BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Aluminium
Aluminium merupakan salah satu bahan baku dalam bidang industri metalurgi. Aluminium diproduksi sebagai produk dengan kemurnian yang tinggi. Produksi aluminium meliputi pemanfaatan energi bebas yang terus menerus untuk membentuk bauksit menjadi logam. Bauksit terdiri dari 40% sampai 60% Al2O3, dibentuk dari beberapa fase alumina hidrous {Al(OH)3, AlOOH, dan Al2O3.H2O} bersama dengan silikon, besi dan titanium. Proses bayer mengekstrak alumina dengan cara
menghancurkan bauksit
dengan tekanan dan suhu yang tinggi dikuti dengan pengklarifikasian, pengendapan, pencucian dan akhirnya mengkalsinasi untuk menghasilkan alumina anhidrous murni (Thinstad, 1932).
2.1.1
Sejarah Aluminium
2.1.1.1 Sejarah Penamaan Aluminium Bangsa Yunani dan Romawi kuno menggunakan aluminium (alum) sebagai cairan penutup pori-pori dan bahan penajam proses pewarnaan. Pada tahun 1761 de Morveau mengajukan nama alumine untuk basa alum, sedangkan Lavoisier (1787) mengidentifikasi bahwa aluminium adalah oksida logam yang belum ditemukan.
Universitas Sumatera Utara
Wohler (1827) yang merupakan seorang ilmuwan, telah berhasil mengisolasi logam aluminium ini, walaupun aluminium tidak murni telah berhasil dipersiapkan oleh Oersted dua tahun sebelumnya. Davy (1807) memberikan proposal untuk menamakan logam ini aluminum (belum ditemukan saat itu), dan pada akhirnya setuju untuk menggantinya dengan aluminium. Nama yang terakhir ini sama dengan nama banyak unsur lainnya yang berakhir dengan “ium”. Aluminium juga merupakan pengejaan yang dipakai di Amerika sampai tahun 1925 ketika American Chemical Society memutuskan untuk menggantikannya dengan aluminum. Untuk selanjutnya pengejaan yang terakhir yang digunakan di publikasi-publikasi mereka (Mohsin, 2006).
2.1.1.2 Sejarah Umum Mendapatkan Aluminium Aluminium pertama sekali diperoleh dalam bentuk murni pada tahun 1825 oleh Oersted dengan jalan memanaskan natrium amalgama dan natrium aluminium klorida. Henari Saint Clavil Deauville memproduksi aluminium dari natrium aluminium klorida dengan pemanasan menggunakan logam natrium sebagai katalisator. Proses ini telah berlangsung kurang lebih 35 tahun. Pada tahun 1886 Charles Hall dari United States of America (USA) menghasilkan aluminium dari proses elektrolisa alumina yang dipisahkan dari campuran kriolit (Na3AlF6). Pada tahun yang sama Poult Heroult dari Perancis mendapatkan hak paten dari negaranya untuk proses yang sama dengan Hall. Tahun 1983 kapasitas produksi aluminium dengan metode Hall-Heroult ini meningkat dan berkembang pesat. (Grjotheim, 1982)
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Sifat-sifat Aluminium Aluminium adalah logam putih, yang liat dan dapat ditempa. Bubuknya berwarna abuabu. Aluminium melebur pada suhu 659oC. Bila terkena udara, objek-objek aluminium teroksidasi pada permukaannya, tetapi lapisan oksida ini melindungi objek dari oksida lebih lanjut (Vogel, 1937) Alumunium adalah logam lunak dengan kekuatan tarik kira-kira 100 N/mm2. Aluminum mempunyai massa jenis rendah yaitu 2,7x103 kg/m3, oleh sebab itu aluminium merupakan bahan penting dalam bangunan kapal udara, bangunan kapal laut, teknik mobil dan bangunan karoseri. Untuk meningkatkan kekuatan tariknya aluminium pada umumnya harus dipadukan dengan logam lain (Aluminium Alloy). Aluminium tahan korosi berkat lapisan kuat oksida-aluminium, oleh sebab itu aluminium digunakan untuk penutup baja dan logam lain. Aluminium juga tahan terhadap bahan-bahan kimia, sehingga digunakan dalam teknik kimia. Sama halnya dengan tembaga, aluminium juga mempunyai daya hantar panas yang baik dan sekaligus mempunyai refleksi panas yang besar sehingga aluminium digunakan sebagai bahan isolasi. Aluminium juga mempunyai daya hantar listrik yang baik, sehingga banyak digunakan sebagai bahan penghantar listrik. Aluminium juga sukar dituang, karena aluminium cair yang kental dan mempunyai penyusutan yang besar. Aluminium mempunyai daya oksidasi yang besar sehingga logam ini sukar dilas (Beumer, 1994).
