BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Respon 2.1.1. Definisi Respon Perilaku menurut Skinner (1938) adalah merupakan hasil hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan (Respon). Respon terbagi atas dua jenis yakni : 1.
Respondent respons (respondent behavior) yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan / eliciting stimuli tertentu. Eliciting stimuli menimbulkan respons yang bersifat relative tetap, misalnya cahaya yang kuat akan menyebabkan mata tertutup. Pada umumnya perangsangan – perangsangan yang demikian akan mendahului respon yang ditimbulkan. Respondent respon mencakup emosi respons (emotional behavior). Emotional behavior timbul karena hal yang kurang mengenakkan organism yang bersangkutan, misalnya menangis karena sedih atau sakit, muka merah karena marah. Sebaliknya hal – hal yang mengenakkan dapat menimbulkan perilaku emosional misalnya tertawa.
2.
Operant respons (instrumental respons) adalah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang seperti ini disebut reinforce, karena perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organism. Oleh sebab itu perangsanganyang demikian itu mengikuti dan memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah dilakukan. Apabila seorang anak belajar atau telah melakukan perbuatan, kemudian
Universitas Sumatera Utara
memperoleh hadiah maka ia akan menjadi lebih giat dan lebih baik melakukan perbuatan tersebut. Dengan kata lain responsnya akan lebih intensif atau lebih kuat lagi. Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua yakni : 1. Perilaku Tertutup (Covert Behavior) Perilaku tertutup adalah respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain (unobservable behavior), misalnya seorang ibu tahu pentingnya memeriksakan kehamilan kemudian dia bertanya pada tetangganya dimana tempat untuk memeriksakan kehamilan (pengetahuan dan sikap). 2. Perilaku Terbuka (Overt Behavior) Perilaku terbuka adalah respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati dan dilihat oleh orang lain. 2.1.2. Domain Perilaku Meskipun prilaku dibedakan antara perilakutertutup dan terbuka, namun sebenarnya perilaku adalah totalitas yang terjadi pada orang yang bersangkutan. Dengan kata lain perilaku adalah totalitas pemahaman dan aktivitas seseorang yang
Universitas Sumatera Utara
merupakan hasil bersama antara faktor eksternal dan internal. Benyamin Bloom (1908) membedakan prilaku atas 3 (tiga) domain yakni kognitif (cipta), afektif (rasa) dan psikomotor (karsa). Berdasarkan pembagian domain ini, kemudian dikembangkan menjadi 3 tingkat ranah perilaku yaitu : 1. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan seseorang terhadap suatu objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda – beda. Secara garis besar dibagi dalam 6 tingkatan yaitu : a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, mengingat kembali termasuk recall terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan atau rangsangan yang telah diterima. b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara luas.
Universitas Sumatera Utara
c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata. d. Analisis (Analysis) Analisis diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen – komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (Synthesis) Sintesis diartikan sebagai suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian didalam suatu bentuk keseluruhannya yang baru. f. Evaluasi (Evaluating) Evaluasi diartikan sebagai
kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. 2. Sikap (Attitude) Sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan factor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang – tidak senang, setuju – tidak setuju, baik – tidak baik, dan sebagainya). Campbell (1950) mendefenisikan sikap sebagai suatu sindrom atau gejala dalam merespons stimulus atau objek sehingga sikap melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain. Newcomb menyatakan sikap merupakan kesiapan atau kesediaan ubtuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif
Universitas Sumatera Utara
tertentu. Dengan kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) akan tetapi merupakan reaksi tertutup. Allport (1954) membagi sikap menjadi 3 komponen yakni : a. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. Artinya
bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung didalamnya factor emosi) orang tersebut terhadap objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Ketiga komponen tersebut secara bersama – sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Berdasarkan intensitasnya sikap dibagi atas 4 (empat) tingkatan yaitu : a. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek). b. Menanggapi (Responding) Menanggapi
diartikan
sebagai
memberikan
jawaban
atau
tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
Universitas Sumatera Utara
c. Menghargai (Valuing) diartikan sebagai pemberian nilai yang positif terhadap objek atau stimulus dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi dan menganjurkan orang lain merespons. d. Bertanggung Jawab (Responsible) Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab atas apa yang diyakini subjek. Seseorang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinan dan berani megambil resiko atas pilihan sikapnya tersebut. 3. Tindakan Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan misalnya fasilitas dan dukungan. Menurut kualitasnya tindakan dapat dibagi atas 3 tingkatan yakni : a. Persepsi (Perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan tingkat pertama b. Praktik Terpimpin (Guide Response) Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan urutan yang benar tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. c. Praktik secara Mekanisme (Mechanism) Apabila subjek dapat telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau
sudah merupakan kebiasaan dan dilakukan tanpa adanya
perintah dari orang lain, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.
