BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
2.1.
Tinjauan Pustaka
2.1.1. Debit Rencana Debit rencana adalah debit maksimum yang akan dialirkan oleh saluran drainase untuk mencegah terjadinya genangan di suatu daerah. Daerah genangan adalah kawasan atau daerah yang tergenang oleh air akibat saluran drainase tidak mampu menampung debit rencana yang terjadi sehingga menimbulkan kerugian harta benda serta mengganggu aktivitas masyarakat. Sehinggga perhitungan debit rencana sangat penting untuk menentukan besarnya dimensi saluran drainase. Menurut Adi Yusuf (2006), banjir dan genangan dapat terjadi karena: kapasitas sistem yang menurun, debit aliran yang meningkat, atau kombinasi dari kedua hal tersebut. Cecep Ridwan G (2010) melakukan analisis hidrologi untuk menghitung debit banjir menggunakan metode rasional dan metode drain module. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa banjir di bagian hulu terjadi akibat dari dimensi saluran yang tidak dapat menampung debit rencana Q5 dengan alternatif pengendalian banjir yaitu pembangunan tanggul dan normalisasi saluran pada bagian hulu. Beni Dhianarto (2007) menganalisis debit aliran dan debit saluran sehingga diperoleh volume air yang melimpas dari Kali Jenes. Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa genangan Kali Jenes terjadi akibat aliran permukaan dengan alternatif penanganan genangan yaitu dilakukan pelebaran saluran untuk menambah kapasitas saluran yang ada. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 14/PRT/2010 mengatur bahwa standar pelayanan minimal sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota adalah tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari 2 kali setahun 5
6
2.1.2. Kapasitas Saluran Drainase Secara umum salah satu penyebab berkurangnya kinerja saluran drainase adalah terjadinya penyempitan penampang saluran drainase yang disebabkan oleh timbunan sampah dan endapan sehingga terjadi limpasan yang menggenangi jalan. Pada tahun 2011 Habib Ismail menganalisis faktor yang mempengaruhi kinerja dan rehabilitasi sistem drainase mikro DAS Kali Pepe berdasarkan pendekatan Analytic Hierarchy Process (AHP). Penelitian ini menggunakan metode observasi untuk mengamati kerusakan dan kinerja saluran drainase eksisting. Selain itu juga digunakan kuisoner untuk menentukan faktor yang paling berpengaruh terhadap kinerja rehabilitasi saluran drainase. Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam kinerja rehabilitasi sistem drainase DAS Kali Pepe adalah partisipasi masyarakat . Prayogi Akbar dkk (2011) mengevaluasi permasalahan sistem drainase kawasan Jeruk Purut. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa permasalahan sistem drainase disebabkan oleh berkurangnya kapasitas saluran drainase yang yang terjadi karena tumpukan sampah yang memenuhi saluran drainase, sedimentasi akibat lumpur pada saluran drainase dan penyempitan saluran drainase akibat perubahan tata guna lahan sekitar saluran drainase. Ohan eko (2013), menyebutkan bahwa genangan yang terjadi di sebabkan oleh ketidakmampuan saluran drainase untuk menampung debit yang ada. Dalam penelitian ini disebutkan beberapa alternatif penanganan genangan sebagai berikut pembagian debit yang ada menuju saluran lain, pembesaran dimensi saluran dan penambahan kapasitas pompa banjir. 2.1.3. Prioritas Penanganan Daerah Genangan A. Daerah Genangan Genangan merupakan fenomena alam karena tebalnya hujan dan tidak cukupnya kapasitas badan air (sungai ataupun saluran drainase) untuk menampung dan mengalirkan air (Soekarno, 2008).
7
Daerah genangan adalah kawasan atau daerah yang tergenang oleh air akibat saluran drainase tidak mampu menampung debit aliran yang terjadi sehingga menimbulkan kerugian harta benda serta mengganggu aktivitas masyarakat. Benny Mochtar (2008) menyebutkan bahwa genangan merupakan suatu keadaan dimana suatu daerah atau wilayah terendam oleh air dalam volume yang begitu banyak dan tidak dapat ditampung lagi oleh sungai atau bendungan serta tidak dapat diserap lagi oleh tanah dan pohon yang berfungsi sebagai daerah resapan. Diah dkk (2010) menyatakan bahwa genangan merupakan hasil dari konflik kepentingan dan kebutuhan antara manusia dengan air. Konflik tersebut mencakup konflik ruang terbangun dengan ruang terbuka hijau, konflik antara ruang bangunan dengan tata ruang bangunan dengan tata ruang air, dan konflik antara penataan ruang dengan pengelolaan sumber daya air. B. Skala Prioritas Suatu sistem memerlukan adanya suatu evaluasi agar terus dapat berjalan, keterbatasan dana dan pertimbangan faktor lain menjadi penyebab penanganan sistem tidak dapat dilakukan secara menyeluruh. Oleh karena itu dibutuhkan penanganan berdasarkan prioritas. Dalam menentukan suatu prioritas dibutuhkan suatu metode tertentu (Faiz H, 2009). Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan skala prioritas, misalnya adalah skala likert, Analytic Hierarchy Process (AHP), dan Analytic Network Process (ANP). Menurut Djaali (2008) Likert merupakan skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok tentang suatu gejala atau fenomena. Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuisioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survai. Sedangkan menurut Dane Bertram (2007), skala likert merupakan skala respon psikometri terutama digunakan dalam kuesioner untuk mendapatkan preferensi peserta atau tingkat kesepakatan dengan pernyataan atau set pernyataan.