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Produksi Aluminium
Aluminium merupakan logam yang sangat reaktif. Dibandingkan dengan kebanyakan logam lainnya, sangat sulit untuk mengambil aluminium dari bijih, seperti bauksit karena energi yang diperlukan untuk mengurangi aluminium oksida (Al2O3) cukup besar. Aluminium oksida memiliki titik lebur sekitar 2000°C. Oleh karena itu, harus diambil melalui proses elektrolisa. Dalam proses elektrolisa aluminium, aluminium oksida ditaburkan dalam larutan kriolit. Operasional suhu pengurangan sel adalah sekitar 950-980°C. Kriolit ditemukan sebagai mineral di Greenland, namun dalam industri penggunaannya telah diganti dengan bahan sintetis. Kriolit adalah senyawa kimia yang terdiri dari aluminium, sodium, dan kalsium fluoride (Na3Alf6) (www.wikipedia.com).
2.2.1. Proses Hall-Heroult Produksi industri aluminium dihasilkan dari pot reduksi alumina dengan proses HallHeroult. Proses Hall-Heroult dinamakan dari nama penemunya. Proses ini pada tahun 1886 secara bebas dikembangkan dan dipatenkan sebagai proses elektrolisis alumina (Al2O3). Alumina dilarutkan pada larutan elektrolit yang umumnya terdiri dari larutan kriolit (Na3AlF6). Larutan elektrolit dimodifikasikan dengan penambahan Aluminium Floride (AlF3), Kalsium Floride (CaF2) dan dengan zat tambahan lainnya. Proses Hall-Heroult adalah metode yang hanya digunakan untuk memproduksi aluminium pada industri peleburan aluminium saat ini. Pada pot reduksi alumina modern terdapat
Universitas Sumatera Utara
masing–masing anoda karbon prebaked yang dicelupkan dalam larutan elektrolit, dan ion–ion oksida dari campuran alumina ditukar secara elektrolisa pada anoda sebagai produk sampingan. Reaksi aluminium oksida dengan anoda karbon membentuk gas CO2. 2.2.2. Elektrolit Kriolit adalah elektrolit yang banyak dipilih karena kriolit memiliki kapasitas yang khas yaitu sebagai pelarut alumina. Elektrolit tidak dikonsumsi selama proses elektrolisis, tetapi sebagian hilang selama proses penguapan, hidrolisa, dan dengan perembesan elektrolit ke barisan katoda. Suhu elektrolit selama pot operasi normal adalah sekitar 955 – 965oC. Pada umumnya pergantian elektrolit kimia, seluruhnya adalah sejarah proses Hall-Heroult. Dimana elektrolit ini memiliki tujuan untuk melindungi pot operasi. Agar elektrolit menjadi lebih baik perlu ditambahkan zat tambahan untuk meningkatkan fisikokimia dari elektrolit, seperti sedikit kelarutan dari logam, konduktivitas listrik yang tinggi, densitas yang rendah dan tekanan penguapan yang rendah. Semua zat tambahan pada elektrolit ini berfungsi untuk mereduksi titik lebur dari elektrolit dan semua suhu pot operasi (Thinstad, 1932). Kelarutan alumina di dalam kriolit dipengaruhi oleh titik lebur kriolit. Pada suhu ± 960oC alumina larut dalam lelehan larutan kriolit murni sebanyak 11% dari beratnya. Kelarutan alumina juga dapat dipengaruhi oleh zat tambahan dalam kriolit (Grjotheim, 1982).
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Alumina Alumina merupakan bahan baku utama dalam proses elektrolisa aluminium. Alumina berupa bubuk berwarna putih dengan berat molekul 102 dan titik lebur 2050oC. Dalam pembuatannya,
alumina dapat dibuat dengan beberapa cara yaitu penggilingan
bauksit sampai tingkat kehalusan tertentu, melarutkan alumina dengan NaOH dengan konsentrasi 34% - 45%, pemisahan zat pengotor dengan penyaringan, dan proses selanjutnya Natrium aluminium dilarutkan dengan air (Burkin, 1987). Material mentah alumina atau stok material dari proses elektrolisa aluminium dikonsumsi berdasarkan kesetimbangan rasio yang diprediksikan pada persamaan berikut: 2 Al2O3
+
3C
4Al
+
3CO2.......(2.1)
Jadi, 1,89 kg alumina untuk memproduksi 1 kg aluminium dan secara teori akan bereaksi dengan 0,33 kg karbon memproduksi 1,22 kg karbon dioksida. Pada penambahan alumina untuk menjadi bahan baku utama dalam pembuatan aluminium. Alumina juga berperan sebagai bahan isolasi panas pada lapisan atas dari elektrolit sebagai pembentukan pembekuan kerak diatas elektrolit pada pot reduksi aluminium. Dengan demikian kehilangan panas pada pot reduksi dapat diperkecil. Permukaan dari anoda juga tertutupi dengan alumina atau butiran alumina maupun pecahan elektrolit padat, sehingga pembakaran udara dari anoda karbon dapat diperkecil.
