BAB 14 PELAKSANAAN AMDAL, UKL DAN UPL SERTA IPLC DI DKI JAKARTA
341
14.1 PENDAHULUAN Masalah pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia telah diatur berdasarkan Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan undang-undang tersebut sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup; terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup; terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup; terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana; serta terlindungnya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Undang Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pongelolaan Lingkungan Hidup yang terdiri dari 10 Bab dan 52 pasal mengatur beberapa hal antara lain: Hak, kewajiban dan peran serta masyarakat dalam memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat, menerima informasi dan berperan serta dalam pengelolaan lingkungan hidup, memelihara kelestarian, mencegah dan menanggulangi pencemaran, dan memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai lingkungan hidup. Wewenang pengelolaan lingkungan hidup yang dalam hal ini dilaksanakan secara terpadu oleh perangkat kelembagaan yang dikoordinasi oleh Menteri dengan mengikutsertakan peran pemerintah Daerah.
342
Pelestarian fungsi lingkungan hidup melalui pendataan Baku Mutu Lingkungan dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Persyaratan penataan lingkungan hidup yang meliputi Rekomendasi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), pengawasan terhadap penataan lingkungan hidup, sanksi administrasi bagi pelanggar, audit lingkungan hidup. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan. Mengatur Sanksi dan Ketentuan Pidana yang secara skematis adalah sebagai berikut. Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, maka setiap usaha dan/atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Ketentuan mengenai baku mutu lingkungan hidup, pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan daya tampungnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan ketentuan mengenai kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, pencegahan dan penanggulangan kerusakan serta pemulihan daya dukungnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL). Ketentuan tentang rencana usaha dan/atau kegiatan. yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud serta tata cara penyusunan dan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 343
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud di atas dapat menyerahkan pengelolaan limbah tersebut kepada pihak lain. Untuk ketentuan pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
14.2 ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan / atau kegiatan dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan / atau kegiatan, wajib menyusun AMDAL dan dinilai oleh Komisi Penting AMDAL. Pelaksanan tentang analisis mengenai dampak lingkungan secara nasional di atur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Th 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Lingkup Dokumen AMDAL meliputi antara lain :
Kerangka Acuan AMDAL (KA AMDAL) adalah ruang lingkup kajian analisis dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan.
AMDAL adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan / atau kegiatan.
344
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana / usaha dan / atau kegiatan.
Rencana Pemantauan Lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana / usaha dan / atau kegiatan.
Amdal merupakan bagian dari perijinan yang dilaksanakan sebelum kegiatan dimulai atau bagian dari perencanaan.
Bagi rencana kegiatan diluar kegiatan yang berdampak besar dan penting, wajib menyusun dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintan Nomor 27 tahun 1999 ini dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi daerah, sebagian besar penilaian AMDAL dilaksanakan oleh Komisi Penilai Amdal Daerah, sedangkan kegiatan yang bersifat strategis, Lintas Negara dan Propinsi dinilai oieh Komisi Penilai Pusat AMDAL (Meneg LH).
14.3 PELAKSANAAN AMDAL, UKL DAN UPL DI DKI JAKARTA Jenis dan besarnya kegiatan yang wajib menyusun AMDAL adalah kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak besar dan penting yang disesuaikan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Dalam rangka 345
pelaksanaan AMDAL di Propinsi DKI Jakarta, Gubernur telah mengeluarkan Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 2863 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan AMDAL. Keputusan Gubernur Nomor 2863 Tahun 2001 tersebut mengatur 12 sektor atau bidang yang meliputi : o o o o o o o o
o o o o
Bidang pertahanan dan Keamanan. Bidang Pertanian. Bidang Perikanan. Bidang Kesehatan. Bidang Perhubungan Darat,Laut,Udara, telekomunikasi. Bidang Perindustrian. Bidang Prasarana Wilayah. Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral yaitu. Pertambangan Umum/ Ketenaga Listrikan / Minyak dan Gas Bumi / Geologi Tata lingkungan. Bidang Pariwisata. Bidang Pengembangan Nuklir. Bidang Pengelolaan limbah Bahan berbahaya dan racun (B3). Bidang Rekayasa Genetika.
Amdal, UKL dan UPL merupakan bagian perizinan daerah yang disusun bersamaan dengan studi kelayakan rencana usaha/kegiatan, sehingga layak secara teknis, ekonomi dan lingkungan. Pembinaan pelaksanaan Amdal dan UKL/UPL diselenggarakan oleh Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah yang dalam pelaksanaannya berkoordinasi dengan instansi yang berwewenang, Walikotamadya setempat, dan unsur Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. 346
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) Serta Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dalam perijinan daerah diatur berdasarkan Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 99 Tahun 2002 tentang pelaksanaan analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) dan upaya pengelolaan lingkungan (UKL) serta upaya Pemantauan lingkungan (UPL) dalam perijinan daerah. Informasi jenis dan besaran kegiatan wajib AMDAL dan UKL/UPL sudah harus diinformasikan instansi yang berwenang sejak pengurusan ijin yang paling awal seperti ijin prinsip. AMDAL dan UKL/UPL disusun bersamaan dengan pengurusan ijin pembebasan lahan, surat ijin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT), Blok Plan dan lain-lain. IMB hanya dapat diterbitkan setelah rekomendasi AMDAL atau persetujuan UKL/UPL diperoleh. Ijin penggunaan bangunan (IPB) dapat diberikan apabila AMDAL dan UKL/UPL dilaksanakan. Dan laporan implementasi RKL/RPL dan UKL/UPL disampaikan secara periodik ke instansi pembina BPLHD Propinsi/Wilayah dan Walikotamadya/Kabupaten Administrasi. 14.3.1 AMDAL di Dalam Proses Perijinan Daerah AMDAL mencakup dokumen Kerangka Acuan, dokumen Analisis Dampak Lingkungan, dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Linkungan. Apabila penanggung jawab rencana dan/atau kegiatan yang berdasarkan penggolongannya wajib menyusun AMDAL, maka aparat yang bertugas di bidang perijinan wajib menjelaskan kedudukan dokumen dokumen AMDAL di dalam mekanisme perijinan di Propinsi DKI Jakarta.