8
Dari beberapa pernyataan dapat ditarik kesimpulan bahwa skala likert merupakan metode perhitungan dengan menggunakan kuisioner yang dibagikan kepada responden untuk mengetahui skala sikap suatu objek tertentu. Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L Saaty pada tahun 1986. AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan bobot nilai relatif dari suatu kriteria majemuk secara intuitif, yaitu dengan menggunakan perbandingan berpasangan. Perbandingan berpasangan tersebut diubah menjadi suatu himpunan bilangan yang mempresentasikan prioritas dari setiap criteria dan alternatif dengan cara yang konsisten (Saaty,1983). ANP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, merupakan metode pengambilan keputusan yang mampu menangkap pengaruh antar komponen secara timbal balik, mengkombinasikan dan mengkomparasi nilai-nilai intangiable dan judgement subyektif dengan data-data kuantitatif yang konsisten dalam skala rasio, sehingga mampu menghasilkan indikator pengaruh positif dan negatif serta mampu mensintesis semua pengaruh antar komponen menjadi satu kesatuan yang utuh (Saaty, 1983). ANP menjadi metode pengambilan keputusan untuk memilih alternatif, perencanaan, uji kesesuaian dan riset kualitatif yang melibatkan berbagai faktor yang saling berkaitan dengan komparasi yang lebih obyektif, prediksi yang lebih akurat dan hasil yang lebih stabil. Ascarya (2007), menjelaskan tentang metode AHP dan ANP dengan membagi karakteristik dan menjelaskan perbedaan yang ada. Penjelasan karakteristik dan perbedaan AHP dan ANP ditunjukan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Tabel Perbedaan AHP dan ANP No Perbedaan AHP 1 Kerangka Hirarki 2 Hubungan Dependensi 3 Prediksi Kurang Akurat 4 Komparasi Preferensi/Kepentingan Lebih Subjectif 5 Hasil Matrik, Faktor Eigen Kurang stabil 6 Cakupan Terbatas Sumber: Ascarya (2007)
ANP Jaringan Dependensi dan Feedback Lebih Akurat Pengaruh Lebih Objektif Supermatrik Lebih Stabil Fleksibel
9
Berdasarkan Tabel 2.1 dapat ditarik kesimpulan bahwa metode ANP jauh lebih baik dan lebih akurat untuk pengambilan keputusan dan penentuan skala prioritas. Raditya Wicaksanang (2010) menggunakan metode ANP untuk menentukan jenis transportasi dari tempat tinggal dengan jarak kurang dari 2 km menuju kampus UNS. Dari hasil penelitian ini diperoleh jenis transportasi optimal yang digunakan oleh civitas akademika adalah jalan kaki. Fadly Ibrahim dkk, pada tahun 2013 menggunakan metode ANP dan AHP untuk menentukan pemilihan trase jalan untuk pengembangan jalan kolektor Provinsi Gorontalo. Penelitian ini membandingkan pemilihan trase jalan dengan menggunakan metode ANP dan AHP. Penelitian ini menyimpulkan hasil analisis AHP dan ANP relative tidak memiliki perbedaan yang signifikan, namun nilai bobot dari pendekatan ANP lebih realistis. Dari jurnal Fadly Ibrahim dkk pada tahun 2013 menunjukkan hasil dari AHP dan ANP relative tidak memiliki perbedaan yang signifikan, namun nilai bobot dari pendekatan ANP lebih realistis dengan kenyataan yang ada karena modelnya memberikan peluang untuk membangun koneksi antar elemen dengan cluster, dan melakukan analisis feedback sehingga hasil dari analisis ANP memiliki nilai yang lebih stabil dan sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan dibandingkan dengan AHP. Maka dari referensi hasil penelitian terdahulu, digunakan metode ANP untuk menentukan daerah prioritas perbaikan saluran drainase pada penelitian ini. 2.1.4. Konsep Perbaikan Saluran Drainase Salah satu konsep perbaikan saluran drainase adalah perencanaan ulang dimensi saluran drainase yang sudah tidak dapat menampung debit rencana. Perencanaan teknis saluran drainase menurut Suripin (dalam TA Mursitaningsih,2009) mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut: 1) Menentukan debit rencana, 2) menentukan jalur saluran, 3) merencanakan profil memenjang saluran, 4) merencanakan penampang melintang saluran dan 5) mengatur dan merencanakan bangunan-bangunan serta fasilitas sistem drainase. Referensi tinjauan pustaka pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.2.
10
Tabel 2.2. Tabel Refrensi Tinjauan Pustaka No 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Metode yang Digunakan Adi Yusuf Kinerja Sistem Drainase yang Kinerja sistem drainase Muttaqin (2006) Berkelanjutan Berbasis dengan menggunakan Partisipasi Masyarakat metode AHP Beni Dhianarto Kajian Genangan Banjir Menghitung volume (2007) Saluran Drainase Dengan limpasan dari Bantuan Sistem Informasi perbandingan debit Geografi saluran dan debit aliran Habib Ismail Prioritas Rehabilitas Sistem Prioritas rehabilitas (2011) Drainase Mikro Daerah sistem drainase Aliran Sungai (DAS) Kali menggunakan metode Pepe Hulu Kota Surakarta AHP Prayogi Akbar Evaluasi Permasalahan Menghitung debit hujan (2011) Sistem Drainase Kawasan menggunakan metode Jeruk Purut, Kecamatan Pasar rasional untuk Minggu, Kotamadya Jakarta mengidentifikasi Selatan permasalahan sistem drainase Ohan Eko Studi Evaluasi Normalisasi Menghitung debit hujan Prasetyo (2013) Saluran Drainase Tanjung menggunakan metode Sadari Krembangan Surabaya rasional untuk evaluasi normalisasi saluran drainase Cecep Ridwan Kajian Desain Drainase Perhitungan debit hujan Gunawan (2008) Kawasan Pertanian dan dan kapasitas saluran Pedesaan Pada Saluran untuk menganalisis Drainase Bugel Kabupaten penyebab banjir Indramayu Fadly Ibrahim, Perbandingan Pemilihan Perbandingan pemilihan Moch.Hasnullah Trase Jalan Dengan trase jalan menggunakan Pangeran dan Menggunakan Pendekatan metode AHP dan ANP Agung Wihartanto AHP dan ANP (2013) Raditya Analisis Pengambilan Pemilihan jenis Wicaksanang Keputusan Jenis Transportasi transportasi dengan (2010) dari Tempat Tinggal Menuju menggunakan metode Kampus UNS Dengan ANP Metode ANP Diah Ayu Arahan Spasial Teknologi Analisis Arahan Spasial Kusumadewi, Drainase Untuk Mereduksi dan Teknik Drainase Ludfi Djakar dan Genangan Di Sub Daerah untuk mereduksi Moh. Bisri (2010) Aliran Sungai Watu Bagian genangan Hilir Peneliti/Tahun
Judul Jurnal
11
Dari refrensi terdahulu maka dalam penelitian ini digunakan perbandingan analisis debit hujan dengan menggunakan metode rasional dan analisis saluran drainase dengan metode Manning untuk mengetahui kerusakan saluaran pada setiap segmen saluran. Kemudian dilakukan penentuan prioritas penanganan daerah genangan dengan menggunakan metode ANP yang memiliki hasil yang lebih stabil dan sesuai dengan kenyataan di lapangan. 2.2.
Dasar Teori
2.2.1. Analisis Debit Rencana Salah satu indikator terjadinya genangan yaitu saluran drainase tidak dapat menampung debit rencana daerah tersebut. Sehingga dalam analisis pada saluran drainase perlu dilakukakan analisis debit rencana. A. Debit Rencana Perhitungan debit untuk saluran drainase di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus rasional atau hidrogaf satuan. Dalam perencanaan saluran drainase dapat dipakai standar yang telah ditetapkan, baik periode ulang dan cara analisis yang dipakai, tinggi jagaan, struktur saluran dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Tabel Kriteria Desain Hidrologi Sistem Drainase Perkotaan Luas DAS (ha) Periode ulang (tahun) <10 2 10-11 2-5 101-500 5-20 >500 10-25 Sumber: Suripin,2004
Metode perhitungan debit hujan Rasional Rasional Rasional Hidrograf satuan
B. Periode Ulang dan Analisis Frekuensi Periode ulang adalah waktu perkiraan di mana suatu kejadian dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui minimal satu kali dalam ukuran waktu tertentu. Besarnya debit rencana untuk fasilitas drainase tergantung pada interval kejadian atau periode ulang yang dipakai.