Universitas Sumatera Utara
d. Adopsi (Adoption) Adalah suatu tindakan yang telah berkembang dengan baik, artinya apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja tetapi sudah dilakukan modifikasi agar lebih berkualitas tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
2.2. Persepsi 2.2.1. Definisi Persepsi Persepsi adalah proses dimana sensasi yang datang dan diterima manusia melalui panca indera (system sensorik) dipilah dan dipilih, kemudian di atur dan akhirnya
diinterpetasikan
atau
proses
dimana
seseorang
menyeleksi
dan
mengorganisasikan dan menginterpretasi stimulus yang diterima panca indera ke dalam suatu gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh (Simamora, 2004). Menurut Gibson tahun 2003, persepsi merupakan suatu proses yang digunakan individu untuk mengelola dan menafsirkan pesan indera dari lingkungan dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan dengan cara mengorganisir dan menginterpretasi sehingga akan mempengaruhi perilaku individu.Sarwono (2000) mengatakan bahwa persepsi melibatkan alat indra dan proses kognisi yaitu menerima stimulus, mengorganisasi stimulus serta menafsirkan stimulus dengan proses tersebut akan mempengaruhi perilaku dan sikap individu. Solso tahun 2008 juga mengungkapkan bahwa persepsi melibatkan kognisi dalam penginterpretasian terhadap informasi. Kejadian-kejadian atau informasi
Universitas Sumatera Utara
tersebut diproses sesuai pengetahuan yang dimiliki individu sebelumnya mengenai objek persepsi yang di interpretasikannya.Menurut Rahmat (2005) persepsi di bagi menjadi dua bentuk yaitu positif dan negative, apabila objek yang dipersepsikan sesuai dengan penghayatan dan dapat diterima secara rasional dan emosional maka manusia akan mempersepsikan positif atau cenderung menyukai dan menanggapi sesuai dengan objek yang dipersepsikan. Apabila tidak sesuai dengan penghayatan maka persepsinya negatif atau cenderung menjauhi menolak dan menanggapinya secara berlawanan terhadap objek persepsi tersebut. Pendapat Rahmat ini di dukung oleh Robbins (2002) yang mengatakan bahwa persepsi positif merupakan penilaian individu terhadap suatu objek atau informasi dengan pandangan yang positif atau sesuai dengan yang diharapkan dari objek yang dipersepsikan atau dari aturan yang ada. Sedangkan, persepsi negatif merupakan persepsi individu terhadap objek atau informasi tertentu dengan pandangan yang negatif, berlawanan dengan yang diharapkan dari objek yang dipersepsikan atau dari aturan yang ada. Penyebab munculnya persepsi negatif seseorang dapat muncul karena adanya ketidakpuasan individu terhadap objek yang menjadi sumber persepsinya, adanya ketidaktahuan individu serta tidak adanya pengalaman inidvidu terhadap objek yang dipersepsikan dan sebaliknya, penyebab munculnya persepsi positif seseorang karena adanya kepuasan individu terhadap objek yang menjadi sumber persepsinya, adanya pengetahuan individu, serta adanya pengalaman individu terhadap objek yang dipersepsikan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Leavitt (1997) individu cenderung melihat kepada hal-hal yang mereka anggap akan memuaskan kebutuhan-kebutuhan mereka dan mengabaikan halhal yang dianggap merugikan/mengganggu. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan penilaian individu yang muncul akibat adanya yang dirasakan oleh indera sebagai bentuk pengalaman yang dialami oleh individu sendiri sehingga ia dapat memutuskan sesuatu atas apa yang dirasakannya tersebut. 2.2.2. Aspek Persepsi Aspek persepsi menurut McDowwell & Newel (1996), yaitu: 1. Kognisi Aspek kognisi merupakan aspek yang melibatkan cara berpikir, mengenali, memaknai suatu stimulus yang diterima oleh panca indera, pengalaman atau yang pernah dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Hurlock (1999) menambahkan bahwa aspek kognitif didasarkan atas konsep suatu informasi, aspek kognitif ini juga didasarkan pada pengalaman pribadi dan apa yang dipelajari. 2. Afeksi Aspek afeksi merupakan aspek yang membangun aspek kognitif. Aspek afektif ini mencakup cara individu dalam merasakan, mengekspresikan emosi terhadap stimulus berdasarkan nilai-nilai dalam dirinya yang kemudian memengaruhi persepsinya.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi Robbin (2003) menyatakan terdapat beberapa faktor yang memengaruhi pembentukan persepsi. Faktor-faktor tersebut adalah : 1. Keadaan pribadi orang yang mempersepsi Merupakan faktor yang terdapat dalam individu yang mempersepsikan. Misalnya kebutuhan, suasana hati, pendidikan, pengalaman masa lalu, sosial ekonomi dan karakteristik lain yang terdapat dalam diri individu. 2. Karakteristik target yang dipersepsi Target tidak dilihat sebagai suatu yang terpisah, maka hubungan antar target dan latar belakang serta kedekatan/kemiripan dan hal-hal yang dipersepsi dapat memengaruhi persepsi seseorang. 3.
Konteks situasi terjadinya persepsi Waktu dipersepsinya suatu kejadian dapat mempengaruhi persepsi, demikian
pula dengan lokasi, cahaya, panas, atau faktor situasional lainnya. Sementara Thoha (2007) menyebutkan bahwa persepsi dipengaruhi oleh : 1. Psikologis Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di dalam dunia ini sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis. 2.
Keluarga Pengaruh yang paling besar terhadap anak adalah keluarga. Orang tua yang
telah mengembangkan suatu cara yang khusus di dalam memahami dan melihat kenyataan di dunia ini.
Universitas Sumatera Utara
3.
Kebudayaan Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu
faktor yang kuat di dalam memengaruhi sikap, nilai dan cara seseorang memandang dan memahami keadaan dunia ini. David Krech dan Ricard Crutcfield menambahkan faktor-faktor yang menentukan persepsi menjadi dua yaitu : 1. Faktor Fungsional Faktor fungsional adalah faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, jenis kelamin dan hal-hal lain yang disebut sebagai faktor-faktor personal. Faktor fungsional yang menentukan persepsi adalah obyek-obyek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. 2. Faktor Struktural Faktor struktural adalah faktor-faktor yang berasal semata-mata dari sifat stimulus fisik terhadap efek-efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu. Faktor-faktor struktural yang menentukan persepsi menurut teori Gestalt bila kita ingin memahami suatu peristiwa kita tidak dapat meneliti faktor-faktor yang terpisah tetapi memandangnya dalam hubungan keseluruhan. Rahmat (2005) menambahkan tiga faktor personal yang memengaruhi persepsi adalah: 1. Pengalaman, seseorang yang telah mempunyai pengalaman tentang hak-hak tertentu akan memmengaruhi kecermatan seseorang dalam memerbaiki persepsi. Semakin seseorang berpengalaman dalam suatu hal semakin baik persepsinya.