347
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh instansi terkait, maka keterkaitan AMDAL di dalam mekanisme perijinan dijelaskan sebagai berikut : a. Apabila rencana usaha dan/atau kegiatan diwajibkan mengurus ijin pembebasan lahan dan ijin penunjukan penggunaan tanah, maka pra proposal dan/atau proposal yang menjadi kelengkapan permohonan, pemrakarsa wajib mencantumkan bukti proses penyusunan AMDAL. b. Pada saat penyampaian permohonan ijin penunjukan penggunaan tanah, aparat yang bertugas wajib memberitahukan bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan yang ijinnya dimohon tergolong wajib AMDAL. Selanjutnya, penanggung jawab rencana usaha dan/atau kegiatan segera menyusun kerangka acuan AMDAL dan untuk keperluan tersebut, penanggung jawab rencana usaha dan/atau kegiatan menghubungi konsultan bidang AMDAL. c. Berita acara pembahasan kerangka acuan AMDAL dapat digunakan sebagai rekomendasi dalam pengurusan Ketepatan Rencana Kota (KRK), SIPPT, Ijin Membangun Prasarana (IMP) dan atau penerbitan Ijin Pendahuluan mendirikan Bangunan (IP-MB). d. Ijin Mendirikan bangunan (IMB) akan diterbitkan oleh instansi yang berwenang apabila Komisi Penilai AMDAL daerah telah menerbitkan rekomendasi AMDAL untuk rencana usaha dan/atau kegiatan. e. Ijin Penggunaan Bangunan (IPB) dan Ijin Usaha Tetap (IUT) akan diterbitkan oleh instansi yang berwenang apabila RKL atau UPL telah dilaksanakan sesuai 348
14.3.2 UKL dan UPL di Dalam Proses Perijinan Daerah Penanggung jawab rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdasarkan penggolongannya wajib menysusn UKL Atau UPL, maka aparat yang bertugas di bidang perijinan wajib menjelaskan kedudukan dokumen UKL/UPL dalam mekanisme perijinan di Propinsi DKI Jakarta. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh instansi terkait, mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Propinsi DKI jakarta, maka kegiatan UKL/UPL dalam mekanisme perijinan dijelaskan sebagai berikut : a. Ijin Mendirikan bangunan (IMB) akan diterbitkan oleh instansi berwenang apabila pemrakarsa usaha/kegiatan telah melengkapai dokumen UKL/UPL. b. Ijin Penggunaan bangunan (IPB) diterbitkan oleh instansi yang berwenang apabila pemrakarsa usaha/kegiatan telah melaporkan pelaksanaan UKL/UPL kepada instansi yang bertanggung jawab di tingkat walikotamadya/Kabupaten Administatif dan tingkat Propinsi. 14.3.3 AMDAL, UKL dan UPL di Dalam Proses Kemitraan Pembangunan Fisik Pada umumnya, lingkup kegiatan pembangunan fisik yang dilaksanakan melalui proses kemitraan adalah pembangunan prasarana dan atau sarana kota. Lingkup kegiatan kemitraan dapat berwujud "Built Operation Transfer (BOT) maupun Built Transfer Operation (BTO)", ataupun wujud lain melalui kemitraan antara PEMDA dengan pihak 349
Dalam rangka mengoptimalkan tujuan dan kegunaan sarana dan atau prasarana lingkungan yang dibangun, perlu diidentifikasi sejak dini dampak lingkungan yang tidak tergolong besar dan penting atau secara teknologi dampak pentingnya dapat dikelola. Identifikasi dimaksud dilakukan melalui pelaksanaan studi AMDAL yang mencakup penyusunan kerangka acuan, penyusunan studi AMDAL, dan penyusunan rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan rencana pemantauan lingkungan serta upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL). Jenis rencana kegiatan dan atau usaha yang wajib melakukan AMDAL diatur melalui Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 2863 tahun 2001 yang mengatur tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan. Sedangkan untuk jenis rencana kegiatan usaha dan/atau kegiatan di DKI Jakarta yang wajib dilengkapi dengan UKL/UPL diatur melalui Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 189 tahun 2002. 14.3.4 Mekanisme Pelaksanaan AMDAL, UKL dan UPL Mekanisme Pelaksanaan Amdal dan UKL/UPL dalam Proses Perizinan, Mekanisme Pembahasan Prosedur Penilaian Dokumen serta Persyaratan Administrasi Dokumen AMDAL, RKL-RPL dan UKL/UPL dapat dilihat pada Gambar 14.1 sampai dengan Gambar 14.3. Jenis dan besarnya rencana kegiatan yang wajib menyusun dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) adalah rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak menimbulkan dampak 350
besar dan penting, atau secara teknologi dampak pentingnya dapat dikelola. Mekanisme pembahasannya berada di luar mekanisme AMDAL. Dalam pembahasannya, setidak-tidaknya melibatkan Intansi pembina teknis dan Unsur wilayah Kota/Kabupaten. Usaha/Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Linglungan (UKL) serta Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) diatur berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 189 Tahun 2002. Keputusan Gubernur no. 189/2002 ini terdiri dari 10 sektor/bidang meliputi : a. Bidang Perhubungan dan Telekomunikasi, b. Bidang Prasarana Wilayah, c. Bidang Pariwisata, d. Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, e. Bidang Pertanian, f. Bidang Peternakan, g. Bidang Perikanan, h. Bidang Kehutanan, i. BidangPerindustrian,dan j. Bidang Perdagangan. Sesuai Keputusan Meneg LH No. 86/2002, Pembinaan penilaian UKL/UPL ini dilaksanakan oleh instansi yang bertanggungjawab dalam pengelolaan lingkungan hidup. 14.4 Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Keterlibatan masyarakat di dalam proes pembuatan AMDAL diatur berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur tersebut, di dalam hal proses pembuatan AMDAL harus melibatkan Dewan Kota/Kabupaten, Dewan Kelurahan (Dekel) serta peran pemerhati lingkungan seperti WALHI dan Organisasi Lingkungan lainnya. 351
Gambar 14.1 : Mekanisme Pelaksanaan AMDAL dan UKL/UPL Dalam Proses Perijinan. Sumber : BPLHD Propinsi DKI Jakarta.
352
Gambar 14.2 : Mekanisme Pembahasan Prosedur Penilaian Dokumen AMDAL dan UKL/UPL. Sumber : BPLHD Propinsi DKI Jakarta.
353
Gambar 14.3 : Persyaratan Administrasi Dokumen AMDAL, RKL-RPL dan UKL/UPL.