12
Dengan memilih debit dengan periode ulang yang panjang, kemungkinan terjadinya debit banjir yang melampaui debit rencana dan resiko kerusakan menjadi
menurun,
namun
biaya konstruksi meningkat. Sebaliknya debit
dengan periode ulang yang terlalu kecil dapat menurunkan biaya konstruksi, tetapi meningkatkan resiko kerusakan akibat banjir. Analisis frekuensi dengan cara statistik memerlukan data – data yang diperoleh dari hasil pencatatan secara berkala pada stasiun hujan. Analisis frekuensi didasarkan pada sifat – sifat statistik data yang tersedia untuk memperoleh kemungkinan besaran hujan pada periode ulang tertentu. Analisis ini dilakukan dengan memilih salah satu dari beberapa jenis distribusi statistik yang paling sesuai dengan sifat data yang tersedia. Dalam ilmu statistik terdapat empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam analisis hidrologi antara lain: a. Distribusi Normal Distribusi normal disebut pula distribusi Gauss. Secara sederhana, persamaan distribusi normal ditunjukkan pada persamaan 2.1. (2.1) Dengan: XT X S KT
= Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang tahunan. = Nilai rata-rata hitungan variat. = Deviasi standar nilai variat. = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang.
b. Distribusi Log Normal Jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan mengikuti distribusi Log Normal. Persamaan distribusi log normal ditunjukkan pada persamaan 2.2. (2.2) Dengan: YT Y S KT
= Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan. = Nilai rata-rata hitungan variat. = Deviasi standar nilai variat. = Faktor frekuensi, fungsi dari peluang atau periode ulang.
13
Nilai KT dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Tabel Nilai Variabel Reduksi Gauss No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Periode Ulang 1,0010 1,0050 1,0100 1,0500 1,1100 1,2500 1,3300 1,4300 1,6700 2,0000 2,5000
Peluang
KT
0,9990 0,9950 0,9900 0,9500 0,9000 0,8000 0,7500 0,7000 0,6000 0,5000 0,4000
No
-3,0500 -2,5800 -2,3300 -1,6400 -1,2800 -0,8400 -0,6700 -0,5200 -0,2500 0 0,2500
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Periode Ulang
Peluang
3,3300 4,0000 5,0000 10,0000 20,0000 50,0000 100,0000 200,0000 500,0000 1000,0000
0,3000 0,2500 2,000 0,1000 0,0500 0,0200 0,0100 0,0050 0,0020 0,0010
KT 0,5200 0,6700 0,8400 1,2800 1,6400 2,0500 2,3300 2,5800 2,8800 3,0900
Sumber: Bonnier, 1980 c. Distribusi Log-Person III Persamaan distribusi Log-Person III hampir sama dengan persamaan distribusi Log Normal, yaitu sama-sama mengkonversi ke dalam bentuk logaritma. Persamaan distribusi Log-Person III ditunjukkan pada persamaan 2.3. (2.3) Dimana besarnya nilai KT tergantung dari koefisien kemencengan Cs. Tabel 2.3 memperlihatkan harga KT untuk berbagai nilai kemencengan Cs. Jika nilai Cs sama dengan nol, distribusi kembali ke distribusi Log Normal. Nilai KT dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5. Tabel Nilai KT untuk Distribusi Log-Pearson III Interval Kejadian (periode ulang) Koef. 1,0101
1,2500
2
5
10
25
50
100
Persentase Peluang terlampaui
G
99
80
50
20
10
4
2
1
3,0
-0,667
-0,636
-0,396
0,420
1,180
2,278
3,152
4,051
2,8
-0,714 -0,666 -0,384 0,460 1,210 2,275 3,114 3,973
2,6
-0,769 -0,696 -0,368 0,499 1,238 2,267 3,071 2,889
2,4
-0,832 -0,725 -0,351 0,537 1,262 2,256 3,023 3,800
14
Interval Kejadian (periode ulang) Koef. 1,0101
1,2500
2
5
10
25
50
100
2
1
Persentase Peluang terlampaui
G
99
80
50
20
10
4
2,2
-0,905 -0,752 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705
2,0
-0,990 -0,777 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,892 3,605
1,8
-1,087 -0,799 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499
1,6
-1,197 -0,817 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388
1,4
-1,318 -0,832 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271
1,2
-1,449 -0,844 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149
1,0
-1588
0,8
-1,733 -0,856 -0,132 0,780 1,336 1,993 2,453 2,891
0,6
-1,880 -0,857 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755
0,4
-2,029 -0,855 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615
0,2
-2,178
-0,850
-0,033
0,830
1,301
1,818
2,159
2472
0,0
-2,326
-0,842
0,000
0,842
1,282
1,751
2,051
2,326
-0,2
-2,472 -0,830
0,033
0,850 1,258 1,680 1,945 2,178
-0,4
-2,615 -0,816
0,066
0,855 1,231 1,606 1,834 2,029
-0,6
-2,755 -0,800
0,099
0,857 1,200 1,528 1,720 1,880
-0,8
-2,891 -0,780
0,132
0,856 1,166 1,448 1,606 1,733
-1,0
-3,022 -0,758