Universitas Sumatera Utara
Peranan dari alumina yang lain adalah untuk mereduksi emisi floride dari pot reduksi, dengan pembersihan gas anoda dengan menggunakan metode pembuangan kering. Bubuk alumina digunakan untuk menyerap gas hidrogen floride. Metode pembersihan gas ini ramah lingkungan. Penghasilan alumina kedua adalah digunakan sebagai material utama dari pot reduksi. 2.2.4 Anoda Ada 2 desain utama dari anoda yaitu anoda prebaked dan anoda soderberg. Anoda prebaked terbuat dari campuran petroleum agregat kokas, dan coal tar pitch kemudian dicetak menjadi blok-blok anoda dan dipanggang pada dapur pemanggangan anoda pada temperatur 1100oC. Anoda soderberg juga terbuat dari campuran yang sama dari petroleum kokas dan coal tar pitch, tetapi berbeda dalam komposisi dari pitchnya saja (Thinstad, 1932). Di anoda (elektroda positif ), oksigen yang dibentuk adalah: 2 O 2 - → O 2 + 4 e -- ........................................................................ (2.2) kemudian dioksidasi oleh oksigen, melepaskan karbon dioksida. O 2 + C → CO2............................................................................... (2.3) Anoda akan berkurang dalam pot sehingga harus diganti secara berkala, karena anoda dikonsumsi dalam proses.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5. Katoda Berbeda dengan anoda, yang katoda tidak dioksidasi karena tidak ada oksigen hadir, karena karbon dari katoda dilindungi oleh aluminium cair di dalam pot. Setelah lima sampai sepuluh tahun, atau tergantung pada pemakaian katoda dalam elektrolisa, pot harus dibangun dengan memakai katoda. Reaksi pada katoda (elektroda negatif) adalah Al 3 + + 3e - → Al.............................................................................. (2.4) Disini ion aluminium ditambahkan elektron.
2.2.6. Energi Listrik Elektrolisa aluminium dengan proses Hall-Heroult membutuhkan banyak energi. Spesifik di seluruh dunia, rata-rata konsumsi energi sekitar 15 ± 0,5 kilowat-jam per kilogram yang dihasilkan dari aluminium (52 MJ - 56 MJ / kg). Pabrik peleburan yang paling modern menggunakan energi listrik mencapai sekitar 12,8 kWh / kg (46,1 MJ / kg). Tenaga listrik yang digunakan sekitar 20% sampai 40% dari biaya produksi aluminium, tergantung pada lokasi dari pabrik peleburan. Pabrik peleburan cenderung terletak di mana tenaga listrik baik dan murah. Seperti Afrika Selatan, Ghana, Pulau Selatan Selandia Baru, Australia, Cina, Timur Tengah, Rusia, Kanada, dan Islandia (www.wikipedia.com).
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Dross
Peleburan aluminium dengan sedikit pembentukan aluminium dross terjadi ketika pengisian aluminium ke dalam furnace terlindung dari pembakaran produk dan peleburan dengan cepat. Dross adalah bentuk dari aluminium oksida dan oksidaoksida lain yang terakumulasi pada permukaan aluminium cair. Pemisahan secara lengkap dari dross adalah dimana aluminium akan diuapkan dengan luas yang berbeda pada gravitasi spesifik dari aluminium dan dross. Beberapa oksida mengapung pada permukaan aluminium cair (dross) dan yang lainnya tenggelam membentuk endapan atau lumpur. Perlakuan pada pembersihan alumnium yang terdiri dross adalah dengan proses penambahan fluks. Proses penambahan fluks pada aluminium cair sebagian besar dilakukan karena 2 alasan yaitu: 1. Untuk memudahkan proses pemisahan yang efektif dari aluminium cair dan dross 2. Untuk menghilangkan hidrogen yang larut dan menghilangkan dross dari permukaan aluminium cair (Heine, 1955). Jenis fluks yang biasa digunakan di PT Inalum adalah De-Inclusion flux dengan komposisi senyawa yang ada didalamnya, yaitu : NaCl
: 45 %,
KCl
: 30%,
Na2SiF6
: 10 %,
NaF
: 15 %.