354
Selain itu, sebelum penyusunan Kerangka Acuan AMDAL, terlebih dahulu dilakukan pengumuman rencana kegiatan dan rencana penyusunan AMDAL melalui papan pengumuman di lokasi proyek selama 30 hari dan melalui media cetak 14.5 Ijin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) di DKI Jakarta 14.5.1 Dasar Hukum Air merupakan sumber daya alam untuk memenuhi hajat orang banyak sehingga perlu dilestarikan kemampuannya agar tetap bermanfaat bagi kehidupan manusia serta mahluk hidup lainnya. Dan dalam rangka itulah perlu kiranya dilakukan pengendalian beban limbah yang masuk ke perairan/badan air melalui perizinan membuang limbah cair. Ijin pembuangan limbah cair di DKI Jakarta diatur berdasarkan Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta melalui Surat Keputuasan Gubernur DKI Jakarta Nomor 30 Tahun 1999, tentang: Pembuangan Limbah Cair. Melalui Ijin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) dapat dipantau tentang kepatuhan pemenuhan baku mutu limbah cair, beban limbah, kualitas dan kuantitas limbah cair. 14.5.2 Tujuan IPLC Berdasarkan Surat Keputuasan Gubernur DKI Jakarta Nomor 30 Tahun 1999, pasal 2, tujauan IPLC adalah : o Maksud : sebagai upaya pembatasan beban limbah cair yang dibuang ke badan air atau perairan umum serta sumber air.
355
o Tujuan IPLC adalah mengunrang beban pencemaran agar badan air atau sumber air tidak tercemar dan dapat digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan sesuai dengan peruntukannya.
14.5.3 Kegiatan Yang Wajib Memiliki IPLC Berdasarkan Surat Keputuasan Gubernur DKI Jakarta Nomor 30 Tahun 1999, pasal 3, kegiatan yang wajib mempunyai IPLC adalah : 1) Setiap orang atau badan hukum yang dalam operasinya akan dan atau telah membuang limbah cair ke perairan umum. 2) Setiap rencana kegiatan baru sebelum diberikan Undang Undang Gangguan (UUG) atau Ijin Pemakaian Bangunan (IPB). 3) Bagi rencana kegiatan yang dilengkapi AMDAL dan berdasarkan studinya harus lebih ketat dari ketentuan baku mutu limbah cair (BMLC) maka pembatasan limbahnya didasarkan pada hasil studi AMDAL tersebut. 14.5.4 Tata Cara Memeperoleh IPLC A.
Persyaratan
Berdasarkan Surat Keputuasan Gubernur DKI Jakarta Nomor 30 Tahun 1999, pasal 5, beberapa persyaratan untuk memeperoleh IPLC adalah : Mengajukan permohonan secara tertulis kepada Gubernur Kepala Daerah melalui BLPHD. Permohonan izin pembuangan limbah cair haruslah dilengkapi dengan : 356
a) Data isian tentang pembuangan limbah cair; b) Peta lokasi pembuangan limbah cair dan pengambilan air yang berskala proporsional; c) Fotorian perusahaan; d) Foto copy IMB dan IPB; e) Fotocopy Undang-Undang Gangguan; f) Desain unit pengolah limbah dan cara kerjanya; g) Memiliki dokumen RKL dan RPL atau dokumen UKL dan UPL; h) Hasil pemeriksaan limbah cair dari laboratorium BPLHD DKI Jakarta i) Serta surat pernyataan kesanggupan untuk mentaati persyaratan yang berlaku. Mekanisme penerbitan Ijin Pebuangan Limbah cair (IPLC) dapat dilihat seperti pada Gambar 14.4. B.
Debit Maksimum
Debit maksimum yang disetujui berdasarkan pada produksi riil selama 3 (tiga) tahun terakhir dibandingkan dengan kapasitas produksi sesuai ijin dan kapasitas produksi terpasang (SK Gub No.30/1999, Pasal 7 ayat 2). 14.5.5 Tim Evaluasi IPLC Tim Evaluasi IPLC adalah Tim yang dibentuk dengan keputusan gubernur melalui Kepala BPLHD Propinsi DKI Jakarta yang mempunyai tugas antara lain : 1) Meneliti kelengkapan teknis permohonan IPLC. 357
Gambar 14.4 : Mekanisme Penerbitan Ijin Pebuangan Limbah Cair (IPLC) di DKI Jakarta. 358
2) Meneliti kelengkapan teknis permohonan IPLC. 3) Memberikan rekomendasi teknis kelayakan upaya penurunan beben limbah dan kelayakan pembuangan limbah cair. (SK Gub No.30/1999, Pasal 8). Tim evalusai terdiri dari beberapa instansi dan pakar lingkungan antara lain : a. Instansi Pembina (Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pariwisata, Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdaganagan, Dinas Perumahan). b. BPLHD Propinsi DKI Jakarta (Bidang Perencanaan Dampak Lingkungan, Bidang Pengendalian Pencemaran, Bidang Pengendalian Kerusakan, Laboratorium Lingkungan). c. Pakar Lingkungan (BPPT, Universitas TRISAKTI dll). (SK Gub No.30/1999, Pasal 6).
Universitas
Indonesia,
IPLC dapat diberikan kepada kegiatan yang telah beroperasi maupun kegiatan baru setelah mendapatkan rekomendasi teknis kelayakan upaya penurunan beban limbah dan kelayakan pembuangan limbah cari dari Tim Evaluasi. (SK Gub No.30/1999, Pasal 8). 14.5.6 Masa Berlaku IPLC IPLC berlaku untuk 5 (lima) tahun dan setelah itu dapat diperpanjang lagi. (SK Gub No.30/1999, Pasal 7 ayat 3).
