskopi Dengan Torakoskopi ini memungkinkan untuk dilakukan pengambilan cairan pleura, biopsi pleura yang lebih terarah, biopsi pada tumor yang terletak di hilus dan biopsi pada kelenjar di hilus.26 Biopsi tumor di daerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi. Untuk tumor yang terletak di permukaan pleura viseralis dengan cara Video Assisted Thorascoscopy dan komplikasi yang terjadi amat kecil.22 c. Penatalaksanaan Kanker Paru c.1. Pembedahan Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor secara total berikut kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan pada kanker
Universitas Sumatera Utara
paru yang tumbuh terbatas pada paru yaitu stadium I (TI N0 M0 atau T2 N0 M0), kecuali pada kanker paru jenis SCLC. Luas reseksi atau pembedahan tergantung pada luasnya pertumbuhan tumor di paru. Pembedahan dapat dilakukan pada stadium lanjut, akan tetapi lebih bersifat paliatif. Pembedahan paliatif dimaksudkan untuk mereduksi tumor agar radioterapi lebih efektif, dengan demikian kualitas hidup penderita kanker paru dapat menjadi lebih baik.20 Di Indonesia hanya 10-25% penderita menjalani pembedahan dengan angka tahan hidup penderita kanker yang dibedah 1 tahun 56,6%, 2 tahun 16,4% dan 5 tahun 2,4%.37 Pembedahan untuk mengobati kanker paru dapat dilakukan dengan cara:20 c.1.1 Wedge Resection, yaitu melakukan pengangkatan bagian paru yang berisi tumor, bersamaan dengan margin jaringan normal. c.1.2 Lobectomy, yaitu pengangkatan keseluruhan lobus dari satu paru. c.1.3 Pneumonectomy, yaitu pengangkatan paru secara keseluruhan. Hal ini akan menurunkan fungsi paru. Tindakan ini hanya dilakukan jika diperlukan dan jika pasien memang sanggup bernafas dengan satu paru. c.2. Radioterapi Radioterapi berperan cukup besar pada penatalaksanaan kanker paru primer sebagai terapi kombinasi dengan pembedahan dan kemoterapi. Kemoterapi dapat berupa ajuvan disusul dengan radioterapi, atau sekwensial dengan radioterapi atau kemoterapi dapat diberikan bersamaan dengan radiasi hiperfraksinasi. Radioterapi pada kanker paru sebagai terapi kuratif maupun terapi paliatif. Radioterapi sebagai terapi kuratif dilakukan pada tumor yang tumbuh terbatas pada
Universitas Sumatera Utara
paru, tumor tidak dapat dioperasi karena memiliki risiko tinggi dan pasien menolak melakukan operasi. Radioterapi paliatif pada kanker paru berfungsi sebagai terapi untuk dapat meningkatkan kualitas hidup. Radioterapi banyak digunakan untuk metastasis tumor pada tulang atau infiltrasi pada dinding torak yang menimbulkan rasa nyeri. 20 c.3. Kemoterapi Kemoterapi digunakan sebagai terapi baku untuk pasien mulai dari stadium IIIa dan sebagai pengobatan paliatif. Kemoterapi dilakukan terutama untuk kasus tumor yang menyebar dan saat radioterapi dan pembedahan tidak menunjukkan hasil yang baik. Pada karsinoma sel skuamosa pemberian kemoterapi sangat responsif. Pada NSCLC, kemoterapi berperan sebanyak 50% pada penderita dengan stadium lanjut dan 40% pada penderita yang mengalami penurunan sesudah pembedahan atau radiasi. 22 Tujuan pemberian kemoterapi paliatif adalah mengurangi atau menghilangkan gejala yang diakibatkan oleh perkembangan sel kanker tersebut sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas hidup penderita.37 c.4. Immunoterapi 6 Beberapa penelitian menunjukkan adanya hasil yang baik pada pemberian imunoterapi untuk kasus karsinoma bronkogenik. Imunosupresi paling banyak terjadi pada keadaan metastasis dan sangat sedikit terjadi pada tumor yang operabel. Keuntungan imunoterapi adalah peningkatan angka kelangsungan hidup dan menghindari toksik hematologi akibat sitostatika. Beberapa imunoterapi yang
Universitas Sumatera Utara
digunakan adalah Imuno modulator seperti Thymosin dan Transfer Factor dan imun stimulator seperti methanol extraction residues dan BCG. 2.8.4. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier ialah usaha mencegah terjadinya kecacatan atau komplikasi akibat dari kanker. Pencegahan tersier kanker paru adalah dengan rehabilitasi, baik itu rehabilitasi mental maupun rehabilitasi sosial dan fisik. Rehabilitasi mental dilakukan bagi penderita kanker paru yang mengalami depresi mental akibat kurang pengertiannya terhadap kanker atau salah persepsi akan penyakit kanker tersebut.36 Dalam menghadapi penderitaan fisik dan mental akibat penyakit yang parah seperti kanker, umumnya pasien akan memiliki penerimaan diri yang rendah, harga diri yang rendah, merasa putus asa, bosan, cemas, frustasi, tertekan, dan takut kehilangan seseorang.38 Rehabilitasi mental dapat berupa tindakan konseling, bimbingan mental dari psycholog, ahli agama atau tokoh masyarakat. Rehabilitasi sosial penting sekali artinya supaya penderita setelah pulang dari rumah sakit dapat hidup kembali secara normal di masyarakat.36
Universitas Sumatera Utara