Universitas Sumatera Utara
2. Motivasi, motivasi individu terhadap suatu informasi akan memengeruhi persepsinya. Seseorang yang memiliki motivasi dan harapan yang tinggi terhadap sesuatu, cenderung akan memiliki persepsi yang positif terhadap objek tersebut. 3. Kepribadian, dalam psikoanalisis dikenal sebagai proyeksi yaitu usaha untuk mengeksternalisasi pengalaman subjektif secara tidak sadar kepribadian seseorang yang extrovert dan berhati halus cenderung akan memiliki persepsi yang lebih baik terhadap sesuatu. 2.2.4. Proses Terbentuknya Persepsi Proses terbentuknya persepsi tidak
akan terlepas dari pengalaman
penginderaan dan pemikiran. Seperti yang telah dijelaskan oleh Robbins (2003) bahwa pengalaman masa lalu akan memberikan dasar pemikiran, pemahaman, pandangan atau tanggapan individu terhadap sesuatu yang ada di sekitarnya (Robbins, 2003). Myers (1992) mengemukakan bahwa persepsi terjadi dalam tiga tahapan yang berkesinambungan dan terpadu satu dan lainnya, yaitu : 1. Pemilihan Pada saat memperhatikan sesuatu berarti individu tidak memperhatikan yang lainnya. Mengapa dan apa yang disaring biasanya berasal dari beberapa faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal terdiri dari enam prinsip : 1. Intensitas atau kuatnya suatu stimulus, suara keras di dalam ruangan yang sepi atau cahaya yang sangat tajam biasanya mengarahkan perhatian. 2. Ukuran, sesuatu yang besar akan lebih menarik perhatian. 3. Kontras, sesuatu yang berlatar belakang kontras biasanya sangat menonjol.
Universitas Sumatera Utara
4. Pengulangan, stimulus yang diulang lebih menarik perhatian daripada yang sesekali saja. 5. Gerakan, perhatian individu akan lebih tertarik kepada objek yang bergerak untuk dilihat daripada objek yang sama tapi diam. 6. Dikenal dan sesuatu yang baru. Objek baru yang berada di lingkungan yang lebih dikenal akan lebih menarik perhatian. Faktor-faktor eksternal yang memengaruhi persepsi : a. Faktor fisiologis, individu dirangsang oleh apa yang sedang terjadi di luar dirinya melalui pengindraan seperti mata, kulit, lidah, telinga, hidung, tetapi tidak semua individu yang memiliki kekuatan indera yang sama, maka tidak setiap individu mampu mempersepsikan dengan baik. b. Faktor psikologis, meliputi motivasi dan pengalaman belajar masa lalu. Motivasi dan pengalaman belajar masa lalu setiap individu berbeda. Sehingga individu cenderung mempersepsikan apa yang sesuai dengan kebutuhan, motivasi dan minatnya. 2. Pengorganisasian Pengelolaan stimulus atau informasi melibatkan proses kognisi, dimana individu memahami dan memaknai stimulus yang ada. Individu yang memiliki tingkat kognisi yang baik cenderung akan memiliki persepsi yang baik terhadap objek yang dipersepsikan.
Universitas Sumatera Utara
3. Interpretasi Dalam interpretasi individu biasanya melihat konteks dari objek atau stimulus. Selain itu, interpretasi juga terjadi apa yang disebut dengan proses mengalami lingkungan, yaitu mengecek persepsi. Apakah orang lain juga melihat sama seperti yang dilihat individu melalui konsensus validitas dan perbandingan.
2.3. Bidan 2.3.1. Pengertian Bidan Menurut International Confederation Of Midwives (ICM) tahun 2005 bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan (Depkes RI, 2006) Ikatan Bidan Indonesia (IBI) 2003 menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan (Depkes RI, 2006) World Health Organization (WHO) bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan kebidanan dan karenanya memenuhi kualifikasi untuk diregristrasi dan / atau diberi lisensi secara legal melakukan praktik kebidanan. Menurut Manuaba Bidan merupakan mata rantai yang sangat penting karena
Universitas Sumatera Utara
kedudukannya sebagai ujung tombak dalam upaya meningkatkan sumber daya menusia melalui kemampuannya untuk melakukan pengawasan, pertolongan, dan pengawasan neonatus dan pada persalinan ibu postpartum . Defenisi serupa juga dikemukan oleh Moeloek bahwa bidan merupakan profesi dan tenaga lini terdepan dalam pelayanan kesehatan reproduksi yang sangat diperlukan dalam wahana kesejahteraan ibu dan anak di komunitas maupun dalam wahana politik. 2.3.2. Bidan di Komunitas Kebidanan adalah seni dan praktek yang mengkombinasikan keilmiahan, filosofi dan pendekatan pada manusia sebagai syarat atau ketetapan dalam pemeliharaan kesehatan wanita dan proses reproduksinya yang normal, termasuk kelahiran bayi yang mengikutsertakan keluarga dan atau orang yang berarti lainnya (Lang,1979). Kebidanan komunitas adalah konsep dasar bidan dalam melayani keluarga dan masyarakat. Kebidanan komunitas adalah upaya memberikan asuhan kebidanan pada masyarakat baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang terfokus pada pelayan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), kesehatan reproduksi termasuk usia wanita adiyuswa secara paripurna. Pelayanan kebidanan komunitas adalah upaya yang dilakukan bidan untuk pemecahan terhadap masalah kesehatan ibu dan anak balita didalam keluarga dan masyarakat. Semakin banyaknya jumlah penduduk dan letak geografis suatu wilayah sering menjadi penyebab dikembangkannya pelayanan kebidanan komunitas di beberapa negara, termasuk Indonesia. Tahun 1980 pelayanan kesehatan di New Zealand
Universitas Sumatera Utara