0,164
0,852 1,128 1,366 1,492 1,588
-1,2
-2,149 -0,732
0,195
0,844 1,086 1,282 1,379 1,449
-1,4
-2,271 -0,705
0,225
0,832 1,041 1,198 1,270 1,318
-1,6
-2,388 -0,675
0,254
0,817 0,994 1,116 1,166 1,197
-1,8
-3,499 -0,643
0,282
0,799 0,945 1,035 1,069 1,087
-2,0
-3,605 -0,609
0,307
0,777 0,895 0,959 0,980 0,990
-2,2
-3,705 -0,574
0,330
0,752 0,844 0,888 0,900 0,905
-2,4
-3,800 -0,537
0,351
0,725 0,795 0,823 0,830 0,832
-2,6
-3,889 -0,490
0,368
0,696 0,747 0,764 0,768 0,769
-2,8
-3,973
-0,469
0,384
0,666
0,702
0,712
0,714
0,714
-7,051 -0,420 Sumber: Suripin, 2004
0,398
0,636
0,660
0,666
0,666
0,667
-3,0
-0,852 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022
15
d. Distribusi Gumbel Distribusi Gumbel banyak digunakan untuk analisis frekuensi banjir untuk mengetahui data maksimumnya. Secara umum persamaan distribusi Gumbel ditunjukkan pada persamaan 2.4. (2.4) Besarnya faktor frekuensi dapat ditentukan dengan rumus pada persamaan 2.5. (2.5) Dengan: XTR = Besarnya curah hujan untuk periode ulang Tr tahun (mm). TR = Periode tahunan berulang (tahun). X = Curah hujan maksimum rata-rata selama tahun pengamatan (mm). S = Standar deviasi. K = Faktor frekuensi. YTR = Reduce variante. Yn = Reduce mean. Sn = Reduce standard. Besarnya nilai Sn, Yn dan YTr dapat dilihat pada Tabel 2.6 hingga Tabel 2.8. Tabel 2.6. Tabel Reduced Mean N
0
3
4
5
6
7
8
9
10 0,4952 0,4996 0,5033
0,5070
0,5100
0,5128
0,5157
0,5181
0,5202
0,5220
20 0,5236 0,5252 0,5268
0,5282
0,5296
0,5309
0,5320
0,5332
0,5343
0,5353
30 0,5362 0,5371 0,5380
0,5388
0,5396
0,5403
0,5410
0,5418
0,5424
0,5436
40 0,5436 0,5442 0,5448
0,5453
0,5458
0,5463
0,5468
0,5473
0,5477
0,5481
50 0,5485 0,5489 0,5493
0,5497
0,5501
0,5504
0,5508
0,5511
0,5515 0,5518
60 0,5521 0,5524 0,5527
0,5530
0,5533
0,5535
0,5538
0,5540
0.5543 0,5545
70 0,5548 0,5550 0,5552
0,5555
0,5557
0,5559
0,5561
0,5563
0,5565 0,5567
80 0,5569 0,5570 0,5572
0,5574
0,5576
0,5578
0,5580
0,5581
0,5583 0,5585
90 0,5586 0,5587 0,5589
0,5589
0,5592
0,5593
0,5595
0,5569
0,5598 0,5599
100 0,5600 0,5602 0,5603
0,5603
0,5606
0,5607
0,5608
0,5609
0,5610 0,5611
1
2
Sumber : Suripin, 2004
16
Tabel 2.7. Tabel Reduce Standard Deviation (Sn)
N
0
2
3
4
5
6
7
8
9
10 0,9496 0,9676 0,9833
0,9971
1,0095
1,0206
1,0316
1,0411
1,0493
1,0565
20 1,0628 1,0696 1,0754
1,0811
1,0864
1,0915
1,0961
1,1004
1,1047
1,1080
30 1,1124 1,1159 1,1193
1,1226
1,1255
1,1285
1,1313
1,1339
1,1363
1,1388
40 1,1413 1,1436 1,1458
1,1480
1,1499
1,1519
1,1538
1,1557
1,1574
1,1590
50 1,1607 1,1623 1,1638
1,1658
1,1667
1,1681
1,1696
1,1708
1,1721 1,1734
60 1,1747 1,1759 1,1770
1,1782
1,1793
1,1803
1,1814
1,1824
1,1834 1,1844
70 1,1854 1,1863 1,1873
1,1881
1,1890
1,1898
1,1906
1,1915
1,1923 1,1930
80 1,1938 1,1945 1,1953
1,1959
1,1967
1,1973
1,1980
1,1987
1,1994 1,2001
90 1,2007 1,2013 1,2020
1,2026
1,2032
1,2038
1,2044
1,2049
1,2055 1,2060
100 1,2065 1,2069 1,2073
1,2077
1,2081
1,2084
1,2087
1,2090
1,2093 1,2096
1
Sumber: Suripin,2004
Tabel 2.8. Tabel Reduce Variante (YTr) Periode Ulang Tr (tahun)
Reduced Variate YTr
Periode Ulang Reduced Variate Tr (tahun) YTr
2
0,3668
100
4,6012
5
1,5004
200
5,2969
10
2,2510
250
5,5206
20
2,9709
500
6,2149
25
3,1993
1000
6,9087
50
3,9028
5000
8,5158
Sumber: Suripin,2004 Sebelum menganalisis data hujan dengan salah satu distribusi di atas, perlu pendekatan
dengan
parameter-parameter
statistik
untuk
menentukan
distribusiyang tepat digunakan. Parameter-parameter tersebut ditunjukkan pada persamaan 2.5 sampai 2.10. a) Rata-Rata (X)
=
(2.6)
17
b) Simpangan baku (S)
=
(2.7)
c) Koefisien variasi (Cv)
=
(2.8)
d) Koevisien skewness (Cs)
=
(2.9)
e) Koefisien ketajaman (Ck)
=
(2.10)
Karakteristik distribusi frekuensi dapat dilihat pada Tabel 2.9. Tabel 2.9. Tabel Karakteristik Distribusi Frekuensi
No
Distribusi
Persyaratan
( ±Sd)= 68,28% ( ±2Sd)= 95,44% 1 Normal Cs=0 Ck=3 Cs=Cv3 + 3Cv=0,702 2 Log Normal Ck=Cv8 +6Cv6 +15Cv416Cv2+ 3 =3,89 Cs= 1,14 3 Gumbel Ck= 5,4 4 Log Pearson III Selain diatas Sumber: Bambang Triatmodjo, 2008 Untuk menilai besarnya penyimpangan maka dibuat batas kepercayaan dari hasil perhitungan
XTr
dengan Uji Chi Kuadrat dan uji Smirnov-Kolmogorov
sebagai berikut: a. Uji Chi Kuadrat Uji Chi–Kuadrat dimaksudkan untuk menetukan apakah persamaan distribusi peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang dianalisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakn parameter karena itu disebut dengan uji Chi-Kuadrat. Parameter pmenggunakan persamaan 2.11.