359
IPLC tidak berlaku apabila dicabut atau tidak diperpanjang lagi. (SK Gub No.30/1999, Pasal 9 ayat 1). 12.5.7 Pencabutan IPLC Berdasarkan Surat Keputuasan Gubernur DKI Jakarta Nomor 30 Tahun 1999, Pasal 9, ijin pembuangan limbah cair (IPLC) dari suatu kegiatan dapat dicabut apabila : 1) Tidak melakukan kegiatan usaha selama jangka waktu tiga tahun berturut-turut sejak IPLC dikeluarkan. 2) Melakukan pelanggaran sesuai dengan kesepakatan dalam Surat Keputusan IPLC. 3) Menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan hidup atau pencemaran akibat pembuangan limbah cair. 14.5.8 Tata Cara Pencabutan IPLC Pencabutan IPLC yang telah dikeluarkan dapat dilakukan dengan dua cara yakni pencabutan dengan peringatan dan pencabutan tanpa peringatan. Pencabutan IPLC dengan peringatan dilakukan dengan beberapa cara : a) Proses peringatan tertulis. b) Penutupan sementara saluran pembuangan limbah cair untuk jangka waktu 30 hari. c) Pencabutan IPLC. Pencabutan IPLC tanpa dilakukan apabila:
360
1) Tidak melakukan kegiatan usaha selama tiga tahun berturut-turut sejak IPLC diterbitkan. 2) Melakukan kegiatan yang menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan hidaup atau pencem,aran. (SK Gub No. 30/1999, Pasal 10) 14.5.9 Kewajiban Pemegang IPLC Berdasarkan Surat Keputuasan Gubernur DKI Jakarta Nomor 30 Tahun 1999, Pasal 11, setiap kegiatan usaha atau badan hukum yang telah memepeolah IPLC mempunyai beberapa kewajiban yang harus dipenuhi antara lain : 1) Mentaati baku mutu limbah cair (BMLC) yang telah ditetapkan. 2) Tidak melampaui beban maksimum yang telah ditentukan di dalam IPLC. 3) Tidak melakukan pengenceran. 4) Memisahkan saluran pembuangan air limbah proses dan air limbah domestik, kecuali jika diolah secara bersama. 5) Memasang alat ukur debit limbah cair yang dibuang. 6) Membangun bangunan dan saluran pembuangan limbah cair untuk memudahkan pengambilan sampel air limbah. 7) Mmemeriksakan air limbah secara berkala setiap tiga bulan. 8) Melakukan swapantau selama pembuangan air limbah dan melaporkan hasilnya secara berkala ke BPLHD setiap tiga bulan.
361
14.5.10 Perpanjangan IPLC Setelah lima tahun IPLC dapat diperpanjang dengan cara : 1) Membuat surat permohonan secara tertulis kepada Gubernur Kepala Daerah melalui BPLHD Propinsi DKI Jakarta dengan melampirkan formulir permohonan dan IPLC sebelumnya. 2) Dilakukan verifikasi lapangan oleh Tim BPLHD. 3) Jika debit yang dihasilkan tidak sesuai dengan debit maksimum yang tertera di dalam IPLC sebelumnya (khususnya jika melebihi debit maksimum) maka harus mengajukan permohonan baru. 4) Jika terjadi perluasan kegiatan usaha (kapasitas kegiatan sudah tidak sesuai dengan IPLC sebelumnya) maka harus mengajukan permohonan baru. Perpanjangan IPLC diberikan setelah mendapatkan hasil rekomendasi kelayakan teknis pembuangan limbah cair dari Tim Evaluasi dan hasil analisa laboratoriun terhadap air limbag yang akan dibuang telah memenuhi baku mutu limbah cair (BMLC) yang telah ditetapkan. 14.5.11 Pembinaan Dan Pengawasan Pembinaan dan pengawasan IPLC secara teknis dilaksanakan oleh BPLHD Propinsi dibantu oleh BPLHD Wilayah serta berkoordinasi dengan instansi pembina. Untuk pengawasan dan peninjauan lapangan oleh tim pengawas dapat dilakukan sewaktu-waktu. Kegiatan pemantauan meliputi beberapa hal yaitu : 362
a. Pemeriksaan air limbah secara berkala atau sewaktuwaktu. b. Pengecekan tingkat ketaatan terhadap baku mutu limbah cair yang tercantum di dalam IPLC. c. Pengamatan terhadap upaya yang telah dilakukan. d. Evaluasi terhadap hasil pemantauan, pengecekan dan pengamatan yang dapat ditindak lanjuti dengan penegakan hukum atau penghargaan. (SK Gub No. 57/2003 Pasal 7) Kegiatan pemantauan IPLC meliputi beberapa hal antara lain : a) Pemeriksaan limbah cair secara berkala atau sewaktuwaktu. b) Pengecekan tingkat ketaatan terhadap Baku Mutu Limbah Cair (BMLC) yang tercatum dalam IPLC. c) Pengamatan terhadap upaya yang telah dilakukan. d) Evaluasi terhadap hasil pemantauan, pengecekan dan pengamatan yang dapat ditindak-lanjuti dengan penegakan hukum atau pemberian penghargaan. Mekanisme penerbitan, evaluasi dan pematauan Ijin Pembuangan Limbah cair (IPLC) di DKI Jakarta secara sederhana dapat diterangkan seperti pada Gambar 14.5. Dalam rangka memberikan motivasi bagi kegiatan usaha untuk mengelola limbah cairnya dengan baik maka Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta memberikan piagam penghargaan. Bagi kegiatan yang memperoleh piagam penghargaan miminal satu tahun sebelumnya akan diberikan insentif dan kemudahan secara khusus dalam proses penerbitan IPLC.
363
Gambar 14.5 : Mekanisme Penerbitan, Evaluasi Dan Pematauan Ijin Pebuangan Limbah Cair (IPLC) di DKI Jakarta.