mengacu pada pelayanan di masyarakat dikarenakan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan menurunnya derajat kesehatan masyarakat. Maternal Infant Care (MIC) adalah program yang dirintis oleh beberapa negara dimulai pada tahun 1960-an, merupakan asuhan komprehensif yang efektif yang mengacu pada asuhan pada masyarakat berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak dari mulai kehamilan sampai dengan perawatan bayi di rumah. Pada tahun 1807 (pemerintahan Hindia Belanda), pertolongan persalinan dilakukan oleh dukun. Tahun 1951 didirikan sekolah bidan bagi wanita pribumi di Batavia, kemudian Kursus Tambahan Bidan (KTB) di masyarakat Yogyakarta (1953) dan berkembang di daerah lain. Seiring dengan pelatihan ini dibukalah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA), bidan sebagai penanggung jawab memberikan pelayanan antenatal care, postnatal care, pemeriksaan bayi dan gizi, intranatal di rumah, kunjungan rumah pasca salin. Tahun 1952 diadakan pelatihan secara formal untuk kualitas persalinan. Tahun1967 KTB ditutup, BKIA terintegrasi dengan Puskesmas. Puskesmas memberi pelayanan di dalam gedung (meliputi pelayanan KIAKB) dan di luar gedung (meliputi pelayanan kesehatan keluarga dan posyandu yang mencakup pemeriksaan kehamilan, KB, imunisasi, gizi dan kesehatan lingkungan). Pada tahun 1990 pelayanan ini telah diberikan secara merata pada semua masyarakat. Instruksi Presiden secara lisan pada sidang Kabinet tahun 1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk ditempatkan diseluruh desa sebagai pelaksana KIA. Tahun 1994 merupakan titik tolak dari konferensi kependudukan dunia di Kairo yang
Universitas Sumatera Utara
menekankan pada Reproduksi Health memperluas garapan bidan antara lain Safe Motherhood, KB, PMS, kesehatan reproduksi remaja dan kesehatan reproduksi orang tua. 2.3.3. Sasaran Bidan di Komunitas Sasaran pelayanan kebidanan komunitas meliputi bayi baru lahir, prasekolah dan balita, remaja, dewasa, masa reproduksi (hamil, bersalin, nifas, KB), interval, klimakterium yang berada didalam keluarga dan masyarakat. Sasaran pelayanan kebidanan komunitas adalah individu, keluarga dan masyarakat baik yang sehat, sakit maupun yang mempunyai masalah kesehatan secara umum. 2.3.4. Tujuan Bidan di Komunitas Tujuan pelayanan kebidanan komunitas adalah meningkatnya kesehatan ibu dan anak balita didalam keluarga sehingga terwujud keluarga sehat dan sejahtera didalam komuniti. Agar dapat diterima oleh masyarakat setidaknya seorang bidan harus mempunyai profil sebagai berikut: 1. Mempunyai kemampuan intelektual yang luas berkaitan dengan kebidanan, kesehatan masyarakat dan pengetahuan sosial. 2. Terampil dalam teknik kebidanan. 3. Menguasai teknik pemecahan masalah kesehatan dan prioritas pemecahan masalah kesehatan. 4. Mempunyai keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain (hubungan antar manusia).
Universitas Sumatera Utara
5. Luwes dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat. 6. Memiliki kemampuan komunikasi yang bagus (komunikatif). 7. Memiliki kemampuan berorganisasi. 8. Memiliki kemampuan bekerjasama dengan orang lain. 9. Mempunyai penampilan yang menarik. 10. Mau dan banyak belajar dari orang-orang yang lebih berpengalaman. 11. Berkeinginan untuk selalu meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan. 12. Berpikir kritis dan logis. 13. Mau membagikan ilmu kepada orang lain. Ada beberapa strategi umum dalam melaksanakan asuhan kebidanan komunitas: a) Pendekatan pada masyarakat. b) Pemasaran sosial. c) Menginformasikan pelayanan kebidanan tingkat dasar dan rujukan. d) Mengikutsertakan masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan serta pelaksanaan program kesehatan masyarakat. 2.3.5. Hak dan Kewajiban Bidan Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntutan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi. Norma - norma tersebut berupa petunjuk-petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka menjalankan profesinya dan laranga - larangan
Universitas Sumatera Utara
yaitu ketentuan kententuan apa yang boleh dan tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas profesinya, melainkan juga menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari dalam masyarakat. Ukuran pelayanan kebidanan yang bermutu adalah : 1. Ketersediaan pelayanan kebidanan (available) 2. Kewajaran pelayanan kebidanan (appropriate) 3. Kesinambungan pelayanan kebidanan (continue) 4. Penerima jasa pelayanan kebidanan (acceptable) 5. Ketercapaian pelayanan kebidanan (accesible) 6. Keterjangkauan pelayanan kebidanan (affordable) 7. Efesiensi pelayanan kebidanan (effecent) 8. Mutu pelayanan kebidanan (quality) Mutu pelayanan kebidanan berorientasi pada penerapan kode etik dan standar pelayanan kebidanan serta kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kebidanan. Dari dua dimensi mutu pelayanan kebidanan tersebut, tujuan akhirnya adalah kepuasan pasien yang dilayani oleh bidan. Hak dan kewajiban adalah hubungan timbal balik dalam kehidupan sosial sehari-hari. Pasien memiliki hak terhadap bidan atas pelayanan yang diterimanya. Hak pasti berhubungan dengan individu, yaitu pasien. Sedangkan bidan mempunyai kewajiban/keharusan untuk pasien, jadi hak adalah sesuatu yang diterima oleh pasien.