, oleh
dapat dihitung dengan
18
(2.11) Dimana: K Of Ef
= Parameter Chi-Kuadrat terhitung = Jumlah Sub Kelompok = Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke f = Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke f
Parameter
merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai
atau lebih besar dari pada nilai chi-kuadrat yang sebenarnya (
sama
) dengan derajat
kebebasan (dk) yang ditentukan melalui parameter statistik yang digunakan. Derajat kebebasan diperoleh dengan persamaan 2.12. (2.12) Nilai R=2 untuk distribusi normal dan binomial, dan nilai R=1 untuk distribusi Poisson. Nilai parameter
Chi Kuadrat ditapilkan pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10. Tabel Nilai Parameter Chi Kuadrat Kritis (
)
1 2 3 4 5
0,995 0,044 0,010 0,072 0,207 0,412
0,99 0,032 0,020 0,115 0,297 0,554
α Derajat Kepercayaan 0,975 0,95 0,05 0,025 0,040 0,024 3,841 5,025 0,051 0,103 5,991 7,378 0,216 0,352 7,815 9,348 0,484 0,711 9,488 11,143 0,831 1,145 11,070 12,832
0,01 6,635 9,210 11,345 13,277 15,086
0,005 7,879 10,579 12,838 14,860 16,750
6 7 8 9 10
0,676 0,989 1,344 1,735 2,156
0,872 1,236 1,646 2,088 2,558
1,237 1,690 2,180 2,700 3,247
1,635 2,167 2,733 3,325 3,940
12,592 14,067 15,507 16,919 18,307
14,449 16,013 17,535 19,023 20,483
16,812 18,475 20,090 21,666 23,209
18,548 20,278 21,955 23,589 25,188
11 2,603 3,053 12 3,074 3,571 13 3,057 4,107 14 4,075 4,660 15 4,601 5,229 Sumber: Bonier,1980
3,816 4,404 5,009 5,629 5,262
4,575 5,226 5,892 6,571 7,261
21,920 23,337 24,736 26,119 27,488
24,725 26,217 27,688 29,141 30,578
24,725 26,217 27,688 29,141 30,578
26,757 28,300 29,819 31,319 32,801
DK
19
b. Uji Smirnov-Kolmogorov Uji ini sering juga disebut juga uji kecocokan non parametik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut: a. Urutkan data ( dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya peluang dari masing-masing data tersebut. X1 = P(X1) X2 =P(X2) X3 =P(X3) dan seterusnya. b. Urutkan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data (persamaan distribusi). X1 =P’(X1) X2 =P’(X2) X3 =P’(X3) dan seterusnya. c. Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antar peluang pengamatan dengan peluang teoritis yang ditunjukkan pada persamaan 2.13. Dmaksimum =
(2.13)
d. Berdasarkan Tabel 2.11 (Smirnov-Kolmogorov test) dapat tentukan harga Do. Tabel 2.11. Tabel Nilai Kritis Do untuk Uji Smirnov-Kolmogorof N 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
0,20 0,45 0,32 0,27 0,23 0,21 0,19 0,18 0,17 0,16 0,15
Derajat Kepercayaan (α) 0,10 0,05 0,51 0,56 0,37 0,41 0,30 0,34 0,26 0,29 0,24 0,27 0,22 0,24 0,20 0,23 0,19 0,21 0,18 0,20 0,17 0,19
N>50 Sumber: Bonnie, 1980
0,01 0,67 0,49 0,40 0,36 0,32 0,29 0,27 0,25 0,24 0,23
20
Apabila nilai Dmaksimum lebih kecil dari Do, maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan distribusi dapat diterima. Apabila Dmaksimum lebih besar dari Do, maka secara teoritis pula distribusi yang digunakan tidak dapat diterima. C. Metode Rasional Metode untuk memperkirakan laju aliran permukaan puncak yang umum dipakai adalah metode rasional USSCS (1973). Model ini sangat simpel dan mudah dalam penggunaannya, namun penggunaannya terbatas untuk DAS dengan ukuran kecil kurang dari 300 ha. Model ini tidak dapat menerangkan hubungan curah hujan dan aliran permukaan dalam bentuk hidrograf. Persamaan Metode Rasional ditunjukkan pada persamaan 2.14. (2.14) Dengan: Q C I ASungai
= Laju aliran permukaan (debit) puncak (m3/detik). = Koefisien aliran permukaan (0
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung, intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasya. Seandainya data hujan yang diketahui hanya hujan harian, maka oleh Mononobe ditunjukkan pada persamaan 2.15. (2.15) Dengan: I t R24
= Intensitas hujan (mm/jam). = Lama hujan (jam). = Curah hujan maksimum harian dalam 24 jam (mm).
Untuk mencari waktu konsentrasi terdapat beberapa persamaan yang dapat digunakan sebagai berikut:
21
a. Metode Kirpich Untuk mencari nilai Kirpich (1940) dalam Suripin (2004) mengembangkan rumus dalam memperkirakan waktu konsentrasi, dimana dalam hal ini durasi
hujan diasumsikan sama dengan waktu konsentrasi. Rumus waktu
konsentrasi dengan metode Kirpich dapat dilihat pada persamaan 2.16. (2.16) Dengan: tc L k So
= Waktu konsentrasi (menit). = Panjang saluran utama dari hulu (m). = Faktor Kirpich = Kemiringan rata-rata saluran
Nilai faktor Kirpich dapat dilihat pada Tabel 2.12 sebagai berikut ini. Tabel 2.12. Tabel Faktor Kirpich Ground Cover General overland flow and natural grass channels Overland flow on bare soil or roadside ditches Overland flow on concrete or asphalt surfaces Flow in concrete channels Sumber: Chin, 2000
Nilai k 2,00 1,00 0,40 0,20
b. Metode FAA ( Federal Aviation Administration) Rumus waktu konsentrasi dengan metode FAA dapat dilihat pada persamaan 2.17. (2.17) Dengan: tc c L So
= Waktu konsentrasi (menit). = Koefisien Limpasan = Panjang saluran utama dari hulu (m). = Kemiringan rata-rata saluran
Tabel Koefisien Limpasan dapat dilihat pada tabel 2.13 sebagai berikut,
22
Tabel 2.13. Tabel Koefisien Limpasan Ground Cover Rumput Hutan Lahan pertanian Padang rumput Taman, Kuburan Daerah yang tidak digarap Daerah pemukiman Area bisnis Kawasan Industri Jalan Aspal Jalan bata Jalan Meton Sumber: Corbitt, 1999
Nilai c 0,05-0,35 0,05-0,25 0,08-0,41 0,10-0,50 0,10-0,25 0,10-0,30 0,30-0,75 0,50-0,95 0,70-0,90 0,70-0,95 0,70-0,85 0,70-0,95
c. Metode Bransby Rumus waktu konsentrasi dengan metode Bransby dapat dilihat pada persamaan 2.18. (2.18)
Dengan: tc L A So
= Waktu konsentrasi (menit). = Panjang saluran utama dari hulu (m). = Luas area (ha) = Kemiringan rata-rata saluran
d. Metode Kerby Rumus waktu konsentrasi dengan metode Kerby dapat dilihat pada persamaan 2.19. (2.19) Dengan: tc L So R
= Waktu konsentrasi (menit). = Panjang saluran utama dari hulu (m). = Kemiringan rata-rata saluran = Koefisien Kerby
Nilai koefisien Kerby dapat dilihat pada Tabel 2.14 sebagai berikut ini.