14.6 Penetapan Peruntukan Baku Mutu Air Sungai Atau Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair Dengan meningkatnya perkembangan Industri, dan Pembangunan yang cukup tinggi di Wilayah DKI Jakarta akan 364
meningkatkan volume limbah cair yang dihasilkan, sehingga akan semakin bertambah pula pencemaran pada perairan atau badan air. Dalam rangka menjaga terpeliharanya kualitas air Sungai/Badan Air serta Limbah Cair maka ditetapkanlah Surat Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 582 Tahun 1995, tentang penetapan peruntukan Baku Mutu Air Sungai atau Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair Surat Keputusan Gubernur tersebut mengatur batasanbatasan kualitas air Sungai/Badan Air serta Limbah Cair di wilayah DKI Jakarta. A. Baku Mutu Air Sungai/Badan Air adalah : Batas atau kadar mahluk hidup, zat energi atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya. B. Baku Mutu Air Limbah Cair adalah : Batas kadar dan jumlah unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam limbah cair untuk dibuang dari satu jenis kegiatan tertentu. 14.7 Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) Surat Keputusan Gubernur No. 2333 tahun 2002 mengatur tentang Jenis Usaha/Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) di Propinsi DKI Jakarta. Proses pelaksanaan usaha/kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) dilaksanakan oleh : Instansi Pembina Teknis di 365
Tingkat Walikotamadya atau Kabupaten Administrasi dibawah koordinasi Walikotamadya atau Bupati Administrasi. Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) dibuat oleh Pemrakarsa Kegiatan dengan dibubuhi materai dan diketahui oleh Instansi Pembina Teknis di tingkat Walikotamadya atau Kabupaten Administrasi Jenis usaha/kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL): - Bidang Perhubungan - Bidang Prasarana Wilayah - Bidang Pariwisata - Bidang Kesehatan - Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral - Bidang Pertanian - Bidang Peternakan - Bidang Perikanan - Bidang Kehutanan - Bidang Perindustrian dan Perdagangan Peraturan atau regulasi yang kerhubungan dengan pengelolan lingkungan hidup di Indonesia khususnya di DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 14.1. Tabel : Daftar Regulasi Tentang Lingkungan Hidup. UNDANG-UNDANG 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Perubahan Iklim Bumi Akibat Peningkatan Konsentrasi Gas Rumah Kaca di Atmosfer 366
AIR 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 3 Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 582/1995 4 Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 299/1996
5 Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 30/1999 6 Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 57/2003
Pengendalian Pencemaran Air
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Baku Mutu Air Sungai dan Limbah Cair di DKI Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI Jakarta Ijin Pembuangan Limbah cair (IPLC)
Petunjuk Pelaksanaan Izin Pembuangan Limbah Cair di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Pedoman Mengenai Syarat dan 7 Keputusan Menteri Tata Cara Perijinan serta Negara Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber 2003 Air 8 Keputusan Menteri Baku Mutu Air Limbah Negara Lingkungan Domestik Hidup Nomor 112 Tahun 2003 367
9 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 10 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 142 Tahun 2003 11 Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 1893/1991 12 Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 123/1995 13 Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 57/2003 14 Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 115/2001 15 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 35A Tahun 1995
Pedoman Penentuan Status Mutu Air
Perubahan atas Kep. MENLH No. 111 tahun 2003
Tindakan Administratif Bagi Perusahaan/Kegiatan/Industri Yang Menimbulkan Perusakan dan Pencemaran Lingkungan Petunjuk Pelaksanaan Tindakan Administratif Bagi Perusahaan/Industri/Kegiatan Peserta Prokasih Petunjuk Pelaksanaan IPLC di Propinsi DKI Jakarta Pembuatan Sumur Resapan di Propinsi DKI Jakarta Proper Prokasih
LIMBAH B3 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1999
Pengelolaan Limbah B3
368
2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1999 5 SE Bapedal 08 / SE / 02 / 97 6 Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP02/BAPEDAL/09/1995 7 Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP05/BAPEDAL/09/1995 8 Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP01/BAPEDAL/1995 9 Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP03/BAPEDAL/1995 10 Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP04/BAPEDAL/1995
Perubahaan PP No. 19/1994
Pengelolaan Limbah B3
Perubahan PP No. 18 / 1999
Minyak Pelumas Bekas Dokumen Limbah B3
Simbol dan Label Limbah B3
Tata Cara dan Persyaratan Teknis, Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3 Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3
Tata Cara Persyaratan Penimbunan, Persyaratan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3 11 Keputusan Kepala Tata Cara Memperoleh Izin BAPEDAL Nomor KEP- Penyimpanan, Pengumpulan, 68/BAPEDAL/1994 Pengoperasian Alat Pengelolaan, Pengolahan dan 369
Penimbunan Akhir Limbah B3 12 Keputusan Kepala Penyimpanan dan BAPEDAL Nomor KEP- Pengumpulan Minyak Pelumas 255/BAPEDAL/1995 Bekas UDARA 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 2 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 23/1992 3 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP15/MENLH/4/1999 4 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP16/MENLH/4/1996 5 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP35/MENLH/10/1993 6 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP13/MENLH/3/1995
tentang Pengendalian Pencemaran Udara. tentang Pengesahan Vienna Convetion dan Montreal Protocol tentang Program Langit Biru.
tentang Penetapan Prioritas Propinsi Daerah Tingkat I Program Langit Biru. tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.
370
7 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP45/MENLH/10/1997 8 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP48/MENLH/11/1996 9 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP49/MENLH/11/1996 10 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP50/MENLH/11/1996 11 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 12 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42/MENLH/11/1994 13 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30/MENLH/2001 14 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.
tentang Indeks Standar Pencemar Udara.
tentang Baku Tingkat Kebisingan.
tentang Baku Tingkat Getaran.
tentang Baku Tingkat Kebauan.
tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Yang Sedang Diproduksi tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan Organisasi tentang Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan Hidup yang Diwajibkan tentang Larangan Memproduksi dan Memperdagangkan Bahan 371
110/MPP/Kep/1/1998
15 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 790/MPP/Kep/12/2002 16 Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP205/BAPEDAL/07/1996 17 Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP107/BAPEDAL/11/1997 18 Peraturan Daerah Propinsi DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2005 19 Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 2359/1987 20 Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 551/2001 21 Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 670/2000 22 Keputusan Gubernur