Universitas Sumatera Utara
Adapun fungsi dari masing-masing komponen fluks adalah : 1. NaCl dan KCl berfungsi untuk menghilangkan gas-gas yang terlarut dalam molten, khususnya H2 Reaksi : NaCl Na+ + Cl-....................................................................... (2.5) KCl
K+ + Cl-........................................................................ (2.6)
Didalam dapur terdapat gas H2 yang terionasi. Ion-ion tersebut beraksi : H+ + Cl- HCl……………………………………………….. (2.7) 2. Na2SiF6 berfungsi untuk melepaskan aluminium cair yang terjebak dalam gumpalan dross. Reaksi : Na2SiF6 2NaF + SiF6……………………………………… (2.8) 3SiF6
4AlF3 + 3Si……………………………………….. (2.9)
AlF3 larut dalam cairan aluminium. NaF berfungsi untuk mengikat inklusi Al2O3 dalam aluminium cair membentuk dross. Reaksi : 2AlO3 + 4NaF
3NaAlO2 + NaAl F4………………………… (2.10)
Al2O3 + 6NaF
2AlF3 + 3Na2O……………………................. (2.11)
(Anonim,1982).
Aluminium cair mudah teroksidasi membentuk senyawa oksida (Al2O3) dengan berat jenis yang hampir sama dengan aluminium cair sehingga sukar untuk
Universitas Sumatera Utara
dipisahkan. Pada temperatur 960oC – 970oC aluminium cair yang dibawa dari pot reduksi ke pabrik pencetakan sempat kontak langsung dengan udara luar. Uap air di udara akan bereaksi dengan aluminium cair untuk membentuk gas hidrogen. Gas hidrogen dan kotoran di dalam aluminium cair akan mengakibatkan cacat seperti penampakan menjadi kusam, adanya lubang-lubang pada permukaan ingot (aluminium batangan) dan lain-lain. Untuk mengurangi kandungan cemaran oksida dan gas H2 di dalam aluminium cair maka dilakukan penambahan fluks. Jenis fluks dibedakan menurut bentuk atau keadaannya pada temperatur kamar seperti: 1.
Fluks padat terdiri atas bubuk, butiran dan tablet
2.
Fluks cair seperti CCl4 dan PCl5
3.
Fluks gas seperti Cl2, N2, CCl2, dan F2
Beberapa tipe fluks bubuk (powder fluxs) ditunjukan pada tabel 2.1. sebagai berikut: Tabel 2.1 Komposisi kimia beberapa jenis fluks
NaCl
Na2SiF6
NaF
Na3AlF3
Na2CO3
KCl
K2SiF6
K2SO2
A
(%) 45
(%) -
(%) -
(%) 40
(%) 15
(%) -
(%) -
(%) -
B
50
5
10
-
-
35
-
-
C
40
-
20
-
-
40
-
-
D
-
-
-
-
-
50
30
20
Tipe
Komponen utama fluks berupa klorida dan florida akan bereaksi dengan oksida yang berguna memperbaiki berbagai sifat produk aluminium (PT. Inalum, 1996).
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Pengolahan Dross Pada industri yang meliputi peleburan aluminium, dross biasanya terbentuk pada permukaan aluminium cair pada hubungan dengan atmosfer dapur. Dross terdiri antara 30-60% aluminium cair yang tersebar di lapisan oksida (Chansaksoong, 2006). Tujuan dari proses pengolahan dross ini adalah untuk memperoleh kembali aluminium cair yang terperangkap di dalam dross. Dross diolah dengan menggunakan mesin pengolahan dross (Dross Processing Equipment) untuk dilakukan pengadukan. Karena gaya sentrifugal, aluminium cair yang terperangkap di dalam dross akan terlempar ke dinding bejana, lalu mengikuti kemiringan dinding dan aluminium cair keluar melalui lubang dasar bejana. Proses pengadukan yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi menyebabkan aluminium cair hasil pengolahan dross jatuh ke posisi pinggir dari bejana. Pada proses pengolahan dross dilakukan penambahan fluks sekitar 0,11kg/T Aluminium. Komposisi dari fluks ini adalah 34% NaCl, 12% Na2SiF6 dan 54% NaNO3. Fluks ini akan bereaksi secara eksotermis mengakibatkan peningkatan suhu sehingga aluminium masih tetap cair. Reaksi yang menghasilkan panas dapat dilihat sebagai berikut : Na2SiF6
2 NaF + SiF4......................... (2.12)
3 SiF4 + 4 Al
4 AlF3 + 3 Si………………..(2.13)
3 NaF + Al
AlF3
AlF3
3 AlF……………………….. (2.15)
+ 2 Al
+ 3 Na……………… (2.14)
Universitas Sumatera Utara