23
Tabel 2.14. Tabel Koefisien Kerby Ground Cover Conifer timberland, dense grass Deciduous timberland Average grass Poor grass, bare sod Smooth bare packed soil, free of stones Smooth pavements Sumber: Chin, 2000
Nilai r 0,80 0,60 0,40 0,30 0,10 0,02
Koefisien aliran permukaan didefisinikan sebagai nisbah antara puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi koefisien adalah laju infiltrasi tanah, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah, dan intensitas hujan. Selain itu juga tergantung pada sifat dan kondisi tanah, air tanah, derajad kepadatan tanah, porositas tanah, dan simpanan depresi. Untuk besarnya nilai koefisien aliran permukaan dapat dilihat pada Tabel 2.15.: Tabel 2.15. Tabel Koefisien Aliran untuk Metode Rasional Diskripsi lahan/ karakter permukaan Business Perkotaan Pinggiran Perumahan Rumah tunggal Multiunit, terpisah Multiunit, tergabung Perkampungan Apartemen Industri Ringan Berat Perkerasan Aspal dan beton Batu bara, paving Atap Halaman, tanah berpasir Datar, 2% Rata-rata, 2-7% Curam, 7% Halaman, tanah berat Datar, 2% Rata-rata, 2-7% Curam, 7%
Koefisien aliran (C) 0,70-0,95 0,50-0,70 0,30-0,50 0,40-0,60 0,60-0,75 0,25-0,40 0,50-0,70 0,50-0,80 0,60-0,90 0,70-0,95 0,50-0,70 0,75-0,95 0,05-0,10 0,10-0,15 0,15-0,20 0,13-0,17 0,18-0,22 0,25-0,35
24
Diskripsi lahan/ karakter permukaan Halaman kereta api Taman tempat bermain Taman, perkuburan Hutan Datar, 0-5% Bergelombang, 5-10% Berbukit, 10-30% Sumber:McGuen, 1989
Koefisien aliran (C) 0,10-0,35 0,20-0,35 0,10-0,25 0,10-0,40 0,25-0,50 0,30-0,60
2.2.2. Kapasitas Saluran Drainase Kecepatan Aliran saluran dapat dihitung dengan menggunakan rumus Manning (Triatmodjo.B. ,2003) yang ditunjukkan pada persamaan 2.20. V= (1/ n) x R2/3 x I1/2
(2.20)
Dengan: V I A R P
= kecepatan aliran (m/dt), = kemiringan saluran, n adalah koefisien manning, = luas basah (m2), = jari-jari hidrolis (m) dan = keliling basah saluran (m).
Nilai koefisien Manning dari tiap bahan ditunjukkan pada Tabel 2.16. Tabel 2.16. Nilai Koefisien Manning Bahan Besi tuang dilapisi Kaca Saluran beton Bata lapis mortar Pasangan batu disemen Saluran tanah bersih Saluran tanah Saluran dengan dasar batu dan tebing rumput Saluran pada galian batu padas Sumber: B. Triatmodjo, 1993
Koefisien Manning (n) 0,014 0,010 0,013 0,015 0,025 0,022 0,030 0,040 0,040
Nilai R dapat dicari dengan persamaan 2.21. (2.21) Dengan: A P R
= Luas penampang basah (m2), = Keliling penampang basah (m), = jari-jari hidrolis (m).
25
Untuk mencari debit aliran pada saluran terbuka dapat menggunakan persamaan 2.22. (2.22) Dengan: Q V A
= debit aliran pada saluran (m3/detik) = Kecepatan aliran (m/detik), = Luas penampang basah (m2),
2.2.3. Prioritas Penanganan Daerah Genangan A. Daerah Genangan Drainase merupakan salah satu komponen penting dalam perencanaan kota dan merupakan fasilitas dasar yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun seiring berjalannya waktu dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk merawat dan menjaga sistem drainase yang ada, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada sistem drainase tersebut. Hal ini mengakibatkan berkurangnya fungsi dari sistem drainase dan menyebabkan timbulnya genangan. Genangan yang terjadi menimbulkan kerugian sosial maupun ekonomi di sekitar daerah genangan. Sehingga pelu adanya perbaikan sistem drainase secara menyeluruh untuk mengatasi genangan yang terjadi. Akibat keterbatasan alokasi dana dari pemerintah daerah maka perlu adanya suatu prioritas dalam perbaikan saluran drainase. Sehingga perbaikan saluran drainase yang dilakukan lebih efektif dan mampu meminimalisasi kerugian ekonomi dan sosial yang terjadi. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 14/PRT/2010 jaringan drainase kawasan dan kota seharusnya mampu mengalirkan air, dengan genangan yang terjadi tidak lebih dari 30 cm, selama 2 jam dan tidak lebih dari 2 kali setahun. Daerah genangan adalah kawasan atau daerah yang tergenang oleh air akibat saluran drainase tidak mampu menampung debit aliran yang terjadi sehingga menimbulkan kerugian harta benda serta mengganggu aktivitas masyarakat. Untuk kriteria daerah genangan dibagi menjadi empat sub kriteria yaitu luas genangan, frekuensi genangan, lama genangan dan tinggi genangan.
26
Berbagai kerugian yang timbul akibat terjadinya genangan dijadikan salah satu acuan dalam menentukan prioritas perbaikan saluran drainase. Kerugian akibat genangan dibagi menjadi 4 kriteria yang ditunjukan pada Tabel 2.17. Tabel 2.17. Tabel Kriteria Genangan No 1
2
Kriteria Daerah Genangan
Kerugian Ekonomi
Subkriteria Tinggi genangan Luas genangan Lamanya genangang Frekuensi Genangan Industri dan Pasar Besar Industri dan Pasar Kecil Toko dan Jasa
3
Kerugian Sosial dan Pemerintahan
4
Kerugian Transportasi
5
Kepadatan Penduduk
Tingkat Provinsi dan Nasional Tingkat Kota dan Kabupaten Tingkat Desa dan Kecamatan Arteri Kolektor Lokal Tinggi Sedang Rendah
Penilaian Kondisi Tinggi maksimum genangan yang terjadi pada satu tahun Luas genangan maksimum yang terjadi pada satu tahun Lama genangan maksimum yang terjadi pada satu tahun Frekuensi genangan maksimum yang terjadi pada satu tahun Terdapat fasilitas ekonomi berupa pabrik, pasar, mall. Terdapat fasilitas ekonomi berupa pasar desa, pasar musiman, toko, industri kecil dan menengah, pom bensin. Terdapat fasilitas ekonomi berupa toko, tempat makan, apotek, penyedia jasa (bengkel, cuci motor mobil, dll) Terdapat fasilitas Fasilitas sosial dan Pemerintahan dengan kewenangan tingkat Provinsi dan Nasional Terdapat fasilitas fasilitas sosial dan Pemerintahan dengan kewenangan tingkat Kota/Kabupaten Terdapat fasilitas fasilitas sosial dan Pemerintahan dengan kewenangan tingkat Kecamatan dan Desa Panjang jalan Arteri yang terkena dampak genangan Panjang jalan Kolektor yang terkena dampak genangan Panjang jalan Lokal yang terkena dampak genangan >401 jiwa/km2 251 – 400 jiwa/ km2 <250 jiwa/ km2
Sumber: Modifikasi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no 12/PRT/M/2010 B. Skala Prioritas a. Analytic Network Process Proses analisis keputusan membutuhkan adanya kriteria sebelum memutuskan pilihan dari berbagai alternatif yang ada. Kriteria menunjukan definisi masalah dalam bentuk yang kongkret dan kadang-kadang dianggap sebagai sasaran yang akan dicapai. Analisis atas kriteria penilaian dilakukan untuk memperoleh seperangkat standar pengukuran, untuk kemudian dijadikan sebagai alat dalam
27