Universitas Sumatera Utara
Sedang kewajiban adalah suatu yang diberikan oleh bidan. Seharusnya juga ada hak yang harus diterima oleh bidan dan kewajiban yang harus diberikan oleh pasien. 1. Hak Bidan 1. Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. 2. Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap tingkat / jenjang pelayanan kesehatan. 3. Bidan berhak menolak keinginan pasien / klien dan keluarga yang bertentangan dengan peraturan perundang - undangan dan kode etik profesi. 4. Bidan berhak atas privasi dan menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh pasien, keluarga maupun profesi lain. 5. Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan. 6. Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai. 7. Bidan berhak mendapatkan kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai. 2. Kewajiban Bidan Kode Etik Bidan Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalam Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia X tahun 1988, sedangkan petunjuk pelaksanaannya disahkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IBI tahun 1991 sebagai pedoman dalam prilaku. Kewajiban bidan dapat dibedakan atas tujuh bagian yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat a. Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya. b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan. c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat. d. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan menghormati nilai - nilai yang berlaku di masyarakat. e. Setiap
bidan
dalam
menjalankan
tugasnya
senantiasa
mendahulukan
kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. f. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan – tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal. 2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya a. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
b. Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan. c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau dipadukan sehubungan kepentingan klien. 3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya a. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk
menciptakan suasana kerja yang serasi. b. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya. 4. Kewajiban bidan terhadap profesinya a. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinyadengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat. b. Setiap
bidan
harus
senantiasa
mengembangkan
diri
dan
meningkatkankemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. c. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatansejenis yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
Universitas Sumatera Utara
5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri a. Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik. b. Setiap
bidan
harus
berusaha
secara
terus
menerus
untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air a. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat. b. Setiap
bidan
melalui
profesinya
berpartisipasi
dan
menyumbangkan
pemikirannya kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga. 7.
Penutup Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari - hari senantiasa menghayati dan mengamalkan kode etik bidan indonesia.
2.3.6. Pelayanan Kebidanan Pelayanan kebidanan adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktik profesi bidan dalam sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Layanan kebidanan dapat dibedakan menjadi : 1. Layanan kebidanan primer ialah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan. 2. Layanan kebidanan kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu urutan dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan. 3. Layanan kebidanan rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan kesistem pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya Kemajuan sosial ekonomi merupakan parameter yang amat penting dalam pelayanan kebidanan. Parameter tersebut antara lain : 1. Perbaikan status gizi ibu dan bayi 2. Cakupan pertolongan persalinan oleh bidan 3. Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dan kematian neonatal 4. Cakupan penanganan resiko tinggi 5. Meningkatnya cakupan pemeriksaan antenatal
2.4. Kebijakan Kesehatan 2.4.1. Definisi Kebijakan Kesehatan Kebijakan adalah keseluruhan aktivitas pemerintah, yang
dilakukan oleh
badan/kantor pemerintah, secara langsung ataupun tidak langsung dan berpengaruh pada masyarakat, individu atau kelompok. Sejumlah keputusan yang dibuat oleh mereka yang bertanggung jawab dalam bidang kebijakan tertentu : kesehatan,
Universitas Sumatera Utara
lingkungan, pendidikan atau perdagangan.Kebijakan dapat disusun di semua tingkatan pemerintah pusat atau daerah, perusahaan multinasional atau daerah, sekolah atau rumah sakit. Orang-orang ini kadang disebut pula sebagai elit kebijakan, satu kelompok khusus dari para pembuat kebijakan yang berkedudukan tinggi dalam suatu organisasi dan sering memiliki hubungan istimewa dengan para petinggi dari organisasi yang sama atau berbeda. Kebijakan adalah segala sesuatu yang dipilih oleh pemerintah untuk dilaksanakan atau tidak. Kegagalan untuk membuat keputusan atau bertindak atas suatu permasalahan juga merupakan suatu kebijakan (Thomas Dye, 2001) Kebijakan kesehatan dapat meliputi kebijakan publik dan swasta tentang kesehatan. Kebijakan kesehatan dimaksudkan untuk merangkum segala arah tindakan yang memengaruhi tatanan kelembagaan, organisasi, layanan dan aturan pembiayaan dalam sistem kesehatan. Kebijakan ini mencakup sektor publik atau pemerintah dan sektor swasta. 2.4.2. Segitiga Kebijakan Kesehatan Segitiga Kebijakan kesehatan merupakan suatu pendekatan yang sudah sangat disederhanakan untuk suatu tatanan hubungan yang kompleks antara Content, Contex, Process dan Actors. a. Content • sejumlah daftar pilihan keputusan tentang urusan publik yang dibuat oleh lembaga dan pejabat pemerintah. • respon berbagai masalah publik yang mencakup berbagai bidang kehidupan.