Perusak Lapisan Ozon serta Memproduksi dan Memperdagangkan Barang Baru yang Menggunakan Bahan Perusak Lapisan Ozon (Ozone Depleting Substances) tentang Perubahan KEPMENINDAG RI No. 110/MPP/Kep/1/1998 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak. tentang Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara. tentang Pengendalian Pencemaran Udara. tentang Penanaman Pohon Langka tentang Penetapan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan di Propinsi DKI Jakarta. tentang Penetapan Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak di Propinsi DKI Jakarta. tentang Pemeriksaan Emisi dan 372
Propinsi DKI Jakarta Nomor 95 Tahun 2000 23 Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 1041 Tahun 2000 24 Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 75 Tahun 2005 25 Keputusan Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Propinsi DKI Jakarta Nomor 59/2006 26 Keputusan Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Propinsi DKI Jakarta Nomor 68/2006
Perawatan Mobil Penumpang Pribadi di Propinsi DKI Jakarta. tentang Baku Mutu Udara Emisi Kendaraan Bermotor di Propinsi DKI Jakarta. tentang Kawasan Dilarang Merokok tentang Pedoman Umum Pengendalian Kualitas Udara Dalam Ruangan (KUDR)
tentang Petunjuk Teknis Kawasan Dilarang Merokok
AMDAL 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 2 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 39/MENLH/8/1996
Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Jenis Usaha / Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
373
3 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 4 SE MENLH No. B. 1234/MENLH/08/1999 5 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 1999 6 Kep. Gub KDKI Jakarta No. 189/2002
7 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2000 8 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 45 Tahun 2005 9 Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 2863/2001 10 Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 99/2002
Jenis usaha wajib AMDAL
Kegiatan wajib UKL / UPL Pedoman UKL / UPL
Jenis Usaha/Kegiatan yang Wajib Dilengkapi Dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) di Propinsi DKI Jakarta Jenis Usaha / Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan RKL/RPL
Jenis Rencana Usaha/Kegiatan yang Wajib Dilengkapi Dengan AMDAL Mekanisme Pelaksanaan AMDAL dan UKL serta UPL dalam Perizinan Daerah 374
11 Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 2333/2002 12 Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 76 Tahun 2001
Jenis Usaha / Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan SPPL di Propinsi DKI Jakarta Pedoman Operasional Keterlibatan Masyarakat dan Keterlibatan Informasi Dalam AMDAL
375
BAB 15 PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP TERPADU DI DKI JAKARTA
376
15.1 Pendahuluan Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di Propinsi DKI Jakarta sudah semakin meningkat yang mengarah kepada semakin memburuknya kondisi kualitas udara dan kualitas air di wilayah Propinsi DKI Jakarta. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup tersebut salah satunya disebabkan oleh ketidak-taatan masyarakat dalam mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Oleh karena itu , untuk menghambat laju pencemaran dan perusakan lingkungan hidup khususnya di wilayah DKI Jakarta, diperlukan penegakan hukum lingkungan hidup secara terpadu. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Pemerintah DKI Jakarta telah menetapkan peraturan bersama tentang Penegakan Hukum Lingkungan Terpadu, yang ditandatangai bersama oleh Gubernur Propinsi DKI Jakarta, Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Kepala Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Jawa. 15.2 Ketentuan Umum Di dalam peraturan bersama tentang penegakan hukum lingkungan hidup terpadu di DKI Jakarta ada beberapa ketentuan umum antara lain :
Daerah adalah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 377
Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang selanjutnya disebut Gubernur adalah Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya yang selanjutnya disebut Kepala Kepolisian adalah Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya.
Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang selanjutnya disebut Kepala Kejaksaan adalah Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Satuan Tugas Penyelesaian Permasalahan Lingkungan Hidup atau disingkat STP2LH adalah tim yang dibentuk oleh Gubernur yang melibatkan instansi terkait di tingkat Propinsi yang bertugas membantu Gubernur dalam rangka pelaksanaan penyelesaian permasalahan lingkungan hidup;
Satuan Tugas Penegakan Hukum Lingkungan atau disingkat STPHL adalah tim yang dibentuk oleh Gubernur yang merupakan gabungan dari komponen penegakan hukum yang melaksanakan Penegakan Hukum Lingkungan;
Verifikasi adalah serangkaian kegiatan yang meliputi pemeriksaan kebenaran pengaduan, meneliti sumber pencemar dan atau perusakan lingkungan hidup, tingkat pencemaran dan atau perusakan Iingkungan hidup, perkiraan jenis dan besar kerugian, lokasi terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup, luas lokasi yang lerkena dampak, serta pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup; 378
15.3 Maksud Dan Tujuan Maksud ditetapkannya Peraturan Bersama ini adalah untuk meningkatkan keterpaduan di antara Pemerintah Daerah, Kepolisian, Kejaksaan Tinggi, dan Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Jawa dalam pelaksanaan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup di Propinsi DKI Jakarta. Tujuan ditetapkan Peraturan Bersama tentang penegakan hukum lingkungan hidup terpadu ini adalah: a. Tercapainya Penegakan Hukum Lingkungan Hidup secara optimal melalui koordinasi dan kesamaan persepsi di antara Pemerintah Daerah, Kepolisian, Kejaksaan Tinggi, dan Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Jawa; b. Terwujudnya keterpaduan peningkatan kapasitas dan integritas dari Satuan Tugas Penyelesaian Permasalahan Lingkungan Hidup dan Satuan Tugas Penegakan Hukum Lingkungan di Propinsi DKI Jakarta; c. Terbentuknya sistem Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu di Propinsi DKI Jakarta. 15.4 Ruang Lingkup Ruang lingkup Peraturan Bersama tentang penegakan hukum lingkungan hidup terpadu meliputi koordinasi : a. Penegakan hukum; b. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup (melalui pengadilan dan di luar pengadilan); c. Sosialisasi dan penyuluhan; d. Pertukaran data dan informasi; dan e. Pendidikan dan pelatihan. 379
15.5 Tim Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu Sebagai pelaksanaan dari Peraturan bersama tentang penegakan hukum lingkungan hidup dibentuk Tim Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu Daerah. Tim Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu sebagaimana dimaksud terdiri dari Satuan Tugas Penyelesaian Permasalahan Lingkungan Hidup (STP2LH); Satuan Tugas Penegakan Hukum Lingkungan (STPHL); dan Sekretariat. Pembentukan Tim Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Satuan Tugas Penyelesaian Permasalahan Lingkungan Hidup (STP2LH) terdiri dari : a. Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup b. Kelompok Kerja Penelitian; c. Kelompok Kerja Teknis; d. Kelompok Kerja Hukum. STP2LH mempunyai tugas antara lain yaitu : a. Verifikasi hasil pengawasan atau pengaduan yang selanjutnya memberikan rekomendasi penegakan hukum administrasi dan/atau penyelesaian sengketa lingkungan hidup dan/atau penegakan hukum pidana kepada instansi terkait dan/atau tim terkait yang tergabung dalam satuan tugas sesuai dengan kewenangan masing-masing; b. Penyusunan dan pengajuan gugatan ganti kerugian untuk penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan atau menyelenggarakan penyelesaian sengketa Iingkungan hidup di luar pengadilan. 380