membandingkan berbagai alternative. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan prioritas perbaikan saluran drainase adalah ANP. Menurut Rizka B (2011) sebagai salah satu metode penentuan skala prioritas ANP memiliki beberpa kelebihan sebagai berikut: ANP dapat memperhitungkan criteria yang bersifat tangible dan intangible. ANP dapat memodelkan suatu hubungan yang lebih kompleks antar level keputusan dan kriteria. ANP mengizinkan adanya hubugan saling bergantung antar elemen. ANP sangat berguna untuk mempertimbangkan kriteria yang bersifat kualitatif dan kuantitatif serta hubungan antar kriteria yang bersifat nonlonier. Adapun ANP memiliki kekurangan sebagai berikut: Untuk menyelesaikan ANP memerlukan waktu yang cukup lama dan harus dikerjakan secara intensif. ANP memerlukan perbandingan berpasangan yang lebih banyak dari AHP. Keakuratan perbandingan berpasangan hanya bergantung pada peniaian expertise, sehingga memungkinkan hasil yang tidak valid ketika penilai terlalu bersifat subjektif. b. Struktur Analytic Network Process Pada ANP terdapat struktur umpan balik yang terlihat seperti jaringan. Hal ini yang membedakan antara ANP dan AHP. Ketika struktur tersebut tidak mempunyai umpan balik maka akan terlihat sebagai struktur hirarki AHP. Sehingga dapat dikataka bahwa AHP merupakan salah satu contoh kasus dari ANP (Rizka, 2011). Azis (2003) menyebutkan bahwa terdapat beberapa bentuk jaringan pada ANP, yaitu sebagai berikut: 1. Hirarki Bentuk jaringan hirarki merupakan jaringan yang paling sederhana. Jaringan ini membentuk AHP. Struktur yang dimiliki berbentuk hirarki linier dan memiliki cluster-cluster dengan level tertinggi berupa tujuan, lalu criteria, dan alternatif sebagai cluster terendah. Pada bentuk ini tidak terdapat feedback atau tidak terjadi
28
hubungan dua arah antar elemen. Gambar bentuk jaringan hirarki dapat dilihat pada Gambar 2.1. Tujuan Kriteria Subkriteria Alternatif
Gambar 2.1. Bentuk Jaringan Hirarki 2. Holarki Bentuk jaringan holarki menunjukkan bahwa elemen tertinggi memiliki hubungan terhadap elemen terendah, sehingga terdapat garis hubungan antara kedua cluster tersebut.. Gambar bentuk jaringan holarki dapat dilihat pada Gambar 2.2. Tujuan Kriteria Subkriteria Alternatif
Gambar 2.2. Bentuk Jaringan Holarki 3. Jaringan Analisa Benefit-Costs Ratio Jaringan Benefit-Costs Ratio (BCR) memiliki bentuk sederhana berupa jaringan pengaruh. Jaringan perngaruh memiliki dua jaringan terpisah untuk pengaruh positif dan negatif. Setelah dihasilkan masing-masing bobot pada kedua jaringan, benefit-cost ratio untuk setiap alternatif dihitung dengan membagi bobot pengaruh positif terhadap bobot pengaruh negatif. Prioritas yang diusulkan adalah alternatif yang memiliki rasio terbsesar. Secara umum bentuk jaringan ini dapat dilihat pada Gambar 2.3
29
Pengaruh Positif
Pengaruh negatif
Tujuan
Tujuan
Kriteria
Kriteria
Subkriteria
Subkriteria
Alternatif
Alternatif
Gambar 2.3. Bentuk Jaringan BCR 4. Jaringan Umum Bentuk jaringan umum adalah jaringan yang tidak memiliki bentuk khusus. Bentuk jaringan ini terdiri dari beberapa cluster yang didalamnya terdiri dari beberapa elemen. Hubungan yang terjadi pada cluster terjadi karena adanya hubungan antar elemen. Elemen-elemen yang homogen dikelompokkan ke dalam cluster yang sama. Bentuk jaringan ini dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Bentuk Jaringan Umum Struktur network pada ANP memiliki hubungan antar elemen yang ada, terdapat beberapa terminologi seperti: Source node adalah elemen yang merupakan titik awal berasalnya panah hubungan. Sink node adalah elemen yang merupakan tujuan dari panah yang berasal dari source node. Intermediate node adalah elemen yang berperan sebagai source node dan sinknode.
30
Outer dependence adalah kondisi ketika terjadi hubungan antara elemen pada satu cluster dengan elemen pada cluster yang berbeda. Inner dependence adalah kondisi ketika hubungan tersebut terjadi pada cluster yang sama. C. Software ANP Pengolahan data dengan menggunakan metode ANP akan dibantu dengan software SuperDecision Beta. Software SuperDecision Beta berfungsi untuk melakukan permodelan masalah dan perhitungan supermatriks. Software SuperDecision Beta digunakan pada penelitian ini karena dapat modelkan permasalah yang besifat kompleks sehingga dapat lebih bebas dalam menggunakan bentuk jaringan ANP yang dikehendaki. Selain itu software ini berbeda dengan software penentuan skala prioritas lain yang cenderung didesain untuk menyelesaikan masalah dengan metode AHP, Software SuperDecision Beta ini memang di desain untuk memodelkan permasalahan dengan metode ANP. D. Nilai Kriteria ANP mempunyai tiga konsep dasar yaitu dekomposisi, penilaian komparasi dan sintesis dari prioritas. Dekomposisi adalah tahap dimana masalah dimodelkan ke dalam kerangka ANP. Konsep penilaian komparasi menunjukan bahwa pada ANP pengambilan keputusan diawali dengan membuat perbandingan antara dua pasangan elemen yang berhubungan dengan menggunaka skala. Konsep mengenai sintesis dari prioritas menjelaskan bahwa dalam ANP akan dihasilkan satu sintesis mengenai prioritas global. Menurut Saaty (2006) penentuan nilai kriteria dalam metode mengacu pada skala fundamental ANP yang berupa angka dari 1-9. Penjelesan lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.18.
31
Tabel 2.18. Tabel Skala dalam ANP Nilai 1
Definisi Equal emportance
2
Weak
3
Moderate Importance
4
Moderate plus
5
Strong importance
6
Strong plus
7
Very strong or demonstrated importance
8
Very, very strong
9
Extreme importance
Keterangan Dua elemen yang dibandingkan memiliki kontribusi epentingan yang sama terhadap tujuan Nilai kompromi di antara nilai yang berdekatan 1 dan 3 Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu eleme dibandingkan elemen yang lain Nilai kompromi di antara nilai yang berdekatan 3 dan 5 Pengalaman dan penilaian kuat mendukung satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya Nilai kompromi di antara nilai yang berdekatan 5 dan 7 Satu elemen sangat lebih dibandingkan elemen lainnya dan dominan ditunjukan dalam praktik Nilai kompromi di antara nilai yang berdekatan 7 dan 9 Bukti-bukti yang memihak satu elemen lainnya memeiliki bukti yang tingkat kemungkinannya afirmasinya tertinggi
Sumber: Saaty (2006) Terdapat dua metode yang dapat digunakan untuk melakukan input nilai kriteria menggunakan metode ANP, yaitu sebagai berikut: a. Kuisoner Metode penentuan nilai kriteria ini berdasarkan pertanyaan berupa kuisoner yang dibagikan kepada narasumber yang ahli dalam bidang tertentu. Kuisoner tersebut kemudian dikonversi dalam skala fundamental ANP. Nilai berdasarkan skala fundamental tersebut merupakan nilai kriteria yang diperoleh. b. Direct Priorities Metode penentuan nilai kriteria ini berdasarkan nilai data kriteria yang berupa data numerik. Nilai data kriteria dapat berupa jumlah, harga, kecepatan, dan data kuantitatf lainnya. Pada metode direct priorities nilai akhir yang dimasukan dalam model ANP yang diberi simbol N, diperoleh dengan persamaan 2.23 sebagai berikut:
32
(2.23) Dengan N = nilai kriteria skala prioritas ANP x = data nilai kriteria.