Universitas Sumatera Utara
Standar content : • Pernyataan tujuan, mengapa kebijakan tsb dibuat dan apa dampak yang diharapkan • Ruang lingkup; menerangkan siapa saja yang tercakup dalam kebijakan dan tindakan-tindakan apa yang dipengaruhi oleh kebijakan • Durasi waktu
yang efektif,
mengindikasikan kapan kebijakan mulai
diberlakukan b. Context • Lingkungan atau situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian • Serangkaian keadaan yang berkaiatan dengan proses dan isi, yang mengacu pada faktor-faktor sistemik; • Faktor situasional : bersifat sementara atau tidak permanen namun memiliki dampak terhadap kebijakan, • Faktor global yang menyebabkan ketergantungan dan transfer kebjakan antar negara, contoh : pertemuan internasioanal bidang kesehatan c. Process • Mengacu
pada
cara-cara
memprakarsai,
mengembangkan
atau
memformulasikan, menegosiasikan, mengkomunikasikan, melaksanakan dan mengevaluasi kebijakan d. Actors • Individu atau kelompok yang berkaitan langsung dengan sebuah kebijakan yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keputusan atau kebijakan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
• Para stakeholders : sekelompok warga, organisasi buruh, pedagang kaki lima komunitas wartawan, partai politik, lembaga swadaya masyarakat. • Para stakehaolders memberi respon yang berbeda terhadap suatu kebijakan • Merupakan kunci dalam kerangka analisis kebijakan. • Pembuatan kebijakan tidak murni proses yang rasional
namun merupakan
proses yang berulang-ulang dan dipengaruhi oleh kepentingan dari para aktor kebijakan. 2.4.3. Implementasi Kebijakan Kesehatan Jones (1987) ; those activities directed toward putting a program into effect (proses mewujudkan program hingga memperlihatkan hasilnya). Van Horn dan Van meter (1975) : those actions by public and private individual (or groups) that are the achievement or objectives set forth in prior policy ( tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah maupun swasta baik secara individu maupun kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang menjadi prioritas kebijakan). Secara lebih konkrit Mazmanian & Sabatier menyatakan bahwa fokus perhatian dalam implementasi yaitu memahami apa yg senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku, diantaranya adalah kejadian dan kegiatan yg timbul sesudah
disahkannya
pedoman-pedoman
kebijakan
yang
mencakup
usaha
mengadministrasikan maupun usaha menimbulkan dampak yang nyata pada masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
a. Faktor penentu keberhasilan implementasi • Logika kebijakan itu sendiri • Kemampuan pelaksana dan ketersediaan sumber • Manajemen yang baik • Lingkungan dimana kebijakan diimplementasikan b. Implementasi kebijakan dipengaruhi oleh 4 variable yaitu : 1. Idealized policy : yaitu pola interaksi yang digagas oleh perumus kebijakan dengan tujuan untuk mendorong, mempengaruhi dan merangsang target group untuk melaksanakannya 2. Target groups : yaitu bagian dari policy stake holders yang diharapkan dapat mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh perumus kebijakan. Karena kelompok ini menjadi sasaran dari implementasi kebijakan, maka diharapkan dapat menyesuaikan pola-pola perilakukan dengan kebijakan yang telah dirumuskan 3. Implementing organization : yaitu badan-badan pelaksana yang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan. 4. Environmental factors : unsur-unsur di dalam lingkungan yang mempengaruhi implementasi kebijakan seperti aspek budaya, sosial, ekonomi dan politik. c. Prasarat keberhasilan implementasi : 1. Tiadanya hambatan eksternal 2. Tersedianya resources yang memadai
Universitas Sumatera Utara
3. Good policy 4. Hubungan ketergantungan yang minimum 5. Pemahaman dan kesepakatan terhadap tujuan 6. Tugas ditetapkan dengan urutan yang tepat 7. Komunikasi dan koordinasi lancar 8. Ada dukungan otoritas d. Kegagalan implementasi 1. Bad policy : perumusannya asal-asalan, kondisi internal belum siap, kondisi eksternal tak memungkinkan dan sebagainya 2. Bad implementation : pelaksana tak memahami juklak, terjadi implementation gap dan sebagainya 3. Bad Luck
2.5. Jaminan Persalinan (Jampersal) 2.5.1. Definisi Jampersal Jaminan Persalinan (Jampersal) adalah jaminan pembiayaan yang digunakan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan kesehatan nifas termasuk KB pascapersalinan dan pelayanan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan yang pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. Jampersal merupakan perluasan kepesertaan dari jamkesmas dan tidak hanya mencakup masyarakat miskin saja. Peraturan jampersal telah dilaksanakan sejak
Universitas Sumatera Utara
tahun 2011 melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 631/MENKES/PER/III/2011. Kemudian berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 2562/MENKES/PER/XII/2012 tentang Petunjuk Tekhnis Jampersal bahwa dalam menurunkan angka kematian ibu dan mempercepat pencapaian MDG’s telah ditetapkan bahwa setiap ibu yang melahirkan baiaya persalinannya ditanggung oleh pemerintah melalui jampersal. 2.5.2. Tujuan Jampersal Secara umum tujuan Jampersal adalah Menjamin akses pelayanan persalinan yang dilakukan oleh dokter atau bidan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB. Secara khusus tujuan Jampersal dapat di jabarkan sebagai berikut : 1. Meningkatnya cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan dan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan. 2. Meningkatnya cakupan pelayanan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan. 3. Meningkatnya cakupan pelayanan KB pasca persalinan. 4. Meningkatnya cakupan penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir. 5. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel. 2.5.3. Sasaran 1.
Ibu hamil
2. Ibu bersalin 3. Ibu nifas (sampai 42 hari pasca melahirkan) 4. Bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari)
Universitas Sumatera Utara
Sasaran yang dimaksud adalah ibu – ibu yang berhak mendapat pelayanan yang berkaitan langsung dengan kehamilan, persalinan dan nifas baik normal maupun dengan komplikasi atau resiko tinggi untuk mencegah kematian ibu dan bayi dalam proses persalinan. 2.5.4. Manfaat Jampersal 1. Bagi Masyarakat 1. Biaya pelayanan dijamin Pemerintah 2. Ibu hamil akan mendapatkan pelayanan antenatal 4 kali sesuai standar oleh tenaga kesehatan 3. Ibu bersalin akan mendapat pelayanan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan 4. Ibu nifas akan mendapat pelayanan nifas 3 kali sesuai standar oleh tenaga kesehatan, termasuk pelayanan bayi baru lahir dan KB pasca persalinan 5. Ibu hamil, bersalin dan nifas serta bayi baru lahir yang mempunyai masalah kesehatan akan ditangani oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan yang lebih mampu (Puskesmas, Puskesmas mampu PONED, RS) 2. Bagi Tenaga Kesehatan a.
Mendukung program Pemerintah dalam rangka menurunkan AKI, AKB, dan meningkatkan cakupan KB
b.
Adanya kepastian akan menerima jasa pelayanan medis sesuai ketentuan yang berlaku
Universitas Sumatera Utara
c.
Peluang bagi tenaga kesehatan untuk meningkatkan jumlah klien yang ditangani
d.
Adanya kepastian mekanisme rujukan sehingga kasus dapat ditangani dan dirujuk lebih dini
e.
Peluang bagi bidan di desa untuk meningkatkan kemitraan dengan dukun beranak
3. Bagi Dinas Kesehatan a.
Melaksanakan program Pemerintah dalam rangka meningkatkan cakupan, menurunkan AKI dan AKB
b.
Peluang untuk meningkatkan kemitraan dengan fasilitas kesehatan swasta
c.
Peluang untuk memperkuat 67ystem pencatatan dan pelaporan program KIA dan KB
d.
Peluang
untuk
memperbaiki
67ystem
rujukan
kegawatdaruratan
67ystem67ic dan neonatal. 2.5.5. Kebijakan Operasional Jampersal a. Pengelolaan Jaminan Persalinan dilakukan pada setiap jenjang pemerintahan (pusat, provinsi dan kabupaten/kota) menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan Jamkesmas b. Kepesertaan Jaminan Persalinan
merupakan
perluasan kepesertaan dari
Jamkesmas yang terintegrasi dan dikelola mengikuti tata kelola dan manajemen Jamkesmas
Universitas Sumatera Utara
c. Peserta Program Jaminan Persalinan adalah seluruh sasaran yang belum memiliki jaminan untuk pelayanan persalinan d. Peserta Jaminan Persalinan dapat memanfaatkan pelayanan di seluruh jaringan fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan (Rumah Sakit) di kelas III yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota e. Pelaksanaan pelayanan Jaminan Persalinan mengacu pada standar pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) f. Pembayaran atas pelayanan jaminan persalinan dilakukan dengan cara klaim oleh fasilitas kesehatan. Untuk persalinan tingkat pertama di fasilitas kesehatan pemerintah (Puskesmas dan jaringannya) dan fasilitas kesehatan swasta yang bekerja sama dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota. g. Pada daerah lintas batas, fasilitas kesehatan yang melayani ibu hamil/persalinan dari luar wilayahnya, tetap melakukan klaim kepada Tim Pengelola/Dinas Kesehatan setempat dan bukan pada daerah asal ibu hamil tersebut. h. Fasilitas kesehatan seperti Bidan Praktik, Klinik Bersalin, Dokter praktik yang berkeinginan ikut serta dalam program ini melakukan perjanjian kerja sama (PKS) dengan Tim Pengelola setempat, dimana yang bersangkutan dikeluarkan izin praktiknya. i.
Pelayanan Jaminan Persalinan diselenggarakan dengan prinsip portabilitas, dengan demikian Jaminan Persalinan tidak mengenal batas wilayah.
Universitas Sumatera Utara
j.
Pelayanan Jaminan Persalinan diberikan secara terstruktur berjenjangberdasarkan sistem rujukan
k. Tim Pengelola Pusat dapat melakukan realokasi dana antar kabupaten/kota, disesuaikan dengan penyerapan dan kebutuhan daerah serta disesuaikan dengan ketersediaan dana yang ada secara nasional. 3.
Ruang Lingkup Pelayanan Jampersal
1. Pelayanan Tingkat Pertama a. Diberikan oleh tenaga kesehatan berkompeten dan berwenang b. Diberikan di Puskesmas dan Puskesmas mampu PONED serta jaringannya termasuk Polindes/Poskesdes, dan fasilitas kesehatan swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) c. Jenis pelayanan: 1. Pemeriksaan kehamilan 4 kali 2. Persalinan normal 3. Pelayanan nifas normal 3 kali, termasuk KB pasca persalinan 4. Pelayanan bayi baru lahir normal Tambahan untuk Puskesmas mampu PONED: 5. Pemeriksaan kehamilan pada kehamilan risiko tinggi 6. Pelayanan pasca keguguran 7. Persalinan per vaginam dengan tindakan emergensi dasar 8. Pelayanan nifas dengan tindakan emergensi dasar 9. Pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi dasar
Universitas Sumatera Utara
2. Pelayanan Tingkat Lanjutan a. Diberikan oleh tenaga kesehatan spesialistik b. Dilaksanakan di fasilitas perawatan kelas III RS Pemerintah atau RS swasta yang memiliki PKS c. Pelayanan diberikan berdasarkan rujukan, kecuali pada kondisi kedaruratan d. Jenis pelayanan meliputi: a. Pemeriksaan rujukan kehamilan pada kehamilan risiko tinggi b. Penanganan rujukan pasca keguguran c. Penanganan kehamilan ektopik terganggu (KET) d. Persalinan dengan tindakan emergensi komprehensif e. Pelayanan nifas dengan tindakan emergensi komprehensif f. Pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi komprehensif g. Pelayanan KB pasca persalinan Pelayanan persiapan rujukan adalah pelayanan pada suatu keadaan dimana terjadi kondisi yang tidak dapat dilaksanakan secara paripurna di fasilitas kesehatan tingkat pertama sehingga perlu dilakukan rujukan ke fasilitas tingkat lanjutan dengan memperhatikan hal – hal sebagai berikut : 1.
Kasus tidak dapat ditatalaksana secara paripurna di fasilitas kesehatan kerena keterbatasan SDM, keterbatasan peralatan dan obat – obatan
2.
Denganmerujuk dipastikan pasien akan mendapat pelayanan paripurna yang lebih baik dan aman di fasilitas kesehatan rujukan
Universitas Sumatera Utara
3.
Pasien dalam keadaan aman selama dalam proses rujukan.
2.5.7. Ketentuan Pendanaan 1. Dana Jampersal di pelayanan dasar disalurkan ke kabupaten/kota, terintegrasi dengan dana Jamkesmas di pelayanan kesehatan dasar, Sedangkan dana Jampersal di pelayanan lanjutan dikirimkan langsung ke RS menjadi satu kesatuan dengan dana Jamkesmas yang disalurkan ke RS. 2. Pendanaan Jamkesmas di pelayanan dasar dan Jaminan Persalinan merupakan belanja bantuan social bersumber dari dana APBN, sehingga pengaturannya tidak melalui mekanisme APBD, dengan demikian tidak langsung menjadi pendapatan daerah 3. Setelah dana Jampersal disalurkan ke rekening Dinas Kesehatan, maka status dana tersebut berubah menjad dana masyarakat (sasaran) 4. Setelah dana Jampersal digunakan oleh Puskesmas dan jaringannya serta fasilitas kesehatan lainnya (yang bekerjasama), maka status dana tersebut berubah menjadi pendapatan fasilitas kesehatan Namun pada tahun 2013 di Kabupaten Langkat proses pendanaan jampersal tidak lagi disalurkan ke rekening Dinas Kesehatan namun melalui mekanisme APBD dan langsung menjadi pendapatan daerah.
Universitas Sumatera Utara
2.5.8. Besaran Tarif Pelayanan Tabel 2.1. Besar Tarif Layanan Dasar
4x
Tarif (Rp) 20.000
Jumlah (Rp) 80.000
1x 4x 1x
500.000 20.000 100.000
500.000 80.000 100.000
1x
650.000
650.000
1x
Sesuai Perda
Sesuai Perda
150.000
150.000
60.000 10.000 Perda
60.000 10.000 Perda
No
Jenis Pelayanan
Frekwensi
1
ANC
2 3 4
Persalinan Normal PNC Pelayanan pra rujukan pada komplikasi kebidanan dan neonatal Pelayanan penanganan perdarahan pasca keguguran Pelayanan rawat inap untuk BBL sakit
5
6
7 8
9
Pelayanan tindakan 1 x pasca persalinan Jasa pemasangan KB 1 x pasca persalinan : 1. IUD dan Implan 2.Suntik Transport Rujukan Setiap kali (PP)
Keterangan
Sesuai buku KIA
Di lakukan pada Puskesmas Perawatan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan 1. Tindakan emergensi komprehensif pada kehamilan, Sesuai tarif INA-CBGs (Indonesia Case Base Groups) persalinan, nifas, dan BBL Ket : Klaim tidak harus dalam paket (menyeluruh), tetapi dapat dilakukan klaim terpisah, misalnya ANC saja, persalinan saja, atau PNC saja.
Universitas Sumatera Utara
2.5.9. Pencairan Klaim Pembayaran pelayanan jampersal dilakukan dengan cara klaim. Pada daerah lintas batas, fasilitas kesehatan yang melayani sasaran jampersal dari luar wilayahnya tetap melakukan klaim kepada tim pengelola/dinas kesehatan setempat dan bukan pada daerah asal sasarn jampersal tersebut. Tim pengelola Jamkesmas pusat dapat melakukan realokasi dana antar kabupaten/kota dengan mempertimbangkan penyerapan dan kebutuhan daerah serta disesuaikan dengan ketersediaan dana yang ada secara nasional. 2.5.10. Indikator Keberhasilan 1. Cakupan K1 2. Cakupan K4 3. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 4. Cakupan penanganan komplikasi kebidanan 5. Cakupan pelayanan nifas 6. Cakupan persalinan di fasilitas kesehatan 7. Cakupan peserta KB pasca persalinan 8. Cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1) 9. Cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN Lengkap) 10. Cakupan penanganan komplikasi neonatal
Universitas Sumatera Utara
2.5.11.
Pemantauan dan Evaluasi
1. Ruang lingkup a.
Data peserta, pencatatan, dan penanganan keluhan
b.
Pelaksanaan pelayanan ibu hamil yang meliputi jumlah kunjungan ke fasilitas kesehatan pertama maupun rujukan
c.
Kualitas pelaksanaan pelayanan kepada ibu hamil
d.
Pelaksanaan penyaluran dana dan verifikasi pertanggung jawaban dana
e.
Pelaksanaan verifikasi penggunaan dana program
f.
Pengelolaan program di tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota
2. Mekanisme a.
Pertemuan koordinasi (tingkat Pusat; Provinsi dan Kab/Kota)
b.
Pengolahan dan analisis data
c.
Supervisi.
2.6. Kerangka Pikir Respon Bidan PTT : 1. Covert Behavior : - pengetahuan - sikap - persepsi 2. Overt Behavior : - tindakan (pemberian pelayanan)
Program Jampersal
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Skema diatas menunjukkan bahwa peneliti ingin menggambarkan bagaimana respon bidan PTT dalam program jampersal. Menurut Skinner (1938) respons terbagi atas 2 (dua) yakni covert behavior (perilaku tertutup) yang terdiri atas pengetahuan, sikap dan persepsi dimana perilaku ini tidak dapat diamati secara jelas. Pengetahuan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang diketahui oleh informan mengenai jampersal baik yang diperoleh dari dinas kesehatan, media ataupun dari pemikiran bidan ptt itu sendiri. Sikap dan persepsi yang dimaksud adalah bagaimanan para bidan ptt menanggapi dan menyikapi program jampersal yang mereka laksanakan. overt behavior (prilaku terbuka) yakni tindakan yang dapat diamati dengan jelas. Dari respons bidan PTT, nantinya diharapkan didapati bagaimana bidan PTT memberikan pelayanan yang berkaitan dengan pelaksanaan program jampersal.
Universitas Sumatera Utara