Apabila telah terbentuk Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan. maka mediator pada lembaga tersebut merupakan bagian dari STP2LH. Satuan Tugas Penegakan Hukum Lingkungan (STPHL) terdiri dari : a. PPNS Lingkungan Hidup; b. Penyidik POLRI; c. Jaksa/Penuntut Umum. Satuan Tugas Penegakan Hukum Lingkungan (STPHL) mempunyai tugas melakukan penyelidikan (PULBAKET), penyidikan, penuntutan dan supervisi terhadap suatu kasus yang memenuhi kriteria telah terjadinya pencemaran dan/atau perusakan Iingkungan (bukti permulaan yang cukup) atau adanya dugaan tindak pidana. Mekanisme pelaksanaan tugas STPHL sebagaimana dimaksud di atas dilaksanakan sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam rangka pelaksanaan operasional penegakan hukum lingkungan hidup terpadu dibentuk/ditunjuk Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Propinsi DKI Jakarta sebagai Sekretariat, yang bertugas memperlancar pelaksanaan operasional tim penegakan hukum lingkungan hidup terpadu. 15.5.1 Tata Cara Pengaduan dan Penerimaan Pengaduan Apabila diduga telah terjadi adanya pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup akibat suatu kegiatan, seseorang atau sekelompok orang dapat melaporkan baik 381
lisan atau tertulis kepada instansi pemerintah terdekat misalnya Kelurahan, Kecamatan, Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup, Kantor Kepolisian terdekat atau langsung kepada Satuan Tugas Penyelesaian Permasalahan Lingkungan Hidup (STP2LH) yang ada di BPLHD Propinsi DKI Jakarta. Setiap orang yang mengadukan dugaan adanya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan harus memberikan keterangan secara rinci beberapa hal yang meliputi : a. Identitas pengadu. b. Dugaan sumber pencemaran dan atau perusakan lingkungan. c. Waktu terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan. d. Akibat Yang terjadi. e. Keterangan lain. Instansi peperintah yang menerima pengaduan adanya dugaan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup mencatat semua keterangan yang telah disampaikan baik secara lisan ataupun tertulis. Apabila dugaan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup dilaporkan kepada Instansi pemerintah yang ada di wilayah Kabupaten/Kota, instansi yang bersangkutan wajib membuat laporan berjenjang kepada Bupati/walikota dan tembusanya kepada Gubernur melalui Satuan Tugas Penyelesaian Permasalahan Lingkungan Hidup (STP2LH) yang ada di BPLHD Propinsi DKI Jakarta. Satuan Tugas Penyelesaian Permasalahan Lingkungan Hidup (STP2LH) yang menerima laporan pengaduan langsung atau tembusannselanjutnya melakukan verifikasi dan rapat koordinasi dengan anggota tim dan instansi terkait 382
Setelah diadakan verifikasi dan rapat koordinasi STP2LH selanjutnya memberikan rekomendasi penegakan hukum administrasi dan/atau penyelesaian sengketa lingkungan hidup dan/atau penegakan hukum pidana kepada instansi terkait dan/atau tim terkait yang tergabung dalam satuan tugas Tim Penegakan Hukum Lingkungan Hidup terpadu. 15.5 Penegakan Hukum Administrasi Sanksi Administrasi dijatuhkan oleh Gubernur/Bupati Walikota berdasarkan verifikasi hasil pengawasan atau pengaduan oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup yang tergabung dalam STP2LH. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan di bidang lingkungan hidup akan dikenakan sanksi administrasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 15.6 Penyelesaian Sengketa Lingkungan Berdasarkan Peraturan Bersama tentang penegakan hukum lingkungan hidup terpadu, penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat dilakuan melalui pengadilan atau di luar pengadilan. 15.6.1 Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan 1) Penyelesaian sengketa melalui pengadilan dilaksanakan dengan mengajukan gugatan ganti kerugian dan/atau tuntutan melakukan tindakan tertentu ke pengadilan atas kerugian yang ditimbulkan 383
bagi manusia dan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. 2) Pengajuan gugatan ganti kerugian atau tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dan dapat dikuasakan melalui Surat Kuasa Khusus. 3) Penyusunan gugatan ganti kerugian dan/atau tuntutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan bersama STP2LH. 4) Gugatan ganti kerugian disusun berdasarkan prinsip tanggungjawab mutlak atau strict liability sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 15.6.2 Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan 1) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan untuk memperoleh kesepakatan di antara para pihak yang berkepentingan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian dan/atau tindakan pemulihan fungsi lingkungan hidup yang telah tercemar dan/atau rusak. 2) Penyelenggaraan penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan oleh STP2LH. 3) Mekanisme penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dilakukan sesuai peraturan perundangundangan. 15.7 Penegakan Hukum Pidana 15.7.1 Penyidikan (1) Penyidikan terhadap tindak pidana lingkungan hidup
dilakukan apabila telah adanya bukti permulaan yang cukup sesuai perundang-undangan. 384
(2) Penyidikan dilakukan oleh Penyidik POLRI dan atau Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang tergabung dalam STPHL. (3) Apabila dalam pelaksanaan penyidikan di lapangan mengalami hambatan, maka Penyidik POLRI wajib memberikan bantuan penyidikan dan pengamanan baik terhadap barang bukti maupun keamanan petugas, yang sedang melaksanakan tugas penyidikan di lapangan. (4) Dalam hal Penyidik POLRI melakukan penyidikan, STPHL wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka percepatan penyelesaian perkara tindak pidana lingkungan hidup. (5) Bantuan penyidikan dan pengamanan Kepolisian diberikan kepada: a. Petugas STPHL yang akan dan sedang melaksanakan proses penyidikan. Olah TKP. termasuk kegiatan pencarian dan penyitaan barang bukti serta mencari tersangka maupun pengumpulan bahan keterangan dari para saksisaksi. b. Petugas STPHL yang akan dan sedang melaksanakan tugas penyidikan tindak pidana lingkungan hidup. c. Petugas STPHL yang akan dan sedang melaksanakan tindakan penyitaan barang maupun dan/atau membawa barang bukti dari tempat kejadian ke Tempat Penyimpanan atau Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (RUPBASAN). (6) Dalam upaya menuntaskan proses penyidikan, maka 385