E. Tahapan Pelaksanaan ANP Pengambilan keputusan prioritas dengan ANP memiliki beberapa tahapan. Tahapan tersebut dijelaskan oleh Yuksel, I & Dagdeviren, M. (2007).) sebagai berikut: a.
Menyusun struktur model masalah
Menentukan tujuan dari model yang dibuat dengan menentukan elemen dan kriteria yang berpengaruh. Elemen, cluster, alternatif, dan hubungan yang terjadi antar elemen ditentukan pada tahap ini. b. Membuat matriks perbandingan berpasangan. Dalam metoe ANP pengambilan keputusan diasumsikan dengan membuat perbandingan kepentingan antara seluruh elemen untuk setiap tingkatan secara berpasangan. Perbandingan berpasangan dilakukan dengan menggunakan skala ANP 1-9 seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Mega (2013) menjelaskan bahwa perbandingan kepentingan yang telah disusun kemudian ditransformasikan ke dalam matrik A. Nilai
menggambarkan nilai kepentingan relatif dari tiap
elemen pada baris ke-i terhadap elemen pada kolim ke-j misalnya
. Jika
ada elemen n elemen yang akan dibandingkan maka matriks perbandingan A didefinisikan seperti berikut:
c. Menghitung bobot elemen
33
Jika perbandingan berpasangan telah dilaksanakan seluruhnya,selanjutnya vektor prioritas w (yang disebut faktor Eigen) dihitung dengan persamaan 2.24. A . w = λmax . w
(2.24)
Dengan : A = matriks perbandingan berpasangan λmax =Eigenvalue terbesar dari A w = faktor Eigen Faktor Eigen selanjutnya digunakan dalam penyusunan supermatriks. d. Menghitung Rasio Konsistensi Rasio konsistensi adalah rasio menyatakan suatu penilaian yang diberikan oleh para expertise konsisten atau tidak. Indeks konsistensi (Consistency Index – CI) suatu matriks perbandingan dihitung dengan persamaan 2.25. (2.25) Dengan: n CI
= eigenvalue terbesar dari matriks perbandingan berpasangan n x n = jumlah item yang diperbandingkan = Indeks konsitensi
Rasio konsistensi diperoleh dengen membandingkan indeks konsistensi dengan nilai dari bilangan indeks konsistensi acak (Random consistency index/RI), ditunjukan seperti persamaan 2.26. .
(2.26)
Dengan: CR CI RI
= Rasio Konsitensi = Indeks konsitensi = Bilangan indeks konsistensi acak
nilai dari RI bergantung pada banyaknya elemen yang dibandingkan (n). Nilai RI terhadap n ditunjukan pada Tabel 2.19.
Tabel 2.19. Tabel Nilai Ri
34
N
1 2 3
4
5
6
7
8
9
10
RI 0 0 0.52 0.89 1.11 1.23 1.35 1.4 1.45 1.49 Sumber: Figueira, J., Greco, S., Ehrgott, M., (2005). Jika nilai CR kurang dari 0.1, maka dapat dinilai bahwa penilaian yang diberikan oleh para expertise sudah konsisten e. Membuat Supermatriks Supermatriks adalah matriks yang terdiri dari sub matriks yang disusun dari suatu set hubungan antara dua level yang terdapat dalam model. Saaty (2006) menjelaskan apabila suatu model memiliki n cluster dimana elemen-elemen dalam setiap cluster berinteraksi satu dengan lainnya. Apabila cluster diasumsikan sebagai Ch dimana h = 1,2, ..., n dengan elemen sebanyak nh yang diasumsikan dengan eh1, eh2, ..., ehnh. Pengaruh dari suatu elemen terhadap elemen lain dalam suatu model dapat dilihat sebagai berikut:
Dengan blok i, j dari matrik ini adalah:
Menurut Yuksel, I & Dagdeviren, M. (2007). Terdapat tiga tahap supermatriks yang harus diselesaikan pada model ANP, yaitu:
35
1. Unweighted supermatrix Supermatriks ini berisi faktor Eigen yang dihasilkan dari keseluruhan matriks perbandingan berpasangan dalam jaringan. Setiap kolom dalam unweighted supermatriks berisi faktor Eigen yang berjumlah satu pada setiap clusternya, sehingga secara total, satu kolom akan memiliki penjumlahan faktor Eigen lebih dari 1. 2. Weighted supermatrix Supermatriks ini diperoleh dengan mengalikan seluruh faktor Eigen dalam unweighted supermatrix dengan bobot clusternya masing-masing. 3. Limit matrix Limit matriks adalah supermatriks yang berisi bobot prioritas global dalam weighted supermatrix yang telah konvergen dan stabil. Nilai ini diperoleh dengan memangkatkan weighted supermatrix dengan 2k+1, dimana k adalah suatu bilangan yang besar. f. Pemilihan alternatif terbaik Setelah memperoleh nilai setiap elemen pada limit matriks, langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan tehadap nilai elemen-elemen tersebut sesuai dengan model ANP yang dibuat. Hasil dengan skala prioritas tertinggi adalah alternatif terbaik. 2.2.4
Konsep Perbaikan Saluran Drainase
A. Saluran Tampang Persegi Ekonomis Pada tampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar (B) dan kedalaman air (h) yang dapat dilihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.5. Tampang Saluran Persegi
36
Untuk luas penampang basah (A) dan Keliling Basah (P) dapat dilihat pada persamaan 2.27 dan 2.28. Luas tampang melintang (A) =
(2.27)
Lebar dasar saluran (B)
=
(2.28)
Keliling Basah (P)
=
(2.29)
Dengan mensubstitusi persamaan 2.28 ke dalam persamaan 2.29 diperoleh persamaan 2,30 sebagai berikut. (2.30) Dengan mengasumsikan bahwa luas penampang (A) adalah konstan, maka persamaan 2.30 dapat dideferensialkan terhadap h dan dibuat sama dengan nol untuk memperoleh harga P minimum dapat dilihat pada persamaan 2.31 sampai 2.33. (2.31) (2.32) (2.33) Dengan: P B h
= Keliling basah (m) = Lebar saluran (m) = Kedalaman saluran (m)