Petugas STPHL wajib melaksanakan koordinasi dengan Penyidik POLRI sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. (7) Evaluasi Koordinasi antara Petugas STPHL dengan Penyidik POLRI dan Pihak Kejaksaan (Jaksa Penuntut Umum) dilaksanakan secara berkala minimal 3 (tiga) bulan sekali. Sebelum berkas perkara Tahap Pertama diserahkan kepada Penuntut Umum. Penyidik Wajib melakukan Gelar Perkara. 15.7.2 Penuntutan (1) Penuntutan tindak pidana lingkungan hidup dilakukan terhadap perkara hasil penyidikan yang telah dinyatakan memenuhi syarat formil dan materiil oleh Penuntut Umum dan telah diikuti dengan penyerahan tersangka serta barang bukti kepada Penuntut Umum. (2) Penuntutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum baik yang tergabung di dalam maupun di luar STPHL sesuai peraturan perundang-undangan. (3) Jaksa yang tergabung dalam STPHL dapat melakukan koordinasi penuntutan terhadap Jaksa Penuntut Umum di luar STPHL yang menangani perkara. 15.8 Pertukaran Data Dan Informasi Dalam rangka pelaksanaan operasional penegakan hukum Iingkungan terpadu. Gubernur, Kepala Kepolisian, Kepala Kejaksaan Tinggi, dan Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Jawa bekerja sama untuk : 386
a. Saling memberikan data dan informasi yang diperlukan yang berkaitan dengan perkembangan masalah-masalah pencemaran dan perusakan Iingkungan; b. Pengembangan basis data dan informasi. 15.9 Sosialisasi Dan Penyuluhan (1) Dalam rangka pengembangan sistem penaatan, Gubernur, Kepala Kepolisian, Kepala Kejaksaaan Tinggi, dan Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Jawa bersepakat melakukan sosialisasi dan penyuluhan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup. (2) Pembentukan Tim Sosialisasi dan Penyuluhan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. (3) Sosialisasi dan penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Jawa atau dapat dilaksanakan oleh masing-masing instansi. 15.10 Pendidikan Dan Pelatihan (1) Gubernur, Kepala Kepolisian, Kepala Kejaksaan Tinggi, dan Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Jawa bersepakat melakukan pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan dalam rangka pembentukan sistem Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu. (2) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan oleh Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Jawa dan atau masing-masing instansi. 387
15.11 Pembiayaan Segala biaya sebagai akibat diterbitkannya Peraturan Bersama ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara , dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi DKI Jakarta. 15.12 Ketentuan Lain-Lain (1) Segala bentuk yang mungkin timbul sebagai akibat diterbitkannya Peraturan Bersama ini akan diselesaikan secara bersama antara Gubernur, Kepala Kepolisian, Kepala Kejaksaan Tinggi, dan Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Jawa secara musyawarah dan mufakat. (2) Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Bersama ini, maka perlu disusun Rencana Kerja Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu yang dikoordinasikan oleh Gubernur. 15.13 Ketentuan Penutup Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Bersama ini dengan penempatannya dalam berita Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Mekanisme Penegakan Hukum Lingkungan Hidup terpadi di Propinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Gambar 15.1.
388
Gambar 15.1 : Mekanisme Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu di Propinsi DKI Jakarta. 389
DAFTAR PUSTAKA 1. ----- " The Study OnUrban Drainage And Waste Water Disposal Project In The City Of Jakarta”, , JICA, December 1990. 2. "Appropriate Technology for Water Supply And Sanitation (A Planner’s Guide)", World Bank Studies In Water Supply And Sanitation 2, 1980. 3. -----, “ Gesuidou Shissetsu Sekkei Shisin to Kaisetsu “, Nihon Gesuidou Kyoukai, 1984. 4. -----, “Pekerjaan Penentuan Standard Kualitas Air Limbah Yang Boleh Masuk Ke Dalam Sistem Sewerage PD PAL JAYA”, Dwikarasa Envacotama-PD PAL JAYA, 1995. 5. Abel. P.D. 1989. "Water Pollution Biology", Ellis Horwood Limited, Chichester, West Sussex, England. 6. Anonimous, " The Study On Urban Drainage And Waste water Disposal Project In The City Of Jakarta (Main Draft Report)", JICA, December 1990. 7. APHA (American Public Healt Association) 1985. "Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water". Washington, D.C.1462 p. 8. Fair, Gordon Maskew et.al., " Eements Of Water Supply And Waste Water Disposal”, John Willey And Sons Inc., 1971. 9. Fichard Feachen, " Human Feaces, Urine And Their Utilization ", Ensic Translation Committee”, MAY 1981. 10. Gabriel Bitton. 1994. "Wastewater Microbiology", A John Wiley & Sons, INC., New York. 11. Gouda T., “ Suisitsu Kougaku - Ouyouben”, Maruzen kabushiki Kaisha, Tokyo, 1979. 390
12. Hikami, Sumiko., “Shinseki rosohou ni yoru mizu shouri gijutsu (Water Treatment with Submerged Filter)”, Kougyou Yousui No.411, 12,1992. 13. Kalbermatten, J.M., Julius, D.S., Gunnerson,C.D., Amara, D.D., 14. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 582 Tahun 1995 Tentang Penetapan Peruntukan Dan Baku Mutu Air Sungai atau Badan Air Serta Baku Limbah Cair Di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta 15. Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 2863 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan AMDAL. 16. Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta nomor 1775/2007 Tentang Pembentukan Tim Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 17. Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 30/1999 tentang Ijin Pembuangan Limbah cair (IPLC). 18. Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 57 Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Izin Pembuangan Limbah Cair di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 19. Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 57/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Izin Pembuangan Limbah Cair di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 20. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor : Kep-52/Menlh/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel. 21. KPPL, Informasi Kualitas Lingkungan DKI Jakarta Tahun 1996, KPPL DKI Jakrta, 1997. 391
22. Kusnoputranto, H., I Made Jaya, "Studi Pencemaran Bakteriologis Kakus Cubluk Terhadap Air Tanah Di wilayah Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan ", Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, 1983. 23. Metcalf And Eddy, " Waste Water Engineering”, Mc Graw Hill 1978. 24. Nusa Idaman, Teknologi Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biofilm Tercelup, JTL, DTL, BPPT, 2000. 25. Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik Di Propinsi DKI Jakarta. 26. Peraturan Bersama Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Kepala Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, DanKepala Pusat Pengelolaan L1ngkungan Hidup Regional Jawa Nomor 101 TAHUN 2007 ; Nomor 13/5576/VII/2007/Datro; Nomor 13-3845/0.1/GP/06/2007 ; Nomor Kep-41B/PPLH-Reg.4/06/2007 ; Tentang Penegakan Hukum L1ngkungan Hidup Terpadu. 27. Peraturan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 68 Tahun 2005 Tentang Perubahan Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 115 Tahun 2001 Tentang Pembuatan Sumur Resapan 28. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air. 29. Said, N.I., “Sistem Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga Skala Individual Tangki Septik Filter Up Flow”, Majalah Analisis Sistem Nomor 3, Tahun II, 1995.
392
30. Sueishi T., Sumitomo H., Yamada K., dan Wada Y., “ Eisei Kougaku “ (Sanitary Engineering), Kajima Shuppan Kai, Tokyo, 1987. 31. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 32. Viessman W, Jr., Hamer M.J., “ Water Supply And Pollution Control “, Harper & Row, New York, 1